Anda di halaman 1dari 11

KEBIJAKAN

SASARAN KESELAMATAN PASIEN

SIDOARJO, 01 JULI 2021


DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH SURABAYA
RUMKITBAN 05.08.03 SIDOARJO

KEPUTUSAN KEPALA RUMKITBAN 05.08.03 SIDOARJO


NOMOR :SK/88/VII/2021
TENTANG
KEBIJAKAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN
RUMKITBAN 05.08.03 SIDOARJO

KEPALA RUMKITBAN 05.08.03 SIDOARJO

Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 43


Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
b. Bahwa untuk terciptanya budaya keselamatan
pasien di rumah sakit, meningkatnya akun
tabilitas, menurunnya kejadian tidak diharapkan
(KTD), dan terlaksananya program-program
pencegahan tidak terjadi pengulangan kejadian
yang tidak diharapkan perlu menetapkan
kebijakan identifikasi pasien diRumkitban
05.08.03 Sidoarjo.

Mengingat : 1. Undang-Undangn Nomor 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit.
3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang
Keperawatan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
Tentang Tenaga Kesehatan.
5. Inpres RI Nomor 1 Tahun 1995 Tentang
Perbaikan Dan Peningkatan Mutu Pelayanan
Aparatur Kepada Masyarakat; dan
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
MEMUTUSKAN

Menetapkan :
KESATU : Sasaran keselamatan pasien di Rumkitban 05.08.03
Sidoarjo
KEDUA : Memberlakukan kebijakan sasaran keselamatan
pasien di Rumkiban 05.08.03 Sidoarjo
KETIGA : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
dan akan diadakan perbaikan/perubahan apabila
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapannya.

Ditetapkan di Sidoarjo
Pada tanggal : 01 Juli 2021
Kepala Rumkitban 05.08.03 Sidoarjo
`

dr Antonius Tatit Pulunggana,Sp.B


Kapten CKM Nrp.11080089520681
DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH SURABAYA Lampiran Keputusan Karumkitban 05.08.03 Sidoarjo
RUMKITBAN 05.08.03 SIDOARJO Nomor :SK/88/VII/2021
Tanggal :01 Juli 2021

KEBIJAKAN KESELAMATAN PASIEN


DI RUMKITBAN 05.08.03 SIDOARJO

Kebijakan Umum.
a. Perencanaan, perancangan, pengukuran, analisis dan perbaikan
proses yang berhubungan dengan keselamatan pasien harus secara
terus-menerus dikelola dengan baik agar tercapai hasil yang
maksimal.
b. Semua proses untuk menjaga keselamatan pasien di rumah sakit
melalui pendekatan yang melibatkan multi disipliner semua
pelayanan diseluruh rumah sakit.

Kebijakan Khusus.

a. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit bertanggung jawab


tentang pengelolaan proses dirumah sakit yang berhubungan
dengan keselamatan pasien, termasuk juga membangun kesadaran
tentang keselamatan pasien dirumah sakit, alur pelaporan insiden,
analisis insiden dan memberikan rekomendasi kepada pimpinan RS
untuk keselamatan pasien rumah sakit.
b. Sasaran Keselamatan Pasien termasuk prioritas keselamatan pasien
dirumah sakit.
c. Adapun Sasaran Keselamatan Pasien di Rumkitban 05.08.03
Sidoarjo.

1. Ketepatan Identifikasi pasien


a. Identifikasi pasien pada semua pelayanan atau pengobatan
menggunakan minimal 2 (dua) dari 3 (tiga) identitas pasien
yaitu :
1) Nama lengkap sesuai KTP/e-KTP.
2) Tanggal lahir sesuai KTP/e-KTP dengan format DD-
MM-YYYY
Contoh : 25-Mei-1984.
(Jika pasien lupa dengan tanggal lahirnya, tulis dengan
01 Januari tahun kelahiran ditentukan dengan perkiraan
sesuai usia pasien).
3) Nomor Rekam Medis.
b. Identifikasi pasien dilakukan secara lisan/verbal dan visual.
1) Verbal yaitu dengan menanyakan nama dan tanggal
lahir yang dilakukan saat pertemuan pertama.
2) Visual yaitu dengan cara mencocokkan gelang identitas
pasien.
c. Identifikasi pada bayi baru lahir :
1) Bayi tunggal : identitas menggunakan nama ibu (Bayi
Ny....)
2) Bayi kembar : Identitas diberi nomer 1,2 dibelakang
nama (Bayi Ny......1, untuk lahir pertama dan Bayi
Ny....2, untuk lahir kedua)
d. Penggunaan warna gelang pasien dan PIN penanda
adalah:
1) Biru untuk pasien laki – laki dan merah muda untuk
pasien perempuan.
2) Pin penanda warna merah untuk pasien memiliki alergi
obat, warna kuning untuk pasien resiko jatuh dan warna
ungu untuk pasien DNR (Do Not Resusitation).
e. Penulisan identitas gelang pasien harus jelas, terbaca dan
dicetak.
f. Pencetakan gelang identitas pasien dilakukan ditempat
pendaftaran pasien (TPP).
g. Gelang pasien dipasang pada pasien :
1) Semua pasien rawat inap, baik melalui IGD , Ponek dan
Kamar bersalin.
2) Bayi baru lahir, baik di Kamar Bersalin maupun kamar
Bedah.
3) Pada pasien one day care.
4) Pada pasien rawat inap yang gelang hilang, rusak atau
pasien yang membutuhkan pelepasan gelang
sementara).
h. Pemasangan gelang identitas pasien dilakukan oleh
perawat IGD apabila masuk lewat IGD, Kamar Bersalin dan
pada pasien elektif dari Klinik gelang dipasang oleh perawat
ruangan yang dituju.
i. Untuk pemasangan gelang identitas pada bayi baru lahir
dilakukan diruang tindakan setelah bayi baru lahir (Kamar
bersalin, IGD/ Ponek, dan Kamar Bedah).
j. Pemasangan gelang identitas pasien dipasang pada
pergelangan tangan atau kaki, apabila pasien tidak memiliki
tangan dan kaki maka dikalungkan di leher. Dan pastikan
bahwa gelang terpasang dengan nyaman dan aman.
k. Pada pasien tanpa identitas/tidak dikenal ditentukan
identitas dengan “huruf” (Tn/Ny. X1,X2 dst) dan untuk
tanggal lahir dituliskan tanggal, bulan, dan tahun saat ini.
l. Bila terjadi kesamaan nama untuk Instalasi Rawat Inap
dapat menggunakan tambahan symbol abjad A< B< C dst,
di belakang namanya. Untuk status RM dituliskan ”Pasien
Dengan Nama Sama”. Dan untuk apotik konfirmasi bila
terjadi nama yang sama bisa menggunakan tanggal lahir /
alamat pasien.
m. Tambahkan dibelakang nama Bin atau Binti bila pasien
hanya mempunyai nama dengan 1 suku kata.
n. Verifikasi Identitas pasien dilakukan sebelum pemberian
obat, darah atau produk darah, sebelum pengambilan
darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, serta
sebelum pemberian pengobatan atau tindakan/prosedur.
o. Pelepasan gelang identitas pasien dilakukan diruang rawat
inap pada saat pemulangan pasien dan di unit kamar
jenazah pada saat pasien meninggal.
p. Untuk kartu identitas pasien yang meninggal dunia selain
tiga identitas bisa ditambahkan jenis kelamin, jenis jenazah,
asal ruangan, tanggal/jam meninggal, penanggung
jawab/keluarga, dan alamat, kartu identitas jenazah bisa
diikatkan dijari tengah kaki kanan/kiri.
q. Identifikasi diet pasien menggunakan etiket makan pasien
yang berisi 3 identitas dan ditambah dengan ruangan dan
jenis diet serta ditaruh di nampan makanan pasien masing -
masing.
r. Sedangkan untuk buku pengajuan diet dari ruang rawat
inap dengan selain 3 identitas bisa di tambahkan jenis diet
dan diagnosa.
s. Identifikasi pada resep mencantumkan nama pasien, umur/
berat badan, alamatdan nomer telpon,Untuk identifikasi
pemberian label/etiket obat minimal mencantumkan nama
lengkap pasien dan tanggal lahir
t. Sedangkan pada formulir permintaan laboratorium dan
radiologi menggunakan 3 identitas ditambah dengan
alamat.
u. Konfirmasi Identitas Pasien Koma, Pasien Dalam Keadaan
Terbius dan Mengalami Disorientasi yang Memiliki
Keluarga/Penunggu yaitu dengan Memberitahu kepada
keluarga pasien bahwa gelang identitas pasien harus selalu
dipakai/tidak boleh di lepas sampai pasien diperbolehkan
pulang serta melakukan konfirmasi terhadap
keluarga/penunggu pasien saat tiap akan melakukan
prosedurtindakan,sedangkan untuk Pasien Koma, Pasien
Dalam Keadaan Terbius dan Mengalami Disorientasi yang
Tidak Memiliki Keluarga/Penunggu maka dilakukandouble
check oleh dua petugas ruangan yang akan melakukan
tindakan secara bersama dengan melihat gelang identitas
pasien.
v. Lable ID digunakan pada semua form identitas pasien baik
untuk pasien rawat inap dan rawat jalan.

2. Peningkatan Komunikasi Efektif


a. Komunikasi antar pemberi layanan dirumah sakit
dilaksanakan secara efektif, tepat waktu, akurat lengkap,
jelas dan tidak bermakna ganda mudah dipahami oleh
penerima pesan untuk mengurangi dan menghindari
kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien
b. Setiap intruksi via telpon harus dicatat, baca dan konfirmasi
ulang (TULBAKON)
c. Pelaporan hasil pemeriksaan kritis diagnostik/penunjang
dilakukan oleh petugas laboratorium yang pertama kali
menemukan ke DPJP Laboratorium, kemudian dilaporkan
kepada perawat jaga ruangan, perawat jaga ruangan yang
melaporkan hasil pemeriksaan kritis kepada DPJP pemberi
perintah sedangkan untuk IGD analisis melaporkan kepada
dr jaga IGD. Untuk pasien rawat jalan analisis segera
langsung melaporkan hasil kritis ke DPJP.
d. Untuk obat-obat yang termasuk obat dilakukan eja ulang
menggunakan ejaan alphabet yang sudah terstandarisasi.
e. Komunikasi efektif via telepon/whatsapp/sms dan lisan
terkait pelaporan kondisi pasien mengacu kepada SBAR
(Situation, Background, Assesment,Recommendation).
f. Komunikasi efektif via telepon/whatsapp/sms dituangkan di
Formulir komunikasi elektronik lain dan diverifikasi oleh
DPJP dengan stempel verifikasi minimal 1x24 jam,
maksimal sampai dengan pasien keluar rumah sakit/KRS.
g. Pembacaan kembali instruksi via telepon boleh tidak
dilakukan pada situasi yang tidak memungkinkan seperti di
Kamar Operasi, situasi gawat darurat di IGD dan ICU.
h. Lembar Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi diisi
oleh semua pemberi pelayanan kesehatan yang terlibat
langsung dalam memberikan pelayanan kepada pasien
selama rawat inap (dokter,perawat,bidan,ahli gizi, apoteker
i. Pelaksanaan proses komunikasi “Serah Terima” (Hand
Over) perawat jaga ruangan antar shift,kemudian serah
terima harus ditandangani oleh perawat jaga shift dan
perawat jaga penggantinya
j. Untuk proses serah terima pasien di IGD, perawat jaga IGD
dan dokter jaga IGD menulis di buku laporan serah terima
pasien yang kemudian di verifikasi dengan tanda tangan
serah terima.
k. Untuk proses serah terima di Unit Penunjang Radiologi
yang membawa pasien, menggunakan Form serah terima
pasien saat pemeriksaan diagnostik radiologi yang di
verifikasi dengan tanda tangan serah terima (petugas yang
menyerahkan dan menerima).
l. Penggunaan pena dalam penulisan pendokumentasian
dalam rekam medis menggunakan warna hitam dan biru,
Biru untuk dokter dan hitam untuk perawat.

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (High


Alert).
a. Rumah sakit memiliki ketentuan obat yang diwaspadai yaitu
obat yang kemungkinan menyebabkan kesalahan dan atau
obat yang beresiko tinggi yang menyebabkan dampak yang
tidak diinginkan, termasuk obat-obatan yang tampak mirip /
ucapan mirip (nama obat, rupa obat dan ucapan
mirip=NORUM) untuk menjamin keselamatan pasien
b. Petugas farmasi mengidentifikasi obat-obatan yang
termasuk high alert, elektrolit konsentrat, maupun
LASA/NORUM.
c. Petugas farmasi melakukan pelabelan obat-obatan yang
perlu diwaspadai:
1. Untuk stiker High Alert dengan dasar berwarna merah
dengan tulisan ”HIGH ALERT”
2. Elektrolit Kosentrat bewarna merah bertuliskan ”HIGH
ALERT”
3. Untuk LASA/NORUM stiker berwarna dasar kuning
bertuliskan “ LASA”.
d. Instalasi Farmasi dan seluruh ruang Unit perawatan harus
memiliki daftar obat “HIGH ALERT”
e. Elektrolit Kosentrat hanya boleh disimpan di Instalasi Farmasi
dengan tempat penyimpanan khusus (lemari terkunci dengan
warna merah dan tidak berdekatan).
f. Penyimpanan obat HIGH ALERT di Instalasi Farmasi dipisahkan
dengan obat lain dan diberi selotip merah pada sekeliling tempat
penyimpananya, khusus obat Narkotika dan Psikotropika
disimpan secara terpisah dan terkunci.
g. Penyimpanan obat HIGH ALERT di luar Instalasi Farmasi
ditempatkan pada troley emergency dalam kondisi terkunci atau
disegel serta di cek tiap bulan oleh petugas farmasi yang
berwenang.
h. Tempat penyimpanan di Instalasi Farmasi untuk LASA/NORUM
tidak boleh diletakkan bersanding (harus terpisah) minimal
terpisah 1 obat.
i. Setiap akan memberikan obat petugas harus menerapkan prinsip
7 benar yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu, benar cara
atau rute, benar pasien, benar informasi dan benar dokumentasi.
j. Pemberian Elektrolit Konsentrat harus dengan pengenceran atau
pencampuran obat dilakukan oleh petugas farmasi.
k. Untuk pemberian obat–obat High Alert harus diketahui minimal
oleh 2 orang (double check) dan didokumentasikan (paraf dan
nama petugas).
l. Protokol koreksi hiponatremia, hipokalemia, dan hipofosfatemia
sebagai acuan penerapan koreksi elektrolit pada pasien untuk
mengurangi atau mengeliminasi / mencegah kesalahan
pemberian yang tidak sengaja atau kurang hati-hati.

4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien


operasi
a. Pemeriksaan pasien di kamar operasi menurut
keselamatan pembedahan (Surgical Safety) dilakukan
dalam tiga tahap: Sigh In, Time Out, dan Sigh Out.
b. Tahapan Sigh In meliputi:
1. Identitas Pasien
2. Persetujuan Operasi (Informed Consent)
3. Lokasi operasi/ Penandaan daerah operasi (Site
Marking) : pemberian tanda lokasi operasi dilakukan
oleh ahli bedah yang melakukan operasi dengan
melibatkan pasien atau keluarga.
a) Penandaan dilakukan dengan tanda ”O”
(Lingkaran) atau sedekat mungkin atau sepanjang
organ yang akan diinsisi dengan menggunakan
tinta permanen dan dilakukan di ruang rawat inap,
instalasi rawat jalan (klinik bedah) kecuali pasien
CITO penandaan dilakukan di IGD atau Instalasi
Kamar Bedah.
b) Penandaan dilakukan pada organ tubuh multiple,
organ ganda yang akan di lakukan operasi.
c) Penandaan dilakukan dengan menggunakan spidol
permanen warna hitam khusus bedah yang bisa
dilihat pada saat dilakukan desinfeksi pada area
operasi.
d) Semua tindakan Site Marking didokumentasikan
pada Rekam Medis pasien.
e) Pemerikasaan kelengkapan anestesi.
f) Riwayat alergi pasien.
g) Gangguan jalan napas/ risiko aspirasi.
h) Risiko kehilangan darah>500 ml , anak-anak
7ml/kgBB.
c. Tahapan Time Out meliputi :
1. Semua anggota memperkenalkan nama dan peran
dalam tim bedah
2. Ahli bedah, ahli anastesi, perawat menegaskan nama
pasien, lokasi pembedahan dan prosedur pembedahan.
3. Memastikan profilaksis antibiotik sudah diberikan 60
menit sebelum pembedahan atau tidak.
4. Antisipasi kejadian beresiko
5. Review Dokter Operator
6. Review Perawat anestesi
7. Review Tim Perawat
8. Perawat sirkuler menyatakan jam dimulainya operasi
dan mempersilahkan dokter operator untuk memimpin
berdoa
9. Dokumentasi pada chek List.
d. Tahapan Sign Out meliputi :
1. Pertawat secara lisan menyatakan kepada tim bedah
tentang prosedur pembedahan yang telah dilakukan
2. Penghitungan jumlah alat,kasa,jarum, yang dilakukan
oleh perawat instrumen dibantu oleh perawat sirkuler.
Pastikan jumlah sesuai dan sudah dikeluarkan dari
tubuh pasien sebelum luka ditutup.
3. Pemberian Etiket pada spesimen. Perawat sirkuler
memastikan pemberian Etiket benar pada semua bahan
pemeriksaan patologis dengan menyebut nama, tanda
yang diberikan dan nama bahan spesimen.
4. Perawat mengidentifikasi adanya masalah pada alat
agar tetap berfungsi dengan baik dan mencegah alat
didaur ulang kembali keruangan
5. Ahli bedah, Anastesi,perawat mengkaji dan
mendiskusikan pemulihan pasca operasi dan rencana
pengelolaan perawatan selanjutnya yang berfokus
khusus pada fase intraoperatif atau masalah anastesi
yang mempengaruhi pasien.
5. Pengurangan resiko infeksi
a. Untuk pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi,
maka hand hygiene harus dilakukan oleh semua personil
yang berada di lingkungan rumah sakit dan menggunakan
acuan dari hand hygiene WHO yang berlaku.
b. Hand hygiene/cuci tangan dilakukan oleh setiap atau
semua petugas Rumah Sakit, keluarga dan pengunjung
yang berhubungan langsung dengan pasien.
c. Hand hygiene dengan air dan sabun dilakukan dengan
waktu 40 – 60 detik
d. Hand hygiene dengan hand rub berbasis alkohol dilakukan
dengan waktu 20 - 30 detik.
e. Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek
tanpa memakai perhiasan cincin.
f. Hand Hygiene dilakukan dengan prisip lima moment yaitu :
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan aseptic
3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan pasien
g. Hand Hygiene dilakukan dengan cara 6 langkah yaitu :
1. Gosok rata kedua telapak tangan
2. Gosok rata kedua punggung tangan
3. Gosok sela-sela jari tangan dari kedua tangan secara
merata
4. Gosok sisi dalam jari-jari kedua tangan dengan jari-jari
pada posisi saling menggenggam
5. Gosok dengan gerakan berputar ibu jari kedua tangan.
6. Gosok ujung jari-jari kedua tangan pada telapak tangan
dengan gerakan memutar.

6. Pengurangan Resiko Jatuh


a. Assesment Resiko Jatuh Rawat Jalan
1. Mengisi checklist pengkajian resiko jatuh pada saat di
Tempat Pendaftaran.
2. Melakukan proses awal asesmen risiko pasien jatuh
pada pasien rawat jalan dengan menggunakan skala
morse untuk pasien dewasa dan geriatri dan skala
humpty dumpty untuk pasien anak
3. Untuk pasien rawat jalan asesmen awal dilakukan
diklinik apabila pasien rencana masuk rawat inap
assemen ulang dilakukan diruang rawat inap
4. Untuk pasien rawat jalan jika ditemukan risiko jatuh
tinggi ditempeli sticker warna kuning pada lengan
tangan pasien, beri kalung pada pasien geriatri.
5. Untuk pasien geriatri rawat jalan pada rekam medis
diberi tanda stempel geriatri.

b. Assesment Resiko Jatuh Rawat Inap


1. Skala Resiko Jatuh Pada pasien rawat inap untuk skala
Morse untuk pasien dewasa dan geriatri sedangkan
untuk pasien rawat inap anak menggunakan resiko
jatuh Humppy Dumpty
2. Untuk pasien masuk rawat inap asesmen awal
dilakukan di IGD,Ponek, dan Instalasi Rawat jalan.
Assesmen ulang dilakukan diruang rawat inap.
3. Untuk pasien neonatus langsung dikategorikan risiko
jatuh tinggi.
4. Asesmen untuk pasien resiko jatuh rendah dilakukan
monitoring dan evaluasi saat pasien pulang, monitoring
dan evaluasi pasien resiko jatuh sedang dilakukan tiap
24 jam, dan monitoring untuk pasien resiko jatuh tinggi
dilakukan tiap 8 jam sampai dikatakan resiko jatuh
rendah.
5. Lakukan pendokumentasian pada lembar CPPT pada
awal masuk untuk pasien risiko jatuh rendah dan tiap
shift untuk pasien jatuh sedang dan tinggi.
6. Pasang pin warna kuning pada pasien yang berisiko
jatuh tinggi, dan beri tanda (simbol) pada tempat tidur
pasien.seperti warna kuning untuk pasien risiko jatuh
tinggi.
c. Pimpinan Rumah sakit berkolaborasi dalam melaksanakan program
keselamatan pasien.
d. Frekuensi pengumpulan data indikator yang berhubungan dengan
keselamatan pasien disesuaikan dengan kegiatannya.

Anda mungkin juga menyukai