Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 1

1. Analisis Profil ATM di daerahmu, dalam angka.


A. AIDS
Data masyarakat penderita HIV – AIDS di kota Bengkulu mulai sejak
tahun 2001- 2022 terlihat menurun. Pada tahun 2001-2016 terlihat data
penderita HIV sebanyak 414 orang, tahun 2017 sebanyak 74 orang, tahun
2018 sebanyak 74 orang, tahun 2019 sebanyak 89 orang, tahun 2020
sebanyak 53 orang, tahun 2021 sebanyak 67 orang, dan tahun 2022
sebanyak 72 orang. Terlihat bahwa data kasus HIV tidak turun secara
konstan mulai dari tahun 2001 hingga tahun 2022. Di sisi lain, pada data
kasus AIDS per tahun 2001-2016 sebanyak 138 orang, tahun 2017 sebanyak
15 orang, tahun 2018 sebanyak 24 orang, tahun 2019 sebanyak 23 orang,
tahun 2020 sebanyak 17 orang, tahun 2021 sebanyak 44 orang, dan tahun
2022 sebanyak 42 orang. Sama hal nya dengan kasus HIV, pada data kasus
AIDS juga tidak mengalami penurunan yang konstan per tahun 2001 hingga
tahun 2022. Selain itu, terdapat peningkatan kasus yang cukup banyak
melebih 100% kasus pada tahun 2021 dan 2022 dari tahun 2020. Untuk
jumlah kasus HIV pada tahun 2001 – 2022 didapatkan sebanyak 829 orang
sedangkan untuk kasus AIDS didapatkan sebanyak 303 orang. Data terbaru
di Kota Bengkulu per tahun 2022 dapat dilihat perkembangan di setiap
bulannya. Kasus HIV pada tahun 2022 di bulan Januari sebanyak 7 orang,
Februari sebanyak 10 orang, Maret sebanyak 8 orang, April sebanyak 5
orang, Mei sebanyak 6 orang, Juni sebanyak 12 orang, Juli sebanyak 8
orang, Agustus sebanyak 5 orang, September sebanyak 2 orang, Oktober
sebanyak 4 orang, November sebanyak 5 orang dan bulan Desember tidak
terdapat penambahan kasus HIV sedangkan kasus AIDS pada tahun 2022 di
bulan Januari sebanyak 4 orang, Februari sebanyak 3 orang, Maret tidak
terdapat penambahan kasus AIDS namun pada bulan April terjadi
peningkatan kasus yaitu sebanyak 11 orang lalu Mei sebanyak 4 orang, Juni
sebanyak 5 orang, Juli juga tidak terdapat penambahan kasus AIDS, Agustus
sebanyak 2 orang, September kembali terjadi peningkatan kasus AIDS
sebanyak 8 orang, Oktober sebanyak 1 orang, November sebanyak 3 orang
hingga Desember sebanyak 1 orang.
Kasus HIV maupun AIDS, jika dilihat berdasarkan jenis kelamin laki-
laki dan perempuan didapatkan kasus yang lebih banyak pada laki-laki
dimana kasus HIV tertinggi pada laki-laki di tahun 2022 terjadi pada bulan
februari sebanyak 9 orang dan terendah terjadi pada bulan desember dimana
tidak terdapat penambahan kasus HIV. Begitu juga dengan kasus AIDS
dimana pada tahun 2022, kasus tertinggi pada laki-laki terjadinya bulan april
sebanyak 9 orang dan terendah pada bulan maret dan juli yaitu tidak ada
penambahan kasus AIDS. Pada perempuan, kasus terbanyak baik HIV
ataupun AIDS terdapat sebanyak 4 kasus HIV di bulan juni dan 3 kasus
AIDS di bulan september. Jika di kumulatifkan kasus HIV AIDS pada tahun
2022 berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa laki-laki sebanyak 83%
sedangkan perempuan sebanyak 17%. Selain itu, kasus HIV AIDS juga di
kelompokkan berdasarkan usia yaitu pada usia <4 tahun, 5-14 tahun, 15-19
tahun, 20-24 tahun, 25-49 tahun dan ≥ 50 tahun. Data berdasarkan kelompok
usia terlihat bahwa kasus HIV AIDS pada usia < 4 tahun sebanyak 1 orang,
pada kelompok usia 5-14 tahun tidak terdapat kasus HIV AIDS, usia 15 –
19 tahun sebanyak 4 orang, lalu terjadi peningkatan yang cukup drastis pada
kelompok usia 20 – 24 tahun dan 25 – 49 tahun dimana pada kelompok usia
20 – 24 tahun sebanyak 23 orang dan kelompok usia 25 – 49 tahun sebanyak
81 orang dan kembali terjadi penurunan pada usia ≥ 50 tahun yaitu sebanyak
5 orang.
Faktor risiko terjadi HIV AIDS ini sangatlah beragam. Beberapa
diantaranya orang dengan faktor risiko HIV AIDS adalah wanita pekerja
seks (WPS), pria pekerja seks (PPS), waria, lelaki suka lelaki (LSL),
Intravenous Drugs User (IDU), pasangan resiko tinggi, pelanggan pekerja
seks, dan perinatal. LSL merupakan faktor risiko yang lebih sering terkena
HIV AIDS di kota Bengkulu yaitu sebanyak 61 orang, lalu disusul oleh
pelanggan pekerja seks sebanyak 25 orang, wanita pekerja seks sebanyak
10 raong, waria sebanyak 8 orang, pasangan risiko tinggi sebanyak 7 orang,
yang paling sedikit yaitu IDU sebanyak 1 orang dan perinatal sebanyak 1
orang.
Kasus HIV AIDS ini dapat menyebabkan kematian terhadap
penderitanya terutama jika tidak dapat terdeteksi pada stadium yang lebih
awal. Data kasus kematian ODHA pada tahun 2022 di kota Bengkulu dapat
dilihat berdasarkan kelompok usia yaitu usia <4 tahun, 5-14 tahun, 15-19
tahun, 20-24 tahun, 25-49 tahun dan ≥ 50 tahun. Data berdasarkan kelompok
usia terlihat bahwa kasus kematian ODHA dimana tidak terdapat kasus
kematian ODHA pada kelompok usia < 4 tahun, kelompok usia 5-14 tahun
terdapat 1 kematian ODHA pada perempuan, kelompok usia 15 – 19 tahun
dan kelompok usia 20-24 tahun juga tidak terdapat kasus kematian ODHA,
lalu terjadi peningkatan yang cukup drastis pada kelompok usia 25 – 49
tahun sebanyak 4 kasus kematian ODHA yaitu 2 kasus pada laki-laki dan 2
kasus pada perempuan, kembali terjadi penurunan kasus kematian ODHA
pada kelompok usia ≥ 50 tahun yaitu sebanyak 1 orang pada perempuan.
Jika di akumulasikan, maka kasus kematian ODHA per tahun 2022 di kota
Bengkulu sebanyak 6 orang.
Penting untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit infeksi menular
seksual dimana pada tahun 2022 di kota Bengkulu dari 4.490 kunjungan
ditemukan sebanyak 84 pasien infeksi menular seksual dan 56 kasus infeksi
menular seksual dan 55 kasus infeksi menular seksual yang diobati.
Terdapat kasus infeksi menular seksual yang ditemukan diantaranya sifilis
sebanyak 10 orang dari 3.859 orang yang di tes sifilis, duh tubuh uretra
sebanyak 29 orang dan gonore 29 orang dan tidak didapatkan kasus ulkus
genital.
Data perjalanan kasus pasien HIV di kota Bengkulu pada tahun 2022
dari mulai di tes HIV hingga on ART yaitu sebanyak 9.050 di tes HIV
ditemukan 114 orang terkena HIV, lalu seanyak 112 orang masuk perawatan
dan sebanyak 99 orang baruu mulai ART hingga 52 orang yang On ART.
Pasien HIV sering ko-infeksi dengan penyakit Tuberkulosis (TB)
dimana sebanyak 402 orang saat di tes pada pasien TB didapatkan 9 orang
pasien TB yang HIV positif.

B. TBC

Penting untuk mengetahui prevalensi tuberkulosis dimana perkiraan


kasus tuberkulosis di Kota bengkulu sebanyak 867 orang pada bulan Januari
– Agustus di tahun 2023. Jumlah ini dibagi berdasarkan tuberkulosis resisten
obat (TBC RO) dan tuberkulosis sensitif obat (TBC SO) melalui beberapa
hasil pemeriksaan yaitu tes cepat molekuler (TCM), Line Probe Assay
(LPA), biakan dan mikroskopik. Selain itu, terdapat juga penemuan kasus
tuberkulosis melalui klinis. Terdapat 18 kasus TBC RO dari hasil TCM,
tidak terdapat kasus TBC RO dari hasil LPA, 331 kasus TBC SO dari hasil
TCM, 1 kasus TBC SO dari hasil biakan, 12 kasus TBC SO dari hasil
mikroskopik dan yang paling banyak adalah kasus TBC SO klinis sebanyak
505 orang. Namun dari hasil pemeriksaan terdapat juga terduga TBC
dengan hasil TCM error, invalid, dan no result sebanyak 17 kasus, terduga
TBC dengan hasil TCM negatif sebanyak 1.243 kasus dan terduga TBC
yang belum diperiksa sebanyak 317 kasus.
Dari data Riskesdas tahun 2018 didapatkan hasil penderita TBC yang
rutin meminum obat di kota Bengkulu sebanyak 79,3%. Beberapa penyebab
penderita tidak rutin meminum obat di kota Bengkulu diantaranya sering
lupa 18,41%, tidak tersedia di fasyankes sebanyak 23,17%, tidak tahan efek
samping sebanyak 12,94%, masa pengobatan terasa lama sebanyak 23,17%,
tidak mampu membeli obat TB secara rutin sebanyak 20,1%, tidak rutin
berobat sebanyak 30,29%, merasa sudah sehat 17,35% dan lainnya
sebanyak 21,68%.

C. Malaria
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap
malaria. Malaria masih menjadi permasalahan kesehatan di Provinsi
Bengkulu. Laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, jumlah kasus
malaria pada tahun 2018 dilaporkan sebanyak 318 kasus dengan Anual
Parasite Insident (API) sebesar 0,22 per 1,000 jumlah penduduk dan pada
tahun 2019 mengalami penurunan jumlah kasus menjadi 82 kasus.
Data kejadian kasus malaria per 1000 orang di kota Bengkulu pada
dimulai dari tahun 2010 – 2019 yaitu pada tahun 2010 sebanyak 6.860
orang, tahun 2011 sebanyak 3.892 orang, tahun 2012 sebanyak 5.319 orang,
tahun 2013 sebanyak 3.890 orang, tahun 2014 sebanyak 2.170 orang, tahun
2015 sebanyak 2.30 orang, tahun 2016 sebanyak 1.450 orang, tahun 2017
sebanyak 530 orang, tahun 2018 sebanyak 160 orang dan tahun 2019
sebanyak 40 orang per 1000 kasus di kota Bengkulu. Dari data prevalensi
kasus malaria dari tahun ke tahun di kota Bengkulu terlihat semakin
berkurang.

D. Malnutrisi
Di Indonesia, masalah status gizi masih perlu mendapat perhatian.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan
tahun 2018, angka malnutrisi nasional mencapai 30,8 %, angka malnutrisi
di Propinsi Bengkulu sebesar 27,98 persen. Dengan angka tersebut
menunjukkan 1 ( satu ) dari 3 ( tiga ) anak di Bengkulu menyandang
malnutrisi yang terdapat di sejumlah daerah kabupaten/kota. Prevalensi
malnutrisi dari berbagai kota di Bengkulu pada tahun 2022 diantaranya
Kapahiang sebanyak 24,9%, Bengkulu Selatan sebanyak 23,2%, Bengkulu
Utara sebanyak 22,8%, Muko-muko sebnayak 22,3%, Seluma sebanyak
22,1%, Bengkulu Tengah sebanyak 21,2%, Rejang Lebong sebanyak
20,2%, Lebong sebanyak 20,2%, Bengkulu sebanyak 12,9% dan Kaur
sebanyak 12,4%.

2. Eliminasi ATM
• AIDS
Data prevalensi HIV usia dewasa (15-49 tahun) diperkirakan mencapai
0,32% pada tahun 2019. Estimasi untuk tingkat provinsi berkisar antara
kurang dari 0,1% sampai melebihi 2%. Pemerintah bersama masyarakat
mendukung upaya pencapaian eliminasi HIV AIDS yang telah disepakati di
tingkat global bahwa pada tahun 2030 kita dapat mencapai 95-95-95 untuk
pengobatan, dimana 95% ODHA mengetahui status, 95% dari ODHA yang
mengetahui status mendapatkan pengobatan, dan 95% dari ODHA yang
diobati virusnya tersupresi.
Secara global, epidemi HIV mengalami penurunan sekitar 33% sejak
2001, sehingga pada tahun 2012 diperkirakan terjadi sekitar 2.3 juta infeksi
baru pada dewasa dan anak. Kematian yang dikaitkan dengan AIDS
menurun sampai 30% sejak 2005 karena peningkatan akses pengobatan
ARV, termasuk kematian yang dikaitkan dengan TBC, juga menurun sampai
30% sejak 2004. Kematian terkait AIDS menurun dari puncaknya pada 2004
dengan 1,7 juta kematian terkait AIDS per tahun menjadi 770 ribu kematian
terkait AIDS pada 2018.
Indonesia memiliki pola epidemi HIV yang kompleks dengan sebaran
wilayah yang luas serta jumlah penduduk yang besar. Terdapat lebih dari
260 juta jiwa penduduk yang tersebar di 514 kabupaten/kota dimana 90%
diantaranya telah melaporkan kasus HIV dan AIDS sehingga memiliki
tantangan tersendiri dalam Pengendalian HIV. Diperkirakan terdapat
543.100 orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di tahun 2020. Hingga akhir
tahun 2019 dilaporkan 377.564 ODHA mengetahui statusnya terinfeksi HIV
dan 127.613 ODHA (23,5% dari total estimasi ODHA tahun 2020) sedang
dalam pengobatan ARV.

• TBC
Berdasarkan Global TB Report Tahun 2020. Beban TB terbesar terdapat
di 30 negara dengan estimasi 8.610.000; negara dengan beban TB tertinggi
adalah India, Indonesia dan Cina, estimasi beban TB RO sebesar 419.000
dengan beban TB RO tertinggi adalah India, Cina dan Rusia sedangkan
Indonesia urutan ke 5 dan estimasi beban TB HIV sebesar 668.000 dengan
beban TB HIV tertinggi adalah Afrika Selatan, India dan Nigeria sedangkan
Indonesia urutan ke 10.
WHO memperkirakan estimasi insiden Indonesia sebesar 845.000 atau
312 per 100.000 penduduk; TB-HIV sebesar 19.000 kasus per tahun atau 7
per 100.000 penduduk. Kematian karena TB diperkirakan sebesar 92.000
atau 34 per 100.000 penduduk dan kematian TB-HIV sebesar 4.700 atau 1,7
per 100.000 penduduk. Berdasarkan trend insiden tuberkulosis terjadi
penurunan insiden TB meskipun tidak terlalu tajam dan begitu juga
penurunan angka kematian TB. Perbandingan antara insiden TB antara
tahun 2018-2019; secara absolut tidak terdapat perubahan tetapi secara rate
terjadi penurunan 1,2%. Angka kematian; secara absolut terdapat penurunan
1,1% dan secara rate penurunan 2,9%.
Jumlah kasus TB yang ditemukan dan diobati dalam kurun waktu 12
tahun terakhir ini tercatat mencapai jumlah 4.474.428. Angka cakupan
penemuan kasus mengalami penurunan dari sebelumnya sekitar 28,3% tiap
tahun, pada tahun 2019 sudah menjadi 67,5% dan pada tahun 2020
mencapai 39,2%. Dengan demikian maka jumlah “missing cases”juga
mengalami peningkatan dari yang sebelumnya sebesar 32,5% menjadi
61,5%. Angka keberhasilan pengobatan/success rate pada tahun 2019
mencapai 82,9% dan pada tahun 2020 mencapai 78,1% dengan target
sebesar 90%. Dalam rangka pelaksanaan Sustainable Development Goals
(SDGs), yang salah satu tujuannya adalah menjamin kesehatan yang baik
dan sejahtera maka diperlukan Strategi Nasional Penanggulangan TB 2020-
2024 yang memerlukan komitmen semua pihak.

• Malaria
Indikator yang dapat menggambarkan angka kesakitan malaria adalah
dengan indikator Annual Parasite Incidence (API) per 1.000 penduduk,
yaitu proporsi antara pasien positif malaria terhadap penduduk berisiko di
wilayah tersebut dengan konstanta 1.000. Indonesia telah memulai program
eliminasi malaria sejak tahun 2009 dengan target seluruh wilayah Indonesia
bebas dari malaria selambat-lambatnya tahun 2030.

3. Alnernatif strategi eliminasi ATM


• AIDS
Dalam pencegahan dan pengendalian HIV AIDS dan PIMS,
ditetapkan 6 strategi yang kemudian disusun intervensi dan kegiatan-
kegiatan utama untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan
diantaranya penguatan komitmen dari kementerian/lembaga yang
terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, Peningkatan dan
perluasan akses masyarakat pada layanan skrining, diagnostik dan
pengobatan HIV AIDS dan PIMS yang komprehensif dan bermutu,
Penguatan program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS dan
PIMS berbasis data dan dapat dipertanggungjawabkan, Penguatan
kemitraan dan peran serta masyarakat termasuk pihak swasta, dunia
usaha, dan multisektor lainnya baik di tingkat nasional maupun
internasional, Pengembangan inovasi program sesuai kebijakan
pemerintah, dan Penguatan manajemen program melalui monitoring,
evaluasi, dan tindak lanjut..
Dalam rangka menuju eliminasi HIV di Indonesia tahun 2030 maka
ada tiga target dampak (impact)yang hendak dicapai pada tahun 2024,
yaitu infeksi baru HIV berkurang menjadi 0,18 per 1000 penduduk,
infeksi baru HIV dan Sifilis pada anak mencapai kurang dari atau sama
dengan 50/100.000 pada tahun 2022, dan infeksi Sifilis menjadi 5,3 per
1.000 penduduk tidak terinfeksi atau penurunan 30% di tahun 2024.

• TB
Untuk memutuskan rantai penularan TB dan menurunkan insiden
TB di masyarakat diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah dan
keterlibatan penuh sektor swasta serta stake holder lainnya untuk
penanggulangan TB. Dukungan tersebut bisa dengan menerapkan
kebijakan baru dan peraturan-peraturan yang kemungkinan besar
merupakan strategi paling berdaya guna, termasuk keharusan pelaporan
kasus, standar klinis untuk pelayanan TB yang berkualitas, sertifikasi
dan akreditasi para pemberi layanan kesehatan, serta memastikan
kepatuhan terhadap pedoman diagnosis secara nasional dan juga
pembiayaannya.
Adapun program percepatan eliminasi TB adalah Penemuan kasus
secara intensif pada kelompok geriatric, diabetik dan ODHA,
Penemuan kasus secara aktif pada populasi dengan perkiraan insiden
1%, misalnya Warga Binaan Pemasyarakatan, wilayah padat penduduk,
asrama, pondok pesantren, optimalisasi kegiatan investigasi kontak,
pelacakan kasus mangkir, Manajemen Infeksi Laten TB: memperluas
penggunaan TPT jangka pendek pada kontak serumah (penyediaan
bahan habis pakai skrining TB laten yaitu Tuberkulin, dan pengadaan
obat TPT, Perluasan penggunaan TCM untuk diagnosis TB seperti
pengadaan mesin TCM, pengadaan bahan habis pakai katrid TCM,
Penggunaan paduan pengobatan jangka pendek untuk meningkatkan
kepatuhan pengobatan, Memperkuat jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah dan swasta (PPM) dalam penemuan, tatalaksana,
dan pengobatan, dan lain sebagainya.
• Malaria
Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk eliminasi malaria
diantaranya melaksanakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)
untuk kebersihan lingkungan, mengaktifkan peran Kader/Juru Malaria
Desa (JMD) dalam pengamatan kasus, jentik, tempat perindukan,
migrasi (penduduk yang datang dan pergi) diwilayahnya, mengaktifkan
masyarakat terlibat dalam perencanaan dan pemanfaatan dana desa dan
penguatan organisasi masyarakat yang terintegrasi untuk pencegahan
penyakit tular vektor (Posmaldes, kelompok pengajian, poskesdes, pos
bindu, dsb).

Anda mungkin juga menyukai