Anda di halaman 1dari 7

MEMAHAMI FILOSOF BARAT DAN ISLAM DALAM MEMAHAMI

TUHAN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Dakwah


Dosen Pengampu: Prof. Dr. Abdul Basit, M. Ag.

Disusun oleh:

1. Rina Febriani (214110102009)


2. Nurul Alina Darayani (214110102010)
3. Tia Anggraeni (214110102062)
4. Saely Nida Sabila (214110102063)
5. Siti Atqiya (214110102064)
6. Tri Palupi Rahmawati (214110102065)
7. Aydi Adib Mustofa (214110102066)
8. M. Fauzul Kabir (214110102067)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


JURUSAN MANAJEMEN DAN PENYIARAN
FAKULTAS DAKWAH
UIN PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
2023

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuhan dipahami sebagai zat Mahakuasa dan asas dari suatu
kepercayaan.1 Definisi mengenai Tuhan tidak memliki sebuah kesepakatan
karena terdapat bebagai konsep ketuhanan, Kajian mengenai eksistensi
Tuhan pun tidak akan ada habisnya hingga hari akhir. Setiap agama akan
memulai pembahasan tentang keyakinan yang dianutnya dari keberadaan
atau eksistensi Tuhan.2 Dan tentunya setiap dari mereka memiliki
konsepnya masing-masing dalam memahami konsep Tuhan.
Filsafat sebagai hasil dari wahyu berupa pikiran yang diberi oleh
Tuhanlah yang membuat manusia memiliki pemahaman yang beragam
dalam memandang hakikat Tuhan. Pertanyaan besar dalam kajian filsafat
dan metafisika adalah “apakah Tuhan itu ada?” dan “bagaimana Tuhan itu
ada?”3 pertanyaan tersebut sebenarnya telah ada sejak ribuan tahun lalu
sebelum tercatat secara historis. Semua argumen dari argumen ekstensi
Tuhan yang diperkenalkan dan disampaikan oleh para filosof memang
tidak dapat membuktikan adanya Tuhan secara fisik, tapi dapat
menjelaskan kedekatan hubungan antara manusia dengan Tuhan dan
membuktikan bahwa Tuhan itu ada sehingga dapat diterima oleh akal.
Refleksi Tuhan mengenai Tuhan antara lain bermaksud
mempertanggungjawabkan penerimaan dan pengakuan Tuhan seperti yang
terdapat dalam ajaran agama Islam dan Kristen. Karena sebab dari suatu
agama sendiri yaitu faham atau keyakinan mengenai Tuhan. Maka dari itu

1
Muhammad Noor, ‘Filsafat Ketuhanan’, Jurnal Humaniora Teknologi, 3.1 (2018)
<https://doi.org/10.34128/jht.v3i1.31>.
2
Supian Supian, ‘Argumen Eksistensi Tuhan Dalam Filsafat Barat’, TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin,
15.2 (2016), 227–46 <https://doi.org/10.30631/tjd.v15i2.8>.
3
Supian.
dengan argumen filsuf pro eksistensi Tuhan, filsuf tidak pernah berusaha
dan mampu secara sempurna dalam membuktikan Tuhan seperti ada-Nya
dan diimani, namun dengan itu para filosof dapat membantu untuk dapat
memahami dan mempertanggungjawabkan Iman dan kepercayaan
manusia.
Para filosof Barat mau pun filosof Islam memiliki cara
pandangnya masing-masing dalam memahami Tuhan. Dan dengan hal
tersebut maka akan terbentuklah sebuah Filsafat Ketuhanan. Filsafat
Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi
tentang Tuhan.4 Usaha para dilosof ini sejatinya bukanlah untuk
menemukan Tuhan secara mutlak, namun hanya berupa pertimbangan dan
kemungkinan bagi manusia agara sampai pada sebuah kebenaran tentang
Tuhan. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas
bagaimana filosof Barat dan dan filosof Islam dalam memahami
keberadaan Tuhan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana filosof Barat memahami Tuhan?
2. Bagaimana filosof Islam memahami Tuhan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana filosof Barat memahami Tuhan.
2. Untuk mengetahui bagaimana filosof Islam memahami Tuhan.

4
Noor.
BAB II

PEMBAHASAN

Setiap filosof memiliki cara pandangnya masing-masing dalam memahami


Tuhan. Berikut ini adalah pemaparan bagaimana setiap filosof dalam memahami
keberadaan Tuhan.

A. Filosof Barat
1. Anselmus
Anselmus adalah pemikir pada abad ke-11. Anselmus ingin
memperlihatkan bahwa isi ajaran agama (Kristen) bisa dikembangkan
dengan alasan-alasan rasional, maksudnya yaitu tanpa bantuan otoritas
lain (Kitab suci, wahyu, ajaran para bapa gereja). Dalam bukunya,
proslogion dalam jurnal Supian ia menjelaskan bahwa eksistensi
Tuhan dengan suatu argumen yang bisa diterima, bahkan juga oleh
mereka yang tidak beriman.5 Menurut Anselmus Tuhan adalah “ada”
tertinggi yang dipikirkan manusia, Tuhan adalah yang paling tinggi,
paling jauh, paling dalam dari pada segala sesuatu yang bisa dipikirkan
manusia.
Jika Tuhan adalah “sesuatu yang lebih besar dari padanya tidak
bisa dipikirkan”, maka mustahil bagi manusia masih bisa memikirkan
sesuatu yang lain yang lebih besar dari pada Tuhan 6. Maksudnya, jika
seseorang berpikir tentang sesuatu, maka sesuatu itu tentunya ada juga
di luar akal budi atau pemikirannya itu, yakni di dalam realitas.
Anselmus mengklaim dalam tesisnya sebagai jenis eksistensi Tuhan,
yakni bahwa: (1) Tuhan adalah pengada terbesar yang dapat dipahami,
(2) Lebih besar untuk berada dalam kenyataan dari pada hanya di
dalam pikiran. (3) Maka Tuhan itu ada
2. Thomas Aquinas
5
Supian.
6
Supian.
Thomas Aquinas dikenal dengan prinsip “Lima Jalan”, sebagai
filosof yang hidup pada abad pertengahan yang dikenal dengan filsafat
skolastik, Aquisnaspun memiliki kecenderungan pemikiran yang dekat
dengan agama. Filsafatnya dikenal dengan “Thomisme”, Aquinas
menyukai Plato dan menolak bukti ontologis Anselmus, tetapi ia
membuat karya-karya Aristoteles dikenal dan diterima oleh para ahli di
zamannya.
Jalan pertama, Aquinas memusatkan pada kenyataan perubahan di
dunia.7 “Sekarang segala sesuatu dalam proses perubahan diubah oleh
sesuatu yang lain” ungkapnya. Aquinas menyimpulkan: “Bila tangan
tidak menggerkakkan tongkat, tongkat tidak akan menggerakkan
apapun. Jadi, seseorang harus sampai pada sebab atau perubahan
pertama yang dia sendiri tidak diubah oleh sesuatu yang lain, dan
inilah apa yang dimengerti oleh setiap orang dengan Tuhan”
Jalan kedua, Aquinas memusatkan pada kenyataan sebab dan
akibat ada di dunia.8 “Sekarang bila Anda menghapus suatu sebab,
tulis Aquinas, Anda juga menghapus akibat-akibatnya, sehingga Anda
tidak dapat mencapai suatu sebab terakhir, dan juga tidak sampai pada
sebab pengantara, kecuali Anda mempunyai sebab pertama”. Aquinas
tidak dapat percaya akan suatu rantai tanpa batas dari sebab-sebab dan
akibat-akibat yang merentang kembali ke keabadian, maka seseorang
dipaksa untuk memperkirakan sebab pertama tertentu yang oleh setiap
orang disebut “Tuhan”.
Jalan ketiga, Aquinas mengambil ide ada dan tiada dalam dunia.
Benda ada tapi tidak harus ada. 9 Aquinas mengklaim bahwa jika
sesuatu didunia dapat ada dan tidak ada, maka harus ada suatu saat bila
tidak ada sesuatupun yang ada. Tidak mungkin sesuatu muncul dari
ketiadaan. Maka seseorang dipaksa untuk menduga adanya sesuatu
yang harus ada, dan keberadaan-Nya itu bukan diberikan oleh yang
7
Supian.
8
Supian.
9
Supian.
lain kecuali diri-Nya sendiri, bahkan Dia yang menjadi sebab adanya
hal-hal lain. bagi Aquinas, benda-benda didunia mempunyai
esksistensi niscaya (Tuhan harus ada). Seandainya Tuhan tidak ada
maka tidak ada satupun yang dapat ada, sebab ciptaan tergantung pada
eksistensi niscaya Tuhan agar mereka dapat ada.
Jalan Keempat, dipusatkan pada tingkat-tingkat kebaikan dan
kesempurnaan di dunia.10 “Misalnya, benda-benda semakin panas
mereka mendekati panas. Maka sesuatu adakah yang paling benar
ataupun baik dan paling mulia diantara benda-benda dan oleh
karenanya paling penuh dalam adanya.” Aquinas mengatakan “’Maka,
ada sesuatu yang menyebabkan keberadaan, kebaikan dan
kesempurnaan apapun yang ada dalam benda-benda. Ini disebut
Tuhan”.
Jalan kelima, menunjuk pada tatanan dalam tujuan dalam alam. 11
“tidak ada sesuatupun yang tidak mengarah pada tujuan, kecuali
diarahkan oleh seseorang dengan kesadaran dan pengertian: anak
panah misahlnya, mensyaratkan seorang pemanah. Maka, segala
sesuatu di alam semesta diarahkan pada tujuannya oleh seseorang
dengan pemahaman, dan ini disebut dengan Tuhan”
Kelima jalan tersebutlah yang merupakan bukti-bukti ilmiah
Aquinas mengenai eksistensi Tuhan. Bukti-bukti Aquinas menjadi
patokan dalam mendemonstrasikan eksistensi Tuhan untuk kurun
waktu beberapa abad.
3. Rene Descartes
Rene Descrartes merupakan filosof rasionalis besar pertama. Rane
menjelaskan bagaimana manusia sampai pada penerimaan adanya
Tuhan dengan dua jalan, yaitu: Pertama, secara kausal menurut skema
sebab akibat.12 Bagi Descartes jelas bahwa manusia menemukan dalam
dirinya ide kesempurnaan. Dari fakta bahwa manusia senantiasa mau
10
Supian.
11
Supian.
12
Supian.
mencari kebenaran yang jelas dan terpilah-pilah, terungkap kenyataan
bahwa ia mau mencapai kesempurnaan pengetahuan, di satu pihak,
namun sekaligus juga di lain pihak, diimplikasikan bahwa dirinya
sendiri yang serba terbatas ini bukanlah sumber kesempurnaan itu.
Maka dari itu descartes menyimpulkan bahwa ada penyebab pertama
yang bukan “aku” dan menanamkan dalam diriku ide kesempurnaan
tadi, dia itulah Tuhan: Ide Tuhan bagi Descartes adalah suatu ide yang
dimiliki manusia sebagai bawaan.
Kedua, secara ontologis menurut skema “ada=eksistensi”.13 Di sini
Descartes mengambil alih argumen Anselmus yang disebut argumen
ontologis. Tentu saja dengan menerapkan prinsip kejelasan dan
keterpilahan yang Descartes temukan sendiri dalam fahamnya “cogito
ergo sum, sive existo” (“aku berfikir maka aku ada, atau lebih tepat
aku bereksistensi”). Kalau manusia mengatakan bahwa Tuhan itu
sempurna, maka mestinya ada seseorang yang menyandang predikat
ini. Tidak mungkin predikat atau sifat “sempurna” berdiri sendiri,
tanpa ada kaitan apapun dengan suatu entitas yang riil eksistensinya.
Maka, harus disimpulkan bahwa Tuhan itu ada dan bereksistensi.
Bukan itu saja, bagi Descartes yang mengutamakan pengetahuan yang
jelas dan terpilah-pilah, faham Tuhan yang sempurna ini bukan saja
menyangkut kesempurnaan pengetahuan, melainkan juga kapasitas
moralnya.

13
Supian.

Anda mungkin juga menyukai