Anda di halaman 1dari 15

“MASALAH-MASALAH KONSELI”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Psikologi Konseling”

DOSEN PENGAMPUH
Annisah Arrumaisyah Daulay, M.Pd., Kons

KELAS : BPI-B
SEMESTER VI

DISUSUN OLEH :
Kelompok VI

ANDINI (0102202051)
DIAN NOVELIA AZRIS (0102202071)
WIRAWAN RAMADHAN (0102202048)
RIZKA INDAH FADHILA HARAHAP (0102202054)

JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2022/2023

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................... 1

BAB 1 PEMBAHASAN.................................................................................. 2

A. Hakikat Masalah................................................................................... 2
B. Sumber Masalah Konseli...................................................................... 5
C. Benuk-Bentuk Masalah Konseli........................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16

BAB I

PEMBAHASAN

A. Hakikat Masalah

2
Masalah adalah hambatan atau masalah yang perlu dipecahkan, dengan kata
lain masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dan sesuatu yang diharapkan untuk
mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya. Para ahli memaparkan berbagai cara untuk
memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, baik melalui penalaran
maupun melalui penelitian. Masalah manusia begitu kompleks ketika harus percaya
bahwa setiap adalah sifat pada setiap orang yang membawa masalahnya sendiri.
Sehingga jika rakyat negara tersebut memiliki banyak masalah yang menjadi
problematika, maka harus diketahui pula penyebab dari masalah tersebut.
. Ada beberapa cara yang telah dikemukakan para ahli dalam menyelesaikan
masalah yang terjadi pada konseli, baik itu melalui pemikiran yang masuk logika
maupun melalui sebuah penelitian. Permasalah manusia begitu kompleks jikalau
seperti keyakinan yang menyatakan bahwa setiap individu merupakan ciri khas dalam
setiap orang yang membawa permasalahannya masing-masing. Oleh karena itu, jika
penduduk bumi memiliki banyak masalah yang menjadi problematika maka harus
diketahui pula sebab dan penyebab timbulnya masalah tersebut.
Sebelum kegiatan terapi dilakukan atau kegiatan pemecahan masalah setiap
konselor harus mengetahui titik masalah yang dialami konselinya. Sehingga
memudahkan konselor dalam memberikan obat penyembuhan kepada konselinya.
Masalah manusia ini pula tidak hanya cukup jika diungkap dengan bukti-bukti
empiric, memang empiric mampu dalam membuat aftar masalah tetapi ia belum
mampu dalam menyelesaikan masalah tersebut, jadi bila solusi tersebut belum sesuai
dengan hakikat masalah secara komprehensif maka orang tersebut belum
mendapatkan pemecahan masalah, dalam kasus ini terdapat layanan konseling dan
psikoterapi yang berguna dalam mengatasi masalah konseli tersebut(Ridwa, 2018).
Pada hakikatnya masalah yang dihadapi oleh konseli diyakini ataupun tidak
sesungguhnya manusia tidak lepas dari masalah baik itu masalah pribadi, keluarga,
masalah Pendidikan dan masalah sosialnya dikehidupan sehari-hari. Setiap orang
pastinya yang mempunyai masalah tidak menginginkan masalah itu berlatur-larut
dalam pikirannya dan ia akan mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
Beberapa orang dapat keluar dari masalahnya karena ada keyakinan dan
kesungguhan, kepercayaan diri dan pemikiran religius yang dimiliknya, akan tetapi
sebagian manusia ada juga tidak bisa keluar dari masalah tanpa ada bantuan dari
orang lain, motivasi ataupun arahan dari orang lain. Jika hakikat ini dilihat dari sudut

3
pandang konseling maka masalah pada hakikat adalah kesenjangan antara kondisi
individu dengan apa yang dialaminya dan harapan-harapan-harapan individu terdapat
hambatan yang dialaminya.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah
terhadap konseli atau individu. Secara umum faktor yang timbulnya masalah
diantaranya adalah:
1. Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak diinginkan oleh individu itu
sendiri atau dari lingkungannya.
2. Masalah lonjakan disebabkan dari proses yang salah
3. Masalah muncul karena ada kesenjangan antara harapan individu dan
kenyataan yang saling bertentangan(Daulay, 2021).

Ada pula beberapa konselor menggunakan kegiatan konseling psikologi sebagai


media pemerintah masalah konselinya yaitu dengan cara tatap muka secara langsung dengan
adanya proses secara tatap muka memudah kan seorang konselor untuk memahami diri
konseli secara langsung (jurnal internasional). Setiap individu memiliki kehidupan yang
dinamis. Segala aktivitas yang telah dilakukan bukan sekedar kehidupan monoton setiap
individu memiliki pemikiran dan masalah, salah satunya masalah psikologis, pada dasarnya
masalah psikologis yang dialami seorang konseli secara subjektif tergantung pada ketelitian
seorang konselor dalam memperhatikannya. Tugas seorang konseli yang pada umumnya
membantu menyelesaikan masalah konseli penuh dengan tantangan. Seorang konselor
memberikan beberapa pertimbangan dalam memutuskan hakikat masalah yang dialami
konseli, konselor juga diperlukan berhati-hati dalam penyesuaian diri terhadap kondisi yang
dialami konseli.

Konseli mulai merasakan masalah-masalah yang bermunculan saat memasuki hal-hal


baru yang berbeda dengan pola lama yang dilakukannya, sehingga menimbulkan
kesenjangan. Kesenjangan ini pula lah yang memunculkan perbedaan antara kenyataan dan
hadapan. Konseli sendiri menganggap bahwa masalah merupakan hal-hal yang diharapkan
tidak sesuai dengan kenyataan/ realita(Aydin, David, 2019).

Sebagai seorang konselor tidak diperkenankan untuk putus asa jika dipertemukan
dengan konseli yang bermasalah, yang harus dilakukan konselor yang pertama yaitu mulai
mendeteksi akar dari permasalahan konseli tersebut, kedua mengetahui apa kemauan
seorang konseli tersebut sehingga konselor dapat mengetahui kemana arah tujuan

4
penyelenggaraan masalah konseli karna pada hakikatnya masalah-masalah yang dihadapi
oleh konseli tersebut belum sesuai dengan keinginan konseli tersebut (Mulawarman, 2020).

Oleh karena itu ada beberapa cara yang dapat dilakukan konselor untuk membantu
konseli dalam menyelesaikan masalahnya, salah satunya konselor mengajak konseli
memecahkan masalahnya dengan cara bermuhasabah yaitu memulainya dengan cara
introspeksi diri sendiri, yaitu seorang konseli harus dapat memahami diri sendiri dulu , lalu
setelah itu mulai mengetahui apa yang terjadi dengan perasannya dan pikirannya sehingga
tahu apa yang dilakukannya dan akar dari timbulnya masalah yang dihadapi konseli tersebut.

Masalah atau penyakit parah konseli adalah masalah internal yang sebagian datang
dari luar. Hanya sekitar 30% masalah atau penyakit yang bersifat fisik dan 70% sisanya
bersifat psikologis. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hal yang menimbulkan masalah bagi
seseorang dilatarbelakangi oleh munculnya masalah psikologis. Oleh karena itu, guru harus
mampu memberikan pengajaran dan bimbingan yang komprehensif dan universal. Misalnya
dalam kegiatan kepemimpinan selain aspek kognitif pemimpin dapat memberikan
pengendalian emosi pada diri seseorang dan mencakup kecerdasan mental, sehingga metode
ini lebih akurat dan optimal (Lubis, 2021).

B. Sumber Masalah Konseli

Kita sebagai makhluk hidup sudah pastinya lah tidak jauh dari yang namanya masalah, di
dalam hidup yang kita jalani pada saat ini tentu banyak Lika liku kehidupan yang kita lalui
seperti hal nya kita pasti dijumpai dengan yang nama masalah,tantangan atau Bahkan
kesempatan yang kadang kala tidak dapat di atasi oleh seseorang.Tanpa kita sadari bahwa
Masalah yang ada juga timbul dengan adanya perubahan dalam berbagai bidang dan sistem
nilai, seperti hal nya yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari hari yaitu masalah
ekonomi dan Masalah politik. Disini pada hakikatnya Masalah secara umum menunjuk pada
adanya kesenjangan antara keadaan yang pada saat ini terjadi dengan apa yang kita tujuan.

Pada saat situasi tertentu juga terkadang masalah yang datang kepada individu juga dapat
terjadi dari dalam diri klien maupun dari luar diri klien. Kedua sumber tersebut akan
mempengaruhi klien menjadi kurang baik. Tentu saja kita sebagai seorang konselor perlu
memberikan arahan dan bimbingan kepada klien sesuai jenis dari permasalahan yang
dihadapi. Kita sebagai konselor harus dapat memahami keseluruhan Maslah klien yang
berkaitan dengan latar belakang klien, untuk itu pemahaman individu akan lebih meringankan
ke arah yang tepat.

5
1. Sumber dari luar diri konseli

Biasanya masalah-masalah yang bersumber dari luar diri konseli ini tidak bisa
dipungkir penyebab dan tidak lain dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Adapun faktor
faktor yang berpengaruh dari luar diri klien yaitu:
1. Masalah dari lingkungan keluarga
2. Masalah dari lingkungan pendidikan
3. Masalah dari lingkungan masyarakat
Apapun Masalah yang berasal dari luar diri klien baik itu Maslah sosial, pendidikan,
maupun karir,maka masalah itulah yang akan di bahas dalam layanan bimbingan dan
konseling. Tetapi konselor harus harus lebih mengedepankan masalah yang di kemukakan
oleh klien kepada konselor.
2. Sumber masalah dari dalam diri klien
Nah biasanya Masalah yang ada pada dalam diri klien itu di pengaruhi oleh pikiran nya
yang bersumber dari dalam dirinya. Masalah ini muncul biasanya terjadi karna klien
kurang mampu menyesuaikan segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya. Maka ini
dapat kita kata kan sebagai Masalah pribadi.
Adapun beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan masalah dari dalam diri klien
yaitu:
1. Kurang terpenuhinya kebutuhan kasih sayang
2. Kurang dihargai
3. rasa tidak terima
4. Merasa minder
5. Ingin mengenali diri sendiri
6. Sifat kurang dewasa
7. Sikap kurang mandiri
8. Merasa dirinya kurang bermakna.
Titik berat ataupun titik tujuan seorang konselor dalam mengumpulkan data untuk
dapat memahami Masalah masalah klien. Diharapkan dalam tahap ini konselor dapat
menegaskan gambaran masalah yang di hadapi klien itu sejelas mungkin. Sumber
masalah internal maupun eksternal yang dialami oleh klien harus diatasi dengan cara
yang tepat agar hidupnya menjadi lebih terarah nah disini peran guru BK maupun
konselor merupakan aktor utama dalam kegiatan layanan konseling.oleh sebab itu agar
konseling berhasil secara efektif dan efisien,tentu kita harus melihat siapa klien yang
akan di bantu maupun dibimbing serta melihat situasi konseling ya (Seto Mulyadi,
Muhammad Fakhrurrozi, 2015)
3. Masalah-masalah individu perspektif pendekatan TFA (thinking, feeling, dan
cating)
a. Dalam hal ini pendekatan yang beradaptasi pada pemikiran dalam pendekatan
berpikir, Ini adalah asumsi dasar bahwa ketika seseorang memilikinya pikiran
yang tidak sejalan atau tidak logis bahkn rasional, oleh karena itu melibatkan
orang yang mengalami permasalahan dan kemudian dia akan menjadi orang waras
jika orang yang dikendalikan mampu melakukannya beralih ke pemikiran rasional
dan logis. Contohnya, Rani adalah seorang perfeksionis. Ia selalu berfikiran

6
khawatir tentang dirinya, selalu bertanya apakah dia sudah memberikan yang
terbaik kepada orang lain, penampilan bagaimana dihadapn orang lain. Dengan
begitu daalam dirinya sendiri ia selalu berupaya untuk memberikan yang terbaik
untuk dirinya dihadaapn orang lain. Dalam kasus ini Rani ingin membuang jauh
yang ada pada dirinya dan ia membutuhkan dan meminta bantuan kepada seorang
konselor untuk mengatasi masalah yang ada dalam dirinya. Agar dapat
memperbaiki diri dan juga seorang konselor membantu Rani untuk berorientasi
kepada kognitif atau pemikiran yang lebih baik lagi.
b. Yang kedua pendekatan yang berorientasi pada perasaan, Didalam pendekatan ini,
yang harus diperhatian paling utama pelatihan berfokus pada emosi, cinta dan
ketulusan subjek. Kemudian untuk pendekatan ini sendiri berorientasi pada emosi
yang kondisi dasarnya adalah ketika seseorang individu tidak bisa
mengungkapkan dan memahami perasaan dan emosi seseorang ini adalah individu
yang “sakit” sehingga untuk berbicara masalah seseorang individu menjadi
individu yang lwbih baik atau sehat ketika seseorang dapat mengetahui,
memahami, menempatkan dan mengekspresikan emosi pengalaman dengan cara
ini, individu memperoleh pemahaman dan mengambil tindakan yang tepat untuk
hal ini.
c. Selanjutnya pendekatan yang berorientasi pada tindakan, untuk pendekatan ini,
berorientasi pada kegiatan, aksi (aktivitas) yang dimilikinya asumsi dasarnya
adalah bahwa seorang individu tidak dapat mengubah perilakunya menyebabkan
masalah (ketidaksesuaian) dengan perilaku yang tepat dan perilaku membantu
individu mempunyai masalah. Untuk itu pula guru memberikan bantuan kepada
individu melalui beberapa tindakan sesuatu yang lebih baik kearah tindakan yang
lebih efektif atau perubahan tingkah laku seperti melalui perubahan tentang
pribadi, perubahan lingkungan, perubahan prosedur, perubahan sikap.
C. Bentuk-Bentuk Masalah Konseli
a. Masalah Kecewa (Disappointed Problem)
Masalah yang pertama ini ialah suatu gangguan emosi yang terjadi pada diri
seseorang disebabkan karena ketidaksesuaian dengan apa yang ingin dicapai
bertolak belaakang dengan kenyataan yang terjadi. Seseorang mengalami masalah
kecewa disebabkan perlakuan yang ia dapat ataupun pelayanan dapati tidak sesuai
dengan dirinya sendiri, baik itu di lingungan pendidikan, lingkungan keluarga dan
juga lingkungan masyarakat. Pelayanan yang ia dapat dilingkungan sekolah tidak
dapat memuaskan dirinya sendiri. Misalnya individu atau yang sering disebut
mahasiswa dalam Perguruan Tinggi mengalami rasa kekecewaan dikarenakan dosen
tidak datang memberikan kuliah tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya, kemudian
individu yang bekerja sebagai pegawai merasa sangat kecewa disebabkan perjanjian
perusahaaan yang akan mmeberikan gaji plus akan tetapi tidak pernah terjadi hal
tersebut. Kemudian seseorang membuat kita terobsesi akan tetapi dalam
kenyataannya tidaklah sebaik yang kita kira(Nainggolan, 2019).
Seseorang yang mengalami kekecewaan pada dirinya secara berlarut-larut tanpa
adanya penyelesaian dapat menimbulkan kerumitan terdesak yang dapat
mengakibatkan kegilasaan, salah ambil tindakan, frustasi, salah ucap, bahkan orang
yang mengalami kekecewan akan bermimpi sesuatu sebagai wujud adanya keinginan

7
yang tidak terpenuhi. Untuk itu klien ataupun konseli yang gagal menyelesaikan
masalah sebaiknya meminta bantuan kepada seseorang misalnya, konselor sebaya,
dimana mencari jalan keluar agar masalah yang dihadapi dapat terpecahkan
masalahnya (Hartono, 2012).
b. Masalah Kecemasan (Anxiety Problem)
Secara umum kecemasan ialah bersifat subjektif, yang ditandai dengan perasaan
tegang, khawatir, takut, dan disertai dengan perubahan fisiologis terhadap diri
individu, misalnya percepatan denyut nadi, terjadinya perubahan pernapasan, dan
tekanan darah. Oleh karena itu kecemasan sering juga disebut dengan kondisi
emosional yang dialami seseorang, dimana terjadinya keadaan yang tidak
menyenangkan terhadap pengalaman-pengalaman yang telah dialaminya.
Pengalaman yang berbentuk samar-samar yang telah disertai dengan keadaan atau
perasaan tidak berdaya yang ia alami. Individu akan mengalami kecemasan jikalau ia
dihadapkan kepada keadaan yang dapat membahayakan diri individu tersebut,
misalnya ketika seorang mahasiswa yang sedang mengerjakan revisian skripsi ia
belum mendapat persejutujuan dikarenakan belum ada persetujuan dari dosen yang
pernah mengajar didalam kelasnya, yaitu mata kuliah yang ia anggap paling sulit
(Nainggolan, 2019).
Menurut Gilmer, masalah kecemasan dibagi menjadi empat macam diantaranya
kecemasan normal, kecemasan abnormal, kecemasan state anxiety, dan juga
kecemasan trait enxaity.
a. Kecemasan normal
Kecemasan normal adalah kecemasan yang masih ringan dan merupakan
reaksi yang dapat mendorong subjek untuk bertindak, seperti:menunjukkan
kurangnya kepercayaan diri dan mungkin juga menggunakan pertahanan ego,
misalnya untuk membenarkan kegagalan yang mereka rasakan secara
rasional.
b. Kecemasan abnormal
Kecemasan yang tidak normal adalah kecemasan kronis, adanya kecemasan
dapat menyebabkan inefisiensi dan perilaku, misalnya siswa yang perlu
mengikuti ujian ulang karena gagal dalam ujian pertama.
c. Kecemasan state anxiety
Kecemasan disebut kecemasan keadaan ketika gejala kecemasan yang
dihasilkan dipandang sebagai situasi yang mengancam bagi individu.
Misalnya, orang yang dirawat menganggap kegagalan yang mereka alami
tahun lalu sebagai ancaman.
d. Trait anxiety
Kecemasan sifat adalah kondisi seperti kecemasan yang bertahan pada
individu. Ketakutan ini terkait dengan kepribadian orang yang
mengalaminya. Tuduhan dengan kecemasan sifat tinggi cenderung menerima
situasi sebagai berbahaya atau mengancam dibandingkan dengan tuduhan
dengan kecemasan sifat rendah, sehingga mereka merespons situasi yang
mengancam dengan intensitas kecemasan yang lebih besar(Hartono, 2012).
c. Masalah Stress (Stress Problem)

8
Masalah stress merupakan masalah yang sering terjadi pada diri seseorang,
dimana, masalah stress yang dialami oleh individu akan melekat pada setiap
harinya dikehidupan individu tersebut. Orang yang mengalami stress akan sulit
berfikir jernih disebabkan dengan adanya pemikiran-pemikiran yang telah kacau
sebelumnya. Secara umum tidak dapat dipungkiri orang yang mengalami stress
akan menutup kemungkinan dirinya terhadap orang lain, misalnya untuk
meningkatkan ransangan ataupun kekebalan yang ada dalam tubuhnya akan
melemah, untuk itu tingkatan tertentu adalah rangsangan yang baik bagi
seseorang yang mengalami stress akan mencoba mengembangkan pemikiran-
pemikiran yang efektif ketika levelnya sangat tinggi dan stres menjadi sumber
masalah dalam hidupnya.
Stress tidak memandang umur untuk itu, stress bisa terjadi untuk siapa saja,
individu yang mengalami stress dalam tingkat ringan ataupun berat berbeda,
dengan reaksi yang tidak sama pula tentunya akan berbeda penyebab ataupun
faktor munculnya stress pada individu tersebut. Kebanyakan orang yang
mengalami masalah stress dalam kehidupannya akan mengalami perasaaan
tertekan dan menguras sebagian besar dari beberapa aspek kehidupan misalnya
kesehatan, uang, keluarga, dan pekerjaaan. Untuk itu stres yaitu suatu kondisi
yang sering muncul ketika peristiwa yang dialam terhadap pengalaman atau
kejadian pada saat itu. Dan hal-hal yang dianggap sebagai penyebab stres
memungkinkan mereka yang terkena dampak untuk mengenali
ketidakseimbangan yang sebenarnya antara kondisi psiologis, biologis dan sosial
atau sistem sumber daya yang ada pada dirinya. Stres ialah mental psikologi dan
tekanan keadaan fisik.
Stress terbagi atas dua macam yaitu sebagai berikut:
1. Stress positif (Eustres), adalah suatu stres yang biasa disebut stres
yang baik. Disebut stres baik karena stress positif dapat
menghadirkan tantangan bagi oang yang mengalami masalah stress.
Dimana individu tersebut dapat termotivasi melalui tantangan yang
ada dalam dirinya terutama didalam pikrannya untuk mencapai tujuan
yang ada diinginkannya dengan mengubah pola pikir dan melakukan
yang terbaik untuk dirinya sendiri, dan jenis stress ini memungkin
Eustress tidak menyebabkan efek fisik atau negatif mental terhadap
orang yang mengalaminya.
2. Stress negatif (Distres), sterss yang kedua adalah jenis stres yang
dapat menyebabkan buruk (bad stress). Marena dapat menekankan
seorang individu kepada situasi stres yang berlarut-larut yang terjadi
(dialami)-nya secara terus-menerus, sehingga dapat mengakibatkan
melemahnya fisik kesehatan pada dirinya, dan disertai rasa takut
terus-menerus dalam dirinya, kemudian mengakibatkan sakit secara
mental atau fisik.
a. Indikasi-Indikasi stress
Gejala stress sering mempengaruhi keadaan kesehatan fisik dan
kekuatan mental pada diri seseorang. Individu yang mengalami stres akan
mengalami mudahh tersinggung, agresif, memiliki sifat marah yang erus-
terus pada dirinya, kegugupan dan emosi perawatan kronis. Kemudin
merasa tidak nyaman dengan kondisinya bahkan tidak bisa santai atau
memiliki sikap tidak koperatif. Selain itu, orang tersebut dapat melaukan
hal-hal yang tidak bisa dikeldalikan oleh dirinyaa, misalnya melarikan
diri dengan minum-minuman alkohol ataupun merokok secara

9
berlebihan. Bukan itu saja, orang yang mengalami stres “akan menderita
keluhan fisik misalnya masalah pencernaan, tekanan darah tinggi dan
gangguan tidur. Dimana ia akan kesulitan tidur. Selain itu, gejala-gejala
stress juga dapat dilihat dengan gejala-gejala berikut ini:
1. Gejala emosional yaitu marah, memiliki rasa takut, kekecewaan
yang mendalam, moodyan yang baik akan menjadi murung,
depresi, agresif terhadap orang lain, mudah tersinggung dan malu
2. Gejala kognitif yaitu sulitnya berkonsentrasi, terdahap hal-hal
yang ada dalam pikirannya yng disebabkan pikiran kacau dan
mengakibatkan pusing, amnesia, pelupa, melamun secara
berlebihan dengan pikiran-pikiran yang terus menghantui dirinya
dengan satu pikiran.
3. Gejala fisik yaitu dapat menyebabkan gangguan pada saat tidur,
kesulitan untuk buang air besar, sakit kepala, kehadiran gangguan
pencernaan, tidak ada nafsu makan dan akan menyebabkan
tekanan darah tinggi, jantung akan berdebar dan bahkan akan
kehilangan energi (kekuatan) yang ada dalam tubuh .
b. Faktor penyebab stress
Stress disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya ialah faktor dari
diri individu tersebut. Diantaranya:
1. Bervariasi sesuai dengan keadaan individu, misalnya: jenis kelamin,
faktor genetika, kecerdasan, etnisitas, pendidikan, temperamen,
keadaan struktur tubuh, status ekonomi dan budaya
2. Karakteristik kepribadian (Introvert-Extrovert), misalnya: kestabilan
emosi umum, memiliki kepribadian tipe A, kekuatan (Endurance),
Locus Of Control, Medium, pengawasaan, imunitas dan resistensi.
3. Adanya Variabel sosial-kognitif, dukungan sosial yang dirasakan,
jaringan sosial dan kontrol pribadi yang dirasakan
4. Adanya hubungan antara lingkungan masyarakat, mendapat
dukungan sosial, integritasi dengan jejaring sosial
5. Arah ataupun strategi holding, emosi ataupun pemikiran yang matang
berdasarkan bagaimana keputusan yang diambil ketika mengalami
masalah stress(Agista, 2011).
d. Masalah Depresi (pression Problem)
Depresi adalah gangguan suasana hati yang memengaruhi pikiran, perasaan,
dan perilaku seseorang. Depresi biasanya merupakan perasaan sedih, putus asa,
dan kehilangan minat yang bertahan dalam keadaan yang biasanya membuat
cemas. Dalam beberapa kasus, orang dengan depresi mungkin mengalami
kesulitan yang ekstrim dalam menanggapi rangsangan dan mungkinhilangnya
harga diri, delusi, dan perasaan putus asa(Dirgayunita, 2016).
Depresi juga sering disebut sebagai keluhan-keluhan yang di alami oleh
seseorang, disebabkan oleh beberapa hal, antara lain faktor ekonomi yang dihadapi
oleh masyarakat pada umumnya. Masalah depresi dikelompokkan kedalam
gangguan emosi yang terdapat dalam kepribadian yang membutuhkan perhatian atau
arahan serius dari berbagai kelangan kedokteran, psikologi, konselor. Bidang
kesehatan jiwa. Dalam proses konseling seorang konselor seyogianya mampu
mengidentifikasi ataupun memecahkan masalah yang dihadapi oleh seorang konseli
ataupun klien, dan mengenali secara keseluruhan masalah yang dihadapi oleh

10
kliennya sendiri, melihat apakat konseli mengalami depresi ringan, sedang ataupun
berat(Nainggolan, 2019).
Depresi adalah gangguan mental yang mempengaruhi orang-orang di
masyarakat. Depresi dimulai dengan stres yang tidak dapat diselesaikan, dan
kemudian seseorang jatuh ke dalam fase depresi. Penyakit ini bisa jadi sulit untuk
dihadapi, karena orang sering mengira penyakit ini akan hilang dengan sendirinya.
Orang dengan depresi umumnya mengalami berbagai masalah emosional, motivasi,
fungsional, dan perilaku. Singkatnya, depresi adalah pengalaman yang sangat
menyakitkan. (Referensi buku )

Gangguan depresi terbagi menjadi dua yaitu:


1. Depresi berat (Major depressive Disorder)
MDD dapat diketahui dengan keadaan emosi yang sedih dan hilangnya
kemauan untuk menikmati aktivitas
a. Terlalu banyak tidur (lebih dari 10 jam) atau terlalu sedikit tidur
(susah tidur,kerap terbangun)
b. Kekakuan tubuh
c. Anoreksia dan penurunan berat badan yang cepat atau sebaliknya,
makan yang tidak di kontrol menyebabkan kenaikan berat badan
yang dramatis
d. Hilangnya tenaga, lemah, kurang semangat, tidak mau melakukan
apapun
e. Putus asa
f. Menurunnya kemampuan berkonsentrasi, berpikir atau mengambil
ketetepan
g. Pemikiran lagi-lagi mengenai mati atau membunuh diri . Gejala
tersebut hampir terjadi kurang lebih selama minimal dua minggu
dan tidak seperti kematian suami/istri. MDD sering disebut sebagai
depresi.
2. Gangguan Distimia
Gangguan distimik adalah gangguan depresi kronis. Individu atau
pencari konselor yang didiagnosis dengan dysthymia lebih dari
setengahnya cenderung mengalami gangguan depresi setidaknya selama
dua tahun. Oleh karena itu, dalam dua tahun, separuh dari waktu seseorang
mengalami depresi dengan setidaknya dua gejala.
1. Kurang minat makan atau melakukan sesuatu yang lain.

11
2. Sangat banyak atau sedikit tidur
3. Merasakan tidak bernilai
4. Sulit berkonsentrasi dan mendapatkan penyelesaian
5. Merasa hilangnya kepercayaan. Gejala yang dialami lebih ringan
dari MDD namun bertahan lebih lama (Referensi 2)

Beck menyarankan bahwa orang yang mengalami depresi cenderung berpikir dengan
cara yang negatif, di mana mereka menggeneralisasi secara berlebihan dan fokus pada hal
yang negatif. Mereka mungkin juga berpikir dengan cara yang membesar-besarkan tanggung
jawab mereka sendiri atas suatu peristiwa, memprediksi masa depan yang negatif, atau
merujuk pada diri sendiri secara berlebihan. Berikut ini adalah kesalahan kognitif yang rentan
dialami oleh penderita depresi:

1. Generalisasi berlebihan (Overgeneralization), yaitu percaya bahwa jika suatu


peristiwa memiliki hasil negatif, peristiwa yang sama juga akan memiliki hasil
negatif yang belum terjadi.
2. abstraksi selektif (Selective), yaitu hanya berfokus pada hal negatif
3. Menerima tanggung jawab (Asumsing Exsessive) yang tidak semestinya atau
kausalitas pribadi, yaitu menyalahkan diri sendiri atas kegagalan atau kejadian
buruk.
4. Penyebab atau prediksi sementara tanpa bukti yang cukup (Temporal causality or
predicting without suffient evidence). Percaya bahwa jika sesuatu yang buruk
terjadi di masa lalu, itu akan terjadi lagi.
5. Merujuk pada diri sendiri (Making self reference), menempatkan rasa percaya
diri, terutama nilai yang buruk, sebagai pusat perhatian.
6. Pengebirian (Castratrophizing), yaitu terus-menerus memikirkan hal-hal buruk
yang akan terjadi.

Pertimbangkan (Thinking dichotomously) sesuatu yang sangat sesuai (hitam


atau putih) dan pikirkan(Wulandari Sulistyprini, 2017).

e. Masalah Konflik (Conflict Problem)


Deutsch dan Johnson berpendapat bahwa ketika tindakan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan atau tujuannya sendiri terlihat mengganggu tindakan orang

12
lain hingga menjadi tidak efektif, konflik akan hadir. Munculnya konflik ditandai
oleh tiga hal penting, antara lain:
a. adanya hubungan antar manusia,
b. mereka berbeda,
c. terdapat hamabatan. Konflik yang muncul diwarnai dengan sikap dan
tindakan terhadap pihak lain, persoalan ketidakadilan, “delegitimasi dan
dehumanisasi”. Para pelaku konflik dikelilingi oleh ketidakpuasan,
kebencian, kemarahan, ketidakjujuran, ketidakadilan dan berkurangnya
rasa hormat.

Sumber konflik merupakan pertentangan (contradiction) karena maksud


dan niat yang bertentangan. Komponen sikap mewakili bagaimana pihak
lawan berpikir dan merasakan tentang konflik. Sikap dibentuk oleh bagaimana
orang memandang konflik, bagaimana mereka memandang tujuan, dan
bagaimana mereka memandang bentuk konflik itu sendiri.

Unsur perilaku (behavior) adalah bagaimana kita bersikap dalam


menghadapi konflik, apakah kita berusaha untuk menyepakati realisasi
kepentingan bersama daripada berkelahi atau berkelahi, atau sebaliknya.
Komponen konflik menunjukkan masalah aktual yang terkait dengan konflik.
Menurut Sutanto, ketiga sudut segitiga SPP saling merangsang, sehingga dari
beberapa tingkatan, kutub "teman/saya" dan "berlawanan/lain" bisa
mengkristal. Kutub Teman/Diri adalah sikap positif dan manifestasi perilaku,
sedangkan Lawan/Orang Lain adalah penyangkalan langsung(Purwokerto,
2015).

Untuk mendorong dan meningkatkan aksi damai, kita perlu menggunakan


strategi yang tepat berupa penyelesaian konflik yang konstruktif. Jadi masalah
konflik ialah masalah yang berbentuk pertentangan yang dialami oleh individu.
Konflik yang dialami oleh seorang klien bisa juga disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya faktor dari dalam diri konseli itu sendiri dan faktr dari luar diri
konseli. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penyebab pertama terjadinya
ialah apa yang dinginkan klien tidak sesuai dengan fakta ataupun keyakinan
konseli itu sendiri, kemudian penyebab kedua ketidak sesuaian dengan apa yang
diharapkan dengan kenyataan di luar dirinya(Dirgayunita, 2016)
f. Masalah Ketergantungan (Dependence Problem)
Ketergantungan merupakan beberapa peristiwa ataupun kejadian yang dialami
seorang individu terhadap orang lain, dimana individu tersebut dalam

13
melaksanakan tugas ataupun kewajibannya menggantungkan bantuan kepada
pihak lain. Oleh karena itu masalah ketergantungan yang dialami oleh seorang
konseli merupakan bentuk kesulitan psikologis yang dapat dikategorikan lebih
ringan bila dibandingkan dengan masalah-masalah yang diuraikan sebelumnya.
Teori kecanduan mendefinisikan bahwa kecanduan adalah cara untuk
memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan dengan bergantung pada cara lain,
dalam hal ini media sosial. Seseorang yang merasakan tekanan psikologis, seperti
tegang atau keinginan untuk menyendiri dan berinteraksi dengan orang lain, dapat
mengalami kecemasan saat menggunakan media sosial. Kemudian dapat
mengubah nilai-nilai sosial budaya Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan
pola komunikasi interpersonal. Teori kecanduan menyatakan bahwa motif
merupakan salah satu faktor yang dapat memotivasi seseorang untuk memilih
sumber media atau non media untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu, ini
menciptakan ketergantungan yang berbeda untuk setiap pengguna.
Menurut Kandell, mahasiswa adalah kelompok yang sangat lebih rentan
terhadap kecanduan internet daripada kelompok sosial lainnya. Sebagai siswa
berkembang menjadi dewasa mengalami dinamika psikologis saat bertransisi dari
remaja. Pada tahap ini, siswa mengembangkan identitas diri dan mencoba hidup
mandiri, melepaskan diri dari kendali atau pengaruh orang tua. Menemukan tujuan
hidup dan hubungan yang intim secara emosional. Namun, aktivitas semacam itu
bisa berbahaya jika media sosial menjadi fokus utama hak-hak sosial dan
hubungan interpersonal mereka, karena dapat menyebabkan perilaku kekerasan
online dalam bentuk kecanduan media(Faradila, 2015).

14
DAFTAR PUSTAKA

Agista, A. (2011). Penanganan Kasus Stress Dalam Menghadapi Aktifitas Kuliah Melalui
Pendekatan Konseling Behavioristik Dengan Teknik Pengolaan Diri Pada Mahasiswa
Jurusan Seni Rupa FBS Unnes. Universitas: Negeri Semarang.
Aydin, David, C. A. (2019). . The Role Of The Mathematical Reasoning In Consultation
Process According To Guidance And Psychological Counseling Candidates. Acta
Didactica Mapocensia, 12(1).
Daulay, A. A. (2021). Diktat psikologi konseling.
Dirgayunita, A. (2016). Depresi: Ciri, Penyebab dan Penanganannya. Journal An-Nafis.
Kajian Dan Penelitian Psikologi, 1(1), 1–13.
Faradila, S. soliha. (2015). TINGKAT KETERGANTUNGAN PENGGUNA MEDIA
SOSIAL DAN KECEMASAN SOSIAL. JURNAL INTERAKSI, 14(1), 1–10.
Hartono. (2012). psikologi konseling (Revisi). PT Adhitia Andrebida Agung.
Lubis, L. (2021). Konseling dan Terapi Islami. Perdana publishing.
Mulawarman, imam arifuddin& A. I. R. (2020). Konseling kelompok pendekatan realitas
pilihan dan tanggung jawab (I. Fahri (ed.); pertama). kencana.
https://www.google.co.id/books/edition/Konseling_Kelompok_Pendekatan_Realita/
KZsCEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&printsec=frontcover
Nainggolan, C. F. (2019). Memahami Konseli dalam Dunia Pastoral Konseling. ASTEROS:
Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristen, 7(1), 16–29.
https://e-journal.stt-star.ac.id/index.php/asteros/article/view/9
Purwokerto, B. (2015). KONSELING RESOLUSI KONFLIK UNTUK MENINGKATKAN
PERSEPSI POSITIF TERHADAP KONFLIK DAN SIKAP KOLABORATIF PADA
SISWA. Jurnal ELEMENTARY, 3(2), 112–132.
Ridwa. (2018). pengembangan konseling dan psikoterapikomphrenship Qur’ani untuk
mengatasi problematika mansuia. Jurnal Pendidikan: Lombok., 2(1).
Seto Mulyadi, Muhammad Fakhrurrozi, D. R. (2015). Psikologi Konseling. Gunadarma.
Wulandari Sulistyprini, M. S. (2017). DEFRESI: SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI. Jurnal
Sosio Informa, 3(2), 1–13.

15

Anda mungkin juga menyukai