LP CKD Ulfatul Hasanah 2023
LP CKD Ulfatul Hasanah 2023
DI RUANG TULIP
OLEH:
ULFATUL HASANAH
193210040
JOMBANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan ini telah disetujui untuk diajukan sebagai tinjauan teoritis kasus
kelolaan individu Stase Keperawatan Kritis dengan masalah chronic kidney disease di ruang
TULIP TUELOENGREDJO PARE
Disetujui
Hari :
Tanggal :
( ) ( )
Mengetahui
Kepala Ruangan
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Chronic Kidney Disease atau CKD merupakan suatu keadaan menurunnya
fungsi ginjal yang bersifat kronis akibat kerusakan progresif sehingga terjadi
uremis atau penumpukan akibat kelebihan urea dan sampah nitrogen di dalam
darah (Priyanti & Farhana, 2019). Menurut Kidney Disease Outcomes Quality
Initiative (KDQI), CKD didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau laju infiltrasi
glomerulus (LFG) < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih (Nurbadriyah,
2021). Menurut Susianti (2019), CKD didefinisikan sebagai kelainan struktural
atau fungsional ginjal yang berlangsung lebih dari tiga bulan.
CKD merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak mampu
mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya dieliminasi
melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal
dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta
asam basa (Toto, 2020). CKD adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme
dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada
peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik
bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa,
transplantasi ginjal, dialysis peritoneal, hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu
yang lama (Desfrimadona, 2019).
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa, CKD merupakan suatu
kondisi dimana tubuh tidak dapat mempertahankan keseimbangan elektrolit,
metabolik dan cairan yang diakibatkan adanya gangguan pada fungsi ginjal yang
bersifat progresif.
2. Etiologi
Terdapat tiga kategori utama penyebab penyakit ginjal kronis adalah sebagai
berikut (Smeltzer, 2020):
a. Prarenal (Hipoperfusi Ginjal)
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah atau vaskuler akibat hipoperfusi
ginjal dan turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah
status penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran
gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi
jantung (hipertensi, infark miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok
kardiogenik) serta gangguan metabolic (diabetes mellitus, goat,
hiperparatiroidisme).
b. Intrarenal (Kerusakan Aktual Jaringan Ginjal)
Penyebab intrarenal adalah akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau
tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan, dan infeksi
serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN) dan
berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan
pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot
ketika terjadi cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemia, atau keduanya.
Reaksi transfusi yang parah juga menyebabkan gagal intrarenal; hemoglobin
dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran membran
glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor pencetus
terbentuknya hemoglobin. Infeksi yang terjadi pada daerah ginjal juga dapat
menyebabkan penyakit ginjal kronis seperti infeksi saluran kemih,
glomerulonefritis dan pielonefritis. Faktor penyebab lain adalah pemakaian
obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia.
Medikasi ini mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran
darah renal, menyebabkan iskemia ginjal.
c. Pascarenal (Obstruksi Aliran Urin)
Pascarenal yang menyebabkan penyakit ginjal kronis biasanya akibat dari
obstruksi dibagian distal ginjal. Menyebabkan tekanan di tubulus ginjal
meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan laju filtrasi glomerulus (LFG),
contohnya antara lain; obstruksi traktus urinarius, batu pada saluran urin,
tumor, hyperplasia prostat jinak, dan bekuan darah.
Menurut Nurarif & Kusuma (2020), Etiologi PGK dapat diklasifikasikan
menjadi :
3. Patofisiologi
Patofisiologi KD melibatkan 2 mekanisme kerusakan :
1) mekanisme pencetus spesifik yang mendasari kerusakan selanjutnya
seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada, atau pajanan zat
toksin glomerulonefritis pada penyakit tubulus ginjal
2) mekanisme kerusakan interstitium progresif yang ditandai dengan
adanya dan hiperfiltrasi hipertrofi nefron yang tersisa (Martin, 2022).
Menurut Martin (2022), nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume fitrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi ¾ dari nefron-nefron yang rusak. Beban yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang diabsorpsi dan berakibat diuresis osmotik disertai Selanjutnya
jumlah nefron yang poliuri. rusak bertambah, oliguria timbul disertai retensi
produk sisa. Fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan di dalam urin) tertimbun di dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi
ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal
antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada tubuli,
penurunan ekskresi kalium, penurunan ekskresi fosfat, penurunan ekskresi
hidrogen. Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalan mengubah
bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi eritropoetin (EPO),
menurunkan fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem imun,
dan sistem reproduksi (Martin, 2022).
Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkan karena
banyak sebab, salah satunya adalah penurunan kalsitriol, yang akan menyebabkan
kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca sehingga terjadi penurunan absorbsi Ca.
Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan hipokalsemia osteodistrofi dan .
Pada CKD akan terjadi hiperparatiroidisme sekunder yang terjadi karena
hipokalsemia, hiperfosfatemia, resistensi skeletal terhadap PTH. Karena penurunan
laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampu untuk mengekskresikan zat–zat
tertentu seperti fosfat sehingga timbul akan menstimulasi FGF- hiperfosfatemia.
Hiperfosfatemia 23, growth faktor ini akan menyebabkan inhibisi 1-αhydroxylase.
Enzim ini digunakan dalam sintesis kalsitriol. Karena inhibisi oleh FGF-23 maka
sintesis pun akan menurun. Akan terjadi resistensi terhadap kalsitriol vitamin D.
Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme sekunder. Hiperparatiroidisme sekunder
akan menyebabkan depresi pada sumsum tulang sehingga akan menurunkan
pembentukan eritropoetin yang pada akhirnya akan menyebabkan anemia (Martin,
2022).
Uremia yang bersifat toksik dapat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat
mengenai sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu sindrom uremia ini
akan menyebabkan trombositopati dan memperpendek usia sel darah merah.
Trombositopati akan meningkatkan resiko perdarahan spontan terutama pada GIT
(gastrointestinal), dan dapat berkembang menjadi anemia bila penanganannya tidak
adekuat. Uremia bila sampai di kulit akan menyebabkan pasien merasa gatal–gatal.
Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan produksi lipid,
gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karena fungsi insulin menurun,
maka gula darah akan meningkat. Peningkatan produksi akan memicu timbulnya
lipid aterosklerosis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung (Martin,
2022).
4. Pathway
membaik
Terapi Oksigen
Observasi
Monitor kecepatan aliran
oksigen
Monitor posisi alat terapi
oksigen
Monitor aliran oksigen secara
periodik dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelaktasis
Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
Bersihkan sekret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan
napas
Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
di rumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur
Edukasi
Anjurkan melapor jika
haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam
dalam 6 jam
Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam sehari
Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
Ajarkan cara membatasi
cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
diuretik
Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik
Kolaborasi pemberian
continous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu
menurun kebisingan)
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatuskesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
5. Evaluasi
Dalam evaluasi perawat menentukan respon pasien terhadap intervensi
keperawatan dan mengetahui sejauh mana tujuan telah dicapai Jika hasil tidak
terpenuhi, revisi mungkin diperlukan dalam pengkajian (pengumpulan data),
diagnosis keperawatan, perencanaan, atau implementasi. Evaluasi juga merupakan
penilaian ulang dan menginterpretasikan data baru yang berkelanjutan untuk
menentukan apakah tujuan tercapai sepenuhnya, sebagian, atau tidak sama sekali.
Evaluasi memastikan bahwa klien menerima perawatan yang tepat dan
kebutuhannya terpenuhi (Siregar, 2021)
Daftar Pustaka
Desfrimadona. (2019). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik dengan
Hemodialisa di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Diploma Thesis Univesitas
Andalas.
Harmilah. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Jainurakhma, J., Koerniawan, D., Supriadi, E., Frisca, S., Perdani, Putri, Z., …
Yudianto, A. (2021). Dasar-Dasar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam dengan
Pendekatan Klinis. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Nurbadriyah, W. D. (2021). Asuhan Keperawatan Penyakit Ginjal Kronis dengan
Pendekatan 3S. Jakarta: Literasi Nusantara.
Siregar, D. (2021). Pengantar Proses Keperawatan: Konsep, Teori dan Aplikasi.
Medan: Yayasan Kita Menulis.