Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN

“KARAKTERISTIK ALAT EVALUASI”

Dosen Pengampu :
Dr. Sutiono AZ, M.Pd

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

1. Hilmiya Tuzzahroh (3120210051)


2. Nanda Aulia Anggraini (3120210063)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM AS’SYAFIIYAH

TAHUN AJARAN 2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah pada mata kuliah Evaluasi Pendidikan dengan
judul “KARAKTERISTIK ALAT EVALUASI” tepat pada waktunya. Terima kasih juga kami
haturkan kepada Bapak dosen pengasuh mata kuliah Evaluasi Pendidikan yang telah
memberikan tugas mengenai makalah ini sehingga pengetahuan kami dalam penulisan Makalah
ini semakin bertambah.

Tidak ada manusia yang sempurna, oleh karena itu kami menyadari masih terdapat
banyak kesalahan yang tanpa sengaja dibuat, baik kata maupun tata bahasa di dalam makalah ini.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah
ini . Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiiin

Bekasi, 13 Oktober 2023

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 5

2.1 Karakteristik Alat Evaluasi Hasil Belajar ........................................................ 5

2.2 Evaluasi Hasil Belajar .................................................................................. 17

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 28

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 28

3.2 Saran ............................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 29

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Berkaitan dengan sulitnya mengungkapkan seluruh perilaku dengan alat evaluasi yang
sama. Hal ini menjadikan evaluasi sebagai tugas menantang yang harus dilakukan oleh guru.
Evaluasi adalah bagian dari proses belajar mengajar, dan evaluasi tersebut harus sesuai
dengan jenis tujuan yang biasanya diungkapkan dalam bahasa perilaku . Tujuan evaluasi
adalah untuk mengetahui nilai sesuatu, misalnya prestasi belajar siswa, dan untuk
memberikan informasi guna meningkatkan proses belajar mengajar . Namun yang menjadi
kendala dalam alat evaluasi adalah tidak semua aspek kemampuan siswa dapat diukur secara
kuantitatif dan mencakup subjektivitas. Oleh karena itu, guru perlu mengetahui berbagai
dimensi yang berkaitan dengan evaluasi, seperti sifat, tujuan, prinsip, jenis, dan tata cara
evaluasi dalam proses pembelajaran
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa Karakteristik Alat Evaluasi Hasil Belajar?
2) Bagaimana Evaluasi Hasil Belajar?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Agar Mahasiswa mampu mengetahui Tentang Karakteristik Alat Evaluasi Hasil Belajar.
2) Agar Mahasiswa mampu mengetahui Tentang Evaluasi Hasil Belajar.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Alat Evaluasi Hasil Belajar


Evaluasi sangat berguna untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran.
Pentingnya evaluasi dalam pembelajaran, dapat dilihat dari tujuan dan fungsi evaluasi
maupun sistem pembelajaran itu sendiri. Evaluasi tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran,
sehingga guru mau tidak mau harus melakukan evaluasi pembelajaran. Melalui evaluasi,
Anda dapat melihat tingkat kemampuan peserta didik, baik secara kelompok maupun
individual. Anda juga dapat melihat berbagai perkembangan hasil belajar peserta ddik, baik
yang yang menyangkut domain kognitif, afektif maupun psikomotor. Pada akhirnya, guru
akan memperoleh gambaran tentang keefektifan proses pembelajaran. Setelah Anda
memahami pentingnya evaluasi dalam kegiatan pembelajaran di madrasah, tentunya Anda
juga perlu tahu apa karakteristik dari alat ukur yang baik.
Pemahaman tentang alat ukur ini menjadi penting karena dalam praktik evaluasi atau
penilaian di madrasah, pada umumnya guru melakukan proses pengukuran. Dalam
pengukuran tentu harus ada alat ukur (instrumen), baik yang berbentuk tes maupun nontes.
Alat ukur tersebut ada yang baik, ada pula yang kurang baik. Alat ukur yang baik adalah alat
ukur yang memenuhi syarat-syarat atau kaidah-kaidah tertentu, dapat memberikan data yang
akurat sesuai dengan fungsinya, dan hanya mengukur sampel prilaku tertentu. Secara
sederhana, Zainal Arifin (2011 : 69) mengemukakan karakteristik instrumen evaluasi yang
baik adalah “valid, reliabel, relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik dan
proporsional”.1
1. Validitas
Validitas adalah suatu ketelitian dan ketepatan suatu alat pengukur yang bila alat
pengukur tersebut dipergunakan utnuk mengukur akan memberikan hasil sesuai dengan
besar kecilnya gejala yang diukur. Dengan demikian, yang penting dalam validitas adalah
adanya ketepatan dan ketelitian dari suatu alat pengukur.

1
http://tirtarimba.blogspot.com/2020/10/8-karakteristik-alat-ukur-evaluasi.html, Diakses pada tanggal 13 Oktober
2023

5
Jika dikaitkan dengan evaluasi pembelajaran, maka alat pengukur tersebut tentu
saja adalah instrumen yang digunakan dalam melakukan evaluasi. Instrumen dikatakan
mengandung validitas yang baik jika mampu secara tepat mengukur apa yang hendak
diukur, menilai apa yang hendak dinilai, mengevaluasi apa yang hendak dievaluasi.
Dengan instrumen yang valid akan menghasilkan data yang valid juga.
Ada dua unsur penting dalam validitas ini, yaitu: pertama, validitas menunjukkan
suatu derajat, ada yang sempurna, ada yang sedang, dan ada pula yang rendah. Kedua,
validitas selalu dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan yang spesifik.
Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil
pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh adalah validitas logis (logical validity) dan
hal yang kedua akan diperoleh validitas empiris (empirical validity). Dua hal inilah yang
dijadikan dasar bagi pengelompokan validitas tes.
Validitas logis juga disebut dengan validitas rasional yang sifatnya internal,
karena diperoleh dari hasil pemikiran. Karena itu, validitas logis atau rasional adalah
validitas yang berhubungan antara bahan dengan isi tes. Bila ingin mengevaluasi
mengenai suatu pelajaran tertentu, maka untuk mengetahui validitas logis atau
rasionalnya pertanyaan-pertanyaan itu dianalisis dan dicocokkan dengan bahan pelajaran
yang telah diberikan, apakah jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu mengenai
bahan pelajaran itu atau tidak. Sedangkan validitas empiris adalah validitas yang
menghubungkan antara isi tes yang disusun dengan :
(1) tes lain yang sejenis yang telah distandardisasikan dan
(2) dengan ukuran lain seperti nilai ujian atau nilai-nilai kenaikan kelas, atau dapat juga
dengan penilaian guru yang selalu berhubungan dengan anak didik. Karena itulah,
validitas empiris ini bisa disebut juga dengan validitas eksternal.

Menurut Suharsimi, validitas logis atau rasional memiliki dua bentuk, yaitu validitas
isi (content validity) dan validitas konstruksi (construct validity).310 Dalam pengertian
lain, validitas isi merupakan derajat di mana sebuah tes evaluasi mengukur cakupan
substansi yang ingin diukur. Agar bisa mendapatkan validitas isi, ada dua aspek penting
yang harus terpenuhi, yaitu:

(1) Valid dalam hal isinya dan

6
(2) Valid dalam hal teknik samplingnya.

Valid dalam hal isi mencakup khususnya hal-hal yang berkaitan dengan apakah item-
item evaluasi itu menggambarkan pengukuran dalam cakupan yang ingin diukur.
Sedangkan valid dalam hal teknik sampling pada umumnya berkaitan dengan
bagaimanakah baiknya suatu sampel item tes merepresentasikan total cakupan isi.

Sedangkan validitas konstruk merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes


mengukur sebuah konstruk sementara atau hypothetical construct. Secara definitif,
konstruk merupakan suatu sifat yang tidak dapat diobservasi, tetapi kita dapat merasakan
pengaruhnya melalui salah satu atau dua indra kita. Dengan demikian, konstruk
merupakan temuan atau suatu pendekatan untuk menerangkan tingkah laku. Konstruk
arus listrik misalnya dapat dirasakan efeknya ketika kita dengan sengaja atau tidak
sengaja memegang dua kabel tersebut secara bersama-sama. Kita tidak dapat memotong
benda dan melihat arus listriknya. Arus listrik dalam benda tersebut dapat dirasakan
pengaruhnya secara lebih nyata melalui alat ukur, misalnya Ohm meter atau ampere
meter.

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu
yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Karena materi yang
diajarkan tertera dalam kurikulum, maka validitas isi ini sering juga disebut validitas
kurikuler. Sedangkan sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-
butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang
disebutkan dalam Tujuan Instruksional Khusus. Dengan kata lain, butir-butir soal yang
mengukur aspek berikir tersebut sudah sesuai dengan aspek berpikir yang menjadi tujuan
instruksional.

Sedangkan validitas empiris atau validitas berdasarkan pengalaman, menurut


Suharsimi, juga mempunyai dua bentuk, yaitu validitas yang ada sekarang (concurrent
validity) dan validitas prediksi (predictive validity). Validitas concurrent adalah derajat
di mana skor dalam suatu tes dihubungkan dengan skor lain yang telah dibuat. Tes
dengan validasi ini biasanya diatur dalam waktu yang sama atau dengan kriteria valid
yang sudah ada. Sering juga terjadi bahwa tes dibuat atau dikembangkan untuk pekerjaan

7
sama sperti beberapa tes lainnya, tetapi dengan cara yang lebih mudah dan lebih cepat.
Validitas ini juga ditentukan dengan membangun analisis hubungan atau pembedaan.
Sedangkan validitas prediksi adalah derajat yang menunjukkan suatu tes dapat
memprediksi tentang bagaimana baik seseorang akan melakukan suatu prospek tugas
atau pekerjaan yang direncanakan. Tes kemampuan matematika contohnya, dapat
dikatakan mempunyai nilai validasi prediksi ketika hasilnya dapat menduga pada
seseorang yang memiliki kemampuan matematika dengan anak yang tidak memiliki
kemampuan.

Suatu evaluasi atau tes dikatakan memiliki concurrent validity jika hasilnya sesuai
dengan kriteria yang sudah ada, dalam artian memiliki kesimultanan dengan kriteria
yang sudah ada. Kriteria yang sudah ada dapat berupa instrumen lain yang mengukur hal
yang sama, tetapi sudah diakui validitasnya, misalnya dengan tes terstandar, namun
kriteria dapat juga didapatkan dengan catatan-catatan di lapangan.

Sedangkan validitas prediksi berarti memperkirakan atau meramalkan apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang dan belum terjadi. Sebuah instrumen dikatakan
memiliki validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang
akan terjadi pada masa yang akan datang mengenal hal yang sama. Validitas prediktif
diperoleh apabila pengambilan skor kriteria tidak bersamaan dengan pengambilan skor
tes. Setelah subjek dikenai tes yang akan dicari validitas prediktifnya, lalu diberikan
tenggang waktu tertentu sebelum skor kriteria diambil dari subjek yang sama.

Sedangkan sebagai alat pembanding validitas prediksi adalah nilainilai yang


diperoleh setelah anak didik yang mengikuti evaluasi mengikuti pembelajaran pada
jenjang yang lebih tinggi. Jika ternyata siapa yang memiliki nilai tes lebih tinggi gagal
dalam ujian dibandingkan dengan yang dahulu nilai tesnya lebih rendah, maka tes masuk
yang dimaksud tidak memiliki validitas prediksi.

Contohnya adalah tes masuk perguruan tinggi adalah sebuah tes yang diperkirakan
mampu meramalkan keberhasilan tes yang diperkirakan mampu meramalkan
keberhasilan peserta tes dalam mengikuti kuliah di masa yang akan datang. Calon yang
tersaring berdasarkan hasil tes diharapkan mencerminkan tinggi rendahnya kemampuan

8
mengikuti kuliah. Jika nilai tesnya tinggi, tentu menjamin keberhasilannya kelak.
Sebaliknya, jika tidak lulus karena memiliki nilai tes yang rendah, maka diperkirakan dia
tidak akan mampu mengikuti perkuliahan di masa yang akan datang.

Menurut Gronlund, seperti yang dikutip oleh Zainal Arifin, ada tiga faktor yang
memengaruhi validitas hasil tes, yaitu: pertama, faktor instrumen evaluasi.
Mengembangkan instrumen evaluasi memang tidaklah mudah, apalagi jika evaluator
tidak atau kurang memahami prosedur dan teknik evaluasi itu sendiri. Jika instrumen
evaluasi kurang baik, hal itu bisa berakibat hasil evaluasinya menjadi kurang baik. Untuk
itu, dalam mengembangkan instrumen evaluasi, evaluator harus memerhatikan hal-hal
yang memengaruhi validitas instrumen dan berkaitan dengan prosedur penyusunan
instrumen, seperti silabus, kisi-kisi soal, petunjuk pengerjaan soal, dan pengisian lembar
jawaban, kunci jawaban, penggunaan kalimat yang efektif, tingkat kesukaran, daya
pengecoh, daya pembeda, dan semacamnya.

Terkait dengan faktor instrumen evaluasi atau tes ini, perlu diperhatikan hal-hal
berikut ini:

(1) Arahan tes yang disusun dengan makna tidak jelas dapat mengurangi validitas tes;
(2) Kata-kata yang digunakan dalam struktur instrumen evaluasi terlalu sulit;
(3) Item-item tes dikonstruksi dengan buruk;
(4) Tingkat kesulian item tes tidak tepat dengan materi pembelajaran yang diterima
siswa;
(5) Waktu yang dialokasikan tidak tepat, hal ini termasuk kemungkinan terlalu kurang
atau terlalu longgar;
(6) Jumlah item tes terlalu sedikit sehingga tidak mewakili sampel materi pembelajaran;
dan
(7) Jawaban masing-masing item evaluasi harus bisa diprediksikan siswa.

Kedua, faktor administrasi evaluasi dan penskoran. Dalam administrasi evaluasi dan
penskoran, banyak sekali terjadi penyimpangan atau kekeliruan, seperti alokasi waktu
yang tidak proporsional, memberi bantuan kepada anak didik dengan berbagai cara, anak
didik saling menyontek, kesalahan penskoran, termasuk kondisi fisik dan psikis anak

9
didik yang kurang menguntungkan. Karena itulah, dalam melakukan administrasi
terhadap evaluasi dan penskoran ini harus memerhatikan hal-hal berikut ini:

(1) Waktu pengerjaan haruslah disesuaikan sedemikian rupa sehingga siswa bisa
menjawab tes sesuai dengan alokasi yang tepat dan proporsional;
(2) Harus meminimalisasi potensi kecurangan agar bisa terlihat dan membedakan mana
siswa yang belajar dan mana yang tidak;
(3) Pemberian petunjuk dari pengawas harus dilakukan pada semua siswa sehingga bisa
objektif dan proporsional;
(4) Teknik pemberian skor haruslah konsisten agar validitasnya terpenuhi;
(5) Siswa harus diarahkan mematuhi aturan yang diberikan dalam tes baku;
(6) Harus dihilangkan kemungkinan terjadinya joki saat tes.

Ketiga, faktor jawaban dari anak didik. Dalam praktiknya, faktor jawaban anak didik
justru lebih banyak berpengaruh daripada dua faktor sebelumnya. Faktor ini meliputi
kecenderungan anak didik untuk menjawab secara cepat tetapi tidak tepat, keinginan
melakukan coba-coba, dan penggunaan gaya bahasa tertentu dalam menjawab soal
bentuk uraian.

Agar bisa mengukur dan mengetahui validitas terhadap suatu hasil evaluasi tentu saja
harus disejajarkan dengan kriteria yang dimaksudkan. Caranya adalah dengan
mengorelasikan hasil penilaian dengan kriteria. Kriteria yang digunakan sebagai titik
acuan dalam menilai validitasnya tentu saja dalam bentuk hasil tes yang sudah
terstandarkan maupun dari berbagai pengamatan dan catatan empiris di lapangan tentang
sesuatu yang diukur. Tekniknya adalah dengan menggunakan teknik korelasi product
moment Carl Pearson. Rumusnya ada dua, yaitu:

(1) Korelasi product moment dengan simpangan; dan


(2) Korelasi product moment dengan angka kasar.

Rumus product moment dengan simpangan adalah sebagai berikut:

10
di mana :

Sedangkan rumus product moment dengan angka kasar adalah sebagai berikut:

Di mana :

Kedua rumus di atas pada dasarnya digunakan untuk mengukur validitas soal
secara keseluruhan dalam tes, karena itulah perlu juga untuk mengukur validitas item
soal. Jika seorang guru atau evaluator mengetahui bahwa validitas soal tes misalnya
terlalu rendah atau rendah saja, maka selanjutnya ingin mengetahui butir-butir tes
manakah yang menyebabkan soal secara keseluruhan tersebut jelek sehingga memiliki
validitas rendah. Untuk keperluan inilah dicari validitas butir atau item soal. Validitas
item berarti adalah sebuah item yang bisa dikatakan valid jika mempunyai dukungan
yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi
atau rendah. Dengan kata lain, dapat dikemukakan bahwa sebuah item memiliki validitas
yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini
dapat diartikan dengan korelasi, sehingga untuk mengetahui validitas item digunakan
rumus korelasi seperti yang sudah diterangkan di atas.

2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrumen.
Reliabilitas tes berkenaan dengan pertanyaan, apakah suatu tes itu sudah teliti dan dapat

11
dipercaya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Suatu tes dapat dikatakan reliabel
jika selalu memberikan hasil yang sama bila diujikan pada kelompok yang sama pada
waktu atau kesempatan yang berbeda. Dengan demikian, reliabilitas ini lebih berkaitan
dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan
yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Namun, untuk bisa
memperoleh gambaran yang ajeg memang sulit, karena unsur kejiwaan manusia itu
sendiri tidak ajeg, seperti dalam hal kemampuan, sikap, dan sebagainya yang memang
berubah-ubah sepanjang waktu.
Dengan demikian, reliabilitas yang tinggi menunjukkan adanya kesalahan varian
yang minim. Jika sebuah tes mempunyai reliabilitas tinggi, maka pengaruh kesalahan
pengukuran telah terkurangi. Kesalahan pengukuran memengaruhi skor dalam tampilan
secara acak yang ditunjukkan dengan beberapa skor yang mungkin bertambah saat yang
lainnya berkurang secara tidak beraturan. Kesalahan itu sendiri mungkin disebabkan
karena beberapa faktor, di antara karakteristik tes evaluasi itu sendiri, kondisi
pelaksanaan tes yang tidak mengikuti aturan baku, tes item yang meragukan dan anak
didik langsung mengikutinya, status peserta didik yang mengikuti tes, dan semacamnya.
Reliabilitas sendiri bisa diukur dengan menggunakan tiga kriteria, yaitu stabilitas,
dependabilitas, dan prediktabilitas. Stabilitas menunjukkan keajegan suatu tes dalam
mengukur gejala yang sama pada waktu yang berbeda. Dependabilitas menunjukkan
kemantapan suatu tes atau sebeberapa jauh tes dapat diandalkan. Sedangkan
prediktabilitas menunjukkan kemampuan tes untuk meramalkan hasil pada pengukuran
gejala selanjutnya.
Namun demikian, instrumen yang reliabel belum tentu valid. Meteran yang putus
di bagian ujungnya bila digunakan berkali-kali akan menghasilkan data yang sama
(reliabel), tetapi selalu tidak valid. Hal ini disebabkan karena instrumen tersebut rusak.
Karena itulah, reliabilitas instrumen merupakan syarat mutlak untuk melakukan
pengujian validitas instrumen. Oleh karena itu, meski instrumen yang valid pada
umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan.
Reliabilitas sendiri dapat dicari dengan menggunakan dua cara, yaitu:
(1) Mencari korelasi antara pengujian yang pertama dengan pengujian kedua dengan
menggunakan tes yang sama.

12
(2) Membagi sebuah tes menjadi dua bagian, yang kemudian bagian yang satu dicari
korelasinya dengan bagian yang lain.
Berdasarkan cara-cara melakukan pengujian tingkat reliabilitas instrumen, ada
dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas eksternal dan reliabilitas internal. Reliabilitas
eksternal diperoleh jika ukuran atau kriteria tingkat reliabilitasnya berada di luar
instrumen yang bersangkutan. Sedangkan jika kriteria maupun perhitungannya
didasarkan pada data dari instrumen itu sendiri, maka akan menghasilkan reliabilitas
internal.
Sedangkan menurut Gronlund, ada empat faktor yang dapat memengaruhi
reliabilitas, yaitu:
- Pertama, panjang tes. Panjang tes berarti banyaknya soal tes. Ada kecenderungan
bahwa semakin panjang suatu tes akan lebih tinggi tingkat reliabilitas suatu tes.
Karena semakin banyak soal, maka akan semakin banyak sampel yang diukur dan
proporsi jawaban yang benar semakin banyak, sehingga faktor tebakan akan semakin
rendah.
- Kedua, sebaran skor. Besarnya sebaran skor akan memuat tingkat reliabilitas menjadi
lebih tinggi, karena koefisien reliabilitas yang lebih besar diperoleh ketika anak didik
tetap pada posisi yang relatif sama dalam satu kelompok pengujian ke pengujian
berikutnya.
- Ketiga, tingkat kesukaran. Dalam penilaian yang menggunakan pendekatan penilaian
acuan norma (EAN), baik untuk soal yang mudah maupun yang sukar, cenderung
menghasilkan tingkat reliabilitas yang rendah. Hal ini disebabkan karena antara hasil
tes yang mudah dengan hasil yang sukar keduanya dalam satu sebaran skor yang
terbatas. Untuk tes yang mudah, skor akan berada di bagian atas dan akhir dari skala
penilaian.

Bagian kedua tes (mudah dan sukar tersebut), perbedaan antar peserta didik kecil
sekali dan cenderung tidak dapat dipercaya. Tingkat kesukaran soal yang ideal untuk
meningkatkan koefisien reliabilitas adalah soal yang menghasilkan sebaran skor
berbentuk genta atau kurva normal. Keempat, objektivitas. Objektivitas ini menunjukkan
adanya skor tes yang sama antara satu anak didik dengan anak didik yang lain. Anak
didik memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan suatu tes. Jika anak didik

13
memiliki tingkat kemampuan yang sama, maka akan memperoleh hasil tes yang sama
pada saat mengerjakan tes yang sama. Objektivitas prosedur tes yang tinggi akan
memperoleh reliabilitas hasil tes yang tidak dipengaruhi oleh prosedur penskoran.2

3. Relevan, artinya alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditetapkan. Alat ukur jugaharus sesuai dengan
domain hasil belajar, seperti domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Jangan sampai
ingin mengukur domain kognitif menggunakan alat ukur non-tes. Hal ini tentu tidak
relevan.
4. Representatif, artinya materi alat ukur harus betul-betul mewakili dari seluruh materi
yang disampaikan. Hal ini dapat dilakukan bila guru menggunakan silabus sebagai acuan
pemilihan materi tes. Guru juga harus memperhatikan proses seleksi materi, mana materi
yang bersifat aplikatif dan mana yang tidak, mana yang penting dan mana yang tidak.
5. Praktis, artinya mudah digunakan. Jika alat ukur itu sudah memenuhi syarat tetapi sukar
digunakan, berarti tidak praktis. Kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari pembuat alat
ukur (guru), tetapi juga bagi orang lain yang ingin menggunakan alat ukur tersebut.
6. Deskriminatif, artinya adalah alat ukur itu harus disusun sedemikian rupa, sehingga dapat
menunjukkan perbedaan-perbedaan yang sekecil apapun. Semakin baik suatu alat ukur,
maka semakin mampu alat ukur tersebut menunjukkan perbedaan secara teliti. Untuk
mengetahui apakah suatu alat ukur cukup deskriminatif atau tidak, biasanya didasarkan
atas uji daya pembeda alat ukur tersebut.
7. Spesifik, artinya suatu alat ukur disusun dan digunakan khusus untuk objek yang diukur.
Jika alat ukur tersebut menggunakan tes, maka jawaban tes jangan menimbulkan
ambivalensi atau spekulasi.
8. Proporsional, artinya suatu alat ukur harus memiliki tingkat kesulitan yang proporsional
antara sulit, sedang dan mudah. Begitu juga ketika menentukan jenis alat ukur, baik tes
maupun non-tes.

2
Haryanto. (2020). EVALUASI PEMBELAJARAN. UNY Press, hal 141-150

14
Dalam buku Succesful Teaching karangan J. Mursell yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh J. Mursell dan S. Nasution (tanpa tahun: 23) dikemukakan
bahwa ciri-ciri evaluasi yang baik adalah “evaluasi dan hasil langsung, evaluasi dan
transfer, dan evaluasi langsung dari proses belajar”.
1) Evaluasi dan hasil Langsung.
Dalam proses pembelajaran, guru sering melakukan kegiatan evaluasi, baik ketika
proses pembelajaran sedang berlangsung maupun ketika sesudah proses pembelajaran
selesai. Jika evaluasi diadakan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung, maka
guru ingin mengetahui keefektifan dan kesesuaian strategi pembelajaran dengan
tujuan yang ingin dicapai. Jika evaluasi dilakukan sesudah proses pembelajaran
selesai, berarti guru ingin mengetahui hasil atau prestasi belajar yang diperoleh
peserta didik.
2) Evaluasi dan transfer.
Hal penting yang berkenaan dengan proses belajar adalah kemungkinan
mentransfer hasil yang dipelajari ke dalam situasi yang fungsional. Dasar pemikiran
ini merupakan asas psikologis yang logis dan rasional. Peserta didik tidak dapat
disebuttelah menguasai materi ekonomi (misalnya), jika ia belum dapat
menggunakannya dalam kehidapan. Apabila suatu hasil belajar tidak dapat ditransfer
dan hanya dapat digunakan dalam satu situasi tertentu saja, maka hasil belajar itu
disebut hasil belajar palsu. Sebaliknya, jika suatu hasil belajar dapat ditransfer kepada
penggunaan yang aktual, maka hasil belajar itu disebut hasil belajar otentik. Jadi,
evaluasi yang baik harus mengukur hasil belajar yang otentik dan kemungkinan dapat
ditransfer.

15
Dalam penelitian sering ditemui hasil-hasil pembelajaran yang dicapai tampaknya
baik, tetapi sebenarnya hasil itu palsu. Peserta didik dapat mengucapkan kata-kata
yang dihafalkan dari buku pelajarannya, tetapi mereka tidak dapat menggunakannya
dalam situasi baru. Penguasaan materi pelajaran seperti ini tidak lebih dari
“penguasaan beo”. Evaluasi yang menekankan pada hasil-hasil palsu, baik untuk
informasi bagi peserta didik maupun untuk tujuan lain, berarti evaluasi itu palsu. Jika
peserta didik hanya memiliki pengetahuan yang bersifat informatif, belum tentu
menjamin pemahaman dan pengertiannya. Oleh karena itu, penekanan pada
pengetahuan yang bersifat informatif tidak akan menghasilkan pola berpikir yang
baik. Ada dua sebab mengapa hasil pembelajaran yang mengakibatkan dan
berhubungan dengan proses transfer menjadi penting artinya dalam proses
evaluasi.Pertama, hasil-hasil itu menyatakan secara khusus dan sejelasjelasnya
kepada guru mengenai apa yang sebenarnya terjadi ataupun tidak terjadi, dan sampai
dimana pula telah tercapai hasil belajar yang penuh makna serta otentik sifatnya.
Kedua, hasil belajar sangat erat hubungannya dengan tujuan peserta didik belajar,
sehingga mempunyai efek yang sangat kuat terhadap pembentukan pola dan karakter
belajar yang dilakukan peserta didik. Oleh karena itu, belajar hendaknya dilakukan
untuk mendapatkan hasil-hasil yang dapat ditransfer dan setiap waktu dapat
digunakan menurut keperluannya.
3) Evaluasi langsung dari proses belajar.
Di samping harus mengetahui hasil belajar, Anda juga harus menilai proses
belajar. Hal ini dimaksudkan agar proses belajar dapat diorganisasi sedemikian rupa,
sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Anda dapat mengetahui proses apa yang
dilalui peserta didik dalam mempelajari sesuatu. Misalnya, apakah peserta didik
dalam mempelajari ekonomi cukup sekedar ataukah ia mempelajari seluruh materi
untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah kehidupan.
Penelitian tentang proses belajar yang diikuti oleh peserta didik merupakan suatu
hal yang sangat penting. Anda akan mengetahui dimana letak kesulitan peserta didik,
kemudian mencari alternatif bagaimana mengatasi kesulitan tersebut. Di samping itu,
penelitian tentang proses belajar bermanfaat juga bagi peserta didik itu sendiri.
Peserta didik akan melihat kelemahannya, kemudian berusaha memperbaikinya, dan

16
akhirnya dapat mempertinggi hasil belajarnya. Meneliti proses belajar seorang anak
bukan pekerjaan yang mudah. Hal ini memerlukan waktu, tenaga, pemikiran, dan
pengalaman.Anda dapat menggunakan suatu metode untuk menilai proses belajar
dengan memperhatikan prinsip konteks, vokalisasi, sosialisasi, individualisasi, dan
urutan (squence).
Seorang peserta didik tidak dapat belajar dengan baik, karena ia tidak
menggunakan konteks yang baik. Ia tidak menggunakan bermacam-macam sumber
dan tidak menggunakan situasi-situasi yang konkrit. Peserta didik tidak dapat belajar
dengan baik, karena tidak mempunyai fokus tertentu, misalnya tidak melihat masalah-
masalah pokok yang harus dipecahkannya, atau mungkin pula tidak sesuai dengan
bakat dan minatnya (individualisasi) serta tidak mendiskusikannya dengan orang lain
(sosialisasi). Dalam evaluasi pembelajaran, Anda jangan terfokus kepada hasil belajar
saja, tetapi juga harus memperhatikan transfer hasil belajar dan proses belajar yang
dijalani oleh peserta didik.3

2.2 Evaluasi Hasil Belajar


A. Pengertian Evaluasi Hasil Belajar
NanaSudjana (2004:3) menegaskan bahwa evaluasi hasil belajar adalah proses
pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswadengan kriteria
tertentu. Gronlund & Linn (1990:5) merumuskan pengertian evaluasi sebagai
berikut: “Evaluation as a systematic process of collecting, analyzing, and
interpreting information to determine the extent to wich pupils are achieving
intructional objectives”. Definisi ini sangat berkaitan dengan proses pembelajaran,
yaitu sebagai proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan
sampai sejauh mana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa.
Evaluasi hasil belajarmerupakan kegiatanevaluasi yang terjadi dalam
pendidikan. Tyler(dalam Fernandes, 1985:1) mendefinisikan evaluasi pendidikan
sebagai“the procces of determining to what extent the educational objectives are
being realized”. Hal ini menegaskan bahwa evaluasi didalam pendidikan
merupakan suatu proses penentuan sejauhmana tujuan pendidikan telah tercapai.

3
Ropii, Muhammad. Fahrurozzi, Muh. (2017). Evaluasi Hasil Belajar. Universitas Hamzanwadi Press, hal 33-35

17
Lebih lanjut Ahmann dan Glock (1981:7) mengemukakan bahwa evaluasi
pendidikan “... is the systematic process of determining the effectiveness of
educational endeavor in the light of evidence”.Hal ini menyatakan
bahwaevaluasi pendidikan adalah suatu proses sistimatis guna mendapatkan bukti-
bukti yang jelas tentang efektifitas dari kegiatan pendidikan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa evaluasi bukan sekedar menilai
suatu aktivitas secara spontan dan insidental melainkan merupakan kegiatan
untuk menilai sejauh mana suatu aktivitas telah tercapai, dengan cara yang terencana,
sistematis dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas, dengan didukung
informasi yang akurat sebagai hasil pengukuran untuk mengambil suatu keputusan.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang evaluasi yang telah diuraikan diatas
dapat dirumuskan bahwa evaluasi pendidikan adalah suatu prosedur sistematis untuk
memperoleh informasi tentang pelaksanaan dan tingkat ketercapaian suatu program
pendidikan,yang pelaksanaannya dapat dilakukan ketika program sedang
berlangsung atau setelah selesainya suatu program dimana hasilinformasi yang
diperoleh dapat digunakansebagai pijakan dalam perbaikan program.

B. Tujuan dan Prinsip-prinsip Evaluasi Hasil Belajar


Pada dasarnya untuk mengukur pelaksanaan suatu program dapat diketahui
melalui kegiatanevaluasi.Stufflebeam (Worthen & Sanders, 1981:210) menyatakan
bahwa tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi guna memilih alternatif
yang terbaik. Lebih lanjut dikatakan evaluasi juga bertujuan untuk menentukan
kesesuaian antara hasil yang dicapai dan tujuan yang ingin dicapai. Nana Sudjana
(2004:4) mengemukakan bahwa tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk:
a. Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswasehingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata
pelajaran yang ditempuhnya.
b. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yaitu
seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswakearah
tujuan pendidikan yang diharapkan.

18
c. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yaitu melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi
pelaksanaannya.
d. Memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu: pemerintah, masyarakat dan para orang tua siswa.

Tujuan evaluasi yang lebih mendasar di dalam kegiatan pembelajaran adalah untuk
memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa dan efektivitas
program pengajaran yang telah dilaksanakan. Keakuratan informasi hasil evaluasi
merupakan syarat mutlak yang diperlukan untuk menghasilkan keputusan yang tepat.
Cronbach (Worthen & Sanders, 1973:44) menyatakan bahwa kegunaan evaluasi
dalam pengambilan keputusan dipisahkan atas 3 (tiga) tipe, yaitu :

1) Perbaikan pelajaran, menentukan bahan pengajaran dan metode yang


tepatdigunakan dan untuk mengetahui dimana letakperubahanyang dibutuhkan.
2) Keputusan terhadap individu-individu, mengenali kebutuhan-kebutuhan murid untuk
menyusun perencanaan pengajaran, mempertimbangkan sikap siswa dengan
maksud untuk seleksi dan pengelompokan, mempelajari kelebihan dan kelemahan
yang dimiliki siswa.
3) Pengaturan administrasi, menilai bagaimana sistem, bagaimana individuguru, dan
sebagainya.

Ahmann &Glock (1981:8)menyatakan bahwa evaluasi dalam pendidikan secara


khusus mempunyai dua tujuan, yaitu:

(1) Menolong guru menetapkan tingkatan sampai dimana tujuan pendidikan telah
dicapai dan
(2) Membantu guru-guru untuk mengetahui murid-muridnya sebagai individu. Tujuan
yang pertama adalah yang utama, sebagaimana perubahan-perubahan
perilaku siswaadalah selalu dievaluasi dalam pengertian tujuan pendidikan.

Tujuan kedua adalah melengkapi pada tujuan pertama jika guru-guru


diberikaninformasi secara menyeluruh mengenai murid-muridnya, mereka akan dapat
lebih baik dalam merencanakan pengalaman mereka dan menentukan derajat

19
dimana tujuan pendidikan telah dicapai.Dengan demikian,tujuan evaluasi hasil
belajar adalah menentukan efektifitasdanefesiensi kegiatan pembelajaran dengan
indikator utama pada keberhasilan atau kegagalan siswamencapai tujuan pengajaran
yang telah ditetapkan,selanjutnya dimanfaatkan bagi perbaikan dan pengembangan
sistem pengajaran berikutnya.

Mengingat pentingnya hasil evaluasi belajar dalam mencerminkankualitas


pendidikan,maka di dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaannya harus
memperhatikan beberapa prinsip-prinsip evaluasi. Hal ini dimaksudkan sebagai
petunjuk dalam melakukan kegiatan evaluasi dengan benar danefektif. Gronlund
& Linn (1990:6-7) memberikan prinsip-prinsip evaluasi secara umum sebagai
berikut:

(1) Kejelasan dan kepastian tentang apakah prioritas yang dievaluasi,


(2) Teknik harus sesuai dengan tujuan evaluasi,
(3) Evaluasi yang komprehensif memerlukan macam-macam bukan tujuan, tetapi
alat untuk mencapai tujuan,
(4) Ketepatan penggunaan teknik evaluasi diperlukan untuk mengetahui
keterbatasannya.

Hasil evaluasi belajar hendaknya dijadikan bahan untuk menyempurnakan


program pembelajaran yaitu memperbaiki kelemahan-kelemahan pengajaran dan
memberikan bimbingan belajar kepada siswa yang memerlukannya. Nana Sudjana
(2004:8-9) memberikan prinsip-prinsip evaluasi hasil belajar sebagai berikut:

a. Dalam evaluasihasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas


abilitas yang harus dievaluasi, materi evaluasi, alat evaluasidan interpretasi hasil
evaluasi. Sebagai patokan atau rambu-rambu dalam merancang evaluasihasil
belajar adalah kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang digunakannya.
b. Evaluasihasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajar
mengajardan evaluasisenantiasa dilaksanakan pada setiapproses belajar
mengajarsehingga pelaksanannya berkesinambungan.

20
c. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan
prestasi dan kemampuan siswasebagaimana adanya.Evaluasiharus menggunakan
berbagai alat evaluasidan sifatnya komprehensif yang mencakup aspek kognitif,
afektif dan psikomotor.
d. Evaluasi hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjut. Data hasil
evaluasisangat bermanfaat bagi guru maupun bagi siswa. Hal ini berkaitan
dengan kemajuan siswaterutama prestasi dan kemampuan yang dimilikinya.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwaprinsip-prinsip
evaluasi, yaitu:
(1) Evaluasi harus jelas tujuan dan rancangan serta digunakan tepat sesuai
tujuannya,
(2) Evaluasi harus dilakukan secaraterarah dan berkesinambungan,
(3) Evaluasi harus bersifat objektif dan komprehensif, dan
(4) Evaluasi harus diikuti dengan tindak lanjut.

C. Pola Pendekatan Penilaian dalam Evaluasi Hasil Belajar Siswa


Keputusan yang diambil sebagai hasil penilaiandalam evaluasi merupakan hal
yang sangat penting bagi kepentingan kehidupan dan perkembangan siswa. Untuk itu
perlu adanya beberapa prinsip yang diperhatikan dalam melakukan penilaian
agardapat dilaksanakan secara cermat dan dapat dipertanggungjawabkan.Djemari
Mardapi (2005:75) menyatakan bahwa dalam prinsip penilaian yang terpenting
adalah akurat, ekonomis,dan mendorong peningkatan kualitas pembelajaran. Akurat
berarti hasil penilaian mengandung kesalahan sekecil mungkin, dan ekonomis
berarti sistem penilaian mudah dilakukan dan murah.
Pendapat lainnya dikemukakan Cece Rahmat & Suherdi (1999:32-34)
bahwa prinsipyang penting dalam melakukan penilaian adalahprinsip keterpaduan,
prinsip kelengkapan, prinsip kesinambungan, prinsip objektifitas, prinsip relevansi,
prinsip keteraturan. Keterpaduanartinyakegiatan penilaian tidak boleh terlepas
dari kegiatan pengajaran. Dalam penilaian, harus diperhatikan tujuan-tujuan
instruksional atau ruang lingkup bahan ajar yang dipelajari siswa.Prinsip
kelengkapanbermakna bahwapenilaian perlu dilakukan secara menyeluruh sesuai

21
dengan tujuan penilaian dan ruang lingkup bahan ajar yang ingin diungkap
maupun teknik sertainstrumen yang digunakan.Prinsip kesinambunganartinyaprogram
penilaian hendaknya dilakukan seiring dengan rangkaian kegiatan proses
belajar mengajar.Prinsip objektifitasbermakna bahwahasil penilaian harus
menggambarkan keadaan sebenarnya, sesuai dengan kemampuan objektif
siswa.Prinsip relevansi mengandung maksud bahwa pengambilan keputusan penilaian
hendaknya berdasarkan data yang relevan atau data yang dibutuhkan sesuai dengan
tujuan penilaian.Prinsip keteraturan artinyadalam melaksanakan evaluasi perlu
memperhatikan prosedur dan langkah-langkah yang perlu diikuti, sehingga hasil
penilaian dapat dipertanggungjawabkan.
Ada beberapa jenis atau pola alat penilaian yang dapat digunakan dalam
kegiatan evaluasi hasil belajar siswa yaitu sebagai berikut:
a. Tes Uraian
Tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa untuk mengorganisasikan
dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata/kalimatnya sendiri(Nana Sudjana,
2004:35). Jawaban tersebut dapat berbentuk mengingat kembali, menyusunatau
memadukan pengetahuan yang telah dipelajarike dalam rangkaian kalimat atau
pernyataan yang tersusun dengan baik. Menurut Djemari Mardapi (2004: 90) tes
uraian dibedakan menjadi uraian objektif dan non objektif. Bentukuraian objektif
sering digunakan pada mata pelajaran yang batasannya jelas, misalnya mata
pelajaran statistik, matematika dan sebagainya. Soal pada tes ini jawabannya
hanya satu, mulai dari memilih rumus yang tepat, memasukkan angka dalam
rumus, menghitung hasildan menafsirkan hasilnya. Pada tes bentuk uraian objektif
ini, sistem penskoran dapat dibuat dengan jelas dan rinci. Bentuk tes uraian non
objektif menuntut kemampuan siswa untuk menyampaikan, memilih,
menyusun, dan memadukan ide yang telah dimilikinya dengan menggunakan
kata-katanya sendiri. Bentuk tes ini tepat untuk tipe soal penerapan,
analisis, sistesisdan evaluasi.
Langkah awal dalam mengembangkan tes uraian adalah menetapkan spesifikasi
tes. Spesifikasi tes berisi tentang uraian yang menunjukkan keseluruhan kualitas
dan ciri-ciri yang harus dimiliki dan yang akan dikembangkan (Sumadi Suryabrata,

22
2004:68). Spesifikasi tes tidak saja merupakan pegangan yang akan
mengarahkan dan membimbing kerja penulisakan tetapi berfungsi pula sebagai
bagiandari informasi bagi siswa mengenai apa yang akan mereka hadapi
dalam tes dan apa yang harus mereka persiapkan sebaik-baiknya. Djemari
Mardapi (2004:88) menyatakan bahwa langkah-langkah dalam penyusunan
spesifikasi tes yaitu:
(1) Menentukan tujuan tes,
(2) Menyusun kisi-kisi tes,
(3) Memilih bentuk tesdan
(4) Menentukan panjang tes.
Penyusunan tes harus memperhatikan tujuan yang ingin dicapai yaitu sesuai
kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam silabus mata pelajaran dan
dijabarkan oleh guru dalam bentuk kisi-kisi tes. Lebih lanjut Djemari Mardapi
(2004:89) menyatakan bahwa kisi-kisi merupakan tabel matrik yang berisi
spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi-kisi merupakan acuan bagi penulis
soal, sehingga siapapun yang menulis soalakan menghasilkan soal yangisi
dan tingkat kesulitannya relatif sama.
Beberapa keunggulan dari tes uraian yaitu karena:
1) Menekankan kepada pengukuran kemampuan dan ketrampilan mengintegrasikan
berbagai buah pikiran dan sumber informasi kedalam suatu pola berpikir
tertentu, yang disertai ketrampilan memecahkan masalah.
2) Meningkatkan motivasi siswauntuk menguasai bahan secara penuh. Hal ini
didasarkan pada alasan bahwa siswaakan mengungkapkan jawabannya
dengan kata-kata sendiri sehingga dituntut benar-benar mamahami keseluruhan
materi beserta hubunganantara konsep-konsep yang ada.
3) Secara umum keunggulan tesbentuk uraian menurut Sumarna
Surapranata(2004:232) adalah dapat mengukur kemampuan siswadalam hal
mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan pendapatnyadan
mengekspresikan gagasan-gagasan dengan menggunakan kata-kata atau
kalimat siswasendiri. Tes ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan

23
berpikir kritis ataupun problem solvingyang sangat sukar diukur melalui
soal pilihan ganda.

Anas Sudijono(2005:102-104)menyatakan bahwa tesuraian memiliki


keunggulan dan kelemahan. Keunggulan bentuk tes uraian:

(1) Pembuatan tes dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Hal ini disebabkan
karena kalimat-kalimat tespada tes uraian relatif pendek sehingga
penyusunannya tidak terlalu sulit dari segi waktu, tenaga, pikiran,
peralatan dan biaya.
(2) Penggunaan tes uraian dapat mengurangi kemungkinan terjadinya spekulasi
dari peserta tes dalam menjawabtes.
(3) Melalui tes uraian dapat diketahui seberapa jauh tingkat penguasaan peserta
tes dalam memahami materi yang dinyatakan dalam tes tersebut.
(4) Dengan tes uraian peserta tes akan terdorong dan terbiasa untuk
mengungkapkan pendapatnya dengan menggunakan susunan kalimat
sesuai dengan gaya bahasanya sendiri.

Lebih lanjut Sudijono mengemukakan bahwa tes uraian juga memiliki


beberapa kelemahan, yaitu:

(1) Pada tesuraian kurang dapat menampung atau mencakup isi dari materi
pembelajaran yang luas,
(2) Cara menyeleksi tesuraian cukup sulit baik dari segi waktu, tenaga dan
pikiran,
(3) Dalam penentuan skor tester cenderung subjektif dalam memberikan skor
pada siswa,
(4) Pengkoreksian lembar jawaban tes uraian sulit untuk diserahkan pada
orang lain sebab orang yang memeriksa tes harus mengetahui jawaban
yang sempurna, dan
(5) Daya ketepatan (validitas) dan daya keajegan mengukur (reliabilitas) tes uraian
tergolong rendah.

24
Dengan mempertimbangkan dari berbagai segi keunggulan dan kelemahan
bentuk tes di atas, maka seorang evaluator harus dapat menentukan jenis tes yang
tepat sesuai aspek tujuan evaluasi yang ingin diukur dan waktu yang tersedia
pada penyusunan tes itu sendiri. Sehinggahasil evaluasi belajar yang dilaksanakan
menghasilkan informasi yang akurat, dapat berguna sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambilkeputusan.

b. Penskoran Tes Uraian


Pedoman penskoran berisi kemungkinan-kemungkinan jawaban benar yang
berupa kata-kata kunci peserta besarnya skor yang diberikan. Pedoman ini
disusun untuk mengurangi faktor subjektifitas pada saat pemeriksaan
(koreksi jawaban siswa).
Beberapa pedoman yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
melakukan penskoran terhadap tes uraian adalah sebagai berikut:
1) Buatlah terlebih dahulu semacam pedoman pemberian skor yang berisi garis
besar atau pokok-pokok jawaban yang dikehendaki.
2) Apabila jawaban yang dikehendaki dapat dibatasi secara pokok, maka
pedoman yang diperlukan akan berupa kriteria-kriteria jawaban yang
dianggap benar. Apabila jawaban yang dikehendaki berupa uraian panjang
yang dapat dianggap benar dari berbagai versi jawaban, maka pedoman
yang diperlukan akan berupa model jawaban yang dianggap benar.
3) Sebelum melakukan pemeriksaan jawaban sebaiknya diusahakan agar kita
tidak mengetahui identitas pemilik kertas jawaban. Hal ini dimaksud untuk
menghindari efek emosional yang bersipat subjektif yang kita rasakan
terhadap penjawab.
4) Periksalah jawaban terhadap item pertama dari seluruh siswa, baru kemudian
memeriksa item nomor berikutnya.
5) Jangan melakukan pemeriksaan jawaban dan pemberian skor sewaktu
berada dalam keadaan yang tidak tenang, terlalau gembira atausedang
lelah. Keadaan emosi disaat melakukan pemberian skor terhadap tipe uraian
sangat mempengaruhi objektifitas pemberi skor (Saifuddin Azwar, 2005:118-
119).

25
c. Tes Objektif
Tes bentuk objektif adalah suatu tes yang jawabannya terdiri atas pertanyaan
atau pernyataan yang sifatnya belum selesai,dan untuk menyelesaikannya harus
dipilih salah satu atau lebih dari kemungkinan jawaban yang telah disediakan
pada tiap-tiap butir tesyang bersangkutan (Anas Sudijono, 2005:118).
Sumarna Surapranata (2004:178) menyatakan bahwa tespilihan ganda
mempunyai keunggulan dan kelemahan. Keunggulan tesberbentuk pilihan ganda:
(1) Jumlah materi yang dapat ditanyakan relatif tidak terbatas
dibandingkan dengan materi yang dapat dicakup oleh materi yang dapat
dicakup oleh tesmodel lainnya. Jumah tesyang dinyatakan relatif banyak,
(2) Dapat mengukur berbagai jenjang kognitif mulai dari ingatan sampai ke
evaluasi,
(3) Penskorannya mudah, cepat, objektif, dan dapat mencakup ruang lingkup materi
yang luas dalam satu tes untuk suatu kelas atau jenjang,
(4) Sangat tepat untuk ujian yang pesertanya sangat banyak, sedangkan hasilnya
harus segera seperti ujian akhir nasional, dan
(5) Reliabilitas tespilihan ganda lebih tinggi dibandingkan dengan tes uraian.

Sumarna Surapranata (2004:178) juga mengemukakan beberapa kelemahan


tespilihan ganda, sebagai berikut:

(1) Kurang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan verbal,


(2) Siswa tidak mempunyai keleluasaan dalam menulis, mengorganisasikan, dan
mengekspresikan gagasan yang mereka miliki yang dituangkan dalam
bentuk kata atau kalimatnya sendiri,
(3) Tidak digunakan untuk mengukur kemampuan problem solving,
(4) Sangat sensitif dengan menerka. Tesyang mempunyai empat
distraktorjawaban, peserta tes memiliki kemungkinan menerka 25% dan untuk
tesyang distraktornya 5 jawaban peserta memiliki kemungkinan menerka
sebesar 20%,
(5) Penyusunan tesyang baik membutuhkan waktu yang relatif lama
dibandingkan dengan bentuk teslain, dan

26
(6) Sangat sukar menentukan alternatif jawaban yang benar-benar homogen,
logisdan berfungsi.

Djemari Mardapi (2004:75) menyatakan bahwa pedoman utama dalam


pembuatan butir tes bentuk pilihan gandaharus memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:

1) Pokok soal harus jelas.


2) Pilihan jawaban homogen dalam arti isi.
3) Panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama.
4) Tidak ada petunjuk jawaban benar.
5) Hindari menggunakan pilihan jawaban semua benar atau semua salah.
6) Pilihan jawaban angka diurutkan.
7) Semua pilihan jawaban logis.
8) Jangan menggunakannegatifganda.
9) Kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
10) Bahasa Indonesia yang digunakan baku.
11) Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak. 4

4
Rusandi,Serlis. (2017). POLA PENDEKATAN EVALUASI HASIL BELAJAR SISWA DI SEKOLAH. Jurnal Bawi Ayah, 8(1),
hal 58-66

27
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Karakteristik alat evaluasi hasil belajar yang baik adalah alat evaluasi yang valid, reliabel,
relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik, dan proporsional. Alat evaluasi yang baik
harus dapat mengukur kemampuan siswa secara akurat dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Selain itu, alat evaluasi yang baik juga harus mudah digunakan dan dikelola oleh guru serta dapat
membedakan antara siswa yang mampu dan yang tidak mampu. Evaluasi hasil belajar sangat
penting dalam mengevaluasi kemajuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dan dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai alat evaluasi, seperti tes, tugas, dan observasi.

3.2 Saran

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari tulisan
maupun dari bahasan yang saya sajikan, oleh karena itu mohon diberikan sarannya agar kami
bisa membuat makalah lebih baik lagi, dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

28
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto. 2020. EVALUASI PEMBELAJARAN. Yogyakarta:UNY Press.

http://tirtarimba.blogspot.com/2020/10/8-karakteristik-alat-ukur-evaluasi.html, Diakses pada


tanggal 13 Oktober 2023

Ropii, Muhammad. Fahrurozzi, Muh. 2017. Evaluasi Hasil Belajar. Lombok:Universitas


Hamzanwadi Press.

Rusandi,Serlis. 2017. POLA PENDEKATAN EVALUASI HASIL BELAJAR SISWA DI


SEKOLAH. Jurnal Bawi Ayah, 8(1).

29

Anda mungkin juga menyukai