Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“KARAKTERISTIK, MODEL DAN PENDEKATAN


EVALUASI PEMBELAJARAN”

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah
kami dapat menyelesaikan Makalah “Karakteristik, Model Dan Pendekatan Evaluasi
Pembelajaran”. Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan
karena keterbatasan pengetahuan, oleh karena itu saya sangat mengharapkan bimbingan atau
saran-saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.

Berkaitan dengan makalah ini kami banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak yang diterima oleh saya baik secara langsung maupun tidak langsung. Tidak
lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Akhir kata saya mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1

C. Tujuan Masalah.................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Karakteristik Evaluasi ..................................................................................................... 3

B. Model-Model Evaluasi Pembelajaran.............................................................................. 5

C. Pendekatan Evaluasi Pembelajaran.................................................................................. 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................................... 11

B. Saran.................................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu
dengan lingkungan dan pengalaman yang dilakukan secara sadar dan terencana secara
berkesinambungan. Dalam proses pembelajaran, tahap penilaian atau evaluasi diperlukan
untuk melihat perubahan atau hasil yang telah dicapai oleh peserta didik selama proses
pembelajaran berlangsung. Penilaian atau evaluasi diartikan sebagai proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik (PP. 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I pasal 1 ayat 17). Adapun menurut Depdiknas
(2003:6), tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk (a) melihat produktivitas dan efektivitas
kegiatan belajar-mengajar, (b) memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan guru, (c)
memperbaiki, menyempurnakan dan mengembangkan program belajar-mengajar, (d)
mengetahui kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh siswa selama kegiatan belajar dan
mencarikan jalan keluarnya, dan (e) menempatkan siswa dalam situasi belajar-mengajar yang
tepat sesuai dengan kemampuannya. Seorang guru dalam melakukan evaluasi atau penilaian
mengenai proses dan hasil belajar sering menggunakan instrument tertentu, baik tes maupun
non tes. Instrumen ini mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting dalam rangka
mengetahui keefektifan proses pembelajaran di sekolah, maka suatu instrument harus
memiliki syarat-syarat tertentu sekaligus menunjukkan karakteristik instumen. Dalam praktik
di sekolah, sering kali guru membuat instrument tanpa mengikuti aturan-aturan tertentu,
misalnya guru memberikan soal-soal ulangan yang langsung mengambil dari buku sumber,
padahal belum tentu buku sumber yang digunakan sesuai dengan kurikulum yang digunakan
oleh sekolah, tidak berhubungan dengan materi dan soal-soal yang ada merupakan soal lama
yang belum diketahui kualitasnya. Hal ini sebagai akibat dari kekurangpahaman guru
terhadap suatu instrument evaluasi yang baik. Oleh karena itu, penulisan makalah ini
bertujuan untuk memaparkan karakteristik instrument evaluasi, model-model evaluasi dan
pendekatan evaluasi yang baik dan sesuai diterapkan di sekolah.

B.    Rumusan Masalah


1.     Bagaimana karakteristik instrument evaluasi?
2.     Apa saja model-model evaluasi pembelajaran?
3.     Apa yang dimaksud dengan pendekatan evaluasi?
C.    Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.     Untuk menjelaskan karakteristik instrument evaluasi pembelajaran
2.     Untuk memaparkan model-model evaluasi pembelajaran
3.     Untuk menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam evaluasi pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Karakteristik Instrumen Evaluasi
Evaluasi sangat berguna untuk meningkatkan kualitas sistem pembelajaran. Evaluasi
tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran, karena keefektifan pembelajaran hanya dapat
diketahui melalui evaluasi. Dengan kata lain, melalui evaluasi semua komponen
pembelajaran dapat diketahui apakah dapat berfungsi sebagaimana mestinya atau tidak. Pada
umunya guru melakukan penilaian berdasarkan proses pengukuran dalam bentuk tes dan non
tes. Alat ukur atau instrument tersebut ada yang baik, ada pula yang kurang baik. Instrumen
yang baik adalah instrument yang memenuhi syarat-syarat atau kaidah-kaidah tertentu, dapat
memberikan data yang akurat sesuai dengan fungsinya, dan hanya mengukur sampel perilaku
tertentu. Adapun karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah valid, reliabel, relevan,
representatif, praktis, deskriminatif, spesifik dan proporsional.
a.      Valid. Suatu instrumen dapat dikatakan valid jika betul-betul mengukur apa yang
hendak diukur secara tepat. Validitas instrument evaluasi dapat ditinjau dari berbagai
segi, antara lain validitas ramalan (predictive validity), validitas bandingan
(concurrent validity), validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct
validity), dan lain sebagainya
b.     Reliabel. Suatu instrumen dapat dikatakan Reliabel atau handal jika ia mempunyai
hasil yang taat asas (consistent)
c.      Relevan. Instrumen yang digunakan harus sesuai dengan standart kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditetapkan
d.     Representatif. Materi instrumen harus betul-betul mewakili seluruh materi yang
disampaikan. Hal ini dilakukan bila penyusunan instrument menggunakan silabus
sebagai acuan pemilihan materi tes
e.      Praktis. Praktis artinya mudah digunakan, kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari
teknik penyusunan instrument, tetapi juga bagi orang lain yang ingin menggunakan
instrument tersebut
f.      Deskriminatif. Instrumen itu harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat
menunjukkan perbedaan-perbedaan yang sekecil apapun
g.     Spesifik. Suatu instrumen disusun dan digunakan khusus untuk objek yang dievaluasi
h.     Proporsional. Suatu instrumen harus memiliki tingkat kesulitan yang proporsional
antara sulit, sedang, dan mudah.
Adapun ciri-ciri evaluasi yang baik menurut J. Mursell dalam buku Succesfull Teaching
(tanpa tahun :23) adalah “evaluasi dan hasil langsung, evaluasi dan transfer, dan evaluasi
langsung dari proses belajar” yang ketiganya dikhususkan pada ciri-ciri penilaian proses dan
hasil belajar, bukan ciri-ciri evaluasi secara umum.
a.      Evaluasi dan Hasil Langsung
Jika evaluasi diadakan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung, maka guru
ingin mengetahui keefektifan dan kesesuaian strategi pembelajaran dengan tujuan
yang ingin dicapai. Jika evaluasi dilakukan sesudah proses pembelajaran selesai,
berarti guru ingin mengetahui hasil atau prestasi belajar yang diperoleh peserta didik.
b.     Evaluasi dan Transfer
Hal penting yang berkenaan dengan proses belajar adalah kemungkinan mentransfer
hasil yang dipelajari kedalam situasi yang fungsional. Apabila suatu hasil belajar tidak
dapat ditransfer dan hanya dapat digunakan dalam satu situasi tertentu saja, maka
hasil belajar itu disebut hasil belajar palsu. Sebaliknya, jika suatu hasil belajar dapat
ditransfer kepada penggunaan yang actual, maka hasil belajar itu disebut hasil belajar
autentik. Jadi, evaluasi yang baik harus mengukur hasil belajar yang autentik dan
kemungkinan dapat ditransfer. Ada dua sebab mengapa hasil belajar yang
mengakibatkan dan berhubungan dengan proses transfer menjadi penting artinya
dalam proses evaluasi. Pertama, hasil-hasil itu menyatakan secara khusus dan sejelas-
jelasnya kepada guru mengenai apa yang terjadi atau tidak terjadi, dan sampai mana
tercapainya hasil belajar yang penuh makna dan autentik sifatnya. Kedua, hasil belajar
sangat erat hubungannya dengan tujuan peserta didik belajar, sehingga mempunyai
efek yang sangat kuat terhadap pembentukan pola dan karakter belajar yang dilakukan
peserta didik.
c.      Evaluasi Langsung dari Proses Belajar
Disamping harus mengetahui hasil belajar, guru juga harus menilai proses belajar,
agar proses belajar dapat diorganisasi sedemikian rupa sehingga dapat mencapai hasil
yang optimal. Penelitian tentang proses belajar yang diikuti oleh peserta didik
merupakan suatu hal penting yang dilakukan oleh guru. Meneliti proses belajar
peserta didik memerlukan waktu, tenaga, pemikiran dan pengalaman. Guru juga dapat
menggunakan suatu metode untuk menilai proses belajar dengan memperhatikan
prinsip konteks, vokalisasi, sosialisasi, individualisasi, dan urutan (sequence). Jadi,
dalam evaluasi pembelajaran guru jangan terfokus kepada hasil belajar saja, tetapi
juga harus memperhatikan transfer hasil belajar dan proses belajar yang dijalani oleh
peserta didik.
B.    Model-Model Evaluasi
Pada tahun 1949, Tyler pernah mengembangkan model Black box. Ketika itu, orang
banyak mempelajari evaluasi dari psikometrik dengan kajian utamanya adalah tes dan
pengukuran. Baru sekitar tahun 1960-an studi evaluasi mulai berdiri sendiri menjadi salah
satu program studi di perguruan tinggi. Selanjutnya, sekitar tahun 1972, model evaluasi mulai
berkembang. Taylor dan Cowley berhasil mengumpulkan berbagai pemikiran tentang model
evaluasi menggunakan pendekatan positivisme yang berakar pada teori psikometrik.
Penggunaan desain eksperimen oleh Campbell dan Stanley (1963) menjadi ciri utama dari
model evaluasi. Perkembangan lain adalah adanya suatu upaya untuk bersikap eklektik dalam
penggunaan pendekatan positivisme maupun fenomenologi yang oleh Patton (1980) disebut
paradigm of choice.
Dalam studi tentang evaluasi, banyak dijumpai model-model evaluasi dengan format
atau sistematika yang berbeda, namun secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.     Model Tyler
Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan
pada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku
awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah
melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil). Penggunaan model Tyler memerlukan
informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya
pembelajaran (pre-test dan post-test). Model ini mensyaratkan validitas informasi
pada tes akhir dan memerlukan kontrol dengan menggunakan desain eksperimen.
Menurut Tyler, ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu menentukan
tujuan pembelajaran yang akan di evaluasi, menentukan situasi dimana peserta didik
memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan
tujuan, dan menentukan alat evaluasi yang akan dipergunakan untuk mengukur
tingkah laku peserta didik.
2.     Model yang Berorientasi pada Tujuan
Model evaluasi ini menggunakan tujuan pembelajaran umum dan tujuan
pembelajaran khusus sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluasi
diartikan sebagai proses pengukuran untuk mengetahui sejauh mana tujuan
pembelajaran telah tercapai. Tujuan model ini adalah membantu guru merumuskan
tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan kegiatan, dan juga membantu
guru menjelaskan rencana pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan proses
pencapaian tujuan. Instrumen yang digunakan bergantung pada tujuan yang ingin
diukur, dan hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program
pembelajaran berdasarkan kriteria program khusus. Kelebihan model ini terletak pada
hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai
aspek penting dalam program pembelajaran. Kekurangannya adalah memungkinkan
terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan.
3.     Model Pengukuran
Model pengukuran (Measurement model) banyak mengemukakan pemikiran
R. Thorndike dan R. L. Ebel yang menitikberatkan pada kegiatan pengukuran. Dalam
bidang pendidikan, model ini diterapkan untuk mengungkap perbedaan-perbedaan
individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat dan sikap. Hasil evaluasi
digunakan untuk keperluan seleksi peserta didik, bimbingan dan perencanaan
pendidikan. Objek evaluasi model ini adalah tingkah laku peserta didik, mencakup
hasil belajar (kognitif), pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga aspek-aspek
kepribadian peserta didik. Instrumen yang digunakan pada umumnya adalah tes
tertulis (paper and pencil test) dalam bentuk tes objektif yang dibakukan. Model ini
menggunakan pendekatan penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).
4.     Model Kesesuaian (Ralph W.Tyler, John B.Carol, dan Lee J.Cronbach)
Evaluasi menurut model ini adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian
(congruence) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi
digunakan untuk menyempurnakan sistem bimbingan peserta didik dan untuk
memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan. Objek evaluasi adalah
tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan (intended
behavior) pada akhir kegiatan pendidikan. Untuk itu, model ini menggunakan 2
teknik yaitu tes dan non tes yang dilakukan sebelum dan sesudah kegiatan
pembelajaran. Adapun langkah-langkah evaluasi model ini adalah merumuskan tujuan
tingkah laku, menentukan situasi dimana peserta didik dapat memperlihatkan perilaku
yang akan di evaluasi, menyusun alat evaluasi, dan menggunakan hasil evaluasi. Oleh
sebab itu, model ini menekankan pada pendekatan penilaian acuan patokan (criterion-
referenced assessment).
5.     Educational System Evaluation Model (Daniel L.Stufflebeam, Michael
Scriven, Robert E.Stake, dan Malcolm M.Provus)
Menurut model ini, evaluasi berarti membandingkan performance dari
berbagai dimensi (tidak hanya dimensi hasil saja) dengan sejumlah criterion, baik
yang bersifat mutlak/intern maupun relative/ekstern. Objek evaluasi model ini diambil
dari beberapa model, yaitu:
a.      Model countenance dari Stake. Meliputi keadaan sebelum kegiatan berlangsung
(antecedents), kegiatan yang terjadi dan saling mempengaruhi (transactions), hasil
yang diperoleh (outcomes)
b.     Model CIPP dan CDPP dari Stufflebeam. CIPP yaitu Context, Input, Process dan
Product. CDPP yaitu Context, Design, Process dan Product
c.      Model Scriven. Meliputi instrumental evaluation dan consequential evaluation
d.     Model Provus. Meliputi design, operation program, interim product, dan terminal
product
e.      Model EPIC (Evaluative Innovative Curriculum) yang mengevaluasi perilaku,
pembelajaran dan institusi
f.      Model CEMREL (Central Midwestern Regional Educational Laboratory).
Dikembangkan oleh Howard Russell dan Louis Smith dengan penekanan pada
tiga segi, yaitu (1) fokus evaluasi yang menekankan pada peserta didik, mediator
dan material (2) peranan evaluasi adalah untuk evaluasi kegiatan yang sedang
berjalan dan evaluasi pada akhir kegiatan (3) data evaluasi bersumber dari
pengukuran skala, jawaban angket dan observasi
g.     Model Atkinson. Tiga dominan tujuan, yaitu struktur, proses dan produk.
6.     Model Alkin
Dikembangkan oleh Malvin Alkin (1969), evaluasi adalah suatu proses untuk
meyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan
menganalisis informasi sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan
dalam memilih beberapa alternative. Menurut Alkin terdapat lima jenis evaluasi,
yaitu:
a.      Sistem Assessment, untuk memberikan informasi tentang keadaan atau posisi dari
suatu sistem
b.     Program planning, untuk membantu pemilihan program tertentu yang mungkin
akan berhasil memenuhi kebutuhan program
c.      Program Implementation, untuk menyiapkan informasi apakah suatu program
sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana yang
direncanakan
d.     Program Improvement, memberikan informasi tentang bagaimana suatu program
dapat berfungsi, apakah sesuai dengan pencapaian tujuan? apakah hal-hal atau
masalah-masalah baru yang muncul secara tiba-tiba?
e.      Program Certification, memberikan informasi tentang nilai atau manfaat suatu
program.
7.     Model Brinkerhoff
Robert O.Brinkerhoff (1987) mengemukakan ada tiga jenis evaluasi yang
disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, yaitu:
a.      Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi ini dikembangkan berdasarkan tujuan program, kemudian disusun
pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh
dari sumber-sumber tertentu. Selama proses evaluasi, seorang evaluator harus
tetap menjalin komunikasi yang kontinu dengan audiensi, sehingga data dan
informasi yang dikumpulkan tidak terputus dan tetap utuh. Dengan demikian,
desain akan terus berkembang dan berubah sesuai situasi dan kondisi di lapangan
b.     Formative vs Sumative Evaluation
Untuk dapat memahami kedua jenis evluasi ini dapat dilihat dari fungsinya.
Evaluasi formatif berfungsi untuk memperbaiki kurikulum dan pembelajaran,
sedangkan evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum dan
pembelajaran secarah menyeluruh
c.      Desain Eksperimental dan Desain Quasi Eksperimental vs Natural Inquiry
Desain eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random
sampling, memberikan perlakuan,dan mengukur dampak. Tujuan adalah untuk
menilai manfaat hasil percobaan program pembelajaran. Untuk itu, perlu
dilakukan manipulasi terhadap lingkungan dan pemilihan strategi yang dianggap
pantas. Dalam desain evaluasi natural-inkuiri, evaluator banyak menghabiskan
waktu untuk melakukan pengamatan dan wawancara dengan orang-orang yang
terlibat.
8.     Illuminative Model (Malcolm Parlett dan Hamilton)
Tujuan evaluasi adalah untuk mempelajari secara cermat dan hati-hati
terhadap pelaksanaan sistem pembelajaran,faktor-faktor yang mempengaruhinya,
kelebihan dan kekurangan sistem, pengaruh sistem terhadap pengalaman belajar
peserta didik. Fungsi evaluasi adalah sebagai input untuk kepentingan pengambilan
keputusan dalam rangka penyesuaian dan penyempurnaan sistem pembelajaran yang
sedang dikembangkan. Cara-cara yang digunakan tidak bersifat standar, tetapi bersifat
fleksibel dan selektif.
9.     Model Responsif
Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau
melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif orang-orang yang terlibat,
berminat, dan berkepentingan dengan program pembelajaran. Tujuan evaluasi adalah
untuk memahami semua komponen program pembelajaran melalui berbagai sudut
pandang yang berbeda. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka model ini
kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat kuantitatif. Kelebihan model ini adalah
peka terhadap berbagai pandangan dan kemampuannya mengakomodasi pendapat
yang ambigius serta tidak fokus. Sedangkan kekurangannyayaitu pembuat keputusan
sulit menentukan prioritas atau penyederhanaan informasi, tidak mungkin
menampung semua sudut pandang dari berbagai kelompok, serta membutuhkan waktu
dan tenaga. Evaluator harus dapat beradaptasi dengan lingkungan yang diamati.
Model-model evaluasi yang telah dipaparkan diatas dapat digunakan dalam
proses pembelajaran dengan tergantung pada tujuan evaluasi yang ditetapkan.
Keberhasilan suatu evaluasi pembelajaran secara keseluruhan dipengaruhi oleh
penggunaan yang tepat pada sebuah model evaluasi, serta dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya: tujuan pembelajaran, sistem sekolah dan pembinaan guru.
C.    Pendekatan Evaluasi
Pendekatan merupakan sudut pandang seseorang dalam mempelajari sesuatu.
Pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam menelaah atau mempelajari
evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu
pendekatan tradisional dan pendekatan sistem. Dilihat dari penafsiran hasil evaluasi,
pendekatan evaluasi juga dibagi menjadi dua, yaitu criterion-referenced evaluation dan norm-
referenced evaluation.
1.     Pendekatan Tradisional
Pendekatan ini berorientasi pada praktik evaluasi yang telah berjalan selama ini di
sekolah yang ditujukan hanya kepada perkembangan aspek intelektual peserta didik.
Kegiatan-kegiatan evaluasi difokuskan pada komponen produk saja, sementara komponen
proses cenderung diabaikan. Spencer mengemukakan bahwa sejumlah isi pendidikan yang
dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk merumuskan tujuan pendidikan secara
kompeherensif dan pada gilirannya menjadi acuan dalam membuat perencanaan evaluasi.
Namun, tidak sedikit guru mengalami kesulitan untuk mengembangkan sistem evaluasi di
sekolah karena bertentangan dengan tradisi yang selama ini sudah berjalan. Oleh sebab itu,
sebaiknya kebijakan evaluasi lebih menekankan pada target kualitas, yaitu kepentingan dan
kebermaknaan pendidikan bagi anak.
2.     Pendekatan Sistem
Sistem adalah totalitas dari berbagai komponen yang saling berhubungan dan
ketergantungan. Pendekatan ini memfokuskan kepada komponen evaluasi yang meliputi
komponen kebutuhan dan feasibility, komponen input, komponen proses dan komponen
produk (CIPP) yang menjadi landasan perimbangan dalam evaluasi pembelajaran secara
sistematis. Dalam literature modern tentang evaluasi, terdapat dua pendekatan yang dapat
digunakan untuk menafsirkan hasil evaluasi, yaitu penilaian acuan patokan (criterion-
referenced evaluation) dan penilaian acuan norma (nor-referenced evaluation).
a.      Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Pendekatan ini sering juga disebut penilaian norma absolut. Jika menggunakan
pendekatan ini, guru harus membandingkan hasil yang diperoleh peserta didik dengan
sebuah patokan atau kriteria yang secara absolut atau mutlak telah ditetapkan oleh
guru. Pendekatan ini cocok digunakan dalam evaluasi formatif yang berfungsi untuk
perbaikan proses pembelajaran. PAP dapat menggambarkan prestasi belajar peserta
didik secara objektif apabila alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang standar.
b.     Penilaian Acuan Norma (PAN)
Pendekatan ini membandingkan skor setiap peserta didik dengan teman satu kelasnya.
Makna nilai dalam bentuk nilai maupun kualifikasi memiliki sifat relatif. Artinya, jika
pedoman konversi skor sudah disusun untuk suatu kelompok, maka pedoman itu
hanya berlaku untuk kelomnpok itu saja dan tidak berlaku untuk kelompok yang lain,
karena distribusi skor peserta didik sudah berbeda.
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Evaluasi merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik menggunakan alat ukur atau instrument dalam bentuk
tes dan non tes. Adapun karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah valid, reliabel,
relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik dan proporsional. Selanjutnya, ciri-ciri
evaluasi yang baik adalah evaluasi dan hasil langsung, evaluasi dan transfer, dan evaluasi
langsung dari proses belajar.
Dalam studi tentang evaluasi, terdapat 9 model evaluasi dengan format atau
sistematika yang berbeda, yairu: Model Tyler, Model yang Berorientasi pada Tujuan, Model
Pengukuran, Model Kesesuaian, Educational System Evaluation Model, Model Alkin, Model
Brinkerhoff, Illuminative Model dan Model Responsif. Keberhasilan evaluasi pembelajaran
secara keseluruhan dipengaruhi oleh penggunaan yang tepat pada sebuah model evaluasi,
serta dipengaruhi oleh tujuan pembelajaran, sistem sekolah dan pembinaan guru.
Pendekatan evaluasi merupakan sudut pandang seseorang dalam menelaah atau
mempelajari evaluasi. Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dibagi
menjadi dua, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan sistem. Dilihat dari penafsiran
hasil evaluasi, pendekatan evaluasi juga dibagi menjadi dua, yaitu criterion-referenced
evaluation dan norm-referenced evaluation.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai