Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM II

FISIOTERAPI KARDIORESPIRASI

BRONKITIS KRONIS

OLEH:
Rijal Hakim Arrasyid Wahyudi

202110490311064

KELOMPOK 4

FISIOTERAPI 2021

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2023
ii
Daftar isi
Daftar isi……………………………………………………………………… ii
BAB I …………………………………………………………. …………….. 3
Latar Belakang…………………………… ……………………………… 3
BAB II…………………………………………………………………………4
Definisi ……………………………………………………………………. 4
Epidemiologi……………………………………………………………….. 5
Etiologi ……………………………….…………….. …………………….. 6
Patofisiologi……………………………… .………………………………. 8
Tanda dan Gejala ……………………………… …………………………. 8
BAB III .…………………………………………………………………….. 11
BAB IV ……………………..……………………………………………….. 12
Kesimpulan ……… ……………………………………………………… 12
Daftar pustaka……………………………………………………………….. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bronkitis kronis, sebuah kondisi pernapasan yang serius dan kronis, telah menjadi
salah satu tantangan utama dalam bidang kesehatan global selama beberapa dekade
terakhir. Kondisi ini pertama kali mendapatkan perhatian medis pada abad ke-19, ketika
dokter-dokter mengamati gejala yang mencolok seperti batuk kronis dan produksi dahak
yang berlebihan pada pasien mereka. Namun, sejak saat itu, pemahaman tentang bronkitis
kronis telah berkembang pesat, dan kita sekarang memiliki wawasan yang lebih
mendalam tentang penyebab, konsekuensi, dan strategi pengelolaannya.

Bronkitis kronis adalah bagian dari spektrum penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), yang juga mencakup penyakit paru obstruktif lainnya seperti emfisema.
Meskipun keduanya berbeda dalam beberapa aspek patologis, PPOK seringkali disatukan
dalam diskusi karena memiliki karakteristik dan faktor risiko yang serupa, khususnya
merokok.

Merokok adalah salah satu penyebab utama bronkitis kronis. Paparan


berkepanjangan terhadap asap rokok mengiritasi dan merusak saluran bronkus,
menyebabkan peradangan kronis dan penumpukan lendir. Namun, bronkitis kronis juga
dapat berkembang pada individu yang tidak merokok, terutama jika mereka terpapar
polusi udara berbahaya atau zat kimia beracun.

iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Bronkitis merupakan salah satu penyakit pada sistem pernapasan yang dapat
Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan inflamasi yang
mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, dan
biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu. Bronkitis umumnya disebabkan
oleh virus seperti Rhinovirus, Respiratory sincytial virus,virus influenza, virus pra
influenza, Adenovirus, virus rubella, dan Paramixovirus dan bronkitis karena bakteri
biasanya dikaitkan dengan Mycoplasmapneumonia, Bordetella pertussis, atau
Corynebacterium diphtheria (Cahya, 2019).

Bronkitis kronis adalah suatu kondisi pernapasan kronis yang ditandai oleh
peradangan yang berkelanjutan pada saluran bronkus, yang merupakan saluran udara
utama yang menghubungkan trakea (tenggorokan) dengan paru-paru. Kondisi ini terjadi
ketika saluran bronkus mengalami perubahan patologis yang mengakibatkan
penyempitan, peningkatan produksi lendir, dan kerusakan jaringan paru-paru.

Untuk diagnostik bronkitis kronis, gejala utama yang harus ada adalah batuk kronis
yang berlangsung selama setidaknya dua tahun berturut-turut. Selain itu, produksi dahak
yang berlebihan juga seringkali terjadi. Pasien dengan bronkitis kronis dapat mengalami
kesulitan bernapas, terutama selama aktivitas fisik, serta risiko lebih tinggi terkena
infeksi pernapasan berulang.

Meskipun merokok tembakau adalah salah satu penyebab utama bronkitis kronis,
kondisi ini juga dapat terjadi pada individu yang tidak merokok, terutama jika mereka
terpapar iritan lainnya seperti polusi udara, zat kimia beracun, atau debu dalam jangka
waktu yang lama. Bronkitis kronis adalah salah satu komponen dari penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK) bersama dengan emfisema. Meskipun keduanya berbeda dalam

v
aspek patologisnya, PPOK mencakup kumpulan gejala yang seringkali berbagi faktor
risiko dan pengobatan.

B. .Epidemologi
Epidemiologi bronkitis kronis mengacu pada studi tentang sebaran, faktor risiko,
prevalensi, dan dampak kondisi ini pada populasi. Penelitian epidemiologi membantu
dalam memahami pola penyakit, mengidentifikasi kelompok yang berisiko tinggi, dan
mengembangkan strategi pencegahan yang lebih efektif. Berikut beberapa informasi
terkait epidemiologi bronkitis kronis:

- Prevalensi: Prevalensi bronkitis kronis dapat bervariasi secara signifikan di


seluruh dunia. Faktor utama yang memengaruhi prevalensi adalah tingkat
merokok dalam populasi. Negara-negara dengan tingkat merokok tinggi biasanya
memiliki tingkat prevalensi bronkitis kronis yang lebih tinggi. Selain itu, faktor-
faktor seperti polusi udara dan paparan iritan lainnya juga dapat berkontribusi
pada prevalensi penyakit ini.
- Faktor Risiko: Merokok tembakau adalah faktor risiko utama bronkitis kronis.
Orang yang merokok secara aktif memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk
mengembangkan penyakit ini dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok.
Namun, perokok pasif (terpapar asap rokok dari orang lain) juga berisiko. Selain
itu, paparan terhadap polusi udara dalam ruangan atau luar ruangan dan pekerjaan
yang melibatkan paparan debu atau zat kimia beracun dapat meningkatkan risiko
bronkitis kronis.

- Usia: Risiko bronkitis kronis meningkat seiring bertambahnya usia. Orang


dewasa yang lebih tua lebih rentan terhadap perkembangan kondisi ini.

- Jenis Kelamin: Data epidemiologi menunjukkan bahwa pria memiliki risiko


lebih tinggi untuk mengembangkan bronkitis kronis dibandingkan dengan wanita.
Namun, prevalensi bronkitis kronis pada wanita telah meningkat seiring
perubahan pola merokok di beberapa negara.

vi
- Geografi: Prevalensi bronkitis kronis dapat bervariasi secara signifikan
berdasarkan geografi. Negara-negara dengan tingkat merokok tinggi dan tingkat
paparan polusi udara yang tinggi seringkali memiliki tingkat prevalensi yang lebih
tinggi.

- Dampak Ekonomi dan Kesehatan: Bronkitis kronis memiliki dampak yang


signifikan pada sistem kesehatan dan ekonomi. Kondisi ini dapat menyebabkan
eksaserbasi akut yang memerlukan perawatan medis yang mahal, serta
mengakibatkan hari-hari kerja yang hilang dan produktivitas yang menurun.

- Tren dan Perubahan: Epidemiologi bronkitis kronis mencerminkan tren dan


perubahan dalam faktor risiko, seperti penurunan tingkat merokok di beberapa
negara, perubahan dalam pola pekerjaan dan lingkungan, serta upaya pencegahan
dan pengobatan yang diperbarui.

Studi epidemiologi terus berperan penting dalam memahami dan mengatasi masalah
bronkitis kronis. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor risiko dan
pola penyebaran penyakit ini, para peneliti dan profesional kesehatan dapat
mengembangkan strategi pencegahan yang lebih efektif dan upaya perawatan yang
lebih baik untuk individu yang terkena dampak bronkitis kronis.
WHO menyatakan kejadian bronkitis kronik di Amerika Serikat berkisar 4,45%
atau 12,1 juta jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan 293 juta jiwa. Daerah
ASEAN, negara Thailand salah satu negara yang merupakan angka ekstrapolasi
tingkat prevalensi bronkitis kronik yang paling tinggi yaitu berkisar 2.885.561 jiwa
dari populasi perkiraan yang digunakan sebesar 64.865.523 jiwa. Negara Indonesia 2
sebanyak 1,6 juta orang terinfeksi bronkitis (Kharis, dkk, 2017).
Bronkitis menjadi masalah utama di Jawa Timur yang paling sering terjadi pada
anak-anak 25,65%setiap tahunnya dan remaja 89% mengalami distress pernapasan
berupa bersihan jalan napas tidak efektif (Rohmah, 2019).
C. Etiologi

vii
Bronkitis kronis adalah kondisi pernapasan yang kompleks dan multifaktorial,
dengan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit ini.
Etiologi bronkitis kronis melibatkan sejumlah penyebab yang saling berinteraksi, di
antaranya:

- Merokok Tembakau: Merokok adalah faktor risiko utama untuk bronkitis


kronis. Asap rokok mengandung berbagai zat kimia beracun yang dapat merusak
sel-sel saluran bronkus, memicu peradangan, dan meningkatkan produksi lendir.
Merokok juga berkontribusi pada hilangnya fungsi silia (struktur rambut halus
yang membersihkan lendir dan kotoran dari saluran pernapasan), sehingga lendir
dan partikel terperangkap di saluran udara.

- Paparan Polusi Udara: Paparan jangka panjang terhadap polusi udara, terutama
di wilayah perkotaan dengan tingkat polusi tinggi, merupakan faktor risiko yang
signifikan. Partikel-partikel polusi udara dan zat kimia beracun yang dihirup dapat
merusak jaringan paru-paru dan saluran bronkus, memicu peradangan kronis.

- Paparan Zat Beracun di Tempat Kerja: Beberapa pekerjaan melibatkan


paparan terhadap debu, asap, gas, atau zat kimia beracun tertentu, yang dapat
meningkatkan risiko bronkitis kronis. Pekerja di industri seperti pertambangan,
konstruksi, atau pengolahan kimia berada pada risiko lebih tinggi.

- Faktor Genetik: Meskipun belum sepenuhnya dipahami, faktor genetik juga


dapat memainkan peran dalam rentan seseorang terhadap bronkitis kronis.
Beberapa individu mungkin memiliki kerentanan genetik yang membuat mereka
lebih rentan terhadap efek merokok atau paparan iritan lainnya.

- Infeksi Pernapasan Kronis: Infeksi berulang oleh bakteri atau virus pada saluran
pernapasan juga dapat berkontribusi pada perkembangan bronkitis kronis. Infeksi
ini dapat merusak saluran bronkus, memicu peradangan kronis, dan menyebabkan
perubahan patologis dalam jaringan.

viii
- Predisposisi Usia: Risiko bronkitis kronis cenderung meningkat seiring
bertambahnya usia. Orang dewasa yang lebih tua lebih rentan terhadap kondisi
ini, mungkin karena berkurangnya elastisitas dan kemampuan pemulihan jaringan
paru-paru seiring waktu.

- Paparan Pasif Terhadap Asap Rokok: Paparan pasif terhadap asap rokok atau
asap tembakau dari perokok di sekitar individu juga dapat meningkatkan risiko
bronkitis kronis.

- Infeksi Saluran Pernapasan Kronis pada Masa Kanak-Kanak: Pengalaman


infeksi saluran pernapasan kronis pada masa kanak-kanak juga dapat
memengaruhi perkembangan bronkitis kronis di kemudian hari.

Dengan memahami etiologi bronkitis kronis, kita dapat mengidentifikasi faktor-


faktor risiko utama yang dapat diubah, seperti merokok dan paparan polusi udara,
serta mengambil langkah-langkah pencegahan yang sesuai. Selain itu, upaya
pencegahan dan pengobatan yang tepat dapat membantu mengurangi dampak negatif
bronkitis kronis pada kualitas hidup individu dan masyarakat luas.
D. Patofisiologi
Bronkhitis akut dikaraterisiroleh adanya infeksi pada cabang trakeobrokhial.
Infeksi ini menyebabkan hiperemia dan edema pada memberan mukosa, yang
kemudian menyebabkan peningkatan sekresi dahak bronchial. Karena adanya
perubahan memberan mukosa ini, maka terjadi kerusakan pada epitelia saluran nafas
yang menyebabkan berkurangnya fungsi pembersihan mukosilir. Selain itu,
peningkatan sekresi dahak bronchial yang dapat menjadi kental dan liat, makin
memperparah gangguan pembersihan mukosilir.Perubahan ini bersifat permanen,
belum diketahui, namun infeksi pernafasan akut yang berulang dapat berkaitan
dengan peningkatan hiper-reaktivitas saluran nafas, atau terlibat dalam fatogenesis
asma atau PPOK. Pada umumnya perubahan ini bersifat sementara dan akan kembali
normal jika infeksi sembuh (Ikawati, 2009).

ix
E. Tanda dan Gejala
- Batuk Kronis: Pasien dengan bronkitis kronis mengalami batuk yang
berlangsung selama setidaknya tiga bulan dalam setahun selama dua tahun
berturut-turut. Batuk ini seringkali lebih parah di pagi hari.

- Produksi Lendir Berlebihan: Salah satu ciri khas bronkitis kronis adalah
produksi lendir yang berlebihan dalam saluran bronkus. Lendir ini dapat berwarna
putih, kekuningan, atau kehijauan.

- Sesak Napas: Pasien dengan bronkitis kronis sering mengalami sesak napas,
terutama saat beraktivitas fisik atau selama eksaserbasi penyakit. Sesak napas ini
disebabkan oleh penyempitan saluran udara (obstruksi).

- Wheezing: Wheezing adalah suara bising yang dihasilkan saat udara melewati
saluran udara yang menyempit. Ini adalah gejala umum bronkitis kronis dan
mengindikasikan adanya penyempitan saluran bronkus.

- Pernapasan Cepat: Pasien bronkitis kronis mungkin mengalami pernapasan


yang lebih cepat (tachypnea) sebagai upaya tubuh untuk mengkompensasi
peningkatan resistensi saluran udara.

- Peningkatan Risiko Infeksi: Penderita bronkitis kronis cenderung lebih rentan


terhadap infeksi pernapasan berulang, seperti bronkitis akut atau pneumonia.

- Eksaserbasi: Bronkitis kronis seringkali melibatkan eksaserbasi, yaitu


pemburukan gejala yang lebih parah. Selama eksaserbasi, gejala seperti batuk dan
sesak napas bisa menjadi lebih intens, memerlukan perawatan medis lebih lanjut.

x
- Sianosis: Sianosis adalah perubahan warna kulit atau bibir menjadi kebiruan,
yang dapat terjadi pada pasien dengan bronkitis kronis saat kadar oksigen dalam
darah menurun secara signifikan.

- Penurunan Fungsi Paru-paru: Penderita bronkitis kronis dapat mengalami


penurunan fungsi paru-paru seiring berjalannya waktu, yang dapat diukur dengan
tes fungsi paru-paru seperti spirometri.

- Kelelahan dan Penurunan Kualitas Hidup: Gejala bronkitis kronis, terutama


saat eksaserbasi, dapat menyebabkan kelelahan dan penurunan kualitas hidup
yang signifikan.

Penting untuk diingat bahwa bronkitis kronis adalah penyakit kronis yang
berkembang secara bertahap, dan gejala bisa beragam dari satu individu ke individu
lainnya. Penderita bronkitis kronis harus mencari bantuan medis untuk pengelolaan
gejala, pencegahan eksaserbasi, dan perencanaan perawatan yang sesuai.

xi
xii
BAB IV

KESIMPULAN

Bronkitis merupakan infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan inflamasi


yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah dan bermanifestasi sebagai
batuk. Peradangan yang berkelanjutan dari bronkus sebagai saluran utama
pernafasan disebut sebagai kondisi bronkitis kronis. Faktor utama penyebab
bronkitis kronis adalah merokok tembakau, namun hal ini juga masih dipengaruhi
oleh beberapa faktor lain seperti usia dan kondisinya genetik. Pasien dengan
kondisi kronis ditandani dengan batuk berkepanjangan selama 2 tahun berturut
turut, produksi lendir yang berlebih, sesak napas, wheezing dan penurunan kualitas
hidup. Penyakit kronis ini berkembang secara bertahap sehingga penderita harus
segera mencari bantuan medis untuk pengelolaan gejala dan pengobatan.

xiii
DAFTAR PUSTAKA

Dotan, Y., So, J. Y., & Kim, V. (2019). Chronic bronchitis: Where are we now? In Chronic
Obstructive Pulmonary Diseases (Vol. 6, Issue 2, pp. 178–192). COPD Foundation.
https://doi.org/10.15326/jcopdf.6.2.2018.0151
Wang, G., Hallberg, J., Bergström, P. U., Janson, C., Pershagen, G., Gruzieva, O., van Hage, M.,
Georgelis, A., Bergström, A., Kull, I., Lindén, A., & Melén, E. (2021). Assessment of chronic
bronchitis and risk factors in young adults: Results from BAMSE. European Respiratory
Journal, 57(3). https://doi.org/10.1183/13993003.02120-2020

Choi, J. Y., Yoon, H. K., Lee, S. Y., Kim, J. W., Choi, H. S., Kim, Y. Il, Jung, K. S., Yoo, K. H.,
Kim, W. J., & Rhee, C. K. (2022). Comparison of clinical characteristics between chronic
bronchitis and non-chronic bronchitis in patients with chronic obstructive pulmonary
disease. BMC Pulmonary Medicine, 22(1), 1–9. https://doi.org/10.1186/s12890-022-01854-
x

14

Anda mungkin juga menyukai