Anda di halaman 1dari 16

FIDYA ANGRAENI

PO713201211063
TK.3B D3 KEPERAWATAN

TUGAS PERTEMUAN 15

Resume asuhan keperawatan kegawatdaruratan


pada gigitan dan sengatan binatang/serangga berbisa

Luka gigitan binatang adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan. Hewan
mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan khusus untuk mencari
makanan. Gigitan dan cakaran hewan/hewan yang sampai merusak kulit kadang kala dapat
mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan, sedangkan beberapa
lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya. Dalam kasus tertentu gigitan hewan
(terutama oleh hewan liar) dapat menularkan penyakit rabies, penyakit yang berbahaya terhadap
nyawa manusia. Kelelawar, musang juga anjing menularkan sebagian besar kasus rabies.
Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka ini dapat
menyebabkan kerusakan jaringan secara umum, pendarahan serius bila pembuluh darah besar
terluka, infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies, dapat mengandung racun seperti
pada gigitan ular, awal dari peradangan dan gatal-gatal.
Gigitan dapat menyebabkan rasa sakit yang signifikan dan cepat dapat berkembang menjadi
infeksi dan kekakuan di tangan. Pengobatan dini dan tepat adalah kunci untuk meminimalkan
potensi masalah dari gigitan. Ketika mendapat gigitan hewan, bakteri dari mulut mencemari
luka. Bakteri ini kemudian dapat tumbuh di luka dan menyebabkan infeksi. Hasil infeksi berkisar
dari ketidaknyamanan ringan sampai komplikasi yang mengancam jiwa.
Prinsip penatalaksanaannya sama dengan penatalaksanaan pada penderita keracunan karena
gigitan binatang secara umum adalah: Nilai Airway , Breathing , Circulation, Symptomatis,
Antidot. Jadi yang harus diperhatikan pada penderita gigitan binatang adalah monitor dan catat
setiap perubahan-perubahan yang terjadi pada ABC.
1. PENGKAJIAN
a) Gigitan Ular dan Serangga
1) Primary Survey
Airway : Spasme pada otot muka, bibir, lidah, dan saluran pernapasan.
Breathing : Terjadi gangguan pernapasan karena pada bisa ular akan berdampak
pada kelumpuhan otot-otot saluran pernapasan sehingga pola pernapasan pasien
terganggu.
Circulation : Perdarahan akibat sifat bisa ular yang bersifat haemolytik. Dimana zat
dan enzim yang toksik dihasilkan bisa akan menyebabkan lisis pada sel darah merah
sehingga terjadi perdarahan. Ditandai dengan luka patukan terus berdarah, haematom,
hematuria, hematemesis, hipotensi.
Disability : Cek adanya penurunan kesadaran
Exposure : Pembengkakan pada daerah gigitan dan kemerahan sampai dengan
perubahan warna kulit, adanya peningkatan suhu tubuh.
2) Secondary Survey
Cek dengan metode AMPLE serta melakukan pemeriksaan fisik :
a) Kepala : bentuk kepala, keadaan kepala
b) Mata : isokor/anisokor, reaksi pupil, konjungtiva anemis/tidak anemis
c) Hidung : simetris, adanya polip
d) Telinga : bentuk telinga, adanya serumen
e) Mulut : mukosa bibir, simetris.
f) Leher : penggunaan otot bantu pernafasan (sternokleidomastoidius), tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid.
g) Dada : pengembangan dada simetris, adanya suara nafas tambahan
h) Abdomen : simetris, bising usus, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada massa.
i) Ekstremitas : akral dingin, adanya jejas, udema, kekakuan otot

2. DIAGNOSA
a. Gigitan Ular dan Serangga
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi saluran nafas
2) Ketidakefektifan pola nafas b/d keletihan otot pernafasan
3) Nyeri akut b/d agen cedera biologis
4) Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas
5) Hipertermi b/d sepsis
3. INTERVENSI
a. Gigitan Ular dan Serangga
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil (NIC)
(NOC)
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Airway Management
bersihan jalan tindakan □ Buka jalan nafas menggunakan head tilt chin
nafas keperawatan ..x.. jam lift atau jaw thrust bila perlu
diharapkan mampu □ Posisikan pasien untuk memaksimalkan
mempertahankan ventilasi
kebersihan jalan nafas □ Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
dengan kriteria : jalan nafas buatan (NPA, OPA, ETT,
NOC : Ventilator)
Respiratory status : □ Lakukan fisioterpi dada jika perlu
Airway Patency □ Bersihkan secret dengan suction bila
□ Respirasi dalam diperlukan
batas normal □ Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
□ Irama pernafasan tambahan
teratur □ Kolaborasi pemberian oksigen
□ Kedalaman □ Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
pernafasan normal □ Monitor RR dan status oksigenasi (frekuensi,
□ Tidak ada akumulasi irama, kedalaman dan usaha dalam bernapas)
sputum □ Anjurkan pasien untuk batuk efektif
□ Batuk □ Berikan nebulizer jika diperlukan
berkurang/hilang
Asthma Management
□ Tentukan batas dasar respirasi sebagai
pembanding
□ Bandingkan status sebelum dan selama dirawat
di rumah sakit untuk mengetahui perubahan
status pernapasan
□ Monitor tanda dan gejala asma
□ Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
usaha dalam bernapas

2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC


pola nafas tindakan Oxygen Therapy
keperawatan ..x.. jam □ Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
diharapkan pola nafas □ Pertahankan jalan nafas yang paten
pasien teratur dengan □ Siapkan peralatan oksigenasi
kriteria : □ Monitor aliran oksigen
NOC : □ Monitor respirasi dan status O2
Respiratory status : □ Pertahankan posisi pasien
Ventilation □ Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul
□ Respirasi dalam yang digunakan.
batas normal □ Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah
(dewasa: diberikan
16-20x/menit) □ Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
□ Irama pernafasan □ Monitor tingkat kecemasan pasien yang
teratur kemungkinan diberikan terapi O2
□ Kedalaman
pernafasan normal
□ Suara perkusi dada
normal (sonor)
□ Retraksi otot dada
□ Tidak terdapat
orthopnea
□ Taktil fremitus
normal antara dada
kiri dan dada kanan
□ Ekspansi dada
simetris
□ Tidak terdapat
akumulasi sputum
□ Tidak terdapat
penggunaan otot
bantu napas
3. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Analgesic Administration
keperawatan □ Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
selama ...x….. jam derajat nyeri sebelum pemberian obat
diharapkan nyeri □ Cek riwayat alergi terhadap obat
berkurang dengan kriteria □ Pilih analgesik yang tepat atau kombinasi dari
hasil : analgesik lebih dari satu jika diperlukan
□ Tentukan analgesik yang diberikan (narkotik,
NOC: non-narkotik, atau NSAID) berdasarkan tipe
Pain Level dan keparahan nyeri
□ Melaporkan gejala □ Tentukan rute pemberian analgesik dan dosis
nyeri berkurang untuk mendapat hasil yang maksimal
□ Melaporkan lama □ Pilih rute IV dibandingkan rute IM untuk
nyeri berkurang pemberian analgesik secara teratur melalui
□ Tidak tampak injeksi jika diperlukan
ekspresi wajah □ Evaluasi efektivitas pemberian analgesik
kesakitan setelah dilakukan injeksi. Selain itu observasi
□ Tidak gelisah efek samping pemberian analgesik seperti
□ Respirasi dalam depresi pernapasan, mual muntah, mulut
batas normal kering dan konstipasi.
(dewasa: 16-20 □ Monitor vital sign sebelum dan sesudah
kali/menit) pemberian analgesik pertama kali

4. Penurunan Setelah diberikan asuhan Cardiac Care


curah jantung keperawatan selama 1. Evaluasi adanya nyeri dada (Intesitas, lokasi,
…..x…. jam diharapkan rambatan, durasi, serta faktor yang
masalah penurunan curah menimbulkan dan meringankan gejala).
jantung dapat teratasi 2. Monitor EKG untuk perubahan ST, jika
dengan kriteria hasil : diperlukan.
NOC: 3. Lakukan penilaian komprehenif untuk sirkulasi
Cardiac Pump perifer (Cek nadi perifer, edema,CRT, serta
Effectiveness warna dan temperatur ekstremitas) secara rutin.
□ Tekanan darah sistolik 4. Monitor tanda-tanda vital secara teratur.
dalam batas normal 5. Monitor status kardiovaskuler.
□ Tekanan darah 6. Monitor disritmia jantung.
diastolik dalam batas 7. Dokumentasikan disritmia jantung.
normal 8. Catat tanda dan gejala dari penurunan curah
□ Heart rate dalam jantung.
batas normal 9. Monitor status repirasi sebagai gejala dari gagal
□ Peningkatan fraksi jantung.
ejeksi 10.Monitor abdomen sebagai indikasi penurunan
□ Peningkatan nadi perfusi.
perifer 11.Monitor nilai laboratorium terkait (elektrolit).
□ Tekanan vena sentral 12.Monitor fungsi peacemaker, jika diperlukan.
(Central venous 13.Evaluasi perubahan tekanan darah.
pressure) dalam batas 14.Sediakan terapi antiaritmia berdasarkan pada
normal kebijaksanaan unit (Contoh medikasi
□ Gejala angina antiaritmia, cardioverion, defibrilator), jika
berkurang diperlukan.
□ Edema perifer 15.Monitor penerimaan atau respon pasien terhadap
berkurang medikasi antiaritmia.
□ Gejala nausea 16.Monitor dispnea, keletihan, takipnea, ortopnea.
berkurang
□ Tidak mengeluh Cardiac Care : Acute
dispnea saat istirahat □ Monitor kecepatan pompa dan ritme jantung.
□ Tidak terjadi sianosis □ Auskultasi bunyi jantung.
□ Auskultasi paru-paru untuk crackles atau suara
Circulation Status nafas tambahan lainnya.
□ MAP dalam batas □ Monitor efektifitas terapi oksigen, jika
normal diperlukan.
□ PaO2 dalam btas □ Monitor faktor-faktor yang mempengaruhi
normal (60-80 aliran oksigen (PaO2, nilai Hb, dan curah
mmHg) jantung), jika diperlukan.
□ PaCO2 dalam batas □ Monitor status neurologis.
normal (35-45 □ Monitor fungsi ginjal (Nilai BUN dan
mmHg) kreatinin), jika diperlukan.
□ Saturasi O2 dalam □ Administrasikan medikasi untuk mengurangi
batas normal (> 95%) atau mencegah nyeri dan iskemia, sesuai
□ Capillary Refill Time kebutuhan.
(CRT) dalam batas
normal (< 3 detik)
5. Hipertermi Setelah dilakukan NIC :
tindakan Temperature Regulation
keperawatan ..x.. jam □ Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam , sesuai
diharapkan mampu kebutuhan
mempertahankan suhu □ Pasang alat monitor suhu inti secara kontinu,
tubuh dalam rentang sesuai kebutuhan
normal dengan kriteria : □ Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi,
NOC : sesuai kebutuhan
Thermoregulation □ Monitor suhu dan warna kulit
□ Suhu tubuh dalam □ Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala
rentang normal dari hipertermia
(36,50C – 37,50C) □ Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
□ Denyut nadi □ Instruksikan pasien bagaimana mencegah
dalam rentang keluarnya panas dan serangan panas
normal □ Diskusikan pentingnya termoregulasi dan
□ Respirasi dalam kemungkinan efek negatif dari demam yang
batas normal (16 berlebihan, sesuai kebuthan
– 20x/menit) □ Informasikan pasien mengenai indikasi adanya
□ Tidak menggigil kelelahan akibat panas dan penanganan
□ Tidak dehidrasi emergensi yang tepat, sesuai kebutuhan
□ Tidak mengeluh □ Gunakan matras pendingin, selimut yang
sakit kepala mensirkulasikan air, mandi air hangat, kantong
□ Warna kulit es atau bantalan jel, dan kateterisasi pendingin
normal intravaskuler untuk menurunkan suhu tubuh,
Vital Sign sesuai kebutuhan
□ Suhu tubuh dalam □ Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan
rentang normal pasien
(36,50C – 37,50C) □ Berikan medikasi yang tepat untuk mencegah
□ Denyut jantung atau mengontrol menggigil
normal (60-100 □ Berikan pengobatan antipiretik, sesuai
x/menit) kebutuhan
□ Irama jantung
normal
□ Tingkat pernapasan Fever Treatment
dalam rentang □ Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
normal (16-20 □ Monitor warna kulit dan suhu
x/menit) □ Monitor asupan dan keluaran, sadari
□ Irama napas perubahan kehilangan cairan yang tak
vesikuler dirasakan
□ Tekanan darah □ Beri obat atau cairan IV (misalnya, antipiretik,
sistolik dalam agen antibakteri, dan agen anti menggigil )
rentang normal (90- □ Tutup pasien dengan selimut atau pakaian
120 mmHg) ringan, tergantung pada fase demam (yaitu :
□ Tekanan darah memberikan selimut hangat untuk fase dingin ;
diastolik dalam menyediakan pakaian atau linen tempat tidur
rentang normal (70- ringan untuk demam dan fase bergejolak
90 mmHg) /flush)
□ Kedalaman inspirasi □ Dorong konsumsi cairan
dalam rentang □ Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan
normal aktivitas-aktivitas jika diperlukan
□ Berikan oksigen yang sesuai
Infection Severity □ Tingkatkan sirkulasi udara
□ Tidak ada □ Pantau komplikasi-komplikasi yang
kemerahan berhubungan dengan demam serta tanda dan
□ Cairan (luka) tidak gejala kondisi penyebab demam (misalnya,
berbau busuk kejang, penurunan tingkat
□ Tidak ada sputum kesadaran,ketidakseimbangan asam basa, dan
purulen perubahan abnormalitas sel)
□ Tidak ada rrainase □ Pastikan tanda lain dari infeksi yang terpantau
purulent pada orang karena hanya menunjukkan demam
□ Tidak ada piuria/ ringan atau tidak demam sama sekali selama
nanah dalam urine proses infeksi
□ Suhu tubuh stabil □ Pastikan langkah keamanan pada pasien yang
(36,50C – 37,50C) gelisah
□ Tidak ada nyeri □ Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang
□ Tidak mengalami kering
lethargy
□ Nafsu makan normal Vital Sign Monitoring
□ Jumlah sel darah □ Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
putih normal dalam pernapasan dengan tepat
rentang normal (4,10 □ Monitor dan laporkan tanda dan gejala
– 11,00 10^3/µl) hipertermia
Hidration □ Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban
□ Turgor kulit elastis □ Monitor sianosis sentral dan perifer
□ Membran mukosa □ Monitor akan adanya kuku berbentuk clubbing
lembab □ Monitor terkait dengan adanya tiga tanda
□ Intake cairan Cushing Reflex (misalnya : tekanan nadi lebar,
adekuat bradikardia, dan peningkatan tekanan darah
□ Output urin sistolik)
□ Tidak merasa haus □ Identifikasi kemungkinan perubahan tanda-
□ Warna urin tidak tanda vital
keruh Infection Control
□ Tekanan darah □ Bersihkan lingkungan dengan baik setelah
dalam rentang digunakan oleh setiap pasien
normal □ Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai
□ Denyut nadi dalam protokol institusi
rentang normal dan □ Pertahankan teknik isolasi yang sesuai
adekuat □ Batasi jumlah pengunjung
□ Tidak ada □ Annjurkan pasien mengenai teknik mencuci
peningkatan tangan dengan tepat
hematokrit □ Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
□ Tidak ada penurunan pada saat memasuki dan meninggalkan
berat badan’ ruangan pasien
□ Otot rileks □ Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
□ Tidak mengalami yang sesuai
diare □ Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
□ Suhu tubuh dalam tindakan perawatan pasien
rentang normal □ Pakai sarung tangan sebagaimana dianjurkan
oleh kebijakan pencegahan universal
□ Pakai pakaian ganti atau jubah saat menangani
bahan-bahan yang infeksius
□ Pakai sarung tangan steril dengan tepat
□ Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
□ Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
□ Pastikan penanganan aseptik dari semua
saluran IV
□ Gunakan kateter intermiten untuk mengurangi
kejadian infeksi kandung kemih
□ Berikan terapi antibiotik yang sesuai
□ Anjurkan pasien meminum antibiotik seperti
yang diresepkan
□ Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus melaporkannya
kepada penyedia perawatan kesehatan
□ Ajarkan pasien dan anggota keluarga cara
menghindari infeksi.

Infection Protection
□ Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
□ Monitor hitung mutlak granulosit, WBC, dan
hasil-hasil diferensial
□ Monitor kerentanan terhadap infeksi
□ Batasi jumlah pengunjung yang sesuai
□ Skrining jumlah pengunjung terkait penyakit
menular
□ Partahankan teknik asepsis pada pasien yang
beresiko
□ Pertahankan teknik isolasi yang sesuai
□ Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area
(yang mengalami) edema
□ Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya
kemerahan, kehangatan ekstrim, atau drainase
□ Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka
□ Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
□ Anjurkan asupan cairan dengan tepat
□ Anjurkan istirahat
□ Pantau adanya perubahan tingkat energi atau
malaise
□ Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
yang diresepkan
□ Jaga penggunaan antibiotik dengan bijaksana
□ Jangan mencoba pengobatan antibiotik untuk
infeksi virus
□ Ajarkan pasien dan keluarga pasien mengenai
perbedaan-perbedaan antara infeksi virus dan
bakteri
□ Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada pemberi layanan
kesehatan
□ Lapor dugaan infeksi pada personil pengendali
infeksi
□ Lapor kultur positif pada personal pengendali
infeksi.

Fluid Management
□ Jaga intake yang adekuat dan catat output
pasien
□ Monitor status hidrasi (misalnya : membran
mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan
tekanan darah ortostatik)
□ Monitor hasil laboratorium yang relevan
dengan retensi cairan (misalnya : peningkatan
berat jenis, peningkatan BUN, penurunan
hematokrit, dan peningkatan kada osmolalitas
urin)
□ Monitor tanda-tanda vital pasien
□ Monitor perubahan berat badan pasien
□ Monitor status gizi
□ Distribusikan asupan cairan selama 24 jam
□ Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda
dan gejala kelebihan volume cairan memburuk

4. Implementasi
Pada tahap ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan perencanaan
yang telah disusun sebelumnya yang disesuaikan dengan diagnosa yang dirumuskan dengan
mengacu kepada NOC (Nursing Outcome Classification) dan NIC (Nursing Intervention
Classification).

5. Evaluasi
Pada akhir pelaksanaan asuhan keperawatan didadapatkan evaluasi. Evaluasi juga tidak
ada kesenjang teori dan kasus. Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil / perbuatan
dengan standar untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tercapai.
a. Evaluasi keperawatan : membandingkan efek / hasil suatu tindakan keperawatan dengan
norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat.
b. Tahap akhir dari proses keperawatan.
c. Menilai tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak.
d. Menilai efektifitas rencana keperawatan atau strategi askep.
e. Menentukan efektif / tidaknyatindakan keperawatan dan perkembangan pasien terhadap
masalah kesehatan.
SOP penanganan Gigitan dan sengatan binatang/serangga berbisa
Penanganan awal dilakukan secepat cepatnya setelah terjadi gigitan dan dilakukan
sebelum pasien pergi ke pelayanan kesehatan. Bisa dilakukan sendiri oleh korban atau dibantu
orang lain. Pertolongan yang sifatnya tidak jelas seperti menyedot darah, mengeluakan darah,
membuat sayatan, memberikan cairan tanah, menggunakan obat-obat tradisional ataupun
tanaman yang tidak jelas efek farmakologinya, memijat, memberi batu hitam atau kejutan listrik
atau melakukan tusukan dengan jarum, mengikat atau memakai obat kimia serta mengkompres
dengan es sebaiknya tidak dilakukan pada kasus gigitan ular karena akan memperlama dan
memperberat penanganan kasus kegawatdaruratan gigitan ular.
Pertolongan awal yang direkomendasikan adalah dengan melakukan imobilisasi atau
membuat bagian tubuh yang kena gigitan tidak bergerak. Posisi imobilisasi adalah posisi yang
nyaman dan aman bagi korban dengan membuat imobilisasi dari splint (dengan kayu, bambu,
kardus yang rigid) atau sling (dengan kain atau selendang). Setiap gerakan atau kontraksi otot
akan meningkatkan penyerapan atau penyebaran venom. Pada Elapid sangat dianjurkan
melakukan bebat elastic dan imobilisasi atau pressure bandage immobilisasi sebagai penanganan
awal. Untuk gigitan russel’s viper pad pressure bandage imobilisasi sangat efektif dan di
Myanmar dilakukan sebagai penanganan awal untuk gigitan jenis ular ini.

Pertolongan Kegawatdaruratan
Pemeriksaan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi, disalibitas sistem syaraf/level
kesadaran, dsb. (A, B, C, D dsb.) menjadi pemeriksaan cepat klinis awal yang harus dilakukan.
Situasi klinis kegawatdaruratan seperti hipotensi dan syok akibat cardiovascular efek dari venom
atau sekunder efek dari hypovolemia, pelepasan vasoaktif mediator inflamasi, syok perdarahan,
atau anafilaksis syok. Kondisi gagal nafas akibat progresif neurotoxin yang menyebabkan
paralisis otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas. Kegagalan fungsi jantung akibat
hyperkalemia karena Rhabdomyolisis setelah gigitan ular laut, Bungarus spesies (weling,
welang), dan Russel’s viper. Gangguan pernafasan akibat peningkatan permiabilitas kapiler pada
gigitan Russel’s viper. Envenomasi berat yang lambat dibawa ke tempat pelayanan kesehatan
menyebabkan perdarahan hebat, gagal ginjal, sepsis, nekrosis.
Selanjutnya anamnesa riwayat gigitan menjadi penting, pertanyaan kapan, dimana, apa
aktifitas pasien saat digigit dan keluhan sekarang diharapkan membantu proses penegakan
diagnosa dan identifikasi ular. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan
di tempat gigitan misalnya pembengkakan, nyeri tekan ditempat yang bengkak, pembesaran
kelenjar getah bening atau limfangitis dan ekimosis. Tanda awal necrosis dan terjadi blister, kulit
kepucatan atau kehilangan sensasi dan bau busuk seperti daging membusuk menjadi
pemeriksaan yang sangat penting. Pemeriksaan seluruh tubuh dilakukan, pengukuran tekanan
darah dan detak jantung, memeriksa keadaan kulit dan mukosa apakah ada petechiae, ekimosis,
perdarahan di conjunctiva dan pemeriksaan fundus kalau ada perdarahan retina.
Permeriksaan gusi terutama melihat perdarahan, hidung melihat epistaxis, pemeriksaan
abdominal untuk mengetahui apakah ada intraabdominal atauretroperitoneal bleeding. Nyeri
bagian belakang dan nyeri tekan (low back pain) dan akut renal ischemia akibat gigitan Russel’s
viper. Kaku kuduk akibat subarachnoid haemorrhage, intracranial haemorrhage dengan tanda
lateralisasi neurologis, pupil asimetris, kejang atau kesadaran terganggu.
Pada envenomasi neurotoxin terdapat diplopia, dan test gerakan bola mata yang
mengaalami hambatan yang disebut oftalmoplegia. Fleksi pada leher akibatparalisis otot-otot
memberi gambaran seperti leher yang patah. Pemeriksaan ukurandan reaksi pada kedua pupil,
pemeriksaan yang lain adalah membuka mulut lebarlebar dan menjulurkan lidah jika terdapat
keterbatasan pembukaan mulut dapat mengindikasikan trismus atau lebih sering kelumpuhan otot
pterigoid. Pemeriksaan otot-otot yang diinervasi syaraf kranial misalnya otot wajah, lidah, gag
reflek dsb. Pernafasan paradoksal merupakan indikasi kontraksi otot diafragma tetapi otot
intercostal dan otot asesoris yang digunakan saat inspirasi paralisis. Pemeriksaan lainnya seperti
peak flow metre, spirometer dengan menukur FEV dan FVC, atau meniup tabung
sphygmomanometer (aneroid) untuk mncatat maksimal tekanan ekspiratori atau membuat tes
single breath counting (SBC). Tes ini untuk mengukur berapa lama hitungan dua angka perdetik
dengan suara bicara normal setelah pengambil nafas maksimal. Oximetri mendeteksi penurunan
arterial saturasi oksigen.
Pasien umumnya dianggap mengalami penurunan kesadaran bahkan meninggal oleh
sebab itu disarankan melakukan tes tonus dan kekuatan otot superfisial dan reflex tendon dalam.
Pemeriksaan tanda-tanda lateralisasi akibat perdarahan intracranial atau thrombosis. Melakukan
pemeriksaan gerakan tak sadar seperti fasciculations/myokymia (sebagai overdases
anticholiesterase) atau keracunan organo fosfat. Pada evenomasi akibat gigitan ular laut dan
sebagaian bungarus spesies misalnya Bungarus candidus atau weling, Australia elapid, Russel’s
viper, otot-otot terutama di batang leher dan bagian proximal dari anggota badan, nyeri tekan dan
nyeri sekali saat digeraakkan atau tidak bergerak. Pada gigitan ular laut pseudotrimus terjadi
setelah tekanan pada dagu bagian bawah. Myoglobinuria terjadi setelah 3 jam terjadi
gigitan(WHO,2016)

Penatalaksanaan Fase Lokal


1. Imobilisasi dengan bidai (kayu, bambu, kardus, sesuatu yang rigid) dilakukan secepat
cepatnya setelah tergigit dan segera dibawa ke tempat pelayanan kesehatan.
2. Imobilisasi dengan elastic bandage dan bidai, jika diketahui ular yang mengigit adalah
golongan neurotoxin maka dilakukan pembebatan dengan elastic bandage
3. Imobilisasi dengan pads dan elastic bandage serta spalk dimana diindikasikan untuk kasus
daboia

Penatalaksanaan Lanjutan dan Obat-Obat Tambahan


Antikolinesterase diberikan pada kasus neurotoksin dengan dosis 1-2 mg untuk dewasa
dan anak anak 0,02 mg/kgBB/dosis diberikan pelan 3-5 menit IV diulang setiap 3 sampai 4 jam
dan jika terjai bradikardia diberikan atropine sesuai dengan alur bradikardia.

Anda mungkin juga menyukai