Anda di halaman 1dari 85

CASE2

PNEUMONIA EC BACTERI & COVID-19

Editor

Sarah Shabrina Yusri Anshari 2010211072

Penulis

1. Safira Abidah Salsabila 2010211057

2. Azzahra Tanzania 2010211103


3. Adilla Indri Harly Karunia 2010211015

4. Dipo Fahrezza Fatah


ARAN 2010211055

5. Arsa Dany Saputra 2010211100

6. Kevina Nuraini Yusuf NVALI 2010211121

7. Dini Permatasari
MART 2010211012

8. Ardesta Edvantinus 2010211045

ODULE

I. OVERVIEW CASE
II. INTERPRETASI KASUS
III. CLINICAL SCIENCE
IV. DIAGNOSIS BANDING
I. OVERVIEW CASE

Tn. V, 68 tahun
KU: Demam tinggi sejak 3 hari yang lalu

I
RPS RPD RPK
• Demam naik turun (-) (-)
dengan suhu I
I

tertinggi mencapa1
39 C dan turun RPO RPSos
setelah mmum • Mengonsumsi obat
I"- • 2 tahun terakhir lebih
obat. penurun panas namun 1, sering dirumah
• Batuk berdahak keluhan pasien tidak namun sesekali
berwama kuning membaik ke kantor untuk
kehijauan dan • Pasien saat ini sedang rapat
sesak napas. dalam pengobatan rutin • Pasien selalu
• Nyeri
seluruh badan
kepala, adalah kencing manis
(glimepiride 1 x 1 mg)
( memakai masker dan
hanya membukanya
sakit, dan darah tinggi saat makan atau
lemas, mual, nafsu
makan turun, dan
(amlodipine 1 x 5 mg)
[ •
mmum
Aktif merokok sejak
nyeri tenggorok. 20 tahun yang lalu
• 1 hari yang lalu hingga saat ini.
saturasi oksigen Rata- rata
pasien turun menghisap 3-5
menjadi 87%. batang rokok sehari
=i
• Kencing manis (+) ::::J
Darah tinggi (+) ::::J

/
:--- ..-j./

Hipotesis:
1. Pneumonia 2. Covid-19 3. TB Paru 4. SARS/MERS

I
Pe eriksaan fisik:
Pemenksaan Penunjang :
• I KU: Tampak sakit berat, • Hb: 12,7
kesadaran compos mentis
• Ht : 35,2
• Tanda Vital : • Leukosit : 14.170
Tensi: 140/90 • Eritrosit: 3.980.000 LED
mmHg Nadi: 112x / 24/jam
Mnt RR: 34x /Mnt
S= 38,9 C Analisis Gas Darah
• pH : 7,43 (7,35 - 7,45)
• Mata : Konjungtiva tidak anem1s • pCO2 : 38,6 (35 - 45) mmHg
dan sklera tidak ikterik • pO2 : 62 (85 - 95) mmHg
• HCO3 : 21 (21-25) meq/L
• Sat 02 : 92 (85-95) %
• Leher : KGB tidak membesar
• BE : -4 (-2,5 - 2,5) meq/L
• Paru
Rontgen Thorax
Inspeksi : dbn
Tampak gambaran perselubungan bilateral
Palpasi : dbn
Perkusi : redup pada seluruh Hasil RT-PCR Covid 19
lapang paru
Positi
Auskultasi uara dasar
bronkovesikuler dan suara napas
Hasil Kultur Sputum
tambahan ronkhi +/+

E
Isolate 1: Klebsiella pneumoniae
• Jantung : dbn

Diagnosis
Pneumonia ec bakteri disertai Covid- l 9Mx

Tatalaksana Tatalaksana
Non Farmakologi
Farmakologi • Vitamin C 200 - 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl
• Tirah baring 0,9% habis dalam 1 jam diberikan secara drips
• Diet cukup Intravena (IV) selama perawatan
kalori tinggi • Azithromycin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7
protein hari atau sebagai altematif Levofloksasin (karena banyak
• Fisioterapi bakteri yang sudah resisten dengan penisilin) dapat
dada 2x/hari diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis 750
mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari)
• Bila terbukti pasien menderita COVID19, maka dapat
diberikan: Oseltamivir 75 mg/12 jam oral selama 5-7
hari
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPIP
• Pengobatan simptomatik (Parasetamol, anti mual, dan
lain lain)
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada (Hipertensi
(i::m DM)
II. INTERPRETASI KASUS

KELUHAN UTAMA

Demam tinggi sejak 3 hari yang lalu

a. RPS

Demam naik turun dengan suhu tertinggi mencapai 39 C dan turun setelah minum
obat

Kemungkinan obat yang diminum oleh Tn. V bersifat simptomatis atau tidak
mengatasi penyebabnya dan hanya mengobati gejalanya sehingga demamnya
turun setelah minum obat dan naik kembali beberapa saat kemudian

Batuk berdahak berwarna kuning kehijauan dan sesak napas

Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk membersihkan jalan napas


dari partikel asing, sekret, iritan, dan mikroorganisme.

Batuk berdahak menandakan hipersekresi mukus sebagai akibat dari kondisi


peradangan pada saluran napas. Dahak berwama hijau kekuningan dapat
menandakan bahwa infeksi diakibatkan oleh bakteri dimana tubuh akan
mengeluarkan leukosit PMN yang menghasilkan ferdoperoxidase untuk
memfagosit bakteri sehingga membuat wama aahaknya menjadi kuning
kehijauan.

Sesak napas pasien ini juga dapat dikaitkan dengan penumpukan dahak sehingga
jumlah 02 yang masuk ke paru berkurang dan pasien merasakan sesak napas.

Nyeri kepala, seluruh badan sakit, lemas, mual, nafsu makan turun, dan nyeri
tenggorok

Nyeri kepala dapat dikarenakan perfusi 02 ke otak yang berkurang.

Seluruh badan sakit dan lemas dapat dikarenakan perfusi 02 ke tubuh yang
berkurang akan mengaktivasi metabolisme anaerob yang mana akan terbentuk
asam laktat sehingga pasien merasa sakit. Selain itu jumlah energi yang
dihasilkan metabolisme anaerob juga cenderung sedikit sehingga pasien dapat
merasa lemas.

Nyeri tenggorokan sendiri dapat dikarenakan adanya peradangan. Nyeri


tenggorokan ini juga dapat menyebabkan pasien nyeri saat menelan dan nafsu
makan pun turun.

Selain itu, nafsu makan menurun berhubungan dengan keluhan nyeri tenggorokan,
karena kemampuan indra perasa dan penghidu menurun sehingga berdampak pada
menurunnya nafsu makan.

1 hari yang lalu saturasi oksigen pasien turun menjadi 87%

Hal ini dapat menunjukkan gangguan difusi 02 pada alveolus yang mana bisa
disebabkan adanya penumpukan dahak di alveolus.

Ci
Kencing manis (+) Darah tinggi (+)

Keduanya dapat menjadi faktor risiko dimana diabetes sendiri dapat menurunkan
kemampuan sistem imun pasien sehingga umumnya penderita diabetes memiliki
kemampuan melawan infeksi yang lebih rendah dibandingkan dengan orang
normal. Kadar gula yang rendah pada penderita diabetes juga membuat bakteri
lebih mudah untuk berkembang biak, sehingga enderita lebih rentan untuk
mengalami infeksi.

b. RPD

c. RPK

d. RPO

Mengonsumsi obat penurun panas namun keluhan pasien tidak membaik

Karena kemungkinan obat yang diminum pasien simptomatis atau tidak


menghilangkan penyebabnya sehingga keluhan pasien dapat muncul kembali
Pasien saat ini sedang dalam pengobatan rutin adalah kencing manis (glimepiride
1 x 1 mg) dan darah tinggi (amlodipine 1 x 5 mg)

e. RPSos

2 tahun terakhir lebih sering dirumah namun sesekali ke kantor untuk rapat

Mengikuti rapat sendiri berarti bertemu dengan banyak orang yang mana bisa saja
menularkan penyakit dalam hal kurun waktu ini adalah Covid-19

Pasien selalu memakai masker dan hanya membukanya saat makan atau minum

Meski pasien hanya membuka masker saat makan atau minum pada saat itu juga
memungkinkan terjadinya infeksi dari mikroorganisme seperti virus Sars-CoV-2
yang menyebabkan penyakit Covid-19

Aktif merokok sejak 20 tahun yang lalu hingga saat ini. Rata-rata menghisap 3-5
batang rokok sehari

Pada rokok sendiri terkandung radikal bebas dimana ketika saluran pernapasan
terekspos dalam kurun waktu yang lama dapat menyebabkan iritasi sehingga
dapat mempermudah terjadinya infeksi

HIPOTESIS
MO ULE
1. Pneumonia

Diambil karena: Batuk berdahak kuning kehijauan, Demam, Sesak nafas,

2. Covid-19

Diambil karena: Sesak nafas, Nyeri tenggorokan, Demam, Badan terasa


lemas

3. TBParu
Diambil karena: Batuk berdahak, Sesak nafas

4. SARS/MERS

Diambil karena: Batuk, Sesak nafas, Demam, Seluruh badan sakit, Lemas

PEMERIKSAAN FISIK

KU: Tampak sakit berat, kesadaran compos mentis

Menandakan keluhan pasien sampai mengganggu aktivitasnya tetapi pasien masih


sadar penuh.

TB: 165 dan BB: 57

BMI 20,9 ---+ dbn


ILARA Ci
TD: 140/90 mmHg
Menunjukkan pasien mengalami hipertensi grade 1
IN
N: 112x/Mnt

Menandakan pasien mengalami takikardia

Ini merupakan kompensasi tubuh saat kekurangan pasokan 02 dimana jantung


akan bekerja lebih cepat untuk mendistribusikan 02 ke seluruh tubuh demi
memenuhi kebutuhan 02.

P: 34x / Mnt

Kompensasi tubuh saat 02 di jaringan berkurang sehingga laju pemapasan


meningkat yang dimaksudkan untuk mendapatkan pasokan 02 lebih banyak.

S: 38,9 C

Pasien mengalami demam dimana suhu meningkat menandakan adanya reaksi


inflamasi sistemik.

Mata: Konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik


- Menandakan keluhan pasien bukan disebabkan anemia

Leber: KGB tidak membesar

Paru:

- Inspeksi----+ dbn

- Palpasi----+ dbn

- Perkusi -----+ redup pada seluruh lapang paru, ini menandakan terdapat kelainan
pada paru dimana suara yang dihasilkan seharusnya sonor hal ini dapat
dikarenakan adanya penumpukan cairan pada paru

- Auskultasi: suara dasar bronkovesikuler dan suara napas tambahan ronkhi


+/+

Bronkovesikuler adalah suara normal napas normal

Ronkhi sendiri merupakan suara napas abnormal selama ekspirasi ketika udara
melewati jalur napas yang menyempit baik karena sekret, edema, atau tumor.

Jantung: dbn

PEMERIKSAAN PENUNJANG
RT
Hb : 12,7-----+ dbn (n: 12 - 16)
LE
Ht : 35,2-----+ Menurun (n: 37 - 43)

Leukosit : 14.170-----+ Naik hal ini dapat dipicu adanya infeksi (n: 5.000 - 10.000)

Eritrosit : 3.980.000-----+ Menurun (4 jt- 5,2jt)


LED : 24/jam-----+ Naik menunjukkan tubuh sedang mengalami inflamasi

ANALISIS GAS DARAH

pH : 7,43 (7,35 - 7,45)-----+ dbn

pC02 : 38,6 (35 - 45) mmHg----+ dbn


p02 : 62 (85 - 95) mmHg - Menurun, menunjukkan pasien mengalami
hipoksemia atau kadar 02 dalam darah dibawah batas normal

HC03 : 21 (21-25) meq/L - dbn

Sat02 : 92 (85-95) % - dbn

BE : -4 (-2,5 - 2,5) meq/L - Menurun, menunjukkan pasien mengalami


asidosis respiratorik atau peningkatan kadar asam tubuh yang disebabkan peningkatan
kadar CO2

RONTGEN THORAX

Tampak gambaran perselubungan bilateral

- Adanya gambaran massa berwama putih yang menandakan adanya infiltrate


ataupun cairan pada paru

Ci
Salah satu tanda pneumonia tahap lanjut

HASIL RT-PCRCOVID 19:


VALIN
- Positif.

SMART
HASIL KULTUR SPUTUM:
-
ULE
Isolate 1: Klebsiella pneumoniae

DIAGNOSIS
Pneumonia ec bakteri disertai Covid-19

Diambil karena:
- Diambil diagnosis ini karena pada anamnesis sendiri didapati sesak napas,
batuk, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, badan terasa sakit, dan
lemas.
Selain itu, diperkuat juga pada pemeriksaan fisik paru yaitu perkusi
didapatkan hasil redup seluruh lapang paru dan auskultasi terdapat ronchi
yang positif pada kedua lapang paru.

Pemeriksaan penunjang terdapat penurunan Sa02, peningkatan LED dan


leukosit yang menunjukan (+) infeksi & inflamasi.

Serta dengan ditemukannya hasil RT-PCR Covid-19 positif

Hasil kultur sputum menunjukkan adanya bakteri Klebsiella pneumoniae


dan hasil rontgen berupa perselubungan bilateral dapat memperkuat bahwa
pasien mengalami pneumonia ec bakteri

DIELIMINASI

1. TB

(-) Tidak ditemukan adanya dahak berdarah, tidak terdapat pembesaran KGB,
pada kultur sputum tidak ditemukan mycobacterium B, dan karena tidak terdapat
flek pada rontgen thorax

2. SARS/MERS

(-) Dieliminasi karena pada pemeriksaan RT-PCR COVID 19 hasilnya positif,


seharusnya negatif

TATALAKSANA

Tatalaksana Non-Farmakologi berupa:

• Tirah baring ---+ Dilakukan untuk mengurangi aktivitas tubuh, mengurang1


kebutuhan oksigen tubuh sehingga tubuh dapat fokus pada proses penyembuhan.

• Diet cukup kalori tinggi protein ---+ Diet yang mengandung energi dan protein
di atas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah
bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan daging.

• Fisioterapi dada 2x/hari ---+ Fisioterapi dada merupakan salah satu tindakan
untuk membersihkan dahak pada saluran napas dengan menggunakan bantuan
gravitasi dan untuk memebantu paru bekerja seperti semula karena pada
pneumonia sendiri alveolus terendam air sehingga kerjanya berkurang.

Tatalaksana Farmakologi berupa

• Vitamin C 200 - 400 mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drips Intravena (IV) selama perawatan ---+ Vitamin C efektif
dalam mencegah peroksidasi lipid yang disebabkan oleh akumulasi ROS dan
sebagai antioksidan untuk meningkatkan dan menjaga sistem imun tubuh.

• Azithromycin 500 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari atau
sebagai alternatif Levofloksasin (karena banyak bakteri yang sudah resisten
dengan penisilin) dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri: dosis
750 mg/24 jam per iv atau per oral (untuk 5-7 hari) ---+ Azithromycin bekerja
dengan menghambat sintesis protein bakteri dengan cara berikatan pada subunit
ribosomal 50-S dan ikatan polipeptida mikroba. Azithromycin bersifat basa
sehingga lebih mudah dan lebih cepat berpenetrasi ke dailam mikroba

• Bila terbukti pasien menderita COVID19, maka dapat diberikan:

Oseltamivir 75 mg/12 jam oral selama 5-7 hari---+ Oseltamivir adalah prodrug
dari oseltamivir karboksilat. obat antivirus penghambat enzim neuraminidase yang
dimana menyebabkan penghambatan replikasi virus COV-2. Biasa digunakan
untuk terapi dan profilaksis infeksi virus influenza tipe A dan B

• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPIP

• Pengobatan simptomatik (Parasetamol, anti mual, dan lain-lain)

• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada (Hipertensi dan DM)

---+ Amlodipine = menghambat Ca dihidropiridin dengan dosis 2.5 mg 1 kali/


hari. maksimal 10 mg 1 kali/ hari. Berfungsi juga sebagai penghambat masuknya
virus ke dalam tubuh karena merupakan CCB/ calcium channel blocker.

---+ Glimepiride = mengurangi glukosa darah dengan merangsang pelepasan


insulin. dosis = 1 mg lx/ hari. dengan efek samping pada gastrointestinalnya
adalah mual dan muntah
III. CLINICAL SCIENCE
CORONA VIRUS DISEASE-19 (COVID-19)

A. DEFINISI

COVID-19 adalah penyakit akibat infeksi virus severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2). COVID-19 dapat menyebabkan gangguan system pemapasan,
mulai dari gejala yang ringan seperti flu, hingga infeksi paru-paru, seperti pneumonia.

B. ETIOLOGI

Covid-19 disebabkan oleh Coronavirus yang merupakan virus RNA strain tunggal
positif, berkapsul dan tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Coronaviridae.

Virus ditularkan melalui kont angsung dengan droplet dari orang yang terinfeksi
(dihasilkan melalui batuk dan bersin). Seseorang juga dapat terinfeksi dari menyentuh
permukaan ang terkontaminasi virus dan menyentuh wajah mereka (misalnya mata, hidung,
mulut).

SMART
C. EPIDEMIOLOGI

1. Epidemi Covid-19 meluas pada awal Desember dari Wuhan, kota ke-7 terpadat di
China, di seluruh China dan kemudian meluas ke sejumlah negara yang terns
bertambah.
2. Kasus pertama Covid-19 di luar China didiagnosis pada 13 Januari 2020 di Bangkok
(Thailand).
3. Pada 2 Maret 2020, 67 wilayah di luar daratan China telah melaporkan 8.565 kasus
yang dikonfimasi Covid-19 dengan 132 kematian, serta penularan yang signifikan
terjadi di beberapa negara di seluruh dunia, termasuk Iran dan Italia.
4. Dinyatakan sebagai pandemi global oleh WHO pada 11 Maret 2020.
5. Per I Maret 2020,jumlahkasus terkonfimmasi di Indonesia adalah 1.341.314.
Tobie I
ad
.....
o!SAIIS. !DIS -S CO\'ll>-19
MIU CO\'lD-19

.
T J-.:01: o..-v:01•
wau<ov \·:
Jt:.W. An -.a..
::.-- c10>; ,·

..
u,•

..... _.., ..
IOl>l>
k .C.V qtC
:.-ta4
·1
.• '"
...,. Dde k &.f,UI.INY.._,..dtiM:_iact dt. deM WIUli
iuu,a.•4 ..._aiad
- i.-u,.....................................................................-

ACC

.. ACC

-
--
Q

,
tu tu
--· -- - fcqt -a' Nil ......,. ,
.ilutka,. 1hl-um1,-
_,. ,_ olku.i.
r--..en'1718tlN&t...,,..........,

,
.,.
4iar.tt1

...
K
a:T-PQ.. dT-PCa. aT-L4MP. rKT-t...uo' KT-,0..111'.T-Ka. T-L. url7 ra:Tt.uu'

r,
..
c............
4ir.ttttMalat
G _,auruNa ...,...,.. ....,
c...u,.....M.1tt t
1a1-
l

.
D. FAKTOR RISIKO
1. Lansia ( > 60 tahun). ODULE
2. Orang dengan kondisi medis tertentu seperti diabetes, gangguan jantung,
gangguan pemapasan, dan hipertensi.
3. Merokok.

4. Pada anak-anak masih diteliti.


RT
E. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan klasifikasi klinis
LE
Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi :
• Sakit ringan tidak berkomplikasi
Kondisi ini mempakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa
gejala yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam,
batuk, dapat disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung,
malaise, sakit kepala, dan nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada
pasien dengan lanjut usia dan pasien immunocompromises presentasi
gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain itu, pada beberapa
kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatif ringan.
Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya
dehidrasi, sepsis atau napas pendek.
• Sakit sedang pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun
tidak ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia
tidak berat ditandai dengan batuk atau susah bemapas. atau tampak
sesak disertai napas cepat atau takipneu tanpa adanya tanda
pneumonia berat.

• nit
• m
nit.
• Sakit berat pneumonia berat
Pada pasien dewasa
► Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi
saluran napas.
► Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas :
>30x/menit), distress pemapasan berat atau saturasi oksigen
pas1en.

s
nit

I)

MC
m m utuhk n

m mbutuhkan
tk
Pada pasien anak-anak
Gejala : batuk atau tampak sesak, ditambah satu diantara kondisi
berikut:
► Sianosis central atau SpO2
► Distress napas berat (retraksi dada berat)
► Pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau menyusu atau
minum; letargi atau penurunan kesadaran; atau kejang
F. GEJALA KLINIS

Terkait Covid-19, secara umum temuan gejala klinis tidak spesifik, seperti
dispnea, demam, batuk, dan sakit kepala. Tingkat keparahan infeksi dapat bervariasi dari
pasien tanpa gejala hingga kasus pneumonia berat yang dapat menyebabkan kematian.

• Gejala Covid-19 yang paling umum adalah:


1. Demam
2. Batuk kering
3. Kelelahan
• Gejala lain yang kurang umum dan dapat mempengaruhi beberapa pasien :
1. Kehilangan kemampuan rasa atau bau
2. Hidung tersumbat
3. Konjungtivitis
4. Sakit tenggorokan

5. Sakit kepala
6. Nyeri otot atau sendi
RA Ci
rJ. Berbagai jenis ruam kulit
8. Mual atau muntah ALIN
ART
9. Diare
10. Menggigil atau pusing

ULE
• Gejala yang parah termasuk :
1. Sesak napas
2. Kehilangan nafsu makan
3. Linglung/kebingungan
4. Nyeri atau tekanan yang terus-menerus di dada
5. 5. Demam (di atas 38*C).
• Gejala lain yang kurang umum :
1. Kesadaran berkurang (terkadang berhubungan dengan kejang)
2. Gelisah
3. Depresi
4. Gangguan tidur
5. Komplikasi neurologis yang lebih parah dan jarang terjadi seperti stroke,
radang otak, delirium dan kerusakan saraf.
Di sisi lain, penelitian menunjukkan sejumlah kecil pas1en asimtomatik.
Kelompok ini terutama terdiri dari kaum muda dan wanita tanpa penyakit yang
menyertai, yang tidak memiliki peningkatan protein C-reaktif (CRP) yang signifikan dan
tidak sering menunjukkan temuan radiologis. Meskipun persentasenya rendah, kasus
asimtomatik merupakan skenario yang sulit untuk dikendalikan, bahkan dengan adanya
satu kasus yang tidak teridentifikasi, karena virus mudah disebarkan oleh tetesan yang
terkontaminasi dan penularan pasien ini tampaknya setara dengan pasien bergejala.

G. DIAGNOSIS

• Anamnesis
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama
demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bemapas atau sesak.
Perlu dicatat bahwa demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan,
terutama pada usia geriatri atau pada mereka dengan imunokompromis. Gejala
tambahan lainnya yaitu nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah.
Pada beberapa kondisi dapat terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas
akut berat (Severe Acute Respiratory Infection-SAR). Definisi SARI yaitu
infeksi saluran napas akut dengan riwayat demam (suhu2 38*C) dan batuk
dengan onset dalam 10 hari terakhir serta perlu perawatan di rumah sakit. Tidak
adanya demam tidak mengeksklusikan infeksi virus.
• Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung nngan atau beratnya
manifestasi klinis.
► Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
► Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan
darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi oksigen dapat
normal atau turun.
► Dapat disertai retraksi otot pemapasan.
► Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan
dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara
napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.
• Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks
Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada
stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial
yang jelas menunjukkan di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi
bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat,
dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan "white-lung" dan efusi pleura Garang).

• Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah


► Salman napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring)
► Salman napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)
Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia).
Ketika melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat. Ketika
mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral (dacron steril atau
rayon bukan kapas) dan media transport virus. Jangan sampel dari tonsil atau
hidung. Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia atau
sakit berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi
diagnosis dan tambahan saluran napas atas dan bawah direkomendasikan. Klinisi
dapat hanya mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung tersedia
seperti pasien dengan intubasi. Jangan menginduksi sputum karena meningkatkan
risiko transmisi aerosol. Kedua sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat
diperiksakan jenis patogen lain. Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan
pemeriksaan serologi.
Pada kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel
dari saluran napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus. Frekuensi
pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua sampel serta secara
klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan untuk keperluan
pencegahan infeksi dan transmisi, specimen dapat diambil sesering mungkin
yaitu harian.
► Bronkoskopi
► Fungsi pleura sesuai kondisi
► Pemeriksaan kimia darah
o Darah perifer lengkap
Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung Jems
limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP
meningkat.
o Analisis gas darah
o Fungsi hepar (Pada beberapa pas1en, enz1m liver dan otot
meningkat)

o
o
Fugsi ginjal
Gula darah sewaktu ALIN
o Elektrolit
o Faal hemostasis ( PT/APTT, D-dimer), pada kasus berat, D-dimer
meningkat
o Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
o Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)
• Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas (sputum,
bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah untuk bakteri dilakukan,
idealnya sebelum tempi antibiotik. Namun, jangan menunda tempi antibiotik
dengan menunggu hasil kultur darah).

• Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).


l Ah'tlt°"fOI I,..._.. IO Of raidffOitffl theCOYl>-11
L rww or wspec:ted ,......,ory infK.tJOn
oaoor p,l'IIC lfMI.,. hit u d"1' pnor to 2.. CMltCT r.ld Maaemtics
l'{fflOIOntonML
ofCOYt0-11,
°'probab

.....
2. 0oee COIIIUld ...,.th .. conrirmect Cbl of
J. LtbofMa.y t_.. i.how tnd tM toe.ti
00Vt0•19-, Iha 1• daV'J P,ICN 10 ttfflP(Gm c,nwt..

--·
l WOf'ked or 1tlW1ded • hNtth ure y ,n UM n un-,bf,r Of leuluJcrte; In PllftPMfJII blOod II ncwmal
1• d#il pnot to CN'lla( o1 Jy,nptO,M WMf'9 patttms .,
Wl-t "°5plllll IU00eted COI/IO-lt lnNCllDM haw

t A tli<lf' lnOdifnot O' COVIO--ll 11- .-Mtn


11'11a
WNIII .... ( "10fe Z tn of COYID•lt
- lina illfl'tlty,ott'ICO-.ndadlool) All

Qu.et titw in tilOl;IW-,c;,omol


d... r,no....hoop,IOl lof U .._.
An one Queunune ln ... '°°"1ol
clotignolod......,............u-
ttomc llltlfflt\t'lty.._t homftlMI lNY.. 1
•-.;po.Md e:o • COVI0--1t •.(poMd IO I COYIO-lt Pl

l
p111...,_ ftt
-ol

1
COVIO-lt

lii:NI·• IT-,atorwumspt1e1r
l ltNl-clmitn-PQ or Nl'UM ll)ICeflcJ
antibody,.. , fo, SAltS-COV-2 ..,W>ody-,,ro,SAlt$,C.,V.J
1. Rul-bl'M ,....,_ trantenption pot)rM,t.. Cft,_.
-.;ity fot SAJIS--CoV•2 Jtudil!lc: add

rwo fVe(r,w,lmt.in 2.--c- -_.ng ....


24 h pkno lftf8'V I) -'"9."""'°"'0I'
-· lff•l'CR-tor WdhSAIS-CoV-2..
'l'WJIR'NA_, 1. $.Hum trpeOlk IOM and lgC .atiboditi tor
SAAS-
chMget ''°" uw t0
ooaltNt o, a11 bod
Dow......._.. .....11"1 COPlililffdrlt HtCfMMd mo,• lhll\ • o,_,. di.c,-, otha-,_.""Y
IY"f"P&Qffll of COVID•JI wnnUIMPrlted With acute MaOL P,•thog,lm, l'IOnln'-ctCK.adMfle
qwta,,t.._ penod_J dWl"I qwttll\btllt,-od

ktentrfy d.tM.ue .NYW1CJ of PltMnt. I

H. KOMPLIKASI

Komplikasi pasien Covid-19 antara lain sebagai berikut


E
1. Radang paru-paru
2. Gagal pemapasan hipoksemik / Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
3. Kerusakan alveolar difus
4. Infeksi bakteri sekunder
5. Sepsis dan syok septic
6. Cedera jantung
7. Kardiomiopati
8. Aritmia
9. Kematianjantung mendadak
10. Cedera ginjal akut
11. Disfungsi hati
12. Kegagalan multiorgan
13. Tromboemboli
14. Pendarahan gastrointestinal
15. Penyakit kritis polineuropati/miopati

I. PENCEGAHAN

Seperti halnya infeksi saluran pemapasan lainnya seperti flu atau flu biasa, tindakan
kesehatan masyarakat sangat penting untuk dilakukan memperlambat penyebaran
penyakit. Tindakan kesehatan masyarakat adalah tindakan pencegahan sehari-hari yang
meliputi:

1. Menggunakan masker wajah.


2. Menutupi batuk dan bersin dengan tisu.
A G
3. Mencuci tangan secara teratur dengan sabun atau desinfeksi dengan pembersih
tangan yang mengandung setidaknya 60% alkohol.
4. Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi.
5. Menjagajarak yang sesuai dari orang-orang.
6. Menahan diri dari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang tidak
dicuci.
7. Pertahankan jarak setidaknya 1 m (3 kaki) dengan siapa saja yang batuk atau
bersin.
8. Pelacakan kontak erat.
9.

J. TATALAKSANA

FARMAKOLOGI

1. Pemeriksaan PCR Lab

• Pengambilan swab di hari ke-1 dan 2 untuk penegakan diagnosis. Bila


pemeriksaan di hari pertama sudah positif, tidak perlu lagi pemeriksaan di
hari kedua, Apabila pemeriksaan di hari pertama negatif, maka
diperlukan pemeriksaan di hari berikutnya (hari kedua).
• Pada pasien yang dirawat inap, pemeriksaan PCR dilakukan sebanyak tiga
kali selama perawatan.
• Untuk kasus tanpa gejala, nngan, dan sedang tidak perlu dilakukan
pemeriksaan PCR untuk follow-up. Pemeriksaan follow-up hanya
dilakukan pada pasien yang berat dan kritis.
• Untuk PCR follow-up pada kasus berat dan kritis, dapat dilakukan setelah
sepuluh hari dari pengambilan swab yang positif.
• Bila diperlukan, pemeriksaan PCR tambahan dapat dilakukan dengan
disesuaikan kondisi kasus sesuai pertimbangan DPJP dan kapasitas di
fasilitas kesehatan masing-masing.
• Untuk kasus berat dan kritis, bila setelah klinis membaik, bebas demam
selama tiga hari namun pada follow-up PCR menunjukkan hasil yang
positif, kemungkinan terjadi kondisi positif persisten yang disebabkan
oleh terdeteksinya fragmen atau partikel virus yang sudah tidak aktif.
Pertimbang an nilai Cycle Threshold (CT) value untuk menilai infeksius
atau tidaknya dengan berdiskusi antara DPJP dan laboratorium pemeriksa
PCR karena nilai cutt offberbeda-beda sesuai dengan reagen dan alat yang
digunakan.

2. Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;


LE
• Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
• Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
• Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30
hari),
• Dianjurkan multivitamin yang mengandung
• vitamin C,B, E, Zink

3. Vitamin D

• Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,


tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk, sirup)
• Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan tablet
kunyah 5000 IU)

4. Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modem Asli


Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis
pas1en.
5. Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.

NON-FARMAKOLOGI

• Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi dengan
anggota keluarga
• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering mungkin.
• Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)


Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
G
• Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
• Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya (sebelum jam 9
pagi dan setelahjam 3 sore).
• Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik / wadah
tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum dicuci
dan segera dimasukkan mesin cuci
• Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
• Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi
peningkatan suhu tubuh > 380C

K. PROGNOSIS

Data awal menunjukkan tingkat kematian yang dilaporkan berkisar dari 1%


hingga 2% tergantung pada penelitian dan negara. Mayoritas kematian terjadi pada pasien
berusia di atas 50 tahun. Anak-anak kecil tampaknya terinfeksi ringan tetapi dapat
berfungsi sebagai vektor untuk penularan tambahan.
DILARANG
MENVALIN
SMART
MODULE
L. PATOFISIOLOGI

I
n,........J0."1l
[

Aogi·

ldlLfiJ
dam ,mb .gmmm.
p

I , TL..ti, TNF .

( )

o,
DILARANG
MENVALIN
SMART
MODULE
PNEUMONIA EC BAKTERI (SKDI 4)

A. DEFINISI
Peradangan akut parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius yang menimbulkan konsolidasi paru yang terkena dan
pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang, dan fibrin

B. ETIOLOGI
1. Pneumonia tipikal
Pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, Haemophilus
injluenzae, Staphylococcus aureus, streptococcus grup A, Moraxella
catarrhalis, bakteri anaerob, dan bakteri gram negatif aerobik
2. Pneumonia atipikal
Sebagian besar disebabkan oleh Legionella, Mycoplasma pneumoniae,
Chlamydia pneumoniae, dan Chlamydia psittaci
3. CAP
Penyebab paling umum adalah S. pneumoniae, Klebsiella pneumoniae,
Haemophilus injluenzae, dan Pseudomonas aeruginosa
4. HCAP dan HAP
Biasanya disebabkan oleh MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus
aureus) dan Pseudomonas aeruginosa
5. VAP
Agen penyebab VAP termasuk dalam agen multi-drug resistant (MDR)
(misalnya, S. pneumoniae, Strep spp lainnya, H. injluenzae, dan MSSA)
dan non-MDR (misalnya, P. aeruginosa , Staphylococcus aureus yang
resisten methicillin , Acinetobacter spp. dan Enterobacteriaceae yang
kebal antibiotik) bakteri patogen

C. EPIDEMIOLOGI
• Angka kejadian pneumonia lebih sering terjadi di negara berkembang
• Pneumonia menyerang sekitar 450 juta orang setiap tahunnya
• Di dunia tercatat 9,2 juta jiwa meninggal dalam periode 1 tahun
• Menurut RISKESDAS tahun 2018, prevalensi pneumoma berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan yaitu sekitar 2%

D. FAKTORRISIKO
• Merokok
Merokok dapat mengganggu transport mukosiliar dan menurunkan daya
tahan tubuh untuk melawan patogen penyebab pneumonia
• Infeksi virus
• Gangguan menelan/ disfalgia
• Gangguan kesadaran dan ingatan misalnya stroke dan demensia yang
kemungkinan dapat terjadi aspirasi
• Penyakit paru kronis (12,6% pasien dengan PPOK mengalami setidaknya
1 episode pneumonia dalamjangka 3 tahun)
• Penggunaan kortikosteroid inhalasi
• Diabetes mellitus (diabetes berasosiasi dengan peningkatan lama rawat

N
dan mortalitas pasien)
• Penyakit yang menurunkan daya tahan tubuh
• Penyakit hati kronis

Penyakit jantung
ART
Meningkatkan risiko kolonisasi bakteri, mengganggu refleks batuk,
mengganggu transport mukosiliar dan terjadi gangguan pada pertahanan
sistem seluler

E. KLASIFIKASI
Pneumonia ec bakteri diklasifikasikan juga berdasarkan cara penularannya
1. CAP (Community-acquired pneumonia)
Pneumonia yang didapat dari masyarakat (paling umum terjadi) atau
dalam waktu 48 jam setelah masuk rumah sakit

2. Pneumonia nosokomial: pneumoma yang berkembang di lingkungan


rumah sakit
a. HAP (Hospital-acquired pneumonia)
Pneumonia pada pasien yang tidak diintubasi yang berkembang
setelah 48 jam rawat inap
b. VAP (Ventilator-associated pneumonia)
Pneumonia yang berkembang setelah 48 jam atau lebih diintubasi
untuk ventilasi mekanis
c. HCAP (Healthcare-associated pneumonia)
Pneumonia yang didapatkan di fasilitas kesehatan, seperti panti
jompo, pusat dialisis, klinik rawat jalan, atau pasien dengan
riwayat rawat inap dalam tiga bulan terakhir

F. GEJALA KLINIS
1. Pada dewasa
• Keadaan mental yang membingungkan atau delirium, terutama
pada orang tua
• Sesak napas
• Demam
• Menggigil
• Berkeringat banyak
• Batuk produktif
• Nyeri pleuritik (jika ada keterlibatan dengan pleura)
• Mual, muntah, dan diare (pada 20% pasien)


Kehilangan selera makan

2. Pada anak
• Sesak napas
• Kesulitan makan atau minum
• Didahului gejala infeksi saluran pemapasan atas, seperti rhinitis
dan batuk
• Pada anak yang berusia lebih tua dapat muncul demam tinggi,
batuk, atau nyeri dada
• Sianosis pada bibir dan kuku
G. DIAGNOSIS/ PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
Untuk mengetahui kemungkinan bakteri penyebab yang berhubungan
dengan faktor infeksi
a. Evaluasi faktor predisposisi: PPOK (H. injluenzae), penyakit
kronis, kejang tidak sadar (aspirasi gram negatif, anaerob),
penurunan imunitas (bakteri gram negatif)
b. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S.
pneumoniae); perlahan, dengan batuk, dahak sedikit (M.
pneumoniae)

2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi: Fremitus taktil meningkat/ menurun
Perkusi: pekak (jika ada konsolidasi atau redup (jika ada efusi pleura)
Auskultasi: rhonki basah kasar, suara napas bronchial, pleural friction rub

LIN
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis

• Terdapat pola gambaran air bronchogram (airspace disease)


misalnya oleh Streptococcus pneumoniae,
bronkopneumonia (Segmental disease) oleh Staphylococcus

I• Gambaran infiltrat, konsolidasi lobus, atau kavitas.


Proyeksi yang dibutuhkan adalah posteroanterior (PA) dan
lateral.
• Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau
inferior lobus atas sugestif untuk bakteri aspirasi. Namun,
pada pasien yang tidak sadar, lokasi bisa di mana saja.
Infiltrat di lobus atas sering disebabkan oleh Klebsiella
spp., tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat
terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteremia
• Bentuk lesi berupa kavitas dengan air1[uid level mengacu
untuk abses paru, infeksi anaerob, gram negatif atau
amiloidosis
• Efusi pleura dengan pneumoma senng ditimbulkan S.
pneumonia, dapat juga oleh bakteri anaerob, S. pyogenes, E.
coli, dan Staphylococcus (pada anak anak). Kadang
disebabkan juga oleh K. pneumonia, P. pseudomallei

• Pembentukan kista terdapat pada pneumonia nekrotikans/


supurativa, abses, dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis
jaringan paru oleh bakteri S. aureus, K. pneumoniae, dan
bakteri anaerob (Streptococcus anaerob, Bacteroides,
Fusobacterium)
• Pengulangan pengambilan foto perlu dilakukan untuk
melihat kemungkinan adanya infeksi sekunder atau
tambahan, efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau
pembentukan abses. Pada pas1en yang mengalami
perbaikan klinis, pengulangan pengambilan foto thorax
dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12
mmggu
b. Tes darah
Tes ini dapat digunakan untuk melihat apakah ada infeksi dan
apakah infeksi telah menyebar ke aliran darah (kultur darah).
Leukositosis (biasanya 15.000- 30.000/mm3 umumnya menandai
adanya infeksi bakteri. Leukopenia (prognosis buruk)
menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi
kuman gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan
dan gangguan kekebalan

c. Kultur dahak
Tes ini dilakukan pada bahan yang dibatukkan dari paru-paru dan
masuk ke mulut (Sputum). Ini sering digunakan untuk melihat
apakah ada infeksi di paru-paru. Bakteri yang predominan pada
sputum yang disertai PMN yang kemungkinan adalah penyebab

.
infeksi.
.,.
d. Kultur cairan pleura
Dalam tes ini, sampel sampel cairan diambil dari rongga pleura.
Ini adalah ruang antara paru-paru dan dinding dada. Jarum
panjang dan tipis dimasukkan melalui kulit di antara tulang rusuk
dan ke dalam rongga pleura. Cairan ditarik ke dalam spuit yang
terpasang pada jarum. Ini dikirim ke laboratorium di mana itu
diuji untuk mengetahui bakteri mana yang menyebabkan
pneumonia.

e. CT-Scan
Dilakukan apabila secara klinis mendukung ke arah pneumonia,
tetapi hasil foto thorax negatif

f. CURB-65 dan PSI


Skor yang digunakan untuk menentukan perawatan. Interpretasi
dari skor CURB-65 dan PSI:
• Skor CURB-65 0-1 dan PSI kelas risiko I dan II: risiko
rawatjalan
• Skor CURB-65 2:2 atau PSI kelas risiko II-IV: rawat inap
(CURB-65 2 dapat dirawat di ruang rawat inap biasa,
sementara CURB-65 2:3 biasanya membutuhkan ICU)

CURB-65 Clinical Feature Points

C Confusion

u Urea > 7 mmol/L

R RR 2!: 30

SBP s 90 mm Hg OR
B DBPs60 mm Hg

65 Age>65

Risk group 30-day mortality Management

Low risk, consider home


0-1 1.5%
treatment

Probably admission vs close


2 2 9.2%
outpatient management

3-5 3 22% Admission, manage as severe

D •Age
(1 point per
Co-morbidities

•Neopl•la+30
Physical exam I
vital signs
• Mental confusion +20
Laboratory /
imaging
• Arterial pH +30

M
•Uv•dl-+20 • Rasplr111Dry ralll +20 •BUN+20
year) Male Yr • CHf +10 •SBP+20 •Sodium +20
Female Yr -10 • Cerebrovascular •Tempera1ure+15 •Glucose+10
• Nursing home di■-•10


• Tachycardia +15

..
• Hematocrlt +10
residency +10
• Renal di•- +10 • Pleural effusion +10
atlon+10

Risk class Mortality(%) Recommended site of care


(Points)
I (<50) 0.1 Outpatient
II(51-70) 0.6 Outpatient
Ill (71-80) 2.8 Outpatient or brief inpatient
IV(91-130) 8.2 Inpatient
V >130 29.2 Inpatient

H. TATA LAKSANA
• Terapi awal berupa oksigen, antipiretik, dan antibiotik empirik (kemudian
disesuaikan dengan hasil kultur)
• Lama terapi umumnya selama 7-10 hari, minimal 5 hari dengan periode
bebas demam 48-72 jam
• Pada infeksi M. pneumoniae dan C. pneumoniae, antibiotik diberikan
selama 10-14 hari
• Pasien dengan terapi steroid jangka panjang, antibiotik diberikan selama
14 hari atau lebih

Ruang perawatan Kelompok Terapi

Rawat Jalan Sebelumnya sehat dan tidak Makrolid


menggunakan tempi • azitromisin: 500mg
antimikrobial dalam 3 bulan pada hari pertama
terakhir diikuti 250 mg/hari
selama 4 hari
• Klaritromisin 2x500mg
selama 5 hari, atau
Golongan beta laktam, dapat

I ARA ditambah anti betalaktamase,


atau

M
Doksisiklin PO 2xl00mg
Memiliki komorbiditas, seperti Fluoroquinolone resp1ras1
penyakit jantung kronik, (Levofloxacin 750 mg,
penyakit paru, liver, diabetes moksifloksasin), atau
mellitus, keganasan, atau Beta laktam ditambah
menggunakan obat makrolida
antimikrobial dalam 3 bulan • Amoksisilin dosis
terakhir tinggi 3x1 gram/hari
atau amoksisilin
klavulanat 2x2
gram/hari; altematifnya
antara lain seftriakson,
sefpodoksim 2x200 mg
atau sefuroksim 2x500
mg
• Makrolida azitromisin
atau klaritromisin;
doksisiklin dapat
diberikan sebagai
altematif makrolida

Berada di daerah dengan Dapat menggunakan terapi


tingkat infeksi tinggi (25%) altematif untuk semua pasien,
dengan tingkat Streptococcus termasuk pasien yang tidak
pneumoniae resisten makrolida memiliki komorbiditas
yang tinggi (MIC 2: 16 ug/mL)

Rawat inap non-ICU Fluoroquinolone resp1ras1

(Levofloksasin IV 750 mg,


moksifloksasin IV 400 mg/
hari) atau

Beta laktam ditambah

DI ARA makrolid
• Ceftriaxone IV 1-2

M VALi gram/hari,
IV 1-2
cefotaxime
gram/hari,

MART ampicillin-sulbactam
IV 1,5-3 gram/6 jam

MO ULE
• Azitromisin (IV/PO
500 mg/hari) atau
klaritromisin

Rawat inap ICU Beta laktam (cefotaxime,


seftriakson, atau ampisilin
sulbaktam) ditambah makrolid
(azitromisin) atau
fluorokuinolon resp1ras1
intravena seperti levofloksasin
atau moksifloksasin

Perhatian khusus Jika dicurigai adanya Antipneumococcal,


Pseudomonas antipseudomonal beta lactam
• Piperasilin-tazobaktam
(IV 4,5 gram/6jam)
• Cefepime (IV 2 gram/8
jam)
• Imipenem (IV 500
mg/6 jam)
• Meropenem (IV 1
gram/8jam)
Ditambah levofloxacin 750 mg
atau siprofloksasin 400 mg/8
Jam
Beta laktam di atas ditambah
aminoglikosida dan

I ARA
azitromisin, atau
Beta laktam di atas ditambah
aminoglikosida dan

M NYALI fluorokuinolon
pneumokokal (untuk
anti
alergi

MART penisilin, beta laktam diganti


dengan aztreonam)

Jika dicurigai adanya CA- Tambahkan vankomisin IV 15


MRSA mg/kg/12 jam atau linezolid
IV 600 mg/12 jam

I. KOMPLIKASI
• Dapat terjadi komplikasi pneumoma ekstrapulmoner yaitu meningitis,
arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. Terkadang
dijumpai komplikasi ekstrapulmoner non infeksius bisa dijumpai yang
memperlambat resolusi gambaran radiologi paru, seperti gagal ginjal,
gagaljantung, dan infark miokard akut
• Efusi pleura
Pneumonia dapat menyebabkan penumpukan cairan di rongga pleura. Jika
jaringan terinfeksi, perlu dikeringkan melalui tabung dada atau dilakukan
pengangkatan dengan operasi
• Abses paru
Terjadi karena ada penumpukkan pus pada bagian paru. Hal ini terjadi jika
pasien memiliki riwayat bakteremia atau sistem kekebalan tubuh yang
lemah
• Bakteremia
Bakteri yang menyebabkan pneumonia dapat masuk ke dalam aliran darah
dan menyebabkan infeksi ke organ lain, kemudian menyebabkan
kegagalan organ. Bakteremia dapat menjadi pemicu terjadinya syok septik
yang menyebabkan tekanan darah rendah sehingga jantung tidak dapat
memompa darah ke organ lain

J. PROGNOSIS
Prognosis ditentukan oleh 3 faktor utama: usia pasien, kesehatan secara umum
(Ada tidaknya komo1ibiditas), dan setting tempi antibiotik. Laju mortalitas pasien
rawat jalan adalah <l %, sementara pasien rawat inap bervariasi dari 5-15%,
meningkat menjadi 20-50% pada pasien ICU
Pneumonia komunitas anak tanpa komplikasi akan mengalami perbaikan klinis
dalam 48-96 jam setelah inisiasi antibiotik. Kebanyakan pasien tidak mengalami
sekuele paru setelah mengalami pneumonia komunitas
1. Pneumonia komunitas (CAP)
Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumococcus sebesar 5%,
tetapi dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk.
Mortalitas yang tinggi berkaitan dengan "faktor perubah" yang ada pada
pas1en

2. Pneumonia nosokomial
Angka mortalitas dapat mencapai 33-50% yang dapat mencapai 70% bila
termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya.
Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteremia terutama oleh Ps.
aeruginosa atau Acinobacter spp.
DILARANG
MENVALIN
SMART
MODULE
K. PATOFISIOLOGI

!iiil,

,. -v.;-..

.1-.-J
-

,i;,orJ-·I,.
II

I
._,,. p

I
dw- r ..-

-.i,.
--, ,v'rl'!.l-
' -;"ll!;-

1
ill .............WT
i I

,or"'_-;
--r-
I
'"iit '(!il #lflllJ llplim-
• I
'
,
....
....--
-- _,,,.· - dn.fnCII, .
'l!Ow. tlll
--
I

•Usia pasien yang sudah pada usia degenerasi, sehingga kekebalan tubuh atau
daya tahan tubuh sudah menurun

• Lalu pasien juga ada kencing mams, keadaan darah yang lebih kental akibat
banyak gula menyebabkan sel mudah lisis, termasuk sel imun, jika sel imun
berkurang maka daya tahan tubuh juga menurun

• Lalu riwayat merokok juga dapat melemahkan ekebalan tubuh, toksin/ racun
karsinogen dan tamya dapat meningkatkan ROS yang dapat merusak sel epitel
respirasi. Lalu sel epitel kolumnar bersilia mengalami metaplasia dan berubah
menjadi epitel skuamosa. Perubahan ini dapat menyebabkan fungsi silia menurun
sehingga mudah terinfeksi patogen.

• Zat racun dan tar juga dapat membuat kekebalan tubuh jadi kurang efektif
bekerja, terutama yang ada di pemafasan

• Pasien sebelumnya kemungkinan terinfeksi oleh droplet salah satu orang di


kantomya yang terinfeksi covid 19 dan dibuktikan dengan hasil PCR Covid 19
nya positif

• Hal ini juga kemungkinan diakibatkan melemahnya daya tahan tubuh sehingga
dapat terinfeksi

• Virus covid masuk melalui hidung/nasal, dan memperbanyak diri di dalam sel,
dan keluar sel nantinya akan masuk menuju saluran pemafasan bawah
• Virus yang masuk menuju ke saluran nafas bawah, dengan target utamanya ada
di alveolus. spike dari virus covid berikatan dengan reseptor ACE 2 di sel epitel
alveolar. lalu virus masuk dan menggunakan ribosom sel host untuk
memperbanyak diri

• Setelah memperbanyak diri, sel virus banyak yang keluar dari sel, dan ditangkap
oleh APC, dengan cara berikatan dengan MHC kelas 1 dan
mempresentasikannya pada permukaan sel APC, sehingga dapat dikenali oleh sel
T naive yang nantinya aktif dan menjadi sel T helper

• Sel t helper akan memberi sinyal ke sel T sitotoksik untuk membunuh sel yang
terinfeksi

• Sel T helper juga memberi sinyal kepada sel B, berubah menjadi sel Plasma, dan
menghasilkan antibodi dan sitokin proinflamasi

• Sel yang terinfeksi nantinya akan mengeluarkan interferon yang dapat


mengaktivasi makrofag untuk fagositosis dan mengeluarkan sitokin proinflamasi
berlebih (IL-1, IL-6, TNF-a, IL-10)

• Sitokin ini tadi, IL 1 dan TNF a, akan merangsang endotel hipotalamus


menghasilkan prostaglandin E2, yang menyebabkan set point tubuh naik dan
akhimya demam

• Inflamasi juga akan merangsang metabolisme asam arakidonat, menghasilkan


leukotrien yang akan mengaktivasi reseptor CysTL 1 dan 2 menyebabkan
bronkokonstriksi sehingga terjadi stimulasi reflek batuk

• Lalu prostaglandin yg juga dihasilkan akan menempel pada nosiseptor


menyebabkan keluhan seluruh badan terasa sakit

• Inflamasi juga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat, sehingga cairan


mudah masuk dan terakumulasi, menyebabkan sakus alveolus dipenuhi cairan

• Pada CT scan akan tampak sebagai perselubungan

• Pada auskultasi akan terdengar bunyi ronki

• Pada perkusi akan terdengar bunyi redup


• Penuhnya alveolus oleh cairan akan menyebabkan difusi 02 terganggu, sehingga
Gas sulit bertukar, menyebabkan keadaan hipoksemia (kadar 02 darah rendah),
yang akan tampak pada pemeriksaan, perfusi oksigen nya turun. Darah jadi
kurang 02 yang selanjutnya menjadi hipoksia

• Sebagai respon tubuh kekurangan 02, maka kerja pemafasan ditingkatkan, saat
pemeriksaan respiratory rate nya meningkat (hiperventilasi). kerja nafas yg
meningkat akan tampak sebagai sesak nafas

• Hiperventilasi menyebabkan CO2 banyak dibuang menyebabkan keadaan basa /


alkalosis respiratorik, kompensasinya adalah pada ginjal akan membuang HC03-
sehingga Ph dapat kembali normal, kompensasinya ini disebut asidosis metabolik,
yang pada pemeriksaan BE (base excess) akan pada skor -4

• Hipoksia juga akan meningkatkan metabolisme anaerob sehingga ATP yg


dihasilkan lebih sedikit, sehingga tubuh jadi mudah lelah

• Hipoksia juga menyebabkan asupan 02 ke otak menurun, menyebabkan sakit


kepala

• Bakteri klebsiella yang merupakan flora normal tubuh terutama di saluran


pemafasan atas (nasofaring). karena penurunan daya tahan tubuh , jadi
berkembang baik dengan baik membentuk kolonisasi, koloni ini lama kelamaan
karena jumlahnya berlebih akan menginfeksi faring sehingga pada pemeriksaan
kultur sputum akan teridentifikasi adanya keberadaan bakteri klebsiella
pneumomae.

• Infeksi akan mengaktifkan pertahanan tubuh yaitu dengan cara sel goblet
mengeluarkan mukus yang biasa disebut dahak. juga neutrofil akan datang ke
lokasi untuk menyerang bakteri. lama kelamaan dari bakteri dan neutrofil mati
membentuk pus. pus ini bercampur dengan dahak, yang lama kelamaan akan
menjadi dahak kental berwama kuning kehijauan

• Infeksi juga akan merusak epitel faring, sehingga akan terjadi pembentukan
bradikinin, bila menempel nosiseptor akan merangsang nyeri dan terasa sebagai
nyeri tenggorokan
• Karena pasien nyeri tenggorok, maka akan merasa kesulitan juga untuk makan,
sehingga nafsu makan pasien turun

• Mukosa yang rusak juga akan menyebabkan pelepasan mediator inflamasi lokal,
ke nervus vagus, sehingga memicu reflek vagal, dibawa ke medula, menyebabkan
rasa mual

• Koloninya tadi juga akan aspirasi / menyebar masuk ke paru, lalu inokulasi atau
penempelan dan jika lingkungan cocok dia akan membentuk koloni barn,
menginfeksi paru menjadi pneumonia.

• Infeksinya akan mengaktifkan makrofag untuk fagosit, dan menghasilkan sitokin


proinflamasi

DI LARA G
ME VALIN
SMART
MO ULE
IV. DIAGNOSIS BANDING
PNEUMONIA EC VIRUS (SKDI 4)

A. DEFINISI
Pneumonia umum secara klinis didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan
paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan
toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.

Pneumonia virus didefinisikan sebagai entitas penyakit di mana ada penyebab virus
yang menyebabkan kelainan pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida pada tingkat
alveoli.

B. EPIDEMIOLOGI
Sebelumnya, virus dianggap sebagai penyebab sekitar 8% kasus pneumonia yang
didapat dari komunitas di mana pasien dirawat di rumah sakit. Namun, penyelidikan
yang lebih barn telah menunjukkan virus memainkan peran yang lebih besar,
menyebabkan 13-50% kasus pneumonia yang didapat dari komunitas yang didiagnosis
sebagai patogen tunggal dan 8-27% kasus sebagai infeksi campuran bakteri-virus.

Dampak influenza tinggi pada orang tua dan terbesar bagi mereka dengan penyakit
kronis. Diperkirakan bahwa setidaknya 63% dari 300.000 rawat inap terkait influenza dan
85% dari 36.000 kematian terkait ·nfluenza terjadi pada pasien berusia 65 tahun atau
lebih, meskipun fakta bahwa kelompok ini hanya menyumbang 10% dari populasi.

RSV adalah etiologi yang paling sering menyebabkan pneumonia viral pada bayi dan
anak-anak. Selain itu, RSV juga meningkat dalam menjadi pathogen pada lansia dan
sekarang menjadi etiologi tersering kedua yang diidentifikasi pada lansia, menyebabkan
2-9% dari 687.000 rawat inap pertahun dan 74.000 kematian dari pneumonia terdapat
dalam populasi ini.

Infeksi parainfluenza adalah penyakit virus paling umum kedua, setelah RSV, pada bayi.

Adenovirus menyumbang 10% dari pneumonia pada anak-anak. Penyakit dari adenovirus
dapat terjadi kapan saja sepanjang tahun.
Pada akhir tahun 2019, novel coronavirus (2019-nCoV) diidentifikasi sebagai penyebab
kasus pneumonia virus di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.

C. ETIOLOGI
Di Amerika Serikat, penyebab umum pneumoma VITUS adalah influenza, respiratory
syncytial virus (RSV), dan SARS-CoV-2 (virus yang menyebabkan COVID-19).

Baik virus DNA dan RNA terlibat dalam etiologi pneumonia virus. Virus etiologi
mencakup berbagai famili, sebagai berikut:

• Adenoviridae (adenovirus)
• Coronaviridae (coronaviruses) - SARS, MERS, 2019 novel coronavirus (2019-
nCoV)
• Bunyaviridae (arbovirus) - Hantavirus
• Orthomyxoviridae (orthomyxoviruses) - virus influenza
• Papovaviridae (polyomavirus) - virus JC virus BK
• Paramyxoviridae (paramyxoviruses) - Parainfluenza VITUS (PIV), respiratory
syncytial virus (RSV), human metapneumovirus (hMPVJ, virus campak
• Picomaviridae (picomaviruses) - Enterovirus, coxsackievirus, echovirus,
enterovirus 71, rhinovirus
• Reoviridae (rotavirus)
• Retroviridae (retrovirus) - Human immunodeficiency virus (HIV), human
lymphotropic virus tipe 1 (HTLV-1)
Sebagian besar anggota famili Herpesviridae adalah sebagai patogen paru-paru pada
inang dengan kekebalan sel yang terganggu dan termasuk yang berikut:

• Herpes simplex virus 1 (HSV-1) dan herpes simplex virus 2 (HSV-2), juga disebut
human herpesvirus 1 (HHV-1) dan human herpesvirus 2 (HHV-2), masing-masing
• Herpesvirus 6, herpesvirus 7, dan herpesvirus 8
• Varicella-zoster virus (VZV)
• Sitomegalovirus (CMV)
• Virus Epstein-Barr (EBV)
Virus influenza, virus pemapasan syncytial, adenovirus, virus parainfluenza, coronavirus,
rhinovirus, dan metapneumovirus manusia dapat menyebabkan community-acquired viral
pneumonia. Community-acquired pneumonia adalah pneumonia yang didapat masyarakat
adalah ketika seseorang terinfeksi pneumonia di masyarakat (bukan di rumah sakit).

D. FAKTORRESIKO
• Umur
Lebih sering terjadi pada usia muda dan usia lanjut.
• Jenis Kelamin
Pria yang terinfeksi mengembangkan pneumonia virus pada tingkat yang sedikit
lebih tinggi daripada wanita. Wanita hamil dengan pneumonia virus memiliki
risiko lebih tinggi untuk penyakit parah daripada wanita lainnya
• Kehamilan
Di antara patogen virus, virus influenza, VZV, dan virus campak dilaporkan
sebagai agen etiologi pada infeksi saluran pemapasan bawah yang parah. Infeksi
dapat menyebabkan dekompensasi pemapasan akut, gagal napas, dan/atau ARDS,
yang dapat menyebabkan hipoksia maternal, persalinan prematur, kegagalan
organ multisistem, dan bahkan kematian.
• Kekebalan/Imunitas tubuh - Penurunan kompetensi kekebalan dapat disebabkan
oleh hal-hal berikut:
o Kemoterapi (dan/atau) terapi radiasi untuk neoplasma
o Pengobatan penyakit inflamasi kronis dengan terapi imunosupresif
o Transplantasi organ yang membutuhkan obat imunosupresif
o Inkompetensi imun yang didapat akibat HIV
o Penyakit bawaan dari penurunan kompetensi kekebalan tubuh
• Penyakit komorbiditas - Sejumlah keadaan komorbiditas dapat mempengaruhi
pasien untuk pneumonia virus termasuk:
o Trauma
o Luka bakar parah
o Diabetes yang tidak terkontrol
o Malnutrisi
o Kemiskinan
o Lingkungan tempat tinggal

E. GEJALA KLINIS
Gejala konstitusional umum pneumonia virus adalah sebagai berikut:
• Demam
• Panas dingin
• Batuk tidak produktif
• Rinitis
• Mialgia
• Sakit kepala
• Kelelahan
Selama pemeriksaan fisik, pasienjuga dapat menunjukkan hal-hal berikut:

• Takipnea dan/atau dispnea


• Takikardia atau bradikardia
• Mengi/Wheezing
• Rhonchi
• Rales (Rales digambarkan sebagai suara klik yang kecil atau berderak di paru
paru. Biasanya suara ini terdengar ketika seseorang menarik napas.Kondisi ini
muncul ketika udara membuka ruang udara yang tertutup. Jika terns berlanjut,
rales biasanya akan digambarkan bunyi yang terdengar becek, kering, halus, atau
kasar.)

RT
• Retraksi sternum atau interkostal
• Perkusi redup
• Suara nafas menurun
• Pleurisy 0 ULE
• Gesekan gesekan pleura
• Sianosis
• Ruam
• Gangguan pemapasan akut
Gejala berdasarkan etiologinya :
• Pneumonia influenza
Virus influenza adalah virus penyebab pneumonia yang paling umum.
Pneumonia influenza primer bermanifestasi dengan gejala batuk, sakit
tenggorokan, sakit kepala, mialgia, dan malaise yang menetap selama lebih dari
tiga sampai lima hari. Gejala dapat memburuk seiring waktu, dan tanda dan
gejala pemapasan barn, seperti dispnea dan sianosis, muncul.
• Respiratory syncytial virus pneumonia
Respiratory syncytial virus (RSV) adalah penyebab paling senng dari infeksi
saluran pernapasan bawah pada bayi dan anak-anak dan penyebab virus paling
umum kedua pneumonia pada orang dewasa. Pasien dengan pneumonia RSV
biasanya datang dengan demam, batuk nonproduktif, otalgia, anoreksia, dan
dispnea. Mengi, ronki, dan ronki adalah temuan fisik yang umum.

• Pneumonia virus parainfluenza


Virus parainfluenza (PN) menempati urutan kedua setelah RSV sebagai
penyebab penyakit saluran pemapasan bawah pada anak-anak dan pneumonia dan
bronkiolitis pada bayi di bawah 6 bulan. PN pneumonia dan bronkiolitis terutama
disebabkan oleh strain PIV-3. Tanda dan gejala termasuk demam, batuk, coryza,
dyspnea dengan rales, dan mengi

F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Cytological evaluation: Inklusi intranuklear senng ada pada sel yang
terinfeksi virus asam deoksiribom1kleat (DNA). Inklusi sitoplasma
biasanya terdapat pada sel yang terinfeksi virus asam ribonukleat (RNA).
b. Viral culture
c. Viral antigens serology
d. Uji Polymerase Chain Reaction (PCR)
4. Radiography: X-Ray Thorax, CT Scan thorax
5. Biopsi paru dan pemeriksaan histologis : jarang terjadi, hanya untuk pasien yang
kronis dan biasanya immunocompromised.
Chest x-ray of an adult
patient with
pneumonia

G. KOMPLIKASI
• Seiring dengan infeksi bakteri, muncul abses, empyema, dan atau pleural effusion

• Sepsis dengan secondary multiple organ failure

• Acute respiratory failure

• Cardiovascular collapse

• Acute respiratory distress syndrome

ULI:.
H. PENCEGAHAN
1. Vaksinasi
Di Amerika Serikat, vaksin dapat membantu mencegah infeksi oleh beberapa
bakteri dan virus yang dapat menyebabkan pneumonia:
■ COVID-19
■ Haemophilus influenzae tipe b (Hib)
■ Influenza (flu)
■ Campak
■ Pertusis (batuk rejan)
■ Pneumokokus
■ Varisela (cacar air)
Vaksin ini aman, tetapi efek samping dapat terjadi. Sebagian besar efek samping
ringan dan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari.

2. Hindari orang yang sedang sakit dan menghindari bertemu dengan orang
lain saat sakit agar tidak saling menulari
3. Cuci tangan secara rutin
4. Membersihkan dan mendisinfeksi permukaan yang sering disentuh
5. Batuk atau bersin ke tisu, siku, atau lengan baju
6. Mengurangi atau menghilangkan kebiasaan merokok
7. Jaga kondisi kesehatan agar senantiasa normal (seperti asma, diabetes, atau
penyakit jantung)

I. TATA LAKSANA
1. Perawatan Suportif
a. Prioritas pertama perawatan suportif adalah mempertahankan oksigenasi
sesuai kebutuhan. Ini mungkin memerlukan kanula hidung, jalan napas
noninvasif, atau ventilasi mekanis.
b. Prioritas kedua dari perawatan suportif adalah mempertahankan hidrasi
baik melalui asupan oral yang diawasi atau cairan intravena.
c. Prioritas ketiga perawatan suportif adalah mempertahankan istirahat dan
menurunkan kebutuhan oksigen.
d. Prioritas terakhir dari perawatan suportif adalah untuk memenuhi
kebutuhan kalori pasien yang meningkat, sekunder dari peningkatan
upaya pemapasan.
2. Tempi antiviral spesifik:
Influenza virus
• Treatment: Oseltamivir or peramivir or zanamivir

• Prophylaxis: Influenza vaccine and/or chemoprophylaxis


with zanamivir or oseltamivir

Respiratory syncytial virus (RSV)


• Treatment: Ribavirin

• Prophylaxis: RSV immunoglobulin and/or palivizumab


Parainjluenza virus
• Treatment: Ribavirin

• Prophylaxis: Not available

Herpes simplex virus (HSV)


• Treatment: Acyclovir

• Prophylaxis: Not available

Adenovirus
• Treatment: Ribavirin

• Prophylaxis: Not available

Measles virus
• Treatment: Ribavirin


Prophylaxis: intravenous immunoglobulin

Cytomegalovirus (CMV)
Treatment: Ganciclovir or foscarnet
■ ••
- •
• Prophylaxis: intravenous immunoglobulin

Varicella-zoster virus (VZ)


Treatment: Acyclovir

Prophylaxis: Varicella-zoster immunoglobulin (VZIG)


-•

J. PROGNOSIS
Prognosis baik pada sebagian besar pasien dengan pneumonia virus.

Perlu dilakukan observasi pada pasien lanjut usia atau immunocompromised. Beberapa
serotipe adenovirus, terutama 2, 3, 7, dan 21 telah menjadi penyebab morbiditas kronis
yang serius setelah penyakit pernapasan akut. Diperkirakan 14-60% dari anak-anak akan
menderita beberapa derajat kerusakan paru-paru permanen. Banyak dari pasien ini
mengalami faringitis, tonsilitis, dan bronkitis. Adenovirus 14 memiliki tingkat kematian
dan morbiditas yang tinggi pada pasien sehat. Gejala sisa yang serius terjadi pada
mereka yang sembuh.
Pneumonia virus dapat meninggalkan pasien dengan cacat sisa dari fibrosis interstisial.
Bayi yang dirawat di rumah sakit dengan lower lung infection karena RSV jauh lebih
mungkin untuk mengembangkan asma di kemudian hari.

ILARA Ci
MENYALIN
SMART
MODULE
PNEUMONIA EC JAMUR (SKDI 4)

A. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru,bronkiolus,respiratorius
dan alveoli,menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat mengganggu
pertukaran oksigen dan karbondioksida di paru-paru yang bisa disebabkan oleh
berbagai macam faktor seperti bakteri,virus,jamur atau benda asing yang masuk ke
saluran atau parenkim paru.

B. ETIOLOGI
Infeksi paru yang dapat terjadi pada kasus pneumonia disebabkan oleh beberapa
jenis jamur, diantaranya ialah Candida, Aspergillus, Zygomycota, dan yang
lainnya. Tetapi yang paling sering menyebabkan pneumonia adalah Candida.

Ada juga yang disebabkan oleh Hitop/asma capsu/atum yaitu penyebab

hitoplasmosis, Coccidioides immitis penyebab koksidioidomikosis dan

8/astomyces dermatitis penyebab blastomikosis

C. EPIDEMIOLOGI
RT
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di negara berkembang. Penyakit pneumonia adalah penyebab utama kematian
balita baik di Indonesia maupun di dunia, namun tidak banyak perhatian terhadap
penyakit ini. Oleh karena itu penyakit ini sering disebut sebagai Pembunuh Balita
Yang Terlupakan (The Forgotten Killer of Children). Di negara berkembang,
penyakit pneumonia merupakan 25% penyumbang kematian pada anak, terutama
bayi berusia kurang dari 2 bulan. Insidens pneumonia di negara berkembang adalah
2-10 kali lebih banyak dari pada negara maju.
Infeksi Candida Pneumonia yang sebenamya tidak diketahui,dan Sebagian besar
data tentang infeksi in diekstrapolasi dari seri otopsi. Fakta bahwa hanya 55 pasien
dengan bukti tegas dari pneumonia Candida primer telah dilaporkan dalam literatur
hingga 1993 menekankan kelangkaan infeksi ini. Dua dari survei otopsi yang lebih
bear pada pasien dengan kanker melaporkan prevalensi pneumonia Candida primer
berkisar antara 0,2 hingga 0,4 persen. Dalam studi otopsi lain yang mencakup
populasi umum pasien, pneumonia Candida primer terdiri dari
17 persen dari semuainfeksi Candida, dengan prevalensi keseluruhan 0,3 persen.

D. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis dari Candida pneumonia primer tidak spesifik dan terutama
meliputi demam persisten dan takipnea. Nyeri dada, batuk, dan produksi dahak
kadang-kadang terjadi. Selain itu, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium rutin tidak spesifik. Radiografi dada dapat menunjukkan infiltrat
lokal atau difus yang melibatkan satu atau kedua par, yang paling sering dikaitkan
dengan infeksi yangdidapat melalui jalur endobronkial. Manifestasi
ekstrapulmonal seperti lesi kulit, miositis, dan endophthalmitis mungkin
merupakan tanda pertama jamur Candida. Keterlibatan banyak organ sebelum ata
bersamaan dengan temuan par, terutama gagal ginjal dan miokard dapat
mengindikasikan penyemaian hematogen yang memerlukan penelidikan Penerima
transplantasi paru-paru rentan terhadap awal (dalam 2 minggu setelah
transplantasi) dan pneumonia Candida fulminan.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis kandidiasis paru cukup menantang dan bergantung pada bukti invasi
jaringan. Isolasi jamur dari dahak tidak membuktikan infeksi jamur invasif pada
saluran pemapasan karena kontaminasi ole komensal dari orofaring. Candida hadir
di orofaring sekitar 20 hingga 40 persen dari semua pasien, terutama mereka yang
menderita penyakit paru-paru kronis dan mereka yang menerima pengobatan
antibakteri kronis.
Pencucian bronkial dan spes1men BAL memberikan gambaran yang lebih
representatif dari patologi pemafasan dibandingkan dengan sputum. Namun,
mereka mash bisa terkontaminasi flora mulut. Setidaknya pada sekelompok pasien
tertentu dengan leukemia akut dan neutropenia berat, jika organisme lain tidak ada
dan sel jamur Candida yang melimpah dan pseudohyphae terdeteksi pada
pemeriksaan sitologi spesimen BAL, kecurigaan klinis dari Candida pneumonia
harus tinggi. Di sisi lain, biakan dari spesimen paru negatif untuk Candida spp.
memiliki nilai prediksi negatif yang tinggi dan hampir menyingkirkan pneumonia
Candida. Demonstrasi histopatologi invasi jaringan oleh Candida spp. pada biopsi
paru terbuka atau aspirasi.
Penggunaan sentrifugasi lisis, sistem BacT-Alert yang memantau produksi CO2,
dan sistem BACTEC volume tinggi dengan deteksi inframerah telah meningkatkan
hasil kultur darah positif Candida. Berbagai metodologi telah dikembangkan untuk
mendeteksi antigen dan metabolit Candida yang bersirkulasi termasuk PCR, tetapi
tidak ada yang sepenuhnya memuaskan untuk adaptasi rutin ke laboratorium
mikrobiologi klinis. Dalam kasus kandidiasis diseminata, lesi mata khas yang
menunjukkan infeksi Candida dapat terjadi; oleh karena itu, pemeriksaan
oftalmologi yang cermat harus dilakukan bila dicurigai adanya infeksi ini.

F. TATA LAKSANA
Pasien dengan jumlah yang tidak diketahui dengan pneumonia Candida primer
mungkin memiliki respons terhadap tempi antijamur empiris tetapi tidak dikenali
karena kesulitan dalam menegakkan diagnosis infeksi ini. Pneumonia Candida
primer dianggap sebagai infeksi yang mengancam jiwa, dengan angka kematian
mendekati 70 persen pada pasien dengan gangguan kekebalan yang parah. Oleh
karena itu, diagnosis klinis yang cepat dan permulaan terapi antijamur sistemik
yang cepat penting dilakukan setelah dicurigai adanya infeksi di tempat yang tepat.
Mengingat kelangkaan pneumorr·a Candida primer, tidak ada studi terkontrol untuk
pengobatannya. Kebanyakan pasien dengan pneumonia Candida primer telah
menerima AMB-D (0,7 hingga 1,0 mg/ kg per hari) selama minimal 2 minggu.
TUBERKULOSIS PARU (SKDI 4)

A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB sering ditemukan
menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru, tetapi bakteri ini juga
memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti
pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya.

B. ETIOLOGI
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang paling sering disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis melalui rute udara. Terdapat 5 bakteri yang berkaitan
erat dengan infeksi TB, antara lain M. tuberculosis, M. bovis, M africanum, M
microti, dan M. cannettii.
Identifikasi M. tuberculosis:
• Morfologi: basil halus-panjang
• Ukuran: 1-4 mikron x 0,2-0,8
mikron
LIN
• Sifatnya bakteri tahan asam (BTA) dinding selnya memiliki susunan lipid
yang sangat kompleks, termasuk asarn.mikolat dan lilin.
• Dapat bertahan hidup di kondisi udara kering maugun dingin karena sifat
bakteri yang dapat berada di kondisi dorman dan selanjutnya aktif
menginfeksi kembali

C. EPIDEMIOLOGI
• Terjadi di seluruh dunia
• Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus terbesar kedua di dunia
setelah India
• Pada 2019, kasus TBC di Indonesia diperkirakan sejumlah 845.000 kasus
dengan insidensi 312 per 100.000 (WHO Global TBC Report 2020).
• Prevalensi laki-laki 3x lebih tinggi daripada perempuan kemungkinan
karena laki-laki lebih terpapar faktor risiko TBC seperti merokok dan
ketidakpatuhan dalam minum obat.
• Berdasarkan survei Riskesdas 2013, semakin bertambah usia, prevalensi
penyakit semakin tinggi. Kemungkinan terjadi reaktivasi TBC dan durasi
paparan TBC lebih lama dibandingkan kelompok umur di bawahnya.
• Dapat terjadi pada hampir seluruh tingkatan sosial ekonomi

D. CARA PENULARAN
• Menyebar melalui udara ketika penderita TB paru batuk, bersin, atau
meludah, mereka mendorong bakteri TB ke udara yang akan menginfeksi
orang lain yang menghirupnya.
• Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi dan
sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei,
khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau
berdahak yang mengandung BTA.
• Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukriman di wilayah perkotaan
dapat mempermudah proses penularan aan berperan atas peningkatan jumlah
kasus TB
• Proses selanjutnya ditentukan oleh berbagai faktor risiko.

E. FAKTORRISIKO
• Sebagian besar menyerang usia 2roduktif (15-35 tahun), tetapi semua
kelompok umur berisiko.
• Lebih dari 95% kasus dan kematian terjadi di negara berkembang
• Orang yang terinfeksi HIV 18 kali lebih mungkin mengembangkan TB aktif.
Risiko TB aktif juga lebih besar pada orang yang menderita kondisi lain yang
merusak sistem kekebalan.
• Orang dengan gizi kurang berisiko 3 kali lebih besar secara global, pada
2020 terdapat 1,9 juta kasus TB yang disebabkan oleh gizi kurang.
• Peningkatan oleh penggunaan alkohol (3,3) dan merokok tembakau (1,6)
pada tahun 2020, 0,74 juta kasus TB barn di seluruh dunia disebabkan oleh
gangguan penggunaan alkohol dan 0,73 juta disebabkan oleh merokok.

F. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan lokasi anatomis
1. TB paru melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. Di
dalamnya termasuk TB milier (karena terdapat lesi di paru). Pasien yang
mengalami TB paru dan ekstra paru harus diklasifikasikan sebagai kasus
TB paru.
2. TB ekstra paru melibatkan organ di luar parenkim paru seperti
pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitorurinaria, kulit,
sendi dan tulang, selaput otak.
b. Berdasarkan riwayat pengobatan
1. Kasus baru belum pemah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pemah menelan OAT <l bulan (30 dosis harian)
2. Kasus kambuh (relaps) pemah mendapat pengobatan TB dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA atau biakan (+).
3. Kasus pindahan (Transfer In) sedang mendapatkan pengobatan di
suatu kabupaten lalu pindah berobat ke kabupaten lain. Harns membawa
surat rujukan/pindah.
4. Kasus lalai berobat sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti
2 minggu atau lebih, kemudian dating kembali berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
5. Kasus gagal
Penderita BTA (+) yang masih tetap positif/kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 (1 bulan sebelum akhir pengobatan)
Penderita BTA (-), gambaran radiologik positif menjadi BTA (+) pada
akhir bulan ke-2 pengobatan dan/atau gambaran radiologi ulang
hasilnya perburukan
6. Kasus kronik hasil pemeriksaan dahak BTA masih (+) setelah selesai
pengobatan ulang katergori 2 dengan pengawasan yang baik.
7. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (-) dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB inaktif, gambaran radiologi serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat
mendukung.
Kasus dengan gambaran radiologi meragukan lesi TB aktif, tetapi
setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan tidak
menunjukkan perubahan gambaran radiologic.
c. Berdasarkan basil pemeriksaan Uji Kepekaan Obat
1. Monoresisten resistensi terhadap salah satu jenis OAT lini pertama.
2. Poliresisten resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
3. Multidrug resistant (TB MDR) minimal resistan terhadap isoniazid
(H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
4. Extensive drug resistant (TB XDR) TB-MDR yang juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu dari
0 AT lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan amikasin).
5. Rifampicin resistant (TB RR) terbukti resistan terhadap Rifampisin
baik menggunakan metode genotiR (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional), dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang
terdeteksi. Termasuk dalam kelompok TB RR adalah semua bentuk TB
MR, TB PR, TB MDR dan TB XDR yang terbukti resistan terhadap
rifampisin.
d. Berdasarkan status HIV
1. Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB terkonfirmasi
bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil tes
HIV-positif, baik yang dilakukan pada saat penegakan diagnosis TB atau
ada bukti bahwa pasien telah terdaftar di register HIV (register pra ART
atau register ART).
2. Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB terkonfirmasi
bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil
negatif untuk tes HIV
yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB. Bila pasien ini diketahui
HIV positif di kemudian hari harus kembali disesuaikan klasifikasinya.
3. Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB
terkonfirmasi bakteriologis atau terdiagnosis klinis yang tidak memiliki hasil
tes HIV dan tidak memiliki bukti dokumentasi telah terdaftar dalam register
HIV. Bila pasien ini diketahui HIV positif dikemudian hari harus kembali
disesuaikan klasifikasinya.
G. GEJALA KLINIS
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
• Gejala respiratorik:
1. Batuk 2: 3 minggu
2. Hemoptisis (batuk darah)
3. Dyspnea (sesak napas)
4. Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Gejala tuberkulosis ekstra paru
tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan
terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada
meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada s1s1 yang
rongga pleuranya terdapat cairan.
• Gejala sistemik:
1. Demam
ALIN
2. Malaise
3. Keringat malam MART
DULE
4. Aoreksia
5. Bernt badan menurun

H. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan keluhan adanya demam, batuk yang bisa
disertai darah, sakit kepala, nafsu makan turun, berat badan turun, rasa
meriang dan nyeri otot. Jika penyakit semakin parah, biasanya disertai sesak
napas dan nyeri dada.

b. Pemeriksaan Fisik
• Tanda vital:
Suhu demam (subfebris)
Tekanan darah meningkat (HT pulmonal) jika terdapat fibrosis
yang luas pada TB paru lanjut
• Antropometri: badan kurus atau berat badan menurun
• Status lokalis:
Mata : konjungtiva anemis (+)
Kulit : pucat karena anemia
Thorax paru:
1. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas
► Perkusi redup
► Auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga
suara napas tambahan berupa ronchi basah, kasar, dan
nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara napasnya menjadi vesikular melemah.
Bila terdapat kavitas yang cukup besar
Perkusi hipersonor (Hipersonor adalah bunyi resonansi
dengan tinggi nada rendah, bergaung dan terus-menerus
mendekati bunyi tim12ani) atau timpani
Auskultasi suara amforik
Bila terdapat fibrosis yang luas pada tuberkulosis paru yang
lanjut akan menyebabkan hiperinflasi pada paru.
Bila jaringan fibrotik (Fibrotik adalah jaringan parut yang
timbul sebagai akibat dari proses inflamasi kronik
(berlangsung lama) yang biasanya dicetuskan oleh infeksi
persisten, reaksi autoimun, respons alergi, radiasi, dan cedera
jaringan) amat luas yakni lebih dari setengah jumlah
jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran
darah paru dan meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan.
Pada kasus ini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal
dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia,
sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur
Graham-Steel, bunyi P2 (katup pulmonal) mengeras, JVP
meningkat, hepatomegali, asites, dan edema
5. Bila tuberkulosis mengenai pleura, senng terbentuk efusi
pleura. Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam
pemapasan.
► Perkusi memberikan suara pekak.
► Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampa1
tidak terdengar sama sekali.

c. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pemeriksaan darah kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang
kadang meragukan, tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis barn mulai aktif, akan didapatkan jumlah leukosit yang
sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit
masih di bawah normal. LED mulai meningkat. Bila penyakit mulai
sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih
tinggi. LED mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain juga didapatkan:
Anemia ringan normositik normokrom
Gama globulin meningkat
Kadar natrium darah menurun
Terdapat pemeriksaan serologis yang banyak dipakai, yaitu Peroksidase
Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan
nilai sensitivitas dan sepsifisitasnya cukup tinggi (85-95%). Hasil uji
PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji
PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadang-kadang masih didapatkan
pada pasien reumatik, kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.
Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG
yang spesifik terhadap antigen M. tuberculosis.
2. Sputum
Diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan bila ditemukan kuman
BTA pada pemeriksaan sputum. Di samping itu, pemeriksaan sputum
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan.
Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan
(puskesmas).
Kriteria sputum BTA positif berdasarkan skala IUTLD:
Cara
TuJM BTApadapaling l00

Scanty llilxtmim 1-9 BTA 100 fil™ RMijfil.lg Tofu,


• BIA • BTA an
+l
2 lli!xim1m 1-10 BTA per w.mmg P.MdMg 2
(minimal 50
3+ ruID-10 BTA per fil™ (minimal +3
20

3. Tes Tuberkulin
Banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis
terutama pada balita. Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan
menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative)
intrakutan berkekuatan 5 T.U. (tuberculin units) (intermediate strength).
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi M tuberculosis, M bovis, vaksinasi
BCG, dan Mycobacteria patogen lainnya.
Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan
dengan kuman patogen baik yang virulen maupun tidak (Mycobacterium
tuberculosis atau BCG), tubuh manusia akan mengadakan reaksi
imunologi dengan dibentuknya antibodi selular pada permulaan dan
kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam
perannya akan menekankan antibodi selular. Setelah 48-72 jam tuberkulin
disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri
dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan
antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi
selular dan antigen tuberkulin dapat dipengaruhi oleh antibodi humoral,
makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang
ditimbulkan.
Hasil tes Mantoux dibagi dalam:
a) Indurasi 0-5 mm : Mantoux negatif = gol. no sensitivity (peran
antibodi humoral paling menonjol)
b) Indurasi 6-9 mm : basil meragukan = gol. low grade sensitivity
(peran antibodi humoral masih menonjol)
c) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = gol. normal sensitivity (peran
kedua antibodi seimbang)
d) Indurasi >15 mm : Mantoux positif kuat gol. hypersensitivity
(peran antibodi selular paling menonjol)

• Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara praktis untuk menemukan
lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru
(segmen apikal lobus atas atau bawah), tetapi juga dapat mengenai lobus
bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru
(misalnya pada tuberkulosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dengan
batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka
bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas (tuberkuloma).

Pada kavitas bayangannya berupa cmcm yang mula-mula berdinding


tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal.
Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis.
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi.
- Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang
dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian
paru.
(b) Pneumonia

I. KOMPLIKASI
• Batuk darah
• Pneumotoraks
• Luluhparu
• Gagal napas
• Gagaljantung
• Efusi pleura

J. TATALAKSANA
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan.
OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
• Rifampisin
• INH
• Pirazinamid
• Streptomisin
• Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
• Kanamisin
• Kuinolon
• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
• Derivat rifampisin dan INH

Dosis OAT
1. Rifampisin 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3x/ minggu

atau BB > 60 kg : 600 mg


BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg / kali
2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3x seminggu, 15
mg/kg BB 2x seminggu atau 300 mg/hari ntuk dewasa.
lntermiten : 600 mg / kali
3. Pirazinamid
Fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3x seminggu, 50 mg /kgBB 2x
semingggu atau
BB> 60 kg: 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB < 40 kg: 750 mg
4. Etambutol
Fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg BB 3X
seminggu, 45 mg/kg BB 2x seminggu atau
BB >60kg: 1500 mg
BB 40 -60 kg: 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali
5. Streptomisin l 5mg/kgBB atau
BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
6. Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya
minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan
dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang
selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada
kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami
efek sam ing serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu
menangamnya.

Efek Samping OAT :


Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting
dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau
berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka
pemberian OAT dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan
vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.
Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).Efek
samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih
0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT
dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
• Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
• Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare
• Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :
• Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus
• Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan
jangan aiberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang
• Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan wama merah pada air seni, keringat, air mata,
air liur. Wama merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan
tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar
dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesua1
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang- kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal
ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam
urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta wama untuk wama merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali
terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang
diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam
beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
penderita.
Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging
(tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan
bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan
diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba
disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara
dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini
mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan
pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Penanganan Efek Samping OAT


• Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi
secara simptomatik
• Gangguan sendi karena pirazinami dapat diatasi dengan pemberian salisilat /
allopurinol
• Efek samping yang serius adalah hepatits imbas obat. Penanganan seperti
tertulis di atas
• Penderita dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit yang
umumnya disebabkan ol@h INH dan rifampisin, dapat dilakukan pemberian
dosis rendah dan desensitsasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan
perlahan-lahan dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa
dilakukan terhadap obat lainnya.
• Kelainan yang hams dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia, syok
atau gagal ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol,
gangguan nervus VIll karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan
agranulositosis karena thiacetazon
• Bila sesuatu obat harns diganti maka paduan obat harns diubah hingga jangka
waktu pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik.

PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS


Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi TB parn (kasus barn), BTA positif atau
lesi luas. Altematifpaduan obat yang diberikan: 2 RHZE / 4 RH 2 RHZE /
4R3H3 atau
(program P2TB) 2 RHZE/
6HE. Paduan ini dianjurkan
untuk:
1. TB parn BTA (+), kasus barn
2. TB parn BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi
luas (termasuk luluh paru)
3. TB di luar parn kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan da2at diberikan selama 7 bulan, dengan
paduan 2RHZE / 7 RH, dan altematif2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:
1. TB dengan lesi luas
2. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat imunosupresi
/ kortikosteroid)
3. TB kasus berat (milier, dll)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi.

TB Paru (kasus baru), BTA (-)


ULE
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH Altematif: 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6
RHE
Paduan ini dianjurkan untuk:
1. TB parn BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
2. TB di luar parn kasus ringan

TB paru kasus kambuh


Pada TB parn kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase
intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai
hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari
pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6
RH.
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka altematif diberikan paduan
obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)

TB Paro kasus gagal pengobatan


Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil UJl resistensi, dengan minimal
menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif ( seandainya
H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun
. Menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk
kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi.
1. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka altematif diberikan
paduan obat: 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (Program P2TB)
2. Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal
3. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru
TB Paro kasus lalai berobat
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagaioerikut :
1. Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadwal
2. Penderita menghentikan pengobatannya 2: 2 minggu
• Berobat 2: 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif,
pengobatan OAT STOP
• Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebi kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama
• Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang sama
• Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan tetapi
klinik dan atau radiologik positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang sama
• Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.
TB Paru kasus kronik
• Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil UJl resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil
uji resistensi (minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitif dengan
H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti
kuinolon, betalaktam, makrolid
• Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
• Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan
penyembuhan
• Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan
khusus

PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK


Pengobatan yang diberilkan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat
jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik
untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
a. Penderita rawat jalan
• Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan
vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk
penderita uuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
• Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
• Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas
atau keluhan lain.
b. Penderita rawat inap
• Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
Batuk darah (profus)
Keadaan umum buruk
Pneumotoraks
Empiema
Efusi pleura masif / bilateral
Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancamjiwa:
TB paru milier
Meningitis TB
• Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan
klinis dan indikasi rawat

TERAPI PEMBEDAHAN
lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat, tetapi dahak tetap
positif
b. Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
c. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi seoara konservatif
2. lndikasi relatif
a. Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
• Bronkoskopi
• Punksi pleura
• Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Kriteria Sembuh
• BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif
dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan
yang adekuat
• Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan
• Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

K. PROGNOSIS
Mayoritas pasien dengan diagnosis TB memiliki prognosis yang baik jika
menjalankan pengobatan yang efektif. Tanpa pengobatan, angka kematian
tuberkulosis lebih dari 50%.
Kelompok pasien berikut ini lebih rentan terhadap hasil yang lebih buruk atau
kematian setelah infeksi TB:
• Usia ekstrem, lanjut usia, bayi, dan anak kecil
• Keterlambatan dalam menerima pengobatan
• Bukti radiologis penyebaran luas.
• Gangguan pemapasan parah yang membutuhkan ventilasi mekanis
• Imunosupresi
• Multidrug Resistance (MDR) Tuberkulosis

L. PENCEGAHAN
Menerapkan pola hidup sehat dengan cara :
• Menutup mulut saat batuk
• Membuang dahak tidak di sembarang tempat


Berhenti merokol<.
Makan makanan bergizi
Ci
• Memperhatikan lingkungan rumah, cahaya dan ventilasi yang baik
• Menjaga BB ideal
• Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) pada bayi

MODULE
SEVERE ACUTE RESPIRATORY SYNDROME (SARS)
(SKDI 3B)

A. DEFINISI
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi saluran napas yang
disebabkan oleh virus corona dengan sekumpulan gejala klinis yang berat. (IPD UI, 2016)

B. ETIOLOGI
Penyebab dari SARS adalah vins SARS-CoV. Virus ini termasuk ke dalam virus
RNA. Berikut adalah taksonomi dari virus SARS-Cov :
1. Kingdom : Riboviria
2. Ordo: Nidoverales
3. Famili: Coronaviridae
4. Genus: Betacoronavirus
5. Spesies: Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavinus (SARS-COV)

C. EPIDEMIOLOGI
• Pertama kali muncul pada maren 2003 di Guangzhou, China.
• Pada tahun 2003, ada sebanyak 8.098 orang di seluruh dunia yang terkena
SARS dan 774 orang diantaranya meninggal dunia.
• Indonesia pada tahun 2003 terkena 2 kasus, dan sembuh keduanya.
• Tanggal 11 Juli 2003 adalah hari terakhir kasus SARS menurut laporan dari
WHO.

ART
D. SOMBER PENULARAN
• Berasal dari luwak.

• Kontak langsung membran mukosa (mata, hidung dan mulut) dengan droplet
pasien yang terinfeksi.
• Alat prosedur aerosolisasi di RS seperti intubasi, nebulisasi, suction dan
ventilasi).

E. GEJALA KLINIS
Gejala yang timbul dapat berupa demam (JOO%), malaise (100%), menggigil (97%),
nyeri kepala (84%), nyeri otot (81%), pusing/kebingungan (61%), kaku otot (55%),
batuk (39%), nyeri kerongkongan (23%), dan pilek (23%)

F. KRITERIA KASUS
Kriteria kasus suspect SARS jika memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Seseorang yang menderita sakit dengan gejala :
Demam tinggi (>38 derajat celcius), dengan
a. Satu atau lebih gangguan pernafasan, yaitu batuk, nafas pendek dan kesulitan
bemafas
b. Satu atau lebih keadaan berikut :
1. Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit, mempunyai riwayat kontak erat
dengan sescorang yang telah didiagnosis sebagai penderita SARS.
11. Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit, melakukan perjalanan ke tempat
terjangkit SARS.
111. Penduduk dari daerah terjangkit.
2. Seseorang yang meninggal dunia karena mengalami gagal napas akut yang tidak
diketahui penyebabnya dan tidak dilakukan otopsi untuk mengetahui penyebabnya. Pada
10 hari sebelum meninggal, orang tersebut mengalami salah satu atau lebih kondisi
dibawah ini, yaitu:
a. Kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosa suspect atau probable SARS.
b. Riwayat berkunjung ke tempat/negara yang terkena wabah SARS.
c. Bertempat tinggal/pemah tinggal di tempat atau negara yang terjangkit wabah
SARS.
Kasus probable SARS adalah kasus suspect ditambah dengan gambaran foto
thoraks menunjukkan tanda-tanda pneumonia atau Respiratory Distress
Syndrome, atau seseorang yang meninggal karena penyakit saluran pemafasan
yang tidakjelas penyebabnya dan pada pemeriksaan autopsi ditemukan tanda
patologis berupa Respiratory Distress Syndrome yang tidakjelas penyebabnya.

G. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis dari SARS dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan RT-PCR pada spesimen, kultur virus, dan deteksi antibodi
terhadap SARS-CoV. Selain itu, dapat juga dilakukan foto thoraks, tetapi hasilnya
tidak spesifik.

H. TATA LAKSANA
Pada gejala ringan/sedang dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Terapi suportif
2. Antibiotik
a. Gol betalactam + anti betalaktama ase I.V ditambah makrolid generasi barn
b. Sefalosporin gen 2 atau 3 IV ditambah makrolid generasi barn.
c. Fluorokuinolon respirasi I.V: moxifloxacin, levofloxacin, gatifloxacin.
Pada gejala berat dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Terapi suportif
2. Antibiotik
a. Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas
• Sefalosporin gen 3 l .V non pseudomonas ditambah makrolid generasi barn.
• Fluorokuinolon respirasi.
b. Ada faktor risiko infeksi pseudomonas
• Sefalosporin anti pseudomonas (seftazidim, sefoperazon, sefipim) atau
karbapenem I.V ditambah fluokorkuinolon anti pseudomonas (siprofloksasin)
aminoglikosida ditambah makrolid generasi barn.
3. Kortikosteroid hidrokortison IV 4 mgkgBB tiap 8 jam, tapering atau
metilprednisolon I.V 240-320 mg tiap hari.
4. Ribavirin 1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mgkgBB IV tiap 8 jam.
I. PENCEGAHAN
Kegiatan yang bisa dilakukan untuk mencegah SARS sama dengan pencegahan
terhadap MERS.

DILARA G
ME VALIN
SMART
MO ULE
MIDDLE EAST RESPIRATORY SYNDROME (MERS)

(SKDI 3B)

A. DEFINISI
MERS adalah penyakit yang menyerang sistem pemapasan manusia disebabkan oleh
coronav1rus yang dikenal sebagai Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERS-CoV).

B. ETIOLOGI
MERS-CoV adalah coronavirus manusia yang kebanyakan menyebabkan pilek yang
dapat sembuh sendiri. Transmisi virus ini zoonotik, ditransmisi melalui hewan ke
manusia.5,6 Virus ini digolongkan dalam genus coronavirus seperti virus penyebab
severe acute respiratory syndrome (SARS).5,6

Asal virus ini belum pasti, namun menurut analisis perbedaan genom pada virus, virus
ini didapatkan berasal dari kelelawar dan telah ditransmisi ke unta.

Virus MERS seperti virus corona yang lain menyebar dari sekresi saluran pemafasan
(droplet). Akan tetapi mekanisme penyebaran virus secara tepat belum diketahui dengan
pasti..

1. Penularan dari hewan ke manusia.

Mengingat strain Mers-Cov yang sesuai dengan strain manusia telah dapat
diisolasi dari unta di beberapa negara (Mesir, Oman, Qatar dan Arab Saudi). Hal
tersebut diyakini bahwa manusia dapat terinfeksi melalui kontak langsung atau
tidak langsung dengan unta yang terinfeksi di Timur Tengah.
I
2. Penularan dari manusia ke manusia

■ Langsung : melalui percikan dahak (droplet) pada saat pasien batu atau
bersin.
■ Tidak Langsung : melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus.

C. PATOGENESIS
MERS-CoV menyerang sel makrofag, menyebabkan pelepasan sitokin proinflamasi,
dapat berakibat pneumonia berat dan kegagalan pemapasan. Sel endotel pembuluh darah
jaringan interstisial paru juga dapat terinfeksi oleh MERS-CoV. Karena reseptor virus
DPP4 juga terdapat pada sel dan jaringan tubuh manusia lainnya, dapat terjadi
penyebaran infeksi ke organ lain yang bisa berakibat fatal. Kebanyakan pasien yang
terinfeksi MERS-CoV mengalami penurunan jumlah sel limfosit seperti pada pasien yang
terinfeksi SARS. Hal ini akibat penyerapan sel imun yang diinduksi sitokin dan pelepasan
serta induksi monocyte chemotactic protein-I (MCP-1) dan interferon gamma-inducible
protein-IO (IP-10), yang menekan proliferasi sel-sel progenitor mieloid manusia.10 Pada
hewan penelitian, diungkapkan ada lesi yang bermakna di lobus paru yang bervariasi
mulai dari 0-75%.

D. EPIDEMIOLOGI
• Penyakit ini semula dilaporkan di Arab Saudi pada tahun 2012
• Sekitar 3-4 dari 10 pasien yang dilaporkan MERS meninggal (CFR 30-40%).

E. GEJALA KLINIS
• Kebanyakan pasien MERS mengalami gangguan pemafasan akut yang parah
• Demam
• Batuk
• sulit bemafas
• nafas pendek dan berlanjut dengan pneumonia berat.
• Banyak diantaranya disertai gejala pada saluran cema dan diare atau gagal ginjal.

F. PEMERIKSAAN / DIAGNOSIS
Bahan pemeriksaan yang digunakan berupa simen dari saluran napas atas (hidung,
nasofaring, atau swab tenggorokan) dan saluran napas bawah (sputum, aspirat
endotrakeal, lurasan bronkoalveo ar).

Selama ini data menunjukkan bahwa specimen saluran napas bawah cenderung lebih
positif daripada specimen saluran napas atas. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium
badan litbangkes RI Jakarta dengan mengambil spesimel dari beberapa tempat dalam
waktu beberapa hari untuk melihat viral shedding

Jenis pemeriksaan dapat berupa kultur mikroorganisme sputum dan darah, pemeriksaan
virus influenza A dan B. RSV, parainfluenza, rhinovirus, adenovirus, dan corona virus
barn, serta pemeriksaan specimen corona virus barn dilakukan dengan menggunakan
RT- PCR

Selain pemeriksaan di atas, dapat juga dilakukan pemeriksaan darah untuk menilai
viremia, swab konjungtiva jika terdapat konjungtivitis, tes urin, tinja, dan cairan
serebrospinaljika dapat dikerjakan.

G. TATALAKSANA
Farmakologi

Ribavirin dan interferon-a2a digunakan untuk mengobati MERS, namun kedua obat ini
kurang berhasil karena efek samping dan memerlukan penanganan khusus.3,4 Pasien
yang akan diberi ribavirin dan interferon-a2a
Tabel. Dosis ribavirin dan interferon-o.2a bagi MERS.4

. ,. l llli,.;i 11.<-!ir

Ribavirin
I

2000 mg po loading dose,


1-,1 I
··-· ..
2000 mg po loading dose, 2000 mg po loading dose, follwed by
follwed by 1200 mg po q8h follwed by 600 mg po 200 mg po q6h for 4 days then 200 mg
for 4 days then 600 mg po q8h for 4 days then 20CJ po q l 2h for 4-6 days
q8h for 4-6 days mg po q8h for 4-6 days
Pegylated interferon 180 mcg subcutaneously once per week (up to 2 weeks)
alfa 2a

harus memenuhi beberapa kriteria berikut:

1. Pemeriksaan laboratorium memberi hasil positif menderita infeksi MERS


2. Pneumonia yang terbukti secara klinis ataupun radiologis
3. Pasien membutuhkan dukungan ventilator invasif atau non-invasif.
4. Mendapat persetujuan dari konsultan bagian Penyakit Infeksi Dewasa

Non framakologi

1. Menjaga kebersihan / hygiene tangan dengan membiasakan cuc1 tangan pakai


sabun dengan air mengalir.
2. Istirahat cukup, asupan gizi yang baik dan tidak merokok.
3. Selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang dimasak dengan baik.

H. PENCENGAHAN
Penyebaran infeksi MERS dapat dicegah dengan cara:
T
1. Menggunakan masker jika sakit atau sedang berada di keramaian.
2. Tidak menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dibersihkan.
3. Menerapkan etika batuk ketika sakit
4. Sering mencuci tangan jika kontak dengan hewan atau jika berada di tempat
tempat ada hewan seperti pasar, terutama pasien gagal ginjal, diabetes, dan
immunocompromised. ,, Produk dari hewan, seperti daging dan susu, harus
dipastikan dimasak dengan sempuma, bukan separuh masak. Susu harus
dipasteurisasi.

I. KOMPLIKASI
• Pneumonia
• Gagal ginjal
• Kematian

J. PROGNOSIS
• Case fatality rate (CFR) telah dilaporkan 30% Tingkat kematian yang tinggi mungkin
karena diagnosis tertunda dan terapi kurang efektif.
• Komorbiditas terkait, termasuk penyakit ginjal stadium akhir, diabetes, dan penyakit
kardiopulmoner kronis akan meningkatnya angka kematian.

DI LARA G
ME VALIN
SMART
MO ULE
V. REFERENSI

Liwang, Ferry. Dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran jilid I. V ed.


Jakarta:
Media Aesculapius.
Parul Pahal, Venkat Rajasurya and Sharma, S. (2021). Typical Bacterial
Pneumonia. [online] Nih.gov. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534295/#:-:text=The%2
0typical%20bacteria%20which%20cause,%2C%20and%20gram%
2Dnegative%20organisms. [Accessed 12 Feb. 2022].
Sattar, A. and Sharma, S. 2021. Bacterial Pneumonia. [online]
Nih.gov. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513321/ [Accessed 12
Feb. 2022].
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014. Buku Ajar
Ilmu
Penyakit Dalam jilid II. VI ed. Jakarta: IntemaPublishing
Ahmad, Zen. (2021). PRAKTIS COVID-19: Patogenesis,
Diagnosis, dan Tatalaksana (2nd ed.). Palembang: FK Unsri Palembang,
Subbagian Paru Ilmu Penyakit Dalam RS Dr. M. Hoesin
IDI. (2020). Rekomendasi !DI Pemberian Antikoagulan Profilaksis
Pada Pasien COVID-19 yang Dirawat Di Rumah Sakit
Zainul, Arie Fatoni. Rakhmatullah, Ramacandra. (2021). Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada Pneumonia COVID-19. (2).1
Aryayuni, Chella. Siregar, Tatiana. (2015). Pengaruh Fisioterapi
Dada Terhadap Pengeluaran Sputum Pada Anak Dengan Penyakit
Gangguan Pernafasaan Di Poli Anak RSUD Kata Depok. (2). 1
Mayoclinic. (2021). Tuberculosis. Diakses pada 9 Februari 2022,
dari https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/tuberculosis/symptoms-causes/syc-20351250
Cdc.gov. 2022. Causes of Pneumonia I CDC. [online] Available at:
<https://www. cdc.gov/pneumonia/ causes.html#:-:text=Viruses%2C%20ba
cteria%2C%20and%20fungi%20can,is%20Streptococcus%20pneumoniae
%20(pneumococcus).> [Accessed 12 February 2022].
Centers for Disease Control and Prevention. 2022. Prevent
pneumonia. [online] Available at:
<https://www. cdc.gov/pneumonia/prevention.html> [Accessed 12
February 2022].
Emedicine.medscape.com. 2022. Viral Pneumonia: Practice
Essentials, Background, Pathophysiology. [online] Available at:
<https://emedicine.medscape.com/article/300455-overview> [Accessed 12
February 2022].
Freeman, A. and Townes R. Leigh, J., 2022. Viral Pneumonia.
[online] Ncbi.nlm.nih.gov. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK5l 3286/> [Accessed 12
February 2022].
bttp://103.13.36.125/index.php/CDK/article/view/848/597
https://media.neliti.com/media/publications/261812-middle
east-respiratory-syndrome-coronav-1059dd6f.pdf
Sosialisasi SE Dirjen P2P No. 936 tahun 2021 tentang Perubahan
Alur dan Pengobatan Tuberkulosis di Indonesia, B ei 2021
PEDOMAN PENATALAKSANAAN TB (KONSENSUS TB)
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia
PDPI
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokterkan, Tata Laksana
Tuberkulosis, Kemenkes
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW et al. (2014). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi ke-6. IntemaPublishing
Adigun R, Singh R. Tuberculosis. [Updated 2022 Jan 5]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK44l 9l 6/
World Health Organization. (14 October 2021). Tuberculosis.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis
Budijanto, D et al. (2018). Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.
Tuberkulosis.
https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/tuberculosis
Heemskerk D, Caws M, Marais B, et al. Tuberculosis in Adults
and Children. London: Springer; 2015. Chapter 6, Prevention. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK344409/
Burhan, Erlina et al. (2020). Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Das, D., Santosh, K.C. & Pal, U. Truncated inception net:
COVID- 19 outbreak screening using chest X-rays. Phys Eng Sci Med 43,
915-925 (2020). https://doi.org/10.1007/s13246-020-00888-x

ILARA Ci
MENYALIN
SMART
MODULE

Anda mungkin juga menyukai