Anda di halaman 1dari 45

PERAN SYEKH ALI ASGHOR DALAM MELAHIRKAN

TOKOH PEJUANG INDONESIA

Proposal Penelitian :

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Riset Kolektif

Dosen Pembimbing:

H. Ali Muhdi, M. Si

NIP 197206262007101005

Disusun Oleh :

Cahya Indah Kurniansyah (03040220081)

Harist Naufal Affiyanto (03040220085)

Marshanda Aprilia Wardani (03040220089)

Much. Rifqi Nurul Fadly (03040220091)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2023
DAFTAR ISI
Halaman Sampul .....................................................................................................i
Daftar Isi .................................................................................................................ii
Abstrak ...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................................2-3
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................3-5
1.5 Penelitian Terdahulu ......................................................................................5-6
1.6 Kerangka Teori .................................................................................................7
1.7 Metode Penelitian ..........................................................................................8-9
1.8 Sistematika Pembahasan..................................................................................10

BAB II BIOGRAFI TENTANG SOSOK SYEKH ALI ASGHOR ......11-15

BAB III KONSEP PEMIKIRAN NASIONALISME SYEKH ALI ASGHOR


DAN PERANNYA DALAM MELAHIRKAN TOKOH PEJUANG
KEMERDEKAAN INDONESIA
3.1 Konsep Pemikiran Syekh Ali Asghor sebagai Tokoh Agama..................16-17
3.2 Konsep Pemikiran Syekh Ali Asghor sebagai Pemimpin Pejuang
(Nasionalisme)............................................................................................17-18

BAB IV TOKOH NASIONALIS ALUMNI SIDOSERMO (NDERESMO)


DAN PERAN TERHADAP PERJUANGAN KEMERDEKAAN
4.1 KH. Mas Mansoer.......................................................................................21-25
4.2 KH. Sholeh Darat .......................................................................................25-27
4.3 KH. Mas Alwi.............................................................................................27-28

BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan..........................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................36-37
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 ............................................................................................................38
Lampiran 2........................................................................................................39-40

ii
ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Peran Syekh Ali Asghor Dalam Melahirkan Tokoh
Pejuang Indonesia”. Adapun rumusan masalah ialah: 1) Bagaimana biografi
Syekh Ali Asghor sebagai Pemimpin Agama dan Pejuang Kemerdekaan RI?. 2)
Bagaimana Konsep Pemikiran Nasionalisme Syekh Ali Asghor dan Perannya
dalam Melahirkan Tokoh Pejuang Kemerdekaan RI?. 3) Siapa Saja Murid Syekh
Ali Asghor yang Menjadi Tokoh Nasional Pejuang Kemerdekaan RI dan Apa Saja
Peran Mereka?.
Penelitian ini menggunakan pendekatan historis-biografis dengan teori peran dari
teori Levinson. Menurut Levinson, teori peran adalah teori yang menggambarkan
perubahan dan perkembangan peran yang dialami oleh individu sepanjang hidup
mereka. Teori ini menekankan peran individu dalam membentuk sejarah dan
peristiwa yang signifikan. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian
sejarah yang memiliki empat tahap yaitu heuristik yang meliputi; observasi,
wawancara, dokumentasi, dan data dari kitab Al-Barokatu wa An-Namaa’,
verifikasi, interpretasi, dan historiografi.
Penilitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: 1) Syekh Ali
Asghor adalah seorang ulama Sidosermo dan seorang tokoh yang memiliki
pengaruh penting dalam perjuangan kemerdekaan RI dan memiliki pengaruh kuat
di masyarakat pada masa itu. Syekh Ali Asghor merupakan anak terakhir dari
empat bersaudara. Ia penerus perjuangan dakwah ayahnya, Sayyid Ali Akbar yang
merupakan keturunan Rasulullah ke-28 dari jalur Yaman. Adapun dari arah ibu,
maka kakeknya, Sayyid Sulaiman putra Syarifah Khodijah putri Syarif
Hidayatullah, Sunan Gunung Jati Cirebon adalah keturunan Rasulullah ke-24. Istri
dari Sayyid Ali Ashghor adalah Syarifah Muthi’ah putri Sayyid Hasan, dari
pernikahan ini mereka dikaruniai sepuluh anak. Maka dari itu, keturunanya
dinamakan atau dipanggil dengan “MAS”. Penyebutan tersebut adalah gabungan
dari “Maulana” untuk Adzomat Khan dan Sayyid untuk Basyaiban. 2) Pemikiran
Syekh Ali Asghor sebagai tokoh agama adalah Ahlussunah wal Jamaah yang
diartikan sebagai golongan pengikut ajaran sunnah Nabi Muhammad dan para
sahabatnya. Pemikiran nasionalisme Syekh Ali Asghor adalah menggabungkan
nilai-nilai agama Islam dengan semangat cinta tanah air. Ia mengajarkan bahwa
sebagai seorang muslim harus memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi pada
kemajuan bangsa dan memperjuangkan keadilan sosial. 3) Tokoh Pejuang
nasionalisme Indonesia yang merupakan murid Syekh Ali Asghar antara lain
ialah: KH. Mas Mansoer, KH. Sholeh Darat, dan KH. Mas Alwi Abdul Aziz.
Kata Kunci: Syekh Ali Asghor, Pemikiran dan Peranan, Tokoh Pejuang
Indonesia.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada awal masa kolonialisme, Belanda datang dengan tujuan
berdagang rempah-rempah, setelah berhasil menemukan daerah penghasil
rempah-rempah dan keuntungan yang sangat besar, Belanda berusaha untuk
mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah dan penjajahan.
Belanda pada saat itu memanfaatkan kelemahan masyarakat Indonesia,
baik itu kelemahan akan sifat pemimpin kerajaan dan intelektual masyarakat
pribumi, karena pada saat itu pendidikan hanya untuk memenuhi kebutuhan
bangsa Belanda di Indonesia dengan mencetak tenaga kerja murah atau
pegawai rendahan yang sangat diperlukan untuk perusahaan-perusaan milik
Belanda. Kelemahan inilah yang membuat Belanda pada saat itu mampu
menjajah Indonesia dengan sangat lama.
Lemahnya intelektual masyarakat Indonesia dan diperparah dengan
belum sadarnya masyarakat Indonesia akan penjajahan bangsa Belanda,
membuat Syekh Ali Asghor dengan inisiatifnya sendiri ingin merubah akan
sifat mental masyarakat Indonesia dan intelektual masyarakat Indonesia lewat
pemikiran-pemikirannya.
Syekh Ali Asghor merupakan seorang ulama atau pemimpin agama
yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat pada masa itu. Sebagai seorang
yang mendalami ilmu agama dan memiliki pengetahuan luas, ulama seperti
Syekh Ali Asghor seringkali memiliki peran penting dalam membentuk
pemikiran dan tindakan masyarakat.
Penelitian ini berhubungan dengan konteks sejarah Indonesia pada
masa perjuangan kemerdekaan dari penjajahan kolonial. Pada periode
tersebut, banyak tokoh pejuang yang muncul dan berperan dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui berbagai cara, baik secara
politik, militer, maupun sosial. Melalui pemikiran dan aksi-aksinya, Syekh Ali
Asghor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemikiran dan
tindakan para tokoh pejuang Indonesia.

1
Syekh Ali Asghor terkenal karena dukungannya terhadap perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Dia dapat berkontribusi dalam berbagai aspek, seperti
memberikan pemahaman agama yang mendukung perjuangan nasional,
menyebarkan semangat perlawanan terhadap penjajah, serta mengorganisir
dan memobilisasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam gerakan
kemerdekaan, mendorong semangat nasionalisme, kecintaan pada tanah air,
dan perjuangan melawan penjajah di kalangan para muridnya dan tokoh-tokoh
pergerakan lainnya.
Penelitian ini juga ingin mengungkap bagaimana pengaruh Syekh Ali
Asghor dapat melahirkan tokoh pejuang Indonesia. Di mana pengaruhnya
meliputi memberikan arahan ideologis, dorongan moral, dukungan finansial,
serta penyebaran gagasan dan nilai-nilai keberanian, keadilan, dan
nasionalisme kepada para tokoh pejuang. Inti dari penelitian ini begitu penting
untuk menghargai peran ulama dan melihat mereka sebagai bagian penting
dari sejarah perjuangan bangsa. Pemikiran dan nilai-nilai yang diajarkan oleh
Syekh Ali Asghor menjadi landasan kuat bagi perjuangan tokoh pejuang
dalam meraih kemerdekaan RI.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Syekh Ali Asghor sebagai Pemimpin Agama dan
Pejuang Kemerdekaan RI?
2. Bagaimana Konsep Pemikiran Nasionalisme Syekh Ali Asghor dan
Perannya dalam Melahirkan Tokoh Pejuang Kemerdekaan RI?
3. Siapa Saja Murid Syekh Ali Asghor yang Menjadi Tokoh Nasional
Pejuang Kemerdekaan RI dan Apa Saja Peran Mereka?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui biografi Syekh Ali Asghor sebagai pemimpin agama
dan pejuang kemerdekaan RI: Penelitian ini akan membahas latar
belakang, kehidupan, dan peran Syekh Ali Asghor sebagai seorang
pemimpin agama dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ini termasuk
mempelajari perjalanan hidupnya, pendidikan agama yang diperolehnya
(minimal guru-gurunya), pengalaman politik dan perlawanan terhadap

2
penjajahan Belanda, serta peran pentingnya dalam memimpin gerakan
kemerdekaan.
2. Untuk menganalisis konsep pemikiran nasionalisme Syekh Ali Asghor:
Penelitian ini akan mempelajari pemikiran nasionalisme yang diusung oleh
Syekh Ali Asghor. Hal ini meliputi pandangannya tentang identitas
nasional, perjuangan kemerdekaan, dan cita-cita Indonesia sebagai negara
merdeka. Analisis ini akan membantu memahami pengaruhnya dalam
membentuk semangat nasionalisme dan perjuangan bagi para tokoh
pejuang Indonesia.
3. Untuk menganalisis peran dan kontribusi tokoh-tokoh pejuang
kemerdekaan RI yang terpengaruh oleh Syekh Ali Asghor: Penelitian ini
akan membahas peran dan kontribusi tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan
RI yang berasal dari kalangan murid/ santri atau terpengaruh oleh Syekh
Ali Asghor. Hal ini melibatkan identifikasi tokoh-tokoh tersebut dan
analisis peran mereka dalam perjuangan kemerdekaan RI.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan wawasan baru dan
pemahaman yang lebih mendalam tentang peran dan kontribusi Syekh
Ali Asghor dalam melahirkan tokoh pejuang Indonesia. Di mana kita
mengidentifikasi elemen-elemen ideologis yang menjadi landasan bagi
gerakan perjuangan pada masa itu. Hal ini dapat melengkapi dan
memperkaya narasi sejarah yang ada serta memberikan sudut pandang
baru tentang dinamika perjuangan kemerdekaan RI.
b. Hasil dari penelitian ini dapat mengidentifikasi faktor-faktor kunci
yang berkontribusi pada kepemimpinan dan inspirasi dalam konteks
perjuangan nasional. Dan dapat mengembangkan pemahaman yang
lebih komprehensif tentang faktor-faktor sosial, politik, dan budaya
yang membentuk perjuangan kemerdekaan RI.
c. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan pada kajian
sejarah keagamaan di Indonesia. Dengan mempelajari peran Syekh Ali
Asghor, kita dapat memahami perkembangan dan pengaruh tokoh-

3
tokoh agama dalam membentuk peradaban dan perjuangan di
Indonesia.

2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Peneliti:
- Melalui penelitian ini, peneliti dapat mengungkap fakta-fakta baru,
mengklarifikasi atau memperluas pemahaman terhadap peran
Syekh Ali Asghor, dan memperkaya narasi sejarah yang ada.
Melalui analisis peran Syekh Ali Asghor, peneliti dapat
menghasilkan pemahaman teoritis yang lebih dalam tentang
dinamika perjuangan nasional dan faktor-faktor yang berkontribusi
pada pemikiran, inspirasi, dan kepemimpinan dalam konteks
tersebut.
- Penelitian ini dapat membantu peneliti mengembangkan keahlian
penelitian, seperti kemampuan dalam pengumpulan dan analisis
data, kritis berpikir, dan penulisan akademik. Peneliti dapat
memperoleh pengalaman dalam merumuskan pertanyaan penelitian
yang relevan, merancang metodologi penelitian yang tepat, serta
melakukan interpretasi dan penafsiran data dengan baik.
- Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi untuk penelitian
lebih lanjut yang terkait dengan topik atau aspek yang sama atau
terkait. Peneliti lain dapat membangun penelitian mereka sendiri
berdasarkan temuan dan temuan yang dihasilkan, memperluas
pemahaman kita tentang peran agama, tokoh pejuang, atau
dinamika perjuangan nasional/ kemerdekaan RI.

b. Manfaat bagi Masyarakat:


- Dengan memahami peran tokoh agama seperti Syekh Ali Asghor
dalam melahirkan tokoh pejuang, masyarakat dapat menghargai
dan memperkuat jati diri mereka sebagai bagian dari bangsa yang
beragam, dengan budaya dan nilai-nilai yang kaya. Dapat pula
membantu masyarakat memahami dan menghargai sejarah
perjuangan bangsa, serta mengenali kontribusi yang diberikan oleh

4
tokoh-tokoh agama dalam memperjuangkan kemerdekaan dan
keadilan.
- Dapat membangkitkan semangat nasionalisme, kecintaan terhadap
tanah air, dan keinginan untuk melakukan perubahan positif di
masyarakat. Kemudian masyarakat dapat lebih menghargai
keberagaman agama dan nilai-nilai yang dipromosikan oleh
masing-masing agama. Hal ini dapat membantu menciptakan
lingkungan sosial yang inklusif dan harmonis.

c. Manfaat bagi Akademik/ Mahasiswa Sejarah:


- Penelitian ini akan memperkaya pengetahuan mahasiswa tentang
sejarah nasional Indonesia, terutama dalam konteks perjuangan
kemerdekaan RI. Mereka akan mempelajari peran tokoh agama
seperti Syekh Ali Asghor dalam memengaruhi dan melahirkan
tokoh pejuang, serta ikut memperdalam pemahaman mereka
tentang dinamika perjuangan nasional.
- Mahasiswa sejarah akan mengembangkan kemampuan analisis
sejarah yang lebih baik melalui penelitian ini. Mereka akan belajar
mengumpulkan data, menganalisis sumber-sumber primer dan
sekunder, serta mengidentifikasi relevansi dan implikasi dari
temuan penelitian. Hal ini akan membantu dalam pengembangan
keterampilan analisis dan interpretasi sejarah yang kritis.
- Mahasiswa sejarah akan mempelajari bagaimana agama dan tokoh-
tokoh agama memainkan peran penting dalam membentuk
perjuangan nasional dan perubahan sosial. Hal ini akan membantu
mereka mengembangkan wawasan tentang interaksi antara agama,
politik, dan masyarakat dalam konteks sejarah.

E. Penelitian Terdahulu
Pembahasan mengenai wilayah Ndresmo sudah dikaji oleh banyak
orang. Akan tetapi pembahasan mengenai Syekh Ali Asghor sangat jarang
atau bahkan tidak ada sama sekali yang membahasnya. Maka dari itu, peneliti
menjadikan penelitian terdahulu terkait topik wilayah Ndresmo sebagai

5
tambahan kajian yang relevan dengan penelitian yang sedang dijalankan, tapi
dengan konsep dan inti permasalahan yang berbeda. Peninjauan penelitian
terdahulu juga dilaksanakan sebagai bentuk perbandingan temuan yang telah
dikaji agar tidak lagi menjumpai persamaan. Berikut beberapa penelitian yang
terkait dengan penelitian yang akan dikaji di antaranya yaitu:

1) Penelitian skripsi yang ditulis oleh Linda Ainur Rohmah dengan judul
“Perjuangan Kiai Mas Cholil untuk memperoleh status tanah perdikan
dari pemerintah kolonial Belanda di Sidoresmo Surabaya (1934-
1948)“. Secara keseluruhan skripsi ini berpusat pada sejarah kampung
Ndresmo dan perjuangan Kiai Mas Cholil untuk memperjuangkan
status tanah perdikan melalui pengajuan pembebasan pajak atas nama
Kiai Mas Cholil untuk mewakili warga Ndresmo untuk menemui
walikota Van Helsdingen. Penelitian ini berusaha mengungkap
perjuangan Kiai Mas Cholil, sedangkan penelitian yang kami lakukan
lebih berpusat kepada tokoh Syekh Ali Asghor. Persamaan dari
penelitian ini adalah kedua tokoh berasal dari daerah yang sama yakni
Ndresmo.

2) Penelitian skripsi yang ditulis oleh Thesar Reza Pahlevi dengan judul
“Kiprah Dakwah KH.Mas Muhajir Mansur (1912-1989)“. Secara
keseluruhan skripsi ini berpusat membahas tentang kondisi sosial
budaya dan keagamaan di daerah Ndresmo semasa hidup KH. Mas
Muhajir Mansur dan kiprah dakwah dari KH. Mas Muhajir. Penelitian
ini berusaha mengungkap kiprah dakwah dari KH. Mas Muhajir di
wilayah Ndresmo. Sedangkan penelitian yang kami lakukan lebih
berpusat kepada tokoh Syekh Ali Asghor. Persamaan dari penelitian
ini adalah kedua tokoh berasal dari daerah sama yakni Ndresmo.

3) Kitab Al-Barokatu wa An-Namaa’. Ini merupakan kitab yang


menceritakan tentang kisah singkat Sayyid Ali Asghor. Persamaan
dalam kitab tersebut terkait dengan silsilah nasab keturunan Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam, di mana Syekh Ali Asghor juga
merupakan keturunan Rasulullah dari ayahnya, Sayyid Ali Akbar.

6
F. Pendekatan dan Kerangka Teori
 Pendekatan Penelitian

Penulisan pada proposal ini menggunakan pendekatan historis dan


pendekatan biografis. Pendekatan historis ialah pendekatan yang akan
mempelajari konteks sejarah dan keadaan sosial pada masa kehidupan Syekh
Ali Asghor. Penelitian ini akan melibatkan studi tentang latar belakang politik,
sosial, dan budaya pada zamannya. Hal ini akan memberikan pemahaman
tentang faktor-faktor yang memengaruhi pemikiran dan tindakan Syekh Ali
Asghor serta dampaknya dalam melahirkan tokoh pejuang Indonesia.
Adapun pendekatan biografis ialah pendekatan yang akan
memfokuskan pada kehidupan dan peran Syekh Ali Asghor secara mendalam.
Penelitian ini akan mengumpulkan dan menganalisis berbagai sumber yang
terkait dengan kehidupan Syekh Ali Asghor, seperti tulisan-tulisan, catatan
sejarah, dan kisah-kisah lisan dari sumber-sumber terpercaya. Analisis ini
akan mengungkap peran dan kontribusi Syekh Ali Asghor dalam melahirkan
tokoh pejuang Indonesia dengan memperhatikan nilai-nilai, ajaran, dan
pengaruhnya terhadap para pejuang tersebut.
Melalui pendekatan historis-biografis, penelitian dapat menggali secara
komprehensif tentang peran Syekh Ali Asghor dalam melahirkan tokoh
pejuang Indonesia. Pendekatan historis akan memberikan konteks yang lebih
luas, sementara pendekatan biografis akan memberikan wawasan mendalam
tentang individu tersebut dan pengaruhnya dalam pembentukan pejuang-
pejuang Indonesia.

 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah landasan konseptual yang digunakan untuk


memahami fenomena yang diteliti. Dalam penelitian tentang peran Syekh
Ali Asghor dalam melahirkan tokoh pejuang Indonesia, salah satu
kerangka teori yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1) Teori Peran: Teori ini menekankan peran individu dalam membentuk
sejarah dan peristiwa yang signifikan. Dalam konteks penelitian ini,
teori ini dapat digunkaan untuk menganalisis kontribusi dari Syekh Ali
Asghor dalam melahirkan tokoh pejuang Indonesia.

7
G. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya adalah suatu prosedur kerja yang
sistematis, teratur, dan tertib yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
untuk memecahkan masalah guna mendapatkan kewenangan yang objektif.1

a. Tahap-Tahap Penelitian
1) Heuristik (Pengumpulan Data/ Sumber): Metode ini melibatkan
penggunaan wawancara, observasi, dan pengamatan lapangan
untuk mengumpulkan data. Pada tahap ini, peneliti dapat
melakukan pencarian literatur, dokumen, dan sumber daya lainnya
yang relevan dengan Syekh Ali Asghor dan tokoh pejuang
Indonesia yang terkait dengannya. Peneliti juga dapat
mengumpulkan informasi tentang latar belakang, ajaran,
pendidikan (minimal guru-gurunya), dan pengaruh Syekh Ali
Asghor terhadap tokoh pejuang tersebut.
2) Verifikasi (Kritik Sumber): Metode ini melibatkan evaluasi
kredibilitas dan validitas sumber-sumber yang telah dikumpulkan
pada tahap heuristik. Dengan menggunakan metode ini juga untuk
memastikan keakuratan dan keabsahan data yang akan
dikumpulkan, serta memiliki kualitas yang baik.
3) Interpretasi (Penilaian): Metode ini melibatkan analisis makna dan
konteks dari data yang dikumpulkan. Dalam konteks penelitian ini,
peneliti dapat menafsirkan bagaimana pengajaran dan pengaruh
Syekh Ali Asghor berkontribusi dalam membentuk karakter dan
semangat perjuangan para tokoh pejuang Indonesia yang dididik
olehnya. Identifikasi hubungan dan pola yang muncul antara Syekh
Ali Asghor dan pengaruhnya terhadap perjuangan mereka.
4) Historiografi (Penulisan Sejarah): Metode ini melibatkan kajian
terhadap penulisan sejarah dan pemahaman tentang bagaimana
sejarah diinterpretasikan. Pada tahap ini, peneliti dapat
mempertimbangkan perspektif dan interpretasi yang berbeda yang

1
Andi Prastowo. Memahami Metode-Metode Penelitian: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis. Cet,
III Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2016.

8
ada dalam literatur tentang peran Syekh Ali Asghor dan
memengaruhi tokoh pejuang Indonesia.

b. Jenis Penelitian
1. Penelitian Kualitatif: Metode penelitian kualitatif melibatkan
pengumpulan dan analisis data deskriptif dan mendalam. Di sini
peneliti menggunakan metode wawancara, observasi, dan analisis
dokumen untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas tentang
pengajaran, pemikiran, dan pengaruh Syekh Ali Asghor terhadap
tokoh pejuang Indonesia yang menjadi muridnya.
2. Analisis Biografi: Metode analisis biografi dapat digunakan untuk
menyusun dan menganalisis biografi Syekh Ali Asghor, serta
biografi tokoh pejuang Indonesia yang menjadi muridnya. Ini
melibatkan pengumpulan data dari berbagai sumber seperti
dokumen pribadi, surat, catatan pribadi, wawancara dengan
keluarga atau kolega, dan analisis dokumen terkait.

c. Teknik Pengumpulan Data


1) Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang berkaitan langsung dengan
masalah penelitian dan didapatkan secara langsung dari informan
atau responden untuk menjadi bahan analisis.2 Data yang kami
pakai yaitu dengan melakukan wawancara melalui sumber lisan
dan observasi dengan mencari konsistensi serta kesesuaian dengan
konteks sejarah yang relevan.

2) Sumber Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang tidak berkaitan langsung
dengan masalah penelitian dan didapatkan dari sumber lain serta
tidak dijadikan bahan utama dalam analisis penelitian. Data
sekunder dapat berupa laporan skripsi penelitian, publikasi ilmiah,
basis data, artikel berita, buku/ kitab, dan sumber-sumber lainnya

2
Musfiqon. Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012.

9
yang relevan yang tidak dikumpulkan secara khusus untuk
keperluan penelitian atau studi tertentu.

H. Sistematika Pembahasan
Bab Pertama membahas pendahuluan yang meliputi latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu,
kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua membahas tentang biografi Syekh Ali Asghor sebagai


tokoh agama dan sebagai tokoh pejuang kemerdekaan RI, serta meliputi
sejarah merintisnya babat alas (Ndresmo).

Bab Ketiga membahas mengenai konsep pemikiran Syekh Ali Asghor


sebagai tokoh agama dan sebagai pemimpin pejuang (nasionalisme), serta
meliputi kerja sama dengan pondok pesantren lain.

Bab Keempat membahas tentang keterlibatan Syekh Ali Asghor dalam


mengkader pejuang (santri/ murid) yang terlibat langsung dengan Syekh Ali
Asghor. Meliputi menghimpun tokoh-tokoh atau santrinya untuk memerangi/
mengurangi kekuasaan Belanda.

10
BAB II
BIOGRAFI TENTANG SOSOK SYEKH ALI ASGHOR

Assayyid Ali Asghor Basyaiban bernama lengkap Ali Asghor bin Ali
Akbar bin Sulaiman bin Abdurrahman. Ia adalah seorang pemuka agama/ kiai
Pondok Pesantren Sidosermo yang melakukan babat alas Sidosermo (Cikal bakal
Kelurahan Sidosermo/ Ndresmo) sekaligus tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia
yang telah berani menentang Kolonialis Belanda. Ia lahir di Surabaya, bertempat
di Kampung Nderesmo yang kemudian pecah menjadi dua yaitu: Sidosermo,
Wonocolo dan Sidoresmo, Wonokromo. Seorang yang pertama kali mencetuskan
kampung ini yang dinamakan dengan nama Daarul Asma’ ialah Sayyid Ali
Akbar, yang merupakan ayah dari Syekh Ali Asghor dengan perintah orang
tuanya Sayyid Sulaiman dari para wali.
Kampung tersebut awalnya sangat banyak Jin dan Ifrit nya. Barang siapa
yang masuk kampung tersebut akan terbunuh tanpa sebab dan tidak ada yang
mengurus. Sayyid Ali Akbar mendirikan tempat tersebut yang dinamakan
sekarang dengan nama “Langgar Wetan“, dengan berkah masuknya ia dan
mendirikan bangunan itu maka kampung tersebut menjadi barokah insya Allah
sampai akhir zaman. Sayyid Ali Akbar berputera beberapa orang, di antaranya
Sayyid Badruddin, Sayyid Ghozali, Sayyid Ibrahim, Sayyid Abdullah, Sayyid
Iskandar, dan Sayyid Ali Asghor.
Penerus Sayyid Ali Akbar di Sidoresmo adalah Sayyid Ali Ashgor. Sayyid
Ali Ashgor masih dalam kandungan ketika Sayyid Ali Akbar dibawa ke Belanda.
Putera-putera Sayyid Ali Akbar terkenal sebagai pejuang. Bahkan, di antara
puteranya ada yang ikhlas wafat di tangan Belanda tetapi dengan syarat bahwa
Belanda tidak mengganggu ibundanya dan Ndresmo.
Ali Asghor anak Sayyid Ali Akbar yang masih hidup karena ketika lahir ia
disembunyikan oleh ibunya, sedangkan semua saudaranya meninggal dibunuh
oleh Belanda. Ia adalah penerus perjuangan dakwah ayahnya yang telah dibawa
Belanda, pada zamanya ada beberapa orang yang ingin menimba ilmu atau santri
dari berbagai daerah. Mereka ada lima santri yang senantiasa nderes
(mempelajari) kitab-kitab dan juga berbagai disiplin ilmu, oleh sebab itu kampung

11
tersebut dinamakan “Daarismaan” atau “Ndresmo“ dengan bahasa Jawa yang
masih popular sampai sekarang.
Sayyid Ali Asghor merupakan anak terakhir dari empat saudara yaitu;
Sayyid Badruddin, Sayyid Kendar, Sayyid Ibrahim, dan Sayyid Ghozali. Adapun
nasab nya Sayyid Ali Asghor itu sambung sampai Abu Bakar bin Muhammad,
singa Allah, yang dikenal dengan Basyaiban. Beruntung bagi orang yang bernasab
kepadanya, lalu beruntung sampai akhir zaman. Dari arah ibunya ia sambung
sampai Sunan Gunung Jati, Cirebon, salah satu Walisongo yang terkenal di pulau
Jawa yang diberkahi dengan datangnya keturunan Rasulullah dan dengan dakwah
nya seorang da’i yang sambung menyambung, ialah Sayyid Ali Asghor putra
Sayyid Ali Akbar. Adapun untuk lebih jelasnya seperti berikut:

1. Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam


2. Sayyidatina Fathimah Az-Zahro’ Al-batul
3. Imam Husain Sibthi
4. Imam Zainal Abidin
5. Imam Muhammad Al-Baqir
6. Imam Ja’far Shodiq
7. Imam Ali Al-Uroidli
8. Sayyid Muhammad An-Naqib
9. Sayyid Isa Al-Bashriy
10. Sayyid Ahmad Al-Muhajir
11. Sayyid Ubaidillah
12. Sayyid Alwi
13. Sayyid Muhammad
14. Sayyid Alwi
15. Sayyid Ali Khola’ Qossam
16. Sayyid Muhammad Shohib Mirbath
17. Sayyid Ali
18. Sayyid Al-Faqih Al-Muqoddam
19. Sayyid Ali
20. Sayyid Hasan At-Turobiy
21. Sayyid Muhammad Asadullah

12
22. Sayyid Abu Bakar Basyaiban
23. Sayyid Ahmad
24. Sayyid Muhammad
25. Sayyid Umar
26. Sayyid Abdurrahman (suami Syarifah Khodijah)
27. Sayyid Sulaiman
28. Sayyid Ali Akbar
29. Sayyid Ali Ashghor

Adapun dari arah ibu, maka kakeknya, Sayyid Sulaiman putra Syarifah
Khodijah putri Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati Cirebon. Adapun lebih
jelasnya seperti berikut:

1. Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam


2. Sayyidatina Fathimah Az-Zahro’ Al-batul
3. Imam Husain Sibthi
4. Imam Zainal Abidin
5. Imam Muhammad Al-Baqir
6. Imam Ja’far Shodiq
7. Imam Ali Al-Uroidli
8. Sayyid Muhammad An-Naqib
9. Sayyid Isa Al-Bashriy
10. Sayyid Ahmad Al-Muhajir
11. Sayyid Ubaidillah
12. Sayyid Alwi
13. Sayyid Muhammad
14. Sayyid Alwi
15. Sayyid Ali Khola’ Qossam
16. Sayyid Muhammad Shohib Mirbath
17. Sayyid Alwi Ammil Faqih
18. Abdul Malik ‘Adzomat Khan
19. Sayyid Abdullah
20. Sayyid Ahmad Syah Jalal
21. Maulana Husain Jamaluddin

13
22. Maulana Ali Nuruddin
23. Maulana Abdullah Imaduddin
24. Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati Cirebon,

Maka dari itu, keturunanya dinamakan atau dipanggil dengan “MAS”.


Penyebutan tersebut adalah gabungan dari “Maulana” untuk Adzomat Khan dan
Sayyid untuk Basyaiban.
Istri dari Sayyid Ali Ashghor adalah Syarifah Muthi’ah putri Sayyid Hasan
Sanusi yang dijuluki Mbah Silago Adzomat Khan Pasuruan, ia punya beberapa
anak diantaranya:
1. Ruqoiyah istri Sayyid Hajji putra Muhammad putra Abdullah Mansur
putra Abdul Karim putra Abdur Rahman
2. Sayyid Tamim
3. Sayyid Mujahid
4. Sayyid Sahal
5. Sayyidah Rabi’ah istri Zainuddin dari Bawean, Gresik
6. Sayyidah ‘Amirah istri Ashdar putra Ibrahim putra Ali Akbar
7. Sayyidah Nadzifah
8. Sayyidah ‘Uzaimah istri Kyai Sigar Petak putra Badruddin putra Sayyid
Ali Akbar,
9. Sayyidah Nadzirah
10. Sayyidah Sholichah istri Sayyid Ahmad Baidlowi putra Abdullah Hasan
putra Imam Ghozali putra Sayyid Ali Akbar Basyaiban.

Dari keturunan para Ulama, Wali, dan Sufi yang terkemuka di daratan
Jawa. Setiap pondok-pondok dan sekolah-sekolah, kebanyakan nyambung
sanadnya sampai keturunan Syekh Ali Asghor. Kemudian belum ada yang tahu
pasti atau tidak adanya bukti tertulis tentang wafatnya Syekh Ali Asghor. Namun
jika dilihat dari haul yang masih diselenggarakan hingga sekarang yakni haul yang
ke-394 (4 Abad) pada tanggal 8 Muharrom, maka ia wafat pada tanggal 8
Muharrom 1050 Hijriah, kalau dijadikan tahun Masehi maka wafat tanggal 29
April 1960 hari Ahad/ Minggu (Abad 17 Masehi).
Di antara santri-santrinya dan santri keturunannya adalah Syekh Hasan
Bisyari Jetis Ponorogo, Syekh Sholih Darat Semarang, Syekh Sholih Langitan

14
Tuban, Syekh Sholih Zainuddin Mojosari-Nganjuk, dan lain sebagainya. Mereka
adalah gurunya para guru, yang menyebarkan ajarannya dan ilmu-ilmunya dengan
sanad yang nyambung, tidak ada keraguan di zamannya.
Sebagian keturunan yang terkenal adalah Sayyid Ahmad Mujahid, Sayyid
Abdul Qohar, Sayyid Mansur, Sayyid Ahmad Muhajir, Sayyid Abdul Qodir,
Sayyid Hasan Masyruh, Sayyid Tholhah Abdullah Sattar, Sayyid Thoha, Sayyid
Ahmad Marzuqi, dan lain-lainnya. Adapun guru dari Syekh Ali Asghor sendiri
ialah Syekh Sugandar, Syekh Syubakir, Syekh Ghozali, dan lain sebagainya.3

Ket: Rumah Syekh Ali Asghor (tempat ia dilahirkan) yang masih dihuni oleh
keturunannya. Sumber: Dokumentasi pribadi (Diambil pada 8 Juni 2023).

Ket: Pintu depan rumah Syekh Ali Asghor yang masih asli. Sumber: Dokumentasi
pribadi (Diambil pada 29 Mei 2023).

BAB III
3
Terkait guru Syekh Ali Asghor nasab masih satu, dan semua guru-gurunya itu nyambung ke
Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam (Insya Allah).

15
KONSEP PEMIKIRAN NASIONALISME SYEKH ALI ASGHOR DAN
PERANNYA DALAM MELAHIRKAN TOKOH PEJUANG
KEMERDEKAAN INDONESIA

A. Konsep Pemikiran Syekh Ali Asghor sebagai Tokoh Agama


Pemikiran Syekh Ali Asghor sebagai tokoh agama adalah Ahlussunah
wal Jamaah. Pengertian Ahlussunah wal Jamaah terdiri dari tiga kata, yaitu:
(1) Ahlun, yang artinya keluarga, golongan atau pengikut, komunitas. (2)
Sunnah, yang artinya segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam, yakni semua yang datang dari Nabi Muhammad
baik berupa perbuatan (fi’liyah), ucapan (qouliyah), dan pengakuan/
ketetapan/ keputusan (taqririyah) Nabi Muhammad. (3) Al-Jamaah, yang
artinya apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ahlussunah wal Jamaah
bisa diartikan sebagai golongan atau kelompok yang mengikuti ajaran sunnah
(perkataan, perbuatan, dan ketetapan/ keputusan) yang datang dari Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya (dari Khulafaur
Rasyidin sampai Tabi’in dengan empat madzhab: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hambali yang kita imani kebenarannya).
Adapun kerja sama Syekh Ali Asghor dengan pondok pesantren lain,
menurut H. Abbas yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al Badar
yakni salah satu pondok tertua yang ada di lingkungan Ndresmo Dalam,
mengatakan bahwa kawasan Ndresmo ini dulunya adalah tempat
berkumpulnya para kiai dalam mengatur strategi saat perang lawan Belanda.
“Peran kiai berkumpul di Ndresmo ini untuk bermusyawarah dan mengatur
strategi melawan Belanda,“ kata H. Abbas putra dari KH. Nur Hamid
(generasi ke-4 di Pondok Pesantren Al Badar).
Dengan demikian, Syekh Ali Asghor dalam perjuangan kemerdekaan
Indonesia tidak hanya mengajak dan menghimpun para santrinya untuk
memerangi Kolonial Belanda, tetapi juga menghimpun para kiai-kiai dari
pesantren lain untuk berjuang melawan penjajah. Para kiai ini berkumpul di

16
Ndresmo untuk bermusyawarah dan mengatur stretegi melawan penjajahan
Belanda.

B. Konsep Pemikiran Syekh Ali Asghor sebagai Pemimpin Pejuang


(Nasionalisme)
Pemikiran nasionalisme Syekh Ali Asghor menggabungkan nilai-nilai
agama Islam dengan semangat cinta tanah air. Ia mengajarkan bahwa sebagai
seorang muslim, seseorang harus memiliki tanggung jawab untuk
berkontribusi pada kemajuan bangsa dan memperjuangkan keadilan sosial. Ia
menekankan pentingnya memahami dan menghargai budaya, sejarah, dan
kekayaan alam Indonesia. Adapun pemikiran nasionalisme Syekh Ali Asghor
dapat dijelaskan dalam beberapa konsep utama, di antaranya yaitu:
1. Cinta Tanah Air: Syekh Ali Asghor mengajarkan pentingnya mencintai
tanah air sebagai bagian dari iman dan tanggung jawab sebagai
seorang muslim. Ia meyakini bahwa mencintai tanah air berarti
mencintai bangsa dan rakyatnya, serta berperan dalam kemajuan dan
keadilan sosial.
2. Pengembangan Identitas Nasional: Syekh Ali Asghor mengajarkan
pentingnya memahami dan menghargai budaya, sejarah, dan kekayaan
alam Indonesia sebagai bagian dari identitas nasional. Ia menekankan
bahwa pemahaman yang baik tentang identitas nasional akan
membantu memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
3. Kesadaran Politik: Syekh Ali Asghor memandang pentingnya
kesadaran politik dalam perjuangan nasional. Ia mendorong umat
Islam untuk terlibat aktif dalam gerakan nasional, memperjuangkan
kepentingan rakyat, dan melawan penjajah.
4. Solidaritas Nasional: Syekh Ali Asghor mendukung pembentukan
solidaritas nasional yang kuat di antara berbagai kelompok etnis,
agama, dan budaya di Indonesia. Ia menekankan perlunya kerjasama
dan persatuan dalam perjuangan melawan penjajah.
5. Pendidikan dan Pemahaman: Syekh Ali Asghor menganggap
pendidikan sebagai sarana penting untuk membentuk pemahaman yang
baik tentang nasionalisme. Ia mendirikan pesantren dan lembaga

17
pendidikan Islam untuk menyebarkan pemikirannya dan
mempersiapkan generasi muda yang berkomitmen terhadap perjuangan
kemerdekaan.
Melalui konsep-konsep tersebut, Syekh Ali Asghor berperan dalam
mengembangkan kesadaran nasional di kalangan umat Islam dan
masyarakat Indonesia pada umumnya. Pemikirannya memengaruhi banyak
tokoh dan gerakan nasional, serta membantu membentuk landasan
ideologis bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.

C. Peran Syekh Ali Asghor dalam Melahirkan Tokoh Pejuang


Kemerdekaan Indonesia
Syekh Ali Asghor sangat berperan penting dalam melawan Penjajah
Belanda dan melahirkan para penerus perjuangan kemerdekaan. Saat semasa
hidupnya beliau banyak melakukan perlawanan terhadap Belanda dalam
berbagai bidang. Seperti contohnya, dalam bidang pendidikan beliau
mendirikan dan mengajar kelas mengaji Al-Qur’an dan kitab-kitab atau dalam
bahasa Arabnya disebut Majelis Ta’lim. Pada masa Kolonial Belanda masih
memerintah, Ali Asghor dan santri atau muridnya ini membawa kitab masing-
masing. Pendidikan di Indonesia bagi kaum pribumi itu sangatlah minim
bahkan mustahil bagi wong cilik. Maka dari itu, Syekh Ali Asghor mendirikan
kelas-kelas mengaji untuk para pribumi.
Kelas mengaji kitabnya ini disebut Sorogan yang mana konsepnya ini
gurunya hanya satu, contohnya santri (a) membawa kitab Jurumiyah, santri (b)
membawa kitab Tashrifiyah, dan santri (c) membawa kitab Arba’in. Dan
hebatnya, meskipun kitab para santrinya ini berbeda-beda tapi Syekh Ali
Asghor ini tahu isi dari kitab-kitab yang dibawa oleh para santrinya. Adapun
kelas mengaji Al-Qur’an ini sering disebut Nderesan di mana para santrinya
ini setoran bacaan dan hafalan Al-Qur’an nya kepada Syekh Ali Asghor. Dan
kelas-kelas mengaji hanya bertempat di Mushalla atau Langgar, pada masa
Syekh Ali Asghor ini masa awal atau cikal bakal Pondok Pesantren Sidosermo
berdiri. Perjuangannya dalam bidang pendidikan ini diteruskan oleh anak-
cucunya hingga saat ini.

18
Peran Syekh Ali Asghor yang lain dalam memerangi kolonial Belanda
itu menentang secara argumentasi tidak sampai perang membawa senjata.
Syekh Ali Asghor membuat perjanjian dengan Belanda untuk tidak menarik
pajak, maka dikasihlah oleh Belanda sebuah tanah namanya Tanah Merdeka
dan oleh Belanda juga dikasih syarat yakni, Syekh Ali Asghor tidak boleh
melawan secara perang pada kolonial Belanda. Jadi, melawannya Syekh Ali
Asghor kepada penjajah ini secara argumentasi bukan perang.
Adapun keturunan Syekh Ali Asghor yakni cucu ketiganya, ikut
perang melawan Kolonial Belanda dan sekutu di Pertempuran Surabaya yang
di pimpin oleh Bung Tomo, tepatnya di Perak. Pertempuran Surabaya 10
November yang mendapatkan gelar Kota Pahlawan yang disematkan kepada
Kota Surabaya. Selain Bung Tomo dan perjuangan arek-arek Suroboyo,
banyak kiai dan ulama yang ikut berperang melawan penjajah. Salah satunya
adalah para kiai di Ndresmo Surabaya yang merupakan keturunan Syekh Ali
Asghor, Ndresmo dijadikan tempat berkumpulnya para kiai dan santrinya
untuk menyiapkan strategi melawan penjajah.
Penilaian masyarakat terhadap Syekh Ali Asghor adalah beliau orang
yang punya karamah. Karamah atau Karomah berasal dari bahasa Arab “
‫”كرامة‬, yang artinya kemuliaan atau kehormatan yang secara Istilah hal atau
kejadian yang luar biasa di luar akal dan kemampuan manusia biasa yang
terjadi pada diri seseorang yang berpangkat Wali.
Berkat perjuangan Syekh Ali Asghor inilah Pemerintah Surabaya
menjadikan Ndresmo sebagai tempat cagar budaya terutama di komplek
makam Syekh Ali Asghor, ia adalah anak dari Sayyid Ali Akbar pejuang
kemerdekaan dari Surabaya dan pencetus Kampung Santri Ndresmo. Syekh
Ali Asghor juga mengikuti jejak ayahnya, beliau ikut berperang melawan
penjajah dan menjaga Ndresmo dari kejamnya colonial. Cucu dari Sayyid
Sulaiman Mojoagung ini sangat enerjik dan semangat membela Rakyat
Surabaya, hingga rumah beliau dijadikan tempat berunding mengumpulkan
cara guna melawan penjajah.
Sudah menjadi pembicaraan umum bahwa ketika terjadi pertempuran
10 November melawan sekutu, Kampung Ndresmo dijadikan markas bagi
santri se-Jawa Timur. Para santri itu bermarkas di Ndresmo untuk mengatur

19
strategi. Syekh Ali Asghor dan keluarganya memiliki peran penting dalam
perjuangan melawan kolonial di Kota Surabaya, wajar bila Walikota Surabaya
Tri Risma ingin merevitalisasi makam beliau dan dijadikan cagar budayanya
Kota Surabaya.
“Karena itu, sebelum saya purna (wali kota) saya ingin bisa merehab
makam ini. Dan alhamdulillah bisa terlaksana dan ini (Ndresmo) merupakan
pondok tertua di Surabaya,” kata Risma dikutip dari Kantor Berita
RMOLJatim saat menziarahi Makam Asayyid Ali Asghor, Rabu (19/8).
Tri Rismaharini juga bercerita, ketika meletus pertempuran 10
November, Kampung Santri Ndresmo ini dijadikan markas santri-santri se-
Jawa Timur. Para santri itu bermarkas di Ndresmo untuk mengatur strategi
melawan penjajah. Sejak zaman pra kemerdekaan, Kampung Ndresmo ini
sudah dihuni oleh kiai dan para santri untuk menimbah ilmu agama. Bahkan,
saat masa perebutan kemerdekaan santri-santri di sini juga ikut berjuang
merebut kemerdekaan.
Syekh Ali Asghor meninggal dunia saat Kolonial Belanda masih
berkuasa dan jauh sebelum kemerdekaan, sedangkan khalnya Syekh Ali
Asghor sekitar 393 tahun. Untuk diketahui, bahwa Pemkot Surabaya telah
melakukan revitalisasi pada beberapa bangunan di kawasan cagar budaya
makam Asayyid Ali Asghor dan lingkungan makam Islam ahli waris
Ndresmo. Mulai dari pemasangan lampu klasik dan vitrase (tirai tipis) untuk
makam Asayyid Ali Asghor, serta pagar keliling makam ahli waris kawasan
Ndresmo. Selain itu, pemkot juga melakukan renovasi mushalla putra dan
putri di area makam, pavingisasi jalan mulai pintu masuk serta area makam
Ndresmo. Bahkan, pemkot juga melakukan revitalisasi gapura dan pagar di
area depan makam serta pemasangan PJU (Penerangan Jalan Umum) di
sepanjang jalan menuju Makam Sayyid Ali Asghor dan di dalam area makam
ahli waris.

20
Ket: Tulisan pemberitahuan di depan kompleks Makam Syekh Ali Asghor.
Sumber: Dokumentasi pribadi (Diambil pada 29 Mei 2023).
BAB IV
TOKOH NASIONAL ALUMNI SIDOSERMO (NDRESMO)
DAN PERAN TERHADAP PERJUANGAN KEMERDEKAAN
INDONESIA

Setelah kemerdekaan Indonesia, eksistensi Kampung Sidosermo semakin


terjaga karena sekolah-sekolah agama, pondok pesantren, dan lembaga pengajian
Islam berkembang di kampung ini. Sebagai desa dengan sejarah yang panjang dan
juga dikaruniai wawasan keagaaman yang luas, Sidosermo juga memiliki sejarah
yang baik terutama tentang hal mengkader manusia (santri/ murid) yang berbudi
luhur dan berjasa bagi bangsa. Berikut beberapa tokoh nasional yang pernah
belajar di Sidosermo dan juga merupakan keturunan Syekh Ali Asghor:

A. Tokoh-tokoh yang ada kontribusi


1. KH. Mas Mansoer

KH. Mas Mansoer kelahiran 25 Juni 1896 – 25 April 1946 adalah


seorang tokoh Islam dan pahlawan nasional Indonesia. Ibunya bernama
Raudhah, seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Sagipodin. Ayahnya
bernama KH. Mas Achmad Marzoeqi berasal dari keluarga Pesantren
Sidoresmo Wonokromo Surabaya yang merupakan seorang pionir Islam, ahli
agama yang terkenal di Jawa Timur pada masanya. Dia berasal dari keturunan
bangsawan Astatinggi Sumenep, Madura.
Dia dikenal sebagai imam tetap dan khatib di Masjid Ampel, suatu
jabatan terhormat pada saat itu. Masa kecilnya dilalui dengan belajar agama
pada ayahnya sendiri. Di samping itu, dia juga belajar di Pesantren Sidoresmo
(Ndresmo), dengan Kiai Muhammad Thaha sebagai gurunya. Pada tahun

21
1906, ketika Mas Mansoer berusia 10 tahun, dia dikirim oleh ayahnya ke
Pondok Pesantren Demangan, Bangkalan, Madura. Di sana dia mengkaji Al-
Qur'an dan mendalami kitab Alfiyah ibnu Malik kepada Kiai Khalil. Belum
lama dia belajar di sana kurang lebih dua tahun, Kiai Khalil meninggal dunia,
sehingga Mas Mansoer meninggalkan pesantren kala itu.
Ia pernah menjabat sebagai ketua umum Muhammadiyah ke-4 dengan
masa jabatan 1937-1942 Masehi. Mas Mansoer dikukuhkan sebagai Ketua
Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di
Jogjakarta pada bulan Oktober 1937. Banyak hal pantas dicatat sebelum Mas
Mansoer terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Suasana
yang berkembang saat itu ialah ketidakpuasan angkatan muda Muhammadiyah
terhadap kebijakan Pengurus Besar Muhammadiyah yang terlalu
mengutamakan pendidikan, yaitu hanya mengurusi persoalan sekolah-sekolah
Muhammadiyah, tetapi melupakan bidang tabligh (penyiaran agama Islam).
Angkatan Muda Muhammadiyah saat itu berpendapat bahwa Pengurus
Besar Muhammadiyah hanya dikuasai oleh tiga tokoh tua, yaitu KH. Hisjam
(Ketua Pengurus Besar), KH. Moechtar (Wakil Ketua), dan KH. Sjuja' sebagai
Ketua Majelis PKO (Pertolongan Kesejahteraan Umum). Peranan Mas
Mansoer dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah berusaha
membangkitkan rasa kebangsaan, perubahan sosial-keagamaan, persatuan
nasional dan persatuan di kalangan umat Islam, serta peranannya di bidang
jurnalistik.

a) Kebangkitan Nasional
Peranan Mas Mansoer dalam kebangkitan kesadaran kebangsaan
tampak sejak ia aktif dalam SI, dan kemudian membentuk Taswirul Afkar
dan Madrasah Nahdhatul Wathan. Di dalam kedua lembaga tersebut, ia
berperan banyak dalam menebarkan benih-benih nasionalisme di kalangan
kaum muda Islam serta anak didiknya yang kelak akan meneruskan
perjuangan mencapai cita-cita kemerdekaan. Dapat dikatakan bahwa salah
satu hasil diskusi Taswirul Afkar yang mempunyai pertalian dengan
persoalan bangsa kala itu ialah gagasan berdirinya Madrasah Nahdhatul

22
Wathan. Dari namanya berarti “Kebangkitan Tanah Air”, hal itu terbersit
betapa kuatnya semangat cinta tanah air dan kebangsaan kaum santri.

b) Perubahan Sosial Keagamaan


Pertemuan Mas Mansoer beberapa kali dengan KH. Ahmad Dahlan
memberikan pencerahan dan kesadaran dalam dirinya tentang perlunya
metode pendekatan dalam upaya pembinaan suatu masyarakat yang sesuai
dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya. Metode yang dianjurkan Kiai
Ahmad Dahlan adalah melakuakan pengkajian dan pengamalan isi Al-
Quran sesuai dengan menggunakan otrak dan mata hati sehingga
tersingkap rahasia alam yang memang dicapai Tuhan untuk semua
makhluk-Nya, termasuk manusia. “Kita hidup di dunia, maka dari itu kita
harus tahu pula akan apa-apa yang terjadi di sekeliling tempat hidup kita
itu,” kata Kiai Ahmad Dahlan. Hal inilah yang semakin mempertebal
keyakinan dan semangatnya dalam memurnikan ajaran agama Islam dan
memajukan bangsanya dengan melakukan perubahan di bidang sosial
keagamaan.

c) Bidang Sosial
Mas Mansoer mewujudkan cita-cita sosialnya setelah aktif dalam
cabang Muhammadiyah. Dalam kapasitas sebagai ketua Muhammadiyah
cabang Surabaya, ia membentuk beberapa anak organisasi, seperti
organisasi pemuda Hisbul Wathan pada tahun 1921 yang berkegiatan di
bidang perpustakaan, koperasi, olahraga, musik dan drumband, organisasi
kewanitaan Aisyah, dan organisasi keputrian Aisyah.

d) Bidang Keagamaan
Di bidang ini Mas Mansoer meniupkan faham pembaharuan dalam
pemahaman serta pengamalan agama Islam. Mengikuti metode Kiai
Ahmad Dahlan, langkah pertama yang diambil adalah mengajak umat
kembali berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah, dengan penekanan
kepada pemurnian tauhid dan syariat Islam. Untuk memahami kerusakan
akidah umat Islam, ia pun tak segan-segan mengadakan observasi

23
langsung ke bebarapa tempat, seperti makam-makam keramat, patung-
patung atau rumah hantu.

e) Persatuan
1. Persatuan Umat Islam
Peranan Mas Mansoer dalam mempersatukan derap langkah
perjuangan umat Islam Indonesia setidaknya tampak dengan terbentuknya
MIAI (Majelis Islam Ala’ Indonesia). MIAI bisa dikatakan hebat sebagai
kekuatan politik selama beberapa tahun terakhir masa penjajahan Belanda.
Namun itu terbentuk karena adanya perasaan bersama terhadap
meningkatnya ancaman dari luar, bukan karena saling mencintai atau
karena mereka secara jujur memiliki perasaan dan opini yang sama
mengenai hal-hal lain selain dari ancaman eksternal itu.

2. Persatuan Nasional
Peranan Mas Mansoer yang paling menonjol dalam mewujudkan
persatuan nasional untuk mencapai cita-cita kemerdekaan adalah dengan
ikut berperan dalam pendirian GAPI (Gabungan Politik Indonesia) pada
tahun 1939 di Jakarta bersama tokoh-tokoh pergerakan kebangsaan
lainnya. Aksi GAPI yang terkenal seperti telah disebutkan adalah
menuntut Indonesia berparlemen. Setelah GAPI terbentuk, berdirilah MRI
bahkan Mas Mansoer secara aklamasi terpilih menjadi ketuanya.
Mas Mansoer juga ikut berpartisipasi dalam mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia. Ia termasuk salah seorang anggota BPUPKI.
Meskipun belum sempat mengikuti perjuangan badan yang berbentuk
tersebut, ia kemudian jatuh sakit. Setidaknya ia turut pula memikirkan pola
dasar dari Negara Indonesia.

f) Bidang Jurnalistik
Mas Mansoer juga memiliki ketertarikan pada bidang tulis
menulis, yang dimanfaatkan sebagai alat untuk menyebar luaskan berbagai
gagasan dan pemikiran kepada masyarakat di dalam upaya mewujudkan
cita-citanya. Media komunikasi pertama yang di terbitkannya adalah Le

24
Jinem, pada tahun 1920 di Surabaya. Kemudian ia menerbitkan Suara
Santri (1921), serta Journal Etude dan Proprietair.

2. KH. Sholeh Darat


Muhammad Shalih ibn Umar as-Samarani atau yang lebih akrab
disapa dengan panggilan KH. Sholeh Darat lahir pada sekitar tahun 1820
/1235 H di Dukuh Kedung Jumbleng, Desa Ngroto Kecamatan Mayong,
Kabupaten Jepara. Nama Darat yang dipakai oleh KH. Sholeh berawal dari
kehidupannya yang tinggal di kawasan dekat pantai utara Semarang yakni,
tempat berlabuhnya (mendarat) orang-orang dari luar Jawa. Kini nama Darat
tetap lestari dan dijadikan prasasti nama kampung Nipah Darat dan Darat
Tirto.
Saat ini kampung Darat masuk dalam wilayah Kelurahan Dadapsari,
Kecamatan Semarang Utara. KH. Saleh Darat wafat di Semarang pada hari
Jum’at Wage 28 Ramadan 1321 H atau pada 18 Desember 1903 dalam usia 83
tahun. Ia dimakamkan di pemakaman umum Bergota Semarang. Setelah ia
meninggal dunia, setiap tanggal 10 Syawal masyarakat dari berbagai penjuru
kota berziarah untuk menghadiri haul beliau.
Sebagaimana anak seorang kiai, masa kecil dan remaja KH. Sholeh
Darat dilewatinya dengan belajar al-Qur’an dan ilmu agama. Sebelum
meninggalkan tanah airnya, ada beberapa guru yang dikunjunginya guna
menimba ilmu agama, di antaranya:
- Untuk pertama kalinya KH. Sholeh Darat menuntut ilmu dari Kiai M.
Syahid, seorang ulama yang memiliki Pesantren Waturoyo,
Margoyoso Kajen, Pati. Pesantren tersebut hingga kini masih berdiri.
KH. M. Syahid adalah cucu KH. Mutamakkin yang hidup semasa Paku
Buwono II (1727-1749 M). Kepada KH. M. Syahid ini, KH. Sholeh
Darat belajar beberapa kitab fiqih. Di antaranya adalah kiab Fath al-
Qarib, Fath al-Mu’in, Minhaj al-Qawwim, Syarh al-Khatib, Fath al-
Wahab, dan lain-lain.
- Kepada Syekh Mas Abdul Qohar Sidosermo (Ndresmo), ia
mempelajari tentang ilmu kanuragan, ilmu teologi, dan juga ilmu
tassawuf.

25
- Syekh Abdul Ghani Bima, Semarang. Kepadanya KH. Sholeh Darat
belajar kitab Masail al-Sittin karya Abu Abbas Ahmad al-Mishri.
- Mbah Ahmad (Muhammad) Alim Bulus Gebang Purworejo.
Kepadanya KH. Sholeh Darat mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan tasawuf dan tafsir al-Qur’an. Oleh Mbah Ahmad (Muhammad)
Alim ini, Kiai Shaleh Darat diperbantukan kepada Zain al-Alim (putra
Mbah Ahmad Alim) untuk mengasuh sebuah pesantren di Dukuh
Salatiyang, Desa Maron, Kecamatan Loano, Purworejo.
- Berkat kedalaman ilmu yang dimiliki oleh KH. Sholeh Darat, ia telah
berhasil mencetak murid-muridnya menjadi tokoh, ulama, dan
pahlawan nasional. Murid-murid beliau yang terkenal di antaranya:
KH. Hasyim Asy’ari (pendiri NU), KH. Ahmad Dahlan (pendiri
Muhamadiyah), RA Kartini Jepara, dan masih banyak lagi.4

Perlawanan yang dilakukan oleh Kiai Sholeh Darat untuk


membebaskan bangsanya dari keterjajahan atas negara Belanda dengan cara
mempertajam pemikiran dan pengetahuan generasi bangsa tentang agama
Islam dan nasionalisme melalui lembaga pendidikan yang bernama Pesantren
Darat. Pesantren ini merupakan pesantren tingkat lanjut “pascasarjana”
sehingga santri-santri yang belajar di sana sudah belajar tentang agama Islam
sebelumnya. Di antara para santri Kiai Sholeh Darat ialah: Hadratus Syaikh
Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, KH. Mahfudz Tremas, KH. Dahlan
Tremas, KH. Amir Pekalongan, KH. Idris Solo, KH. Umar Solo, KH. Sya’ban
Semarang, KH. Abdul Hamid Kendal, KH. Tohir Mangkang, KH. Sahal
Kauman Semarang, KH. Dimyati Tremas, KH. Siraj Rembang, KH.
Munawwir krapyak Jogja, KH. Dalhar Muntilan, KH. Mudzakir Sayung
Demak, KH. Ihsan Jampes, dan kiai-kiai lainya yang tersebar diseluruh Jawa.
Selain menjadi pusat kaderisasi ulama, pesantren ini juga menjadi
tempat penggemblengan para pejuang NKRI. Tidak heran jika di pesantren ini
selalu diawasi Belanda. Kala itu strategi yang dipakai oleh Kiai Sholeh Darat
dalam menggembleng santri-santrinya yang kelak menjadi pimpinan
pergerakan revosulioner era kemerdekaan adalah dengan menggunakan

4
https://www.laduni.id/post/read/57529/biografi-kh-sholeh-darat#Pendidikan.

26
pendekatan tasawuf. Menurut beliau hal ini harus ditanamkan karena sebelum
masyarakat menghendaki kemerdekaan secara fisik dari penjajah, terlebih dulu
yang dilakukan adalah memerdekaan rohaninya.
Kemudian langkah perlawanan secara kultural dalam bidang
pendidikan santri tersebut dapat dijumpai dari berbagai karya beliau yang
dijelaskan mulai bab 2 sampai bab 3 dalam buku tersebut yang mengajari
nasionalisme dalam bungkus agama misalnya seperti: haram hukumnya
menyerupai penjajah, strategi arab pegon untuk mengarang kitab dan
mengajarakan agama Islam supaya mudah dipahami dan tak lupa pula untuk
menyelipkan nilai-nilai nasionalisme yang tidak bertentangan dengan prinsip
Islam, hal ini dilakukan agar Belanda dapat dikelabuhi karena pada waktu itu
tidak boleh menerjemahkan teks-teks Arab ke dalam bahasa Jawa.
Strategi Kiai Sholeh Darat ini sangatlah rasional mengingat di era
tersebut masyarakat Jawa masih sangat terbelakang secara ilmu pengetahuan,
maka ketika pilihanya angkat senjata sama saja dengan bunuh diri. Di era ini
merupakan era penyadaran nasionalisme atau era ideologisasi, kemudian
praktiknynya adalah ketika murid beliau seperti mbah Hasyim Asy’ari
mengeluarkan fatwa resolusi jihad.5

3. KH. Mas Alwi


KH. Mas Alwi Abdul Aziz lahir pada sekitar tahun 1890-an di
Surabaya. Beliau merupakan putra dari KH. Abdul Aziz yang masuk dalam
keluarga besar Ampel, Surabaya. KH. Mas Alwi Abdul Aziz memulai
pendidikanya dengan belajar di Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan,
Madura. Ketika belajar kepada Mbah Kholil, beliau satu angkatan dengan Kiai
Ridlwan Abdullah dan Kiai Wahab Hasbullah. Ia masih keturunan Syekh Ali
Asghor dan ia juga pernah menimba ilmu di Sidosermo. Kiai Ridlwan
mengisahkan kepada putranya Kiai Mujib bahwa Kiai Wahab dan Kiai Mas
Alwi adalah dua kiai yang sudah terlihat hebat sejak berada di pondok, baik
kecerdasan dan kepandaiannya. Kiai Mujib kemudian menyebutkan bahwa

5
https://nujateng.com/2020/02/nasionalisme-dan-perlawanan-kultural-ala-kiai-sholeh-darat/

27
dua kiai tersebut kemudian melanjutkan ke Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo,
kemudian ke Makkah termasuk juga Kiai Ridlwan Abdullah.6

 Pencipta nama Nahdlatul Ulama (NU)


KH. Mas Alwi Abdul Aziz, Surabaya. Nama ini tidak semasyhur
Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Chasbullah. Kiai Mas Alwi sosok
yang sunyi, tetapi beliau orang penting dalam jejak lahirnya NU. Ayahnya,
Kiai Abdul Aziz al-Zamadghon, seorang ulama besar pada jamannya,
termasuk keluarga besar Sunan Ampel. Kiai Mas Alwi punya saudara
sepupu yang juga masyhur, yakni KH. Mas Mansur Abdul Aziz, awalnya
bersama Kiai Wahab dalam mendirikan tashwirul afkar, tapi kemudian
pindah ke Muhammadiyah. Kiai Mas Alwi Abdul adalah salah satu pendiri
Nahdlatul Ulama bersama Kiai Abdul Wahab Hasbullah dan Kiai Ridlwan
Abdul dan lainnya, yang ketiganya bergerak secara aktif sejak NU belum
didirikan. Beliaulah yang pertama mengusulkan nama Nahdlatul Ulama.

B. Tokoh-tokoh yang tidak adanya kontribusi


1. Syekh Hasan Besari Jetis Ponorogo
KH. Hasan Besari Lahir pada tahun 1729 M. Beliau merupakan putra
kedua dari Kiai Muhammad Ilyas bin Kiai Ageng Muhammad Besari dari istri
pertamanya. Hasan Besari memiliki nama lengkap Kanjeng Kiai Bagus Hasan
Besari. Hasan Besari hidup dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren,
sehingga membuatnya menjadi pribadi yang alim, sosok penyabar, pandai,
juga seorang ahli tirakat.
Hasan Besari Juga seorang yang gagah punya wajah yang menarik dan
postur tubuh yang tegap, sehingga putri dari Pakubuwono III yaitu Bra.
Murtosyah tertarik dan meminta ayahandanya untuk melamarkan untuknya.
Pernikahan itu ketika Hasan Besari berumur 36 tahun. Karena permintaan
putri yang disayanginya, akhirnya pada tahun 1765 M Hasan Besari dan Bra.
Murtosyah menikah dan dikaruniai 6 orang putra. R.M. Martopoero, R.A.
Saribanon, R.A. Martorejo, R.M. Cokronegoro, R.M. Bawadi, R.A.
Andawiyah.

6
https://www.laduni.id/post/read/58197/biografi-kh-mas-alwi-abdul-aziz

28
Dalam tradisi masyarakat Jawa ulama atau Kiai mempunyai posisi
yang sangat tinggi dalam strata sosial masyarakat. Karena dalam masa
pemerintahan kolonial para pemimpin kekuasaan seperti sultan dan raja lebih
menaruh perhatiannya dalam politik, dan urusan agama diserahkan kepada
para Kiai. Sedangkan, urusan agama ini bukan hanya soal hukum saja tapi
juga termasuk yang mengatur masalah-masalah sosial, sehingga kebanyakan
Kiai memiliki pengaruh yang sangat luas dipemerintahan dan masyarakat.
Begitu juga KH. Hasan Besari sangat besar pengaruhnya pada
masyarakat khususnya Tegalsari umumnya masyarakat Ponorogo dan
Kasunanan Surakarta. Sampai saat ini pun namanya juga masih sangat dikenal
akrab khususnya di masyarakat Ponorogo. Makamnya sampai kini masih
sering dikunjungi peziarah baik dari daerah Ponorogo sendiri maupun dari luar
Ponorogo.
Sejak usia muda, Hasan Besari adalah trah langsung Kiai maksudnya,
Hasan Besari adalah putra Kiai Ilyas dan Kiai Ilyas adalah Putra dari Kiai
Ageng Muhammad Besari, berarti Hasan Besari merupakan cucu dari pendiri
pondok pesantren Gebang Tinatar yaitu Kiai Ageng Muhammad Besari.
Tegalsari merupakan daerah yang sangat subur dan makmur, aman, sentosa,
sehingga menjadi kiblat oleh desa-desa sekitarnya, rakyatnya rukun dan
ta‟dzim kepada Hasan Besari.
Sebagai pemuka agama secara tradisional berasal dari keluarga yang
berpengaruh, Ulama dan Kiai merupakan faktor pemersatu dalam tatanan
sosial pedesaan. Hirokosi Hiroko mengatakan; “Bahkan dewasa inipun, para
penduduk desa mengatakan bahwa desa-desa tanpa ulama mungkin runtuh
sendiri. Karena kesulitan untuk mempersatukan komunitas-komunitas yang
berbeda. Beberapa ulama menerima tawaran keluarga-keluarga kaya untuk
pindah ke desa-desa mereka gunamengembangkan dan mempraktikkan ilmu
agamanya disana”. Nampaknya alasan inilah yang menyebabkan Sunan
Pakubuwono IV dari Surakarta saat itu menetapkan Hasan Besari menjadi
lurah yang mengaturtampu kepemimpinan di Desa Tegalsari.

a) Pemikiran

29
Dari serat Ronggowarsito karangan tim ronggowarsito tahun 1935
diceritakan bahwa: “sareng sampun dumugi ing Ponorogo, Mas Ngabehi
Ronggowarsito lajeng sowan kanjeng Kyahi Imam Besari, ngaturaken
seratipun ingkang Romo Raden Tumenggung Sastronagoro, sasampunipun
serat dipun tampi, lajeng sami dipun paringi pasugoto sawontenipun”
Demikian yang artinya; setelah sampai di Ponorogo, Mas Ngabehi
Ronggowarsito menghadap dan memberikan surat dari ayahandanya Raden
Tumenggung Sastronegoro, setelah surat diterima, lalu diberikan sambutan
seadanya. Berdasarkan kalimat diatas penulis mengambil sebuah pendapat
bahwa titik Berdasarkan kalimat diatas penulis mengambil sebuah pendapat
bahwa titik pertama yang ditekankan Hasan Besari yaitu tentang bagaimana
menjamu tamu. Ketika seorang tamu berkunjung ke Pondok Pesantren Gebang
Tinatar, tamu tersebut disambut dengan jamuan seadanya.
Hal tersebut masih terjaga sampai saat ini, umumnya di tengah
masyarakat Ponorogo khususnya yang tinggal di Desa Tegalsari Ponorogo.
Pemikiran tentang menjamu tamu ini, sesuai dengan hadist Rasulullah SAW
yang artinya: “Dan Barang Siapa beriman kepada Allah dan memuliakan
Tamunya.” (H.R. Bukhori dan Muslim)
Tidak dapat dipungkiri bahwa Hasan Besari selain juga sebagai
seorang yang ahli dalam mengajarkan al-Qur’an juga seorang ahli dalam
Hadist di masanya. Sehingga tingkah laku yang diajarkan oleh Hasan Besari
terhadap santri-santrinya selalu disandarkan dengan al-Qur’an dan As-sunah.
Pemikiran selanjutnya yaitu setiap santri baru maka dikenalkanlah
kepada semua santri-santrinya yang lama. Berikut adalah cuplikan dari Serat
Ronggowarsito yang menceritakan tentang serat tersebut.
“adat ingkang sampun kalampahan saben kanjeng kyahi Imam
Busyari anampeni murid enggal sedoyo muridipun lami sami dipun
kelempaaken, perlu ditepangaken dhateng murid enggal ingkang nembe
dateng wau sarto dipun semerepaken akrapaning babasan, dados tanduking
babasanipun poro murid dhateng kancanipun, naming kantun anglampahi
dhateng dawuhipun kanjeng kyahi Imam Busyari kemawon sarto lajeng sami
keparingan nedha sasarengan wonten ngarsanipun kanjeng kyahi, sabibaring

30
nedha lajeng sami kedawuhan maos kitab utawi qur‟an miturut punopo
kesagedanipun piyambak-piyambak.”
Dari data di atas dapat diketahui bahwa, Kiai Hasan Besari
menanamkan suatu kebersamaan yang luar biasa dengan cara mengenalkan
Santri baru kepada santri lama, dengan dilanjutkan makan bersama yang
disaksikan langsung oleh Kiai Hasan Besari. Selain sebagai pengenalan,
makan bersama ini juga akan membuat santri mudah akrab satu dengan yang
lain baik yang lama, maupun santri baru.
Bahkan tradisi ini masih sering digunakan di pondok-pondok pesantren
di masa dewasa ini, maupun di Tegalsari sendiri. Acara makan bersama ini
biasanya dilakukan saat bulan Robi’ul Awwal yaitu dalam rangka
memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW. Ketika ada acara-acara untuk
memperingati hari besar Islam yang lain. Namun sedikit berbeda, jika dahulu
dilakukan oleh para santri, namun saat ini dilakukan oleh para penduduk,
karena pondok yang dulu pernah berjaya di tahun 1800 an itu kini tinggal
namanya saja. Yang tertinggal hanya bangunan Masjid yang masih kokoh
berdiri batu bancik, dalem agung, dan beberapa situs lain. Serta sekarang ada
yayasan MTs dan MA Ronggowarsito yang didirikan sekitar awal tahun 1990
an.

Pemikiran yang lain yaitu Kiai Hasan Besari menerapkan Hukum


Islam di Desa Tegalsari, sehingga pada akhirnya hal ini membuat iri Desa-
desa di sekitar Tegalsari dan banyak yang menirunya. Hal inilah yang
membuat Sunan dari Surakarta menganggap bahwa ini adalah sebuah
penyelewengan dan akhirnya Hasan Besari ditangkap dan dibawa ke
Surakarta.
Selanjutnya, setelah sampai di Surakarta Kiai Hasan Besari
ditempatkan di Masjid Agung Surakarta. Setelah beberapa saat, para santri
Hasan Besari banyak berdatangan untuk menengok Kiainya, sesampainya di
Surakarta para santri diajak untuk mengadakan Sholawatan, dengan suara
Indahnya Hasan Besari mampu memikat Putri Mustosiyah yang merupakan
Putri dari Pakubuwono IV, dan terjadi pernikahan antara Hasan Besari dan
Putri Murtosiyah yang menurunkan beberapa putra salah satunya Raden

31
Cokronegoro yang menjadi Bupati Ponorogo, dan nanti menurunkan R.
H.O.S. Cokroaminoto.

b) Lokasi Makam dan Haul


Kiai Ageng Hasan Besari wafat pada 12 Selo/ Dzulqa’dah 1165 H
(1747 M), jasad beliau dikebumikan di Tegalsari, Jetis, Ponorogo. Haul Kiai
Ageng Hasan Besari diperingati pada bulan Dzulqa’dah/Selo, Haul diadakan
di Masjid Jami’ Tegalsari, Jetis, Ponorogo acara Haul meliputi mulai dari
istighosah, simpan, tahlil, ambengan, lomba hadrah banjari, kirab budaya dan
ditutup dengan pengajian akbar.

2. Syekh Sholeh Darat Semarang


Muhammad Shalih ibn Umar as-Samarani atau yang lebih akrab
disapa dengan panggilan KH. Sholeh Darat lahir pada sekitar tahun 1820
/1235 H di Dukuh Kedung Jumbleng, Desa Ngroto Kecamatan Mayong,
Kabupaten Jepara. Nama Darat yang dipakai oleh KH. Sholeh berawal dari
kehidupannya yang tinggal di kawasan dekat pantai utara Semarang yakni,
tempat berlabuhnya (mendarat) orang-orang dari luar Jawa. Kini, nama Darat
tetap lestari dan dijadikan prasasti nama kampung, Nipah Darat dan Darat
Tirto. Saat ini kampung Darat masuk dalam wilayah Kelurahan Dadapsari,
Kecamatan Semarang Utara.
Selama hayatnya, KH. Sholeh Darat pernah menikah tiga kali.
Pernikahannya yang pertama adalah ketika ia masih berada di Makkah. Tidak
jelas siapa nama istrinya. Dari pernikahannya yang pertama ini, ia dikarunia
seorang anak yang diberi nama Ibrahim. Tatkala KH. Sholeh Darat pulang ke
Jawa, istrinya telah meninggal dunia dan Ibrahim tidak ikut serta ke Jawa.
Ibrahim ini tidak mempunyai keturunan. Untuk mengenang anaknya (Ibrahim)
yang pertama ini, Kiai Shalih Darat menggunakan nama Abu Ibrahim dalam
halaman sampul kitab tafsirnya, Faidh al-Rahman.
Pernikahannya yang kedua dengan Sofiyah, puteri KH. Murtadha
teman karib bapaknya, Kiai Umar, setelah ia kembali di Semarang. Dari
pernikahannya ini, mereka dikarunia dua orang putra, Yahya dan Khalil. Dari
kedua putranya ini, telah melahirkan beberapa anak dan keturunan yang bisa

32
dijumpai hingga kini. Sedangkan pernikahannya yang ketiga dengan Aminah,
putri Bupati Bulus, Purworejo, keturunan Arab.
Dari pernikahannya ini, mereka dikaruniai anak. Salah satu
keturunannya adalah Siti Zahrah. Siti Zahrah dijodohkan dengan KH. Dahlan
santri KH. Sholeh Darat dari Tremas, Pacitan. Dari pernikahannya ini
melahirkan dua orang anak, masing masing Rahmad dan Aisyah. KH. Dahlan
meninggal di Makkah, kemudian Siti Zahrah dijodohkan dengan KH. Amir,
juga santri sendiri asal Pekalongan. Pernikahannya yang kedua Siti Zahrah
tidak melahirkan keturunan.

a) Pemikiran
KH. Sholeh Darat dikenal sebagai pemikir di bidang ilmu kalam. Ia
adalah pendukung paham teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah. Pembelaannya
terhadap paham ini jelas kelihatan dalam bukunya, Tarjamah Sabil al-’Abid
‘ala Jauhar at-Tauhid. Dalam buku ini, ia mengemukakan penafsirannya
terhadap sabda Rasulullah SAW mengenai terpecahnya umat Islam menjadi
73 golongan sepeninggal beliau, dan hanya satu golongan yang selamat.
Menurut KH. Sholeh Darat, yang dimaksud Nabi Muhammad SAW
dengan golongan yang selamat adalah mereka yang berkelakuan seperti yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW, yaitu melaksanakan pokok-pokok
kepercayaan Ahlussunah Waljamaah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah.
KH. Sholeh Darat juga selalu menekankan kepada para muridnya
untuk giat menuntut ilmu. Beliau berkata “Inti sari al-Qur’an adalah dorongan
kepada umat manusia agar mempergunakan akalnya untuk memenuhi tuntutan
hidupnya di dunia dan akhirat”. (Kalimat tanda petik di tulis miring)
Dalam Kitab tarjamah Sabil al-‘Abid ‘Ala Jauharah al-Tauhid, KH.
Sholeh Darat menasehati bahwa, orang yang tidak mempunyai ilmu
pengetahuan sama sekali dalam keimanannya, akan jatuh pada paham dan
pemahaman yang sesat. Misalnya, paham kebatinan menegaskan bahwa amal
yang diterima oleh Allah Ta ’Ala adalah amaliyah hati yang dipararelkan
dengan paham manunggaling kawulo Gusti-nya Syekh Siti Jenar dan berakhir
tragis pada perilaku taklid buta. Iman orang taklid tidak sah menurut ulama
muhaqqiqin, demikian tegasnya.

33
Lebih jauh diperingatkan juga, agar masyarakat awam tak terpesona
oleh kelakuan orang yang mengaku memiliki ilmu hakekat tapi meninggalkan
amalan-amalan syariat lainnya, seperti sholat dan amalan fardhu lainnya.
Kemaksiatan berbungkus kebaikan tetap saja namanya kebatilan, demikian inti
petuah religius beliau.
Sebagai ulama yang berpikiran maju, ia senantiasa menekankan
perlunya ikhtiar dan kerja keras, setelah itu baru bertawakal, menyerahkan
semuanya pada Allah. Ia sangat sedih jika ada orang yang tidak mau bekerja
keras karena memandang segala nasibnya telah ditakdirkan oleh Allah SWT.
Ia juga tidak setuju dengan teori kebebasan manusia yang menempatkan
manusia sebagai pencipta hakiki atas segala perbuatan. Tradisi berpikir kritis
dan mengajarkan ilmu agama ini terus dikembangkan hingga akhir hayatnya.

b) Wafat
KH. Saleh Darat wafat di Semarang pada hari Jum’at Wage 28
Ramadan 1321 H atau pada 18 Desember 1903 dalam usia 83 tahun. Beliau
dimakamkan di pemakaman umum Bergota Semarang. Setelah beliau
meninggal dunia, setiap tanggal 10 Syawal, masyarakat dari berbagai penjuru
kota berziarah untuk menghadiri haul beliau.7

7
https://www.laduni.id/post/read/70627/biografi-kh-hasan-besari.html.
https://www.laduni.id/post/read/57529/biografi-kh-sholeh-darat.

34
BAB V
SIMPULAN

Syekh Ali Asghor merupakan seorang tokoh yang memiliki pengaruh


penting dalam perjuangan kemerdekaan RI. Syekh Ali Asghor merupakan anak
terakhir dari empat bersaudara. Ia penerus perjuangan dakwah ayahnya, Sayyid
Ali Akbar yang merupakan keturunan Rasulullah ke-28 dari jalur Yaman.
Adapun dari arah ibu, maka kakeknya, Sayyid Sulaiman putra Syarifah Khodijah
putri Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati Cirebon adalah keturunan
Rasulullah ke-24. Istri dari Sayyid Ali Ashghor adalah Syarifah Muthi’ah putri
Sayyid Hasan, dari pernikahan ini mereka dikaruniai sepuluh anak. Maka dari itu,
keturunanya dinamakan atau dipanggil dengan “MAS”. Penyebutan tersebut
adalah gabungan dari “Maulana” untuk Adzomat Khan dan Sayyid untuk
Basyaiban.

Pemikiran Syekh Ali Asghor sebagai tokoh agama adalah Ahlussunah wal
Jamaah yang diartikan sebagai golongan pengikut ajaran sunnah Nabi
Muhammad dan para sahabatnya. Adapun pemikiran nasionalisme Syekh Ali
Asghor adalah menggabungkan nilai-nilai agama Islam dengan semangat cinta
tanah air. Ia mengajarkan bahwa sebagai seorang muslim harus memiliki
tanggung jawab untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa dan memperjuangkan
keadilan sosial. Melalui ajaran dan pemikirannya, Syekh Ali Asghor mampu
memotivasi dan menginspirasi mereka untuk berjuang demi kemerdekaan
Indonesia. Melalui institusi pendidikan atau majelis-majelis ilmiah yang
dibentuknya pula, Syekh Ali Asghor menyediakan platform bagi generasi muda
untuk memperoleh pengetahuan, mempelajari nilai-nilai Islam, dan menyadari
pentingnya kemerdekaan.

Sebagai seorang ulama dan pemimpin agama, Syekh Ali Asghor juga
memiliki pengaruh keagamaan yang kuat terhadap tokoh-tokoh pejuang
Indonesia. Tokoh Pejuang nasionalisme Indonesia yang merupakan murid Syekh
Ali Asghar antara lain ialah: KH. Mas Mansoer, KH. Sholeh Darat, dan KH. Mas
Alwi Abdul Aziz. Melalui pidato, tulisan, atau pengajaran, Syekh Ali Asghor

35
mampu menguatkan identitas nasional dan mengilhami semangat patriotisme
dalam gerakan kemerdekaan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU/ KITAB:
Kitab Al-Barokatu wa An-Namaa’. Tentang kisah singkat Sayyid Ali Asghor dan
kampung Darul Asma’.
Kitab Syamsu Azh Dzahirah fi Nasabi Ahli al-Bait. Tentang silsilah nasab
keturunan Rasulullah, 521-531.
Kitab Masrurrawi fi Manaqib Bani Alawi. Tentang kehidupan dan kisah-kisah
inspiratif dari para tokoh Bani Alawi serta keutamaan dan keberkahan
yang terkait dengan keturunan Rasulullah.

INTERNET:
Puja. Ndresmo: Kampung Santri Tertua dan Fenomena di Surabaya. 2020,
dikutip dalam: https://sastra-indonesia.com/2020/10/nderesmo-kampung-
santri-tertua-dan-fenomenal-di-surabaya/amp/. Diakses pada 3 Juni 2023,
pukul 13:00 WIB.

Mokhamad Dofir. Assayid Ali Asghor Basyaiban dan Syiar Agama Islam di
Indonesia.2019.dalam:https://www.google.com/amp/s/faktualnews.co/201
9/05/10/assayid-ali-ashghor-basyaiban-dan-syiar-agama-islam-di-
surabaya/139789/amp/?bshm=nce/2. Diakses pada 3 Juni 2023, pukul
13:25 WIB.

Taufiq Hakim. Nasionalisme dan Perlawanan Kultural ala Kiai Sholeh Darat.
2020, dalam https://nujateng.com/2020/02/nasionalisme-dan-perlawanan-
kultural-ala-kiai-sholeh-darat/. Diakses pada 4 Juni 2023, pukul 17:00
WIB.

Budi. Biografi KH. Sholeh Darat. Dikutip dari artikel web: laduni.id, 2021, dalam
https://www.laduni.id/post/read/57529/biografi-kh-sholeh-darat. Diakses
pada 4 Juni 2023, pukul 18:00 WIB.

36
Budi. Biografi KH. Mas Alwi Abdul Aziz. Dikutip dari artikel web: laduni.id,
2021, dalam https://www.laduni.id/post/read/58197/biografi-kh-mas-alwi-
abdul-aziz. Diakses pada 4 Juni, pukul 18:15 WIB.

Arif Tjahjono. Mengenal Kampung Ndresmo, Siapa Asayyid Ali Asghor?. 2020,
dalam:https://www.rmoljatim.id/2020/08/20/mengenal-kampung-ndresmo-
siapa-asayyid-ali-asghor. Diakses pada 5 Juni 2023, pukul 18:20 WIB.

Eliyas Yahya. Perjuangan Sayyid Ali Asghor Ndresmo Melawan Penjajah. 2021,
dalam:https://www.kompasiana.com/amp/eliyasyahya0361/60fd3e3c1525
105a0411a152/perjuangan-sayyid-ali-asghor-ndersmo-melawan-penjajah.
Di akses pada 5 Juni 2021, pukul 18:28 WIB.

Fachrul. Biografi Hasan Besari. 2022. Dikutip dari:


https://www.laduni.id/post/read/70627/biografi-kh-hasan-besari.html.
Diakses pada 26 Juni 2023, pukul 02:00 WIB.

Budi. Biografi KH. Sholeh Darat. 2021. Dikutip dari:


https://www.laduni.id/post/read/57529/biografi-kh-sholeh-darat. Diakses
pada 26 Juni 2023, pukul 03:00 WIB.

SKRIPSI:
Linda Ainur Rohmah. Perjuangan Kiai Mas Cholil untuk Memperoleh Status
Tanah Perdikan dari Pemerintah Kolonial Belanda di Sidoresmo
Surabaya (1934-1948). Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas
Adab dan Humaniora. Surabaya, 2018.

Thesar Reza Pahlevi. Kiprah Dakwah KH.Mas Muhajir Mansur (1912-1989).


Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Adab dan Humaniora.
Surabaya, 2022.

WAWANCARA:
Mas Muh. Subhan, Wawancara, Surabaya, Surabaya 27 Mei 2023.
KH. Mas Said bin Ali, Wawancara, Surabaya 29 Mei 2023.
Hj. Mas Arofah El-Farozy, S.Hum, Wawancara, Surabaya 8 Juni 2023.

37
LAMPIRAN-LAMPIRAN

 Lampiran 1 (berupa identitas informan)


Nama : Mas Muh. Subhan
Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya,
8 Juli 1978 (45)
Alamat : Sidosermo III, Ponpes
Al-Haqiqi Al-Falahi Joyonegoro.
Wonocolo, Surabaya.
Ket: Ia merupakan generasi ke-7
dari Syekh Ali Asghor. Sumber:
Dokumentasi pribadi informan
pertama (Diambil pada 12 Juni
2023)

Nama : Mas Said bin Ali


Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya,
3 Januari 1964 (59)
Alamat : Sidosermo, Kelurahan
Jagir, Kecamatan Wonokromo,
Surabaya.
Ket: Ia merupakan generasi ke-6
dari Syekh Ali Asghor. Sumber:
Dokumentasi pribadi informan
kedua (Diambil pada 12 Juni 2023)

Nama : Mas Arofah El-Farozzy


Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya,
13 Juni 1991 (32)
Alamat : Sidosermo Dalam No. 27
Ponpes Annajiyah Putri.
Wonocolo, Surabaya.
Ket: Ia merupakan generasi ke-8
dari Syekh Ali Asghor. Sumber:
Dokumentasi pribadi informan
ketiga (Diambil pada 12 Juni
2023)

38
 Lampiran 2 (berupa foto bersama dan macam-macam bangunan)

Ket: Foto wawancara dengan Ket: Foto bersama dengan


narasumber Mas Said bin Ali narasumber Mas Said bin Ali
Sumber: Dokumentasi pribadi setelah selesai wawancara
(Diambil pada 29 Mei 2023) Sumber: Dokumentasi pribadi
(Diambil pada 29 Mei 2023)

Ket : Foto bersama dengan Ket: Gapura makam Assayid


narasumber Mas Arofah El-Azizzy Ali Asghor
Sumber: Dokumentasi pribadi Sumber: Dokumentasi pribadi
(Diambil 8 Juni 2023) (Diambil 29 Mei 2023)

39
Ket: Makam Syekh Ali Asghor dan Ket: Tulisan di makam Syekh Ali
para ahli waris. Asghor.
Sumber: Dokumentasi pribadi Sumber: Dokumentasi pribadi
(Diambil pada 29 Mei 2023) (Diambil pada 29 Mei 2023)

Ket: Masjid Agung Ali Akbar yang diambil dari nama

40
Ayahnya, Syekh Ali Asghor.
Sumber: Dokumentasi pribadi
(Diambil pada 8 Juni 2023)

41
BUKTI SURAT BALASAN PENELITIAN

42

Anda mungkin juga menyukai