Anda di halaman 1dari 7

Kunjungan dan Pengamatan Lapangan Ke Yogyakarta, Bantul dan

Kawasan Sekitarnya

Kondisi Umum
- Bencana gempa bumi yang melanda Propinsi Yogjakarta dan Jawa Tengah
pada 27 Mei 2006 telah menimbulkan kerugian tidak sedikit. Bencana
tersebut menelan sekitar 6.000 jiwa dan lebih dari 150.000 unit rumah dan
bangunan hancur maupun rusak berat. Berdasarkan hasil pengamatan dan
kunjungan di beberapa kawasan koridor/patahan gempa (fault line), yakni
kawasan sepanjang Kecamatan Pleret – Imogiri - Parangtritis terlihat 70-80
persen bangunan (terutama rumah tinggal) rusak parah dan hancur total.

Gambar 1, Jumlah Rumah dan Bangunan Rusak per 4 Juni 2006


Sumber: BAPPEDA Yogyakarta

- Pada umumnya kerusakan merupakan kombinasi faktor internal dan


eksternal struktural bangunan. Faktor internal lebih dipengaruhi oleh
kualitas konstruksi (material dan sistem konstruksi). Sementara itu faktor
eksternal lebih dipengaruhi oleh struktur tanah di kawasan fault line
(koridor patahan lempengan tanah).
- Sedikit berbeda dengan bencana di Aceh dan Nias, bencana Yogyakarta dan
Jawa Tengah masih menyisakan kawasan persawahan produktif yang relatif
mengalami kerusakan ringan dan masih dapat dipergunakan untuk menjadi
sumber penghidupan masyarakatnya.
- Begitu pula halnya dengan infrastruktur dan prasarana lingkungan yang
relatif masih dapat dipergunakan, walaupun masih terbatas akibat dari
kerusakan dan kapasitas yang memang terbatas sebelumnya. Akses
menuju kawasan ini relatif masih terbuka dan dapat diakses dengan
berbagai jenis transportasi, kerusakan yang terjadi relatif ringan dapat
diperbaiki dalam waktu yang relatif singkat. Akan tetapi infrastruktur yang
berupa fisik bangunan sebagian besar mengalami kerusakan dan
mempengaruhi pelayananannya kepada masyarakat.
- Perbedaan lain yang sangat mencolok adalah ketersediaan sumber daya
manusia yang relatif lebih baik dari Aceh dan Nias. Hal ini juga didukung
dengan fungsi pemerintahan berjalan cukup baik dan diikuti oleh tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah lokal yang tinggi (pengaruh
kesultanan Yogyakarta)

1
Penyebab Kerusakan
Pada dasarnya kebanyakan bangunan di kawasan yang terkena dampak
bencana gempa bumi terdiri dari bangunan-bangunan perumahan yang sudah
berumur cukup tua dan dengan kualitas struktur serta renovasi yang kurang
memadai. Hal ini diduga dipengaruhi oleh kultur masyarakat yang tidak terbiasa
dengan ancaman bencana gempa bumi.
Pengaruh dari komposisi tanah yang pasir berlempung (clayey sand)
dengan daya dukung yang lemah (soft layer) dikhawatirkan juga memberikan
dampak yang cukup signifikan terhadap daya rusak yang terjadi. Namun perlu
kajian yang lebih mendetail dan spesifik dalam mendukung hipotesa ini.

Gambar 2, Bangunan-Bangunanyang Sudah Berumur Lanjut


Sumber: Survey Lapangan

Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa faktor utama yang


mempengaruhi kerusakan bangunan berdasarkan jenis struktur yang digunakan
pada rumah tinggal:

Table 1, Jenis Bangunan dan Penyebab Kerusakannya


Jenis Bangunan Penyebab Kerusakan
Masonry Building - Campuran semen yang tidak memenuhi kriteria yang
Rumah Bata tanpa standar sebagai spesi pengikat bata.
penguatan struktur beton - Sistim struktur yang yang buruk (ditemukan beberapa
bertulang, biasanya bangunan tanpa pondasi dan sloof)
menggunakan pasangan - Umur bangunan yang sudah sangat tua
satu bata sebagai shear - Kualitas bahan bangunan yang sangat buruk
wall. - Tidak adanya jointing/anker antar struktur atap dan dinding
bangunan
Concrete Building - Kondisi tanah yang sangat labil
Menggunakan struktur - Anker pada bangunan tidak memenuhi kaidah
beton bertulang seperti - Tidak menggunakan standar yang baik seperti penggunaan
kolom, balok, ring balk dan balok latai, ring balk dan juga kolom praktis
sebagainya.
Sumber: Analisa dari hasil pengamatan visual

Semen Sebagai Isu Utama


Faktor utama yang menyebabkan keruntuhan bangunan pada kawasan
tersebut sangatlah beragam, namun pada umunya dipengaruhi oleh komposisi
campuran semen sebagai elemen perekat yang kurang baik. Campuran semen
sebagai bahan spesi/perekat bata dicampur dengan kapur dengan rasio
perbandingan 1: 10 (1 semen : 10 kapur). Jumlah rasio kapur yang terlalu tinggi

2
tersebut mempengaruhi tingkat kemampuan semen sebagai perekat, sehingga
saat terjadi bencana gempa bumi batu bata pada bangunan lebih mudah terlepas
dan runtuh.

Gambar 3, Kualitas semen yang buruk sebagai spesi pengikat batu bata
Sumber: Survey Lapangan

Demikian halnya dengan beton bertulang, komposisi campuran beton yang


banyak mengandung kapur tersebut menyebabkan beton menjadi getas dan tidak
mampu menerima dan menyalurkan pembebanan lateral yang berakibat pada
patahnya beton. Kondisi ini diperburuk besi tulangan yang kurang memadai dan
diduga tidak memenuhi standar kualitas konstruksi.

Gambar 4, Kualitas semen yang buruk sebagai elemen pada beton bertulang
Sumber: Survey Lapangan

Penggunaan ikatan pasangan satu bata (Dutch Colonial Method) pada


sebagian bangunan yang tidak mengikuti kaidah perekatan oleh semen yang
cukup baik justru mengakibatkan berat batu bata menjadi resiko konstruksi yang
fatal dengan potensi terburuk adalah rubuh dan mengancam keselamatan
penghuni dan pengguna bangunan.
Berikut ini adalah hasil observasi terhadap berbagai faktor mengenai
material bangunan yang mempengaruhi kekuatan dan ketahanan bangunan.
- Kuda-kuda bambu pada dasarnya cukup bagus dan fleksibel terhadap
guncangan. Namun penggunaan dalam jangka waktu yang cukup lama dan
keropos dimakan oleh rayap mengakibatkan material ini menjadi rentan.

3
Gambar 5, Kuda-kuda bambu yang sudah cukup tua
Sumber: Survey Lapangan

- Penerapan semen dan kapur sebagai material perekat dengan komposisi


yang keliru menyebabkan daya rekat batu-bata ditambah dengan tidak
diiringi dengan penyiraman bata sebelum pemasangan diduga menjadi
faktor penyebab lemahnya daya rekat semen.

Gambar 6, Kualitas semen yang terlalu kering


Sumber: Survey Lapangan

- Batu gunung yang digunakan sebagai bahan pondasi cenderung merupakan


batu kapur. Dan material ini tidak sesuai untuk material pondasi pada
daerah yang daya dukung tanahnya lemah. Hal ini di karenakan batu kapur
tidak memiliki kemampuan menahan gaya tekan yang memadai sebagai
material pondasi utama. (bahkan pada beberap kasus ditemukan
penggunaan batu bata sebagai bahan sloof dan pondasi)

Kegagalan Struktur
Bangunan pada kawasan tersebut pada umumya tidak memenuhi standar
yang ditentukan dalam SNI terhadap bangunan yang tahan gempa.
Terdapat beberapa faktor utama yang menjadi tinjauan:
- Penggunaan material batu bata sebagai Sloof dan Pondasi dinilai tidak
mampu mengalirkan gaya (beban konstruksi) yang seharusnya dipikul.
Kondisi sangat sensitif pada kualitas konstruksi terutama pada daerah
dengan potensi gempa.
- Kedalaman pondasi pun tidak memenuhi kriteria standar. Kebanyakan
pondasi hanya menggunkan pondasi batu gunung dengan kedalaman 30-40
cm. (namun terdapat beberapa rumah yang tidak menggunakan pondasi)
- Kolom bangunan pada umumnya jarang sekali digunakan. Pada umumnya
bangunan hanya dikaitkan dengan pasangan bata bersilang, ataupun
dengan menggunakan kolom-kolom dengan susunan batu bata yang

4
seadanya. Ketiadaan kolom tersebut merupakan salah satu penyebab dari
kegagalan struktur bangunan.

Gambar 7, Bangunan tanpa kolom


Sumber: Survey Lapangan

- Tidak ditemui adanya kolom praktis, sehingga batu bata cenderung tanpa
pengikat dan pengaku yang berarti.
- Tidak menggunakan ring balk, Hal ini yang mengakibatkan struktur
bangunan (baik mansory maupun concrete) dapat dengan mudah runtuh
karena bangunan tidak memenuhi prinsip struktur frame yang kokoh
sebagai pengaku dalam menerima guncangan dari gempa bumi. Bangunan
tanpa ring balk dapat dengan sangat mudah hancur hanya dengan gempa
bumi yang berskala ringan.
- Rumah dengan konstruksi frame (balok dan kolom) kebanyakan masih
berdiri dengan baik. Meskipun beberapa ada yang runtuh diakibatkan
kelemahan metode penyambungan (joining) antara bagian struktur
bangunan. Faktor lainnya disebabkan oleh kebanyakan bangunan tidak
menggunakan ring balk serta lintel beam. Faktor lainnya ialah jarak antar
begel yang terlalu jauh sehingga mengakibatkan kekakuan pembesian
menjadi kurang baik.

Gambar 8, Jarak begel yang terlalu jauh


Sumber: Survey Lapangan

Sambungan-sambungan pada detail bangunan seperti pada struktur atap


dan struktur dinding tidak memadai. Bahan bambu dinilai cukup baik dan
fleksible sebagai kuda-kuda bangunan dalam menahan tekanan gempa,
namun umumnya bahan bambu tersebut tidak dikaitkan dengan Anker
dengan baik, sehingga muncul banyak efek "sliding roof" yang cukup
berbahaya.

5
Kesimpulan
ƒ Bangunan dengan struktur batu bata yang runtuh diindikasikan akibat
kegagalan struktur dalam menerima gaya-gaya tekan, hal ini sangatlah
umum terjadi pada bagunan-bangunan yang rapuh secara struktural.
ƒ Kegagalan struktur dinding pemikul untuk bangunan yang rapuh
mengakibatkan bangunan tersebut sangat mudah untuk runtuh.
ƒ Rumah dengan struktur batu bata yang direkatkan dengan pasangan
spesi yang tidak baik sangatlah rentan terhadap gempa bumi.
ƒ Maka disarankan untuk dapat membangun bangunan yang lebih fleksible
terhadap gempa, yang memiliki elemen-elemen yang dapat menahan
laju tekanan pada elemen bangunan, seperti pada kayu, beton bertulang
dan besi. Selain itu juga bangunan haruslah dibangun dengan campuran
semen sesuai dengan standar yang berlaku.
ƒ Elemen-elemen bangunan haruslah tersambung secara baik dan benar
agar bangunan secara keseluruhan dapat bertahan dari guncangan
gempa bumi.
ƒ Bangunan dengan sistim setengah bata haruslah ditambahkan dengan
pasangan beton bertulang.
ƒ Dari analisis awal, pasangan satu bata dapat bertahan dalam bencana
gempa bumi asalkan dibangun sesuai dengan standar yang benar.
ƒ Untuk bangunan dengan struktur batu bata, disarankan agar
menggunkana mortar dengan campuran pasir dan semen.

Rekomendasi Terhadap Peningkatan Kualitas Struktur Bangunan


- Meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kegiatan kampanye informasi
mengenai bagaimana membangun perumahan yang baik. Kampanye publik
ini sangat dirasakan perlu, mengingat kultur masyarakat dikawasan ini
tidaklah terbiasa dengan pengetahuan mengenai bangunan anti gempa.
- Guideline/Panduan mengenai standar kelayakan bangunan haruslah segera
disusun oleh pihak pemerintah. Dengan adanya panduan tersebut
diharapkan masyarakat memiliki kejelasan mengenai acuan yang akan
digunakan dalam menilai tingkat kerusakan banguan dan memiliki
pengetahuan mengenai kelayakan huni sebuah bangunan ataupun
kelayakan sebuah bangunan untuk diperbaiki atau tidak.
- Pemerintah daerah untuk segera melakukan kegiatan penyuluhan dan
kegiatan persuasif mengenai pentingnya campuran semen yang baik dan
juga peraturan mengenai pelarangan penggunaan batu kapur sebagai
bahan campuran semen untuk rekontruksi perumahan dan permukiman.
- Kegiatan peningkatan kesadaran masyarakat dapat dilakukan melalui
berbagai cara, baik melalui leaflet, mock up dan display material atau
pembangunan rumah contoh.
- Pengetahuan lokal tetap menjadi acuan utama dalam rekontruksi.
Mempertahankan prinsip bangunan dengan pasangan satu bata tetap
menjadi pilihan utama. Akan tetapi harus ditambahkan pengertian akan
pentingnya penggunaan semen dengan campuran yang baik, penggunaan
kolom, kolom praktis dan ring balk secara baik dan benar.
- Melakukan soil test sebelum melakukan kegiatan rekontruksi perumahan.
Hal ini dirasakan penting mengingat kualitas tanah di kawasan yang terkena

6
bencana cukup beragam. Hal tersebut mengakibatkan pentingnya disain
pondasi yang lebih spesifik.
- Masyarakat dapat kembali menggunakan bahan bangunan yang masih
layak pakai seperti batu bata, kayu, genteng, sisa beton, besi. Namun
harus disediakan sebuah guideline yang dapat memfasilitasikan masyarakat
dalam melaksanakan kegiatan tersebut.

Rekomendasi Secara Umum Terhadap Kegiatan Early Recovery


- Memfokuskan kepada penyediaan tenda dalam skala yang cukup besar
sangat tidak effektif, mengingat jumlah kawasan yang belum terjangkau
batuan cukuplah besar dan membutuhkan logistik yang cukup besar,
terutama di kawasan kaki Gunung Kidul. Pilihannya ialah pemerintah dan
NGO turut menyediakan dana skala kecil (small cash grants) bagi
masyarakat agar mereka bisa secepatnya membangun kembali perumahan
sementara untuk berlindung sebelum rumah permanent selesai dibangun.
- Melakukan pembuatan daftar nama calon penerima bantuan (Benificiaries
enlisting) dilakukan selayaknya pengurusan KTP sehingga dengan sistem
tersebut maka dapat mencegah tumpang tindih dalam pemberian bantuan
dan memudahkan pemerintah untuk mengontrol dan mengetahui jumlah
penerima manfaat.
- Penyediaan Block Grant dinilai cukup baik, namun mekanisme verifikasi
sosial perlu mengacu kepada sistem community contracting yang baik dan
benar. Mekanisme pengontrolan dan Monitoring Evaluation (MONEV) harus
benar-benar dilakukan dengan tepat, baik melalui pemantauan oleh pihak
ketiga (third party monitoring) ataupun melalui pemantauan yang dilakukan
oleh masyarakat (community monitoring) untuk mencegah terjadinya
penyimpangan alokasi dana ataupun penyimpangan dalam pelaksanaan
kontruksi.
- Untuk masyarakat yang masuk kedalam kriteria rentan (extended family,
penyewa yang tidak memiliki tanah) dapat disedikan bantuan dalam bentuk
microfinance seperti bentuk-bentuk kredit traguna (kedit untuk tanah-
rumah dan livelihood). Dengan jenis bantuan seperti ini diharapkan
kelompok-kelompok rentan dapat di tanggulangi.
- Perlu equity principle dalam pendistribusian bantuan keuangan untuk
rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan, equity principle dapat
menggantikan konsep asset replacement. Sebagai contoh di kawasan
pedalaman Parangtritis rata-rata bangunan yang dibangun secara
permanen runtuh. Namun rumah yang dibangun dengan menggunakan
gedek (dinding bambu) masih berdiri. Dikhawatirkan tanpa mekanisme
yang baik dan penilaian yang baik hal tersebut dapat memicu friksi sosial di
kawasan yang bersangkutan.
- Perlunya penguatan fungsi kecamatan secara dini. Kecamatan akan menjadi
pusat informasi dan pusat koordinasi dalam pembangunan. Selain itu juga
dirasakan penting untuk segera melakukan pembangunan sistem informasi
berbasiskan Kecamatan untuk mempermudah pembaruan (updating)
informasi, baik mengenai kebutuhan, kesenjangan dan saling berbagi
informasi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai