PO713201211063
TK.3B D3 KEPERAWATAN
TUGAS PERTEMUAN 15
Luka gigitan binatang adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan. Hewan
mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan khusus untuk mencari
makanan. Gigitan dan cakaran hewan/hewan yang sampai merusak kulit kadang kala dapat
mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan, sedangkan beberapa
lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya. Dalam kasus tertentu gigitan hewan
(terutama oleh hewan liar) dapat menularkan penyakit rabies, penyakit yang berbahaya terhadap
nyawa manusia. Kelelawar, musang juga anjing menularkan sebagian besar kasus rabies.
Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka ini dapat
menyebabkan kerusakan jaringan secara umum, pendarahan serius bila pembuluh darah besar
terluka, infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies, dapat mengandung racun seperti
pada gigitan ular, awal dari peradangan dan gatal-gatal.
Gigitan dapat menyebabkan rasa sakit yang signifikan dan cepat dapat berkembang menjadi
infeksi dan kekakuan di tangan. Pengobatan dini dan tepat adalah kunci untuk meminimalkan
potensi masalah dari gigitan. Ketika mendapat gigitan hewan, bakteri dari mulut mencemari
luka. Bakteri ini kemudian dapat tumbuh di luka dan menyebabkan infeksi. Hasil infeksi berkisar
dari ketidaknyamanan ringan sampai komplikasi yang mengancam jiwa.
Prinsip penatalaksanaannya sama dengan penatalaksanaan pada penderita keracunan karena
gigitan binatang secara umum adalah: Nilai Airway , Breathing , Circulation, Symptomatis,
Antidot. Jadi yang harus diperhatikan pada penderita gigitan binatang adalah monitor dan catat
setiap perubahan-perubahan yang terjadi pada ABC.
1. PENGKAJIAN
a) Gigitan Ular dan Serangga
1) Primary Survey
Airway : Spasme pada otot muka, bibir, lidah, dan saluran pernapasan.
Breathing : Terjadi gangguan pernapasan karena pada bisa ular akan berdampak
pada kelumpuhan otot-otot saluran pernapasan sehingga pola pernapasan pasien
terganggu.
Circulation : Perdarahan akibat sifat bisa ular yang bersifat haemolytik. Dimana zat
dan enzim yang toksik dihasilkan bisa akan menyebabkan lisis pada sel darah merah
sehingga terjadi perdarahan. Ditandai dengan luka patukan terus berdarah, haematom,
hematuria, hematemesis, hipotensi.
Disability : Cek adanya penurunan kesadaran
Exposure : Pembengkakan pada daerah gigitan dan kemerahan sampai dengan
perubahan warna kulit, adanya peningkatan suhu tubuh.
2) Secondary Survey
Cek dengan metode AMPLE serta melakukan pemeriksaan fisik :
a) Kepala : bentuk kepala, keadaan kepala
b) Mata : isokor/anisokor, reaksi pupil, konjungtiva anemis/tidak anemis
c) Hidung : simetris, adanya polip
d) Telinga : bentuk telinga, adanya serumen
e) Mulut : mukosa bibir, simetris.
f) Leher : penggunaan otot bantu pernafasan (sternokleidomastoidius), tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid.
g) Dada : pengembangan dada simetris, adanya suara nafas tambahan
h) Abdomen : simetris, bising usus, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada massa.
i) Ekstremitas : akral dingin, adanya jejas, udema, kekakuan otot
2. DIAGNOSA
a. Gigitan Ular dan Serangga
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi saluran nafas
2) Ketidakefektifan pola nafas b/d keletihan otot pernafasan
3) Nyeri akut b/d agen cedera biologis
4) Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas
5) Hipertermi b/d sepsis
3. INTERVENSI
a. Gigitan Ular dan Serangga
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil (NIC)
(NOC)
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Airway Management
bersihan jalan tindakan □ Buka jalan nafas menggunakan head tilt chin
nafas keperawatan ..x.. jam lift atau jaw thrust bila perlu
diharapkan mampu □ Posisikan pasien untuk memaksimalkan
mempertahankan ventilasi
kebersihan jalan nafas □ Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
dengan kriteria : jalan nafas buatan (NPA, OPA, ETT,
NOC : Ventilator)
Respiratory status : □ Lakukan fisioterpi dada jika perlu
Airway Patency □ Bersihkan secret dengan suction bila
□ Respirasi dalam diperlukan
batas normal □ Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
□ Irama pernafasan tambahan
teratur □ Kolaborasi pemberian oksigen
□ Kedalaman □ Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
pernafasan normal □ Monitor RR dan status oksigenasi (frekuensi,
□ Tidak ada akumulasi irama, kedalaman dan usaha dalam bernapas)
sputum □ Anjurkan pasien untuk batuk efektif
□ Batuk □ Berikan nebulizer jika diperlukan
berkurang/hilang
Asthma Management
□ Tentukan batas dasar respirasi sebagai
pembanding
□ Bandingkan status sebelum dan selama dirawat
di rumah sakit untuk mengetahui perubahan
status pernapasan
□ Monitor tanda dan gejala asma
□ Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
usaha dalam bernapas
Infection Protection
□ Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
□ Monitor hitung mutlak granulosit, WBC, dan
hasil-hasil diferensial
□ Monitor kerentanan terhadap infeksi
□ Batasi jumlah pengunjung yang sesuai
□ Skrining jumlah pengunjung terkait penyakit
menular
□ Partahankan teknik asepsis pada pasien yang
beresiko
□ Pertahankan teknik isolasi yang sesuai
□ Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area
(yang mengalami) edema
□ Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya
kemerahan, kehangatan ekstrim, atau drainase
□ Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka
□ Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
□ Anjurkan asupan cairan dengan tepat
□ Anjurkan istirahat
□ Pantau adanya perubahan tingkat energi atau
malaise
□ Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
yang diresepkan
□ Jaga penggunaan antibiotik dengan bijaksana
□ Jangan mencoba pengobatan antibiotik untuk
infeksi virus
□ Ajarkan pasien dan keluarga pasien mengenai
perbedaan-perbedaan antara infeksi virus dan
bakteri
□ Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada pemberi layanan
kesehatan
□ Lapor dugaan infeksi pada personil pengendali
infeksi
□ Lapor kultur positif pada personal pengendali
infeksi.
Fluid Management
□ Jaga intake yang adekuat dan catat output
pasien
□ Monitor status hidrasi (misalnya : membran
mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan
tekanan darah ortostatik)
□ Monitor hasil laboratorium yang relevan
dengan retensi cairan (misalnya : peningkatan
berat jenis, peningkatan BUN, penurunan
hematokrit, dan peningkatan kada osmolalitas
urin)
□ Monitor tanda-tanda vital pasien
□ Monitor perubahan berat badan pasien
□ Monitor status gizi
□ Distribusikan asupan cairan selama 24 jam
□ Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda
dan gejala kelebihan volume cairan memburuk
4. Implementasi
Pada tahap ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan perencanaan
yang telah disusun sebelumnya yang disesuaikan dengan diagnosa yang dirumuskan dengan
mengacu kepada NOC (Nursing Outcome Classification) dan NIC (Nursing Intervention
Classification).
5. Evaluasi
Pada akhir pelaksanaan asuhan keperawatan didadapatkan evaluasi. Evaluasi juga tidak
ada kesenjang teori dan kasus. Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil / perbuatan
dengan standar untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tercapai.
a. Evaluasi keperawatan : membandingkan efek / hasil suatu tindakan keperawatan dengan
norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat.
b. Tahap akhir dari proses keperawatan.
c. Menilai tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak.
d. Menilai efektifitas rencana keperawatan atau strategi askep.
e. Menentukan efektif / tidaknyatindakan keperawatan dan perkembangan pasien terhadap
masalah kesehatan.
SOP penanganan Gigitan dan sengatan binatang/serangga berbisa
Penanganan awal dilakukan secepat cepatnya setelah terjadi gigitan dan dilakukan
sebelum pasien pergi ke pelayanan kesehatan. Bisa dilakukan sendiri oleh korban atau dibantu
orang lain. Pertolongan yang sifatnya tidak jelas seperti menyedot darah, mengeluakan darah,
membuat sayatan, memberikan cairan tanah, menggunakan obat-obat tradisional ataupun
tanaman yang tidak jelas efek farmakologinya, memijat, memberi batu hitam atau kejutan listrik
atau melakukan tusukan dengan jarum, mengikat atau memakai obat kimia serta mengkompres
dengan es sebaiknya tidak dilakukan pada kasus gigitan ular karena akan memperlama dan
memperberat penanganan kasus kegawatdaruratan gigitan ular.
Pertolongan awal yang direkomendasikan adalah dengan melakukan imobilisasi atau
membuat bagian tubuh yang kena gigitan tidak bergerak. Posisi imobilisasi adalah posisi yang
nyaman dan aman bagi korban dengan membuat imobilisasi dari splint (dengan kayu, bambu,
kardus yang rigid) atau sling (dengan kain atau selendang). Setiap gerakan atau kontraksi otot
akan meningkatkan penyerapan atau penyebaran venom. Pada Elapid sangat dianjurkan
melakukan bebat elastic dan imobilisasi atau pressure bandage immobilisasi sebagai penanganan
awal. Untuk gigitan russel’s viper pad pressure bandage imobilisasi sangat efektif dan di
Myanmar dilakukan sebagai penanganan awal untuk gigitan jenis ular ini.
Pertolongan Kegawatdaruratan
Pemeriksaan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi, disalibitas sistem syaraf/level
kesadaran, dsb. (A, B, C, D dsb.) menjadi pemeriksaan cepat klinis awal yang harus dilakukan.
Situasi klinis kegawatdaruratan seperti hipotensi dan syok akibat cardiovascular efek dari venom
atau sekunder efek dari hypovolemia, pelepasan vasoaktif mediator inflamasi, syok perdarahan,
atau anafilaksis syok. Kondisi gagal nafas akibat progresif neurotoxin yang menyebabkan
paralisis otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas. Kegagalan fungsi jantung akibat
hyperkalemia karena Rhabdomyolisis setelah gigitan ular laut, Bungarus spesies (weling,
welang), dan Russel’s viper. Gangguan pernafasan akibat peningkatan permiabilitas kapiler pada
gigitan Russel’s viper. Envenomasi berat yang lambat dibawa ke tempat pelayanan kesehatan
menyebabkan perdarahan hebat, gagal ginjal, sepsis, nekrosis.
Selanjutnya anamnesa riwayat gigitan menjadi penting, pertanyaan kapan, dimana, apa
aktifitas pasien saat digigit dan keluhan sekarang diharapkan membantu proses penegakan
diagnosa dan identifikasi ular. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan
di tempat gigitan misalnya pembengkakan, nyeri tekan ditempat yang bengkak, pembesaran
kelenjar getah bening atau limfangitis dan ekimosis. Tanda awal necrosis dan terjadi blister, kulit
kepucatan atau kehilangan sensasi dan bau busuk seperti daging membusuk menjadi
pemeriksaan yang sangat penting. Pemeriksaan seluruh tubuh dilakukan, pengukuran tekanan
darah dan detak jantung, memeriksa keadaan kulit dan mukosa apakah ada petechiae, ekimosis,
perdarahan di conjunctiva dan pemeriksaan fundus kalau ada perdarahan retina.
Permeriksaan gusi terutama melihat perdarahan, hidung melihat epistaxis, pemeriksaan
abdominal untuk mengetahui apakah ada intraabdominal atauretroperitoneal bleeding. Nyeri
bagian belakang dan nyeri tekan (low back pain) dan akut renal ischemia akibat gigitan Russel’s
viper. Kaku kuduk akibat subarachnoid haemorrhage, intracranial haemorrhage dengan tanda
lateralisasi neurologis, pupil asimetris, kejang atau kesadaran terganggu.
Pada envenomasi neurotoxin terdapat diplopia, dan test gerakan bola mata yang
mengaalami hambatan yang disebut oftalmoplegia. Fleksi pada leher akibatparalisis otot-otot
memberi gambaran seperti leher yang patah. Pemeriksaan ukurandan reaksi pada kedua pupil,
pemeriksaan yang lain adalah membuka mulut lebarlebar dan menjulurkan lidah jika terdapat
keterbatasan pembukaan mulut dapat mengindikasikan trismus atau lebih sering kelumpuhan otot
pterigoid. Pemeriksaan otot-otot yang diinervasi syaraf kranial misalnya otot wajah, lidah, gag
reflek dsb. Pernafasan paradoksal merupakan indikasi kontraksi otot diafragma tetapi otot
intercostal dan otot asesoris yang digunakan saat inspirasi paralisis. Pemeriksaan lainnya seperti
peak flow metre, spirometer dengan menukur FEV dan FVC, atau meniup tabung
sphygmomanometer (aneroid) untuk mncatat maksimal tekanan ekspiratori atau membuat tes
single breath counting (SBC). Tes ini untuk mengukur berapa lama hitungan dua angka perdetik
dengan suara bicara normal setelah pengambil nafas maksimal. Oximetri mendeteksi penurunan
arterial saturasi oksigen.
Pasien umumnya dianggap mengalami penurunan kesadaran bahkan meninggal oleh
sebab itu disarankan melakukan tes tonus dan kekuatan otot superfisial dan reflex tendon dalam.
Pemeriksaan tanda-tanda lateralisasi akibat perdarahan intracranial atau thrombosis. Melakukan
pemeriksaan gerakan tak sadar seperti fasciculations/myokymia (sebagai overdases
anticholiesterase) atau keracunan organo fosfat. Pada evenomasi akibat gigitan ular laut dan
sebagaian bungarus spesies misalnya Bungarus candidus atau weling, Australia elapid, Russel’s
viper, otot-otot terutama di batang leher dan bagian proximal dari anggota badan, nyeri tekan dan
nyeri sekali saat digeraakkan atau tidak bergerak. Pada gigitan ular laut pseudotrimus terjadi
setelah tekanan pada dagu bagian bawah. Myoglobinuria terjadi setelah 3 jam terjadi
gigitan(WHO,2016)