Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Sosial Budaya

“Mengananlisis aspek sosial budaya yang ada dimasyarakat berkaitan dengan


menyusui, bayi dan balita dan KB”

Dosen Pembimbing:

Febrika D.N, MPH

Disusun Oleh :

1. Halimatus sa’diyah (15.401.21.005)


2. Maya Lutfiana Ningrum (15.401.21.007)

STIKES KESEHATAN RUSTIDA

PRODI D-III KEBIDANAN

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2023

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya.

Ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada pembimbing kami yang telah
meluangkan waktu dan tenaganya seta mencurahkan ilmu untuk kami. Dan kami tidak
lupa ucapan terima kasih kepada kedua orang tua juga semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun makalah ini.


Namun kami sebagai manusia pasti memiliki banyak kelemahan dan kekurangan
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Krikilan, 7 November 2023

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
A. Latar Belakang..........................................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................
C. Tujuan.......................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................
A. Masa Menyusui.........................................................................................................
B. Bayi dan Balita Normal.............................................................................................

C. KB.............................................................................................................................
BAB III PENUTUP.......................................................................................................
A. Kesimpulan...............................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Faktor sosial budaya merupakan suatu faktor pendorong yang cukup kuat
terhadap seseorang untuk berperilaku.Ibu menyusui perilaku budaya dimana tidak
terlepas dari pandangan budaya yang telah diwariskan turun temurun dalam
kebudayaan yang bersangkutan (Swaswono & Meutia,1998).Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan ASI eksklusif sebagai strategi
penting untuk mengurangi kematian anak, khususnya di negara berkembang.
ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI kepada bayi tanpa disertai
apapun bahan selain ASI untuk enam bulan pertama (tidak ada makanan atau
cairan termasuk air).Dalam pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia
harus dimulai sedini mungkin yaitu sejak dini yaitu sejak masih bayi, salah satu
faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia
adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). Masa balita adalah masa dimana seorang
anak membutuhkan perhatian dan kesehatan agar dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal.Usia balita adalah mulai 13 sampai dengan 59 bulan.Dimana pada
masa ini peran serta orang tua sangat penting untuk menjaga pola makan dan
kebutuhan balita itu sendiri.Gizi yang seimbang dan kasih sayang sangat penting
dalam menjaga pertumbuhan balita, terutama pada lingkungan keluarga dan
sekitar balita itu sendiri.

Aspek sosial budaya merupakan sesuatu yang mendasar berkaitan dengan


akal dan pemikiran manusia dalam kehidupan sosial. Karena aspek sosial budaya
inilah, berkembang yang namanya mitos dan fakta yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Kebudayaan pada balita ini menyebabkan banyaknya mitos mengenai
balita.
Pencanangan program keluarga berencana(KB) pertama kali di canangkan
pada tahun 1970 dengan dibentuknya suatu badan yang mempunyai tugas
mensukseskan program tersebut. Badan tersebut adalah badan koordinasi keluarga
berencana Nasional (BKKBN). Program keluarga berencana merupakan sarana
untuk menurunkan tingkat fertilitas, salah satunya melalui pemakaian alat
kontrasepsi. Dengan pemakaian alat kotrasepsi ini diharapkan akan dapat mengatur
jumlah anak yang diinginkan.(Rusli Chaniago, 2000)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. pek Sosial Budaya Pada Masa Menyusui

Menyusui merupakan salah satu dari sebagian kecil perilaku kesehatan


positif yang lebih banyak dilakukan di Negara miskin daripada di Negara kaya.
Dan menunjukkan bahwa perempuan miskin menyusui lebih lama daripada
perempuan kaya. padahal seharusnya pemberian ASI untuk semua anak anak
tanpa mempermasalahkan tempat tinggal mereka tergolong kategori kaya dan
miskin.Menyusui yang benar dapat mencegah kejadian kesakitan pada anak
karena dengan menyusui dapat memberikan ketahanan pada tubuh bayi (Victora
et al., 2016).

Bayi yang diberi ASI Ekslusif sampai usia 6 bulan cenderung mempunyai
anti bodi yang lebih dari bayi yang hanya disusui selama 4 bulan (Duijts &
Vincent,2017). Hak-hal yang diyakini oleh seseorang memegang peranan penting
dalam pembuatan keputusan. Seperti juga halnya dalam pemberian ASI ekslusif,
para ibu yang memberikan ASI secara ekslusif pada bayinya meyakini bahwa ASI
memang yang terbaik untuk bayinya, selain itu mereka juga percaya bahwa ASI
yang diberikan sudah mencukupi kebutuhan bayi. Berbeda dengan ibu yang tidak
memberikan ASI ekslusif, walaupun beberapa dari mereka mengetahui tentang
ASI ekslusif tapi nilai dan kepercayaan yang mereka anut masih sangat kental
sehingga lebih dominan mempengaruhi keputusan.misalnya saja keyakinan
mereka bahwa bayi yang sering menangis menandakan bahwa bayi masih lapar
karena ASI yang mereka berikan belum cukup dan perlu ditambah dengan
pembrian susu formula atau makanan tambahan lainnya. Memang di tempat
penelitian banyak tradisi yang masih melekat pada masyarakat.

Bayi baru lahir sudah diberi makan pisang, diberi minum kopi dan
sebagian dari mereka berpendapat selama mereka masih menyusui bayinya tidak
jadi masalah kalau mereka memberikan susu formula atau makanan lain. Hal ini
juga berkaitan dengan masih rendahmya pengetahuan yang mereka miliki tentang
ASI ekslusif. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti bahwa selama memberikan
ASI Ekslusif adanya mitos tentang pembatasan makanan yang dimakan. Selama
memberikan ASI Ekslusif tidak boleh makan pedas dan asam karena dapat
menyebabkan bayi diare. Banyak minum es dapat menyebabkan anak sakit flu.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Kumza & Jerzy, 2013) bahwa sebanyak
57% ibu mengakui adanya pembatasan makanan oleh budaya mereka.

Mitos-mitos yang terjadi di lingkungan sekitar juga mengatakan bahwa


memberikan ASI Ekslusif akan membuat payudara menjadi tidak kencang
berbeda dari sebelum melahirkan. Faktanya bahwa payudara menjadi tidak
kencang disebabkan oleh bertambahnya usia dan kehamilan. Pada saat hamil,
hormon-hormon menambah kelenjar ASI sehingga membuat ukuran payudara
lebih dari ukuran biasanya. Ketika masa menyusui usia, ukuran payudara akan
kembali menjadi normal sehingga mengendur (tidak kencang) (Yuliarti &
Nurbeti,2010)
Faktor sosial budaya merupakan suatu faktor pendorong yang cukup kuat
terhadap seseorang untuk berperilaku.Ibu menyusui perilaku budaya dimana tidak
terlepas dari pandangan budaya yang telah diwariskan turun temurun dalam
kebudayaan yang bersangkutan (Swaswono & Meutia,1998).Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan ASI eksklusif sebagai strategi
penting untuk mengurangi kematian anak, khususnya di negara berkembang.
ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI kepada bayi tanpa disertai
apapun bahan selain ASI untuk enam bulan pertama (tidak ada makanan atau
cairan termasuk air).Dalam pembangunan bangsa, peningkatan kualitas manusia
harus dimulai sedini mungkin yaitu sejak dini yaitu sejak masih bayi, salah satu
faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia
adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI).

Pemberian ASI tidak lepas dari tatanan budaya. Artinya setiap pemberian
ASI dari ibu kepada anaknya akan berhubungan dengan sosial budaya yang ada
dimasyarakat. Perilaku dibentuk oleh kebiasaan yang diwarnai oleh sosial budaya.
Setiap orang selalu terpapar dan tersentuh oleh kebiasaan lingkungan serta
mendapat pengaruh dari masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung
(Perinasia, 2003). Perilaku yang telah dibentuk dengan oleh kebiasaan dan
kepercayaan akan pemberian ASI Eksklusuif akan berdampak pada keingingan
ibu untuk memberikan ASI Eksklusif kepada anak. Sosial budaya ini akan
mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI Eklusif, responden yang memiliki
kategori sosial budaya baik akan menunjukan keberhasilan dalam pemberian ASI
Eksklusif. Hal ini ditunjukan dengan 25 (45,5%) responden memiliki kategori
sosial budaya yang baik dengan pemberian ASI Eksklusif.

DUKUNGAN KELUARGA

Banyak faktor yang menjadi masalah pemberian ASI yang rendah di


Indonesia, salah satu faktor pendukung adalah suami, yang merupakan orang
terdekat yang memainkan peran kunci selama kehamilan, persalinan dan setelah
bayi lahir termasuk pemberian asi. Angka keberhasilan menyusui bayi sampai 6
bulan meningkat pada kelompok studi yang mengikut sertakan ayah dan ibu
dalam konseling menyusui dibanding kelompok studi yang hanya diikuti oleh ibu.
Dukungan keluarga bagi ibu yang memadai secara signifikan terkait dengan
praktik pemberian ASI eksklusif .

Hal ini konsisten dengan penelitian yang menunjukkan bahwa dukungan


keluarga dapat meningkatkan secara signifikan pencapaian ASI ekslusif. Anggota
keluarga dapat meningkatkan kepatuhan ibu dalam menyusui eksklusif dengan
menekankan bahwa ASI menyediakan sumber nutrisi tertinggi untuk bayi. Untuk
memberikan dukungan kepada ibu, suami dan nenek atau keluarga lainnya bisa
berkontribusi pada pengasuhan anak, menyediakan penitipan anak, membeli atau
menyiapkan makanan, dan memberi makan anak-anak.

Dukungan keluarga juga dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu, sebuah


studi kualitatif di Myanmar telah menyoroti bahwa para ibu memerlukan
dukungan ayah karena ayah juga dapat membantu dalam mendapatkan informasi
tentang menyusui selain memberikan dorongan dan motivasi. Lima peran utama
untuk dukungan suami adalah pengetahuan, sikap positif, keterlibatan dalam
pengambilan keputusan, praktis dukungan, dan dukungan emosional untuk
menyusui. Sikap positif atau negatif suami terhadap menyusui dapat
mempengaruhi perilaku menyusui ibu. Sikap negatif yang dipengaruhi oleh
preferensi seksual, seperti ketakutan bahwa menyusui akan merusak bentuk
payudara, dapat menyebabkan suami tidak menyetujui menyusui. Selain itu, sikap
positif suami dipengaruhi ketika ekonomi rumah tangga menguntungkan
menyusui.

A. Aspek Sosial Budaya Pada bayi balita

Masa balita adalah masa dimana seorang anak membutuhkan perhatian


dan kesehatan agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.Usia balita
adalah mulai 13 sampai dengan 59 bulan.Dimana pada masa ini peran serta orang
tua sangat penting untuk menjaga pola makan dan kebutuhan balita itu
sendiri.Gizi yang seimbang dan kasih sayang sangat penting dalam menjaga
pertumbuhan balita, terutama pada lingkungan keluarga dan sekitar balita itu
sendiri.

Aspek sosial budaya merupakan sesuatu yang mendasar berkaitan dengan


akal dan pemikiran manusia dalam kehidupan sosial. Karena aspek sosial budaya
inilah, berkembang yang namanya mitos dan fakta yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Kebudayaan pada balita ini menyebabkan banyaknya mitos mengenai
balita.

Mitos-mitos yang lahir dimasyarakat ini kebenarannya kadang tidak masuk akal
dan bahkan dapat berbahaya bagi balita. Hal ini dikarenakan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang merawat balita. Mitos dan fakta,dampak positif
dan negatif yang berkembang sekitar perawatan balita, yaitu sebagai berikut:
Mitos: Bayi baru lahir perlu dipijat setiap hari
Fakta: Pemijatan hanya berguna jika dilakukan dengan benar dan tepat. Sebaiknya
yang melakukan pijat adalah ibu si bayi sendiri. Tentu saja setelah mempelajari
teknik memijat bayi dengan baik. Perlu di perhatikan kondisi si kecil, apakah ia
sedang dalam keadaan nyaman dan sehat untuk dipijat. Selain itu perlu juga
diperhatikan bahan-bahan atau minyak yang digunakan untuk memijat dapat
membuat bayi alergi.
Mitos: membedong bayi dapat memperkuat kaki atau membuat struktur kaki
bayi menjadi lurus
Yang sebenarnya adalah sentuhan kulit ke kulit membuat bayi baru lahir, terutama
bayi premature, lebih baik perkembangannya. Walaupun begitu, tidak diperlukan
untuk memijatnya setiap hari. Yang perludilakukan adalah perbanyak sentuhan dan
berkomunikasi dengan si kecil agar ia merasa nyaman dan aman.

Mitos: makanan dan minuman yang manis membuat gigi berlubang


Fakta: Bahwa gigi menjadi berlubang diakibatkan tiga hal, yaitu kuman, suasana
asam dan keduanyaberlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila
makanan yang mengandung gula menetap padasela gigi, kuman akan
mengubahnya menjadi asam. Kondisi asam disertai bakteri yang juga menjadi
aktifpada suasana asam, adalah penyebab utama dari gigi berlubang. Diawali
dengan kerusakan pada lapisan email gigi, jika dibiarkan lama kelamaan gigi
menjadi berlubang. Hal-hal yang dapat menyebabkan gigi berlubang antara lain
adalah kebiasaan mengemut atau minum susu dengan botol sampai
tertidur.Makanan manis tidak secara langsung menyebabkan gigi berlubang, tapi
memudahkan pertumbuhankuman penyebab kerusakan gigi jika tidak rajin
membersihkan gigi dan mulut.
B. Aspek Sosial pada KB
Mendengar kata keluarga berencana(KB). Mungkin tidak asing bagi kita. Akan
tetapi apabila kita berikan pertanyaan apa itu sebenarnya KB?, Apa tujuan KB dan
apa faktor-faktor yang mempengaruinya? Apa hubungan dengan aspek sosial
budaya, serta apa pentingnya seorang perawat atau bidan perlu mengetahuinya.
Mungkin banyak pertanyaan itu membutuhkan pengetahuan yang lebih banyak
untuk menjawabnya. Untuk itu dalam bab ini, kita akan mencoba membahas semua
pertanyaan itu.

Apa Itu Keluarga Berencana (KB)

Pencanangan program keluarga berencana(KB) pertama kali di canangkan pada


tahun 1970 dengan dibentuknya suatu badan yang mempunyai tugas mensukseskan
program tersebut. Badan tersebut adalah badan koordinasi keluarga berencana
Nasional (BKKBN). Program keluarga berencana merupakan sarana untuk
menurunkan tingkat fertilitas, salah satunya melalui pemakaian alat kontrasepsi.
Dengan pemakaian alat kotrasepsi ini diharapkan akan dapat mengatur jumlah anak
yang diinginkan.(Rusli Chaniago, 2000)
BKKBN dalam hal ini menyarankan masyarakat untuk memiliki dua(2) anak saja.
Seorang mahasiswa keperawatan yang kritis, kemudian akan bertanya, apakah
saran tersebut juga berlaku pada masyarakat tingkat sosial ekonomi atas?.
Pertanyaan ini menarik dan tentunya akan membawa kita pada suatu pertanyaan
yang lebih mendasar, yaitu mengapa BKKBN menyarankan dua anak saja. Kita
tentunya perlu memahami bahwa jumlah masyarakat Indonesia terbilang besar.
Sensus tahun 2007 saja menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah
210 juta orang. Dengan jumlah penduduk yang besar tentunya pemerintah semakin
sulit untuk mengatur dan menyediakan berbagai fasilitas dalam rangka meningkat
kan kesejahteraan. Kondisi ini terjadi, apabila masyarakat tersebut menjadi beban
pemerintah. Akan tetapi bagaimana bila masyarakat tersebut menjadi agen yang
membatu meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Dalam kondisi seperti itu, tentunya memiliki banyak anak tidak masalah. Jadi,
masalahnya dalam kepemilikan jumlah anak adalah” apakah orang tua dapat
memberikan pendidikan, makanan yang bergizi dan lain sebagainya sehingga dapat
melahirkan generasi yang tangguh. Akan tetapi, apabila masyarakat tersebut berada
pada kondisi dimana mengalami kesulitan secara ekonomi, pendidikan yang
rendah, lalu apakah dia dapat menyediakan kebutuhan untuk melahirkan generasi
yang tangguh atau hanya akan menambah jumlah penduduk yang menjadi beban
pemerintah dan juga beban keluarga.

Pemerintah melalui BKKBN menyarankan penggunaan alat kontrasepsi untuk

mengontrol memiliki anak. Alat kontrasepsi yang digunakan dalam program


keluarga

berencana adalah:

a. Cara mekanik kontrasepsi intra unterine devince/ spiral kondom.

b. Cara kimiawi pil KB, suntik

Target atau sasaran dalam program keluarga berencana adalah pasangan usia subur
yaitu pasangan usia 15-49 tahun, kemudian anggota masyarakat, institusi dan
wilayah. Program keluarga brencana ini memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum kecil dan sejahtera adalah secara bertahap
dalam rangka perkembangan dan pembudayaan norma keluarga kecil keluarga
bahagia dan sejahtera.(BKKBN).

Program KB di Indonesia termasuk yang dianggap berhasil di tingkat internasional.


Hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap penurunan pertumbuhan penduduk,
sebagai akibat dari penurunan angka kesuburan total (Total Fertility Rate TFR).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), TFR pada kurun waktu
1967- 1970 menurun dan 5,6 menjadi hampir setengahnya dalam 30 tahun, yaitu 2.4
pada tahun 2016. Demikian juga pencapaian cakupan pelayanan KB (Contraceptive
Prevalence Rate CPR) dengan berbagai metode meningkat menjadi 60,3% pada
tahun 2016 (Badan Pusat Statistik,2016) Fenomena yang ada di masyarakat yang
menyangkut adanya nilai dan norma di masyarakat yang belum dapat menerima
program pengaturan kelahiran dan menganggap hal tersebut tidak sesuai dengan
nilai-nilai yang diyakini masyarakat (Noorkasiani, Heryati, & Ismail, 2016).
Masyarakat masih mempercayai bahwa banyak anak banyak rejeki, tiap anak
membawa rejeki sendiri-sendiri dan anak sebagai tempat bergantung di hari tua
Sehingga slogan dua anak lebih baik masih sulit diterima oleh masyarakat
Darmawati, & Rakhmah, 2017). Sebagai makhluk sosial manusia hidup tidak
terlepas dari budaya bahkan dapat dipengaruhi oleh budaya di mana ia hidup.
Budaya menyangkut adat istiadat, tradisi, kebiasaan, aturan-aturan dan pendapat
pendapat. Penggunaan alat kontrasepsi juga turut dipengaruhi oleh faktor sosial
budaya masyarakat mengingat penggunanya hidup dalam lingkungan budaya
masyarakat (Antonang, 2015) Hasil penelitian ini membuktikan bahwa keikutsertaan
ibu berhubungan dengan sosial budaya yang berkembang dalam masyarakat
Masyarakat yang sudah tidak mempercayai mitos- mitos yang berkembang di
masyarakat cenderung menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan mereka yang
masih mempercayai mitos

Kepercayaan yang masih dipercayai oleh sebagian masyarakat yaitu banyak anak
banyak rezeki, setiap anak memiliki rezeki masing-masing sehingga jika anaknya
banyak maka rezekinya juga akan banyak. Selain itu ada juga masyarakat yang dalih
agama bahwa melakukan KB dilarang agama (haram) sehingga mereka tidak
menggunakan alat kontrasepsi Kebiasaan masyarakat yang lebih menghargai anak
laki-laki dibandingkan anak perempuan sehingga ketika anaknya sudah ada 2-4
orang tetapi belum memiliki anak laki-laki maka mereka berusaha untuk
mendapatkan anak laki-laki, yang berarti istri tidak menggunakan alat kontrasepsi
dan harus hamil/melahirkan lagi dengan harapan pada kehamilan ini akan
mendapatkan anak laki-laki. Sebagian responden juga beranggapan bahwa dengan
anak yang sedikit maka tidak ada yang mengurusnya pada saat tua nanti.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu
ibu (ASI) dari payudara ibu. Segala daya upaya yang dilakukan untuk membantu ibu
mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya disebut dengan manajemen laktasi
(Sutanto, 2018). Keluarga Berencana adalah upaya untuk mewujudkan keluarga
yang berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam mewujudkan
hak-hak reproduksi serta penyelenggaraan pelayanan, pengaturan dan dukungan
yang diperlukan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal, mengatur
jumlah, jarak, dan usia ideal melahirkan anak, mengatur kehamilan dan membina
ketahanan serta kesejahteraan anak (BKKBN, 2015). Program Keluarga Berencana
adalah bagian yang terpadu (intergral) dalam program pembangunan nasional dan
bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya
penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan
produksi nasional (Budisuari dan Rachmawati, 2011).
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti. Karena kami hanyalah
manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Dan kami juga sangat mengharapkan
kritik dan saran para pembaca dan kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari
kami semoga dapat diterima dihati dan kami ucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

dr.Nurhira Abdul Kadir, MPH. Menelusuri Akar Masalah Rendahnya Presentase


Pemberian Asi Ekslusif Di Indonseia . Vol.XV Nomor 1/2014, 107 118.
Fikki Prasetya, A. Y. (2019, juni). Budaya Patriarki Dalam Praktik Pemberian ASI Eksklusif.
Volume 03 | Nomor 01 | JUNI | 2019, 3, 45 47.
Ningsih, D. A. (2018, april selasa). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN ASI.
Volume 9 Nomor 2, April 2018, 9, 110 113.
Andarmoyo, S. (2015) Keperawatan Keluarga Konsep Teori, proses DanPraktik
Keperawatan (Cetakan 2). Yogyakarta: Graha limu
Antonang, J. (2015) Hubungan Budaya Patriarki terhadap Keputusan WUS Menjadi
Akseptor Keluarga Berencana di Lingkungan VI Simpang Selayang Medan
Tuntungan Tahun 2010..

Anda mungkin juga menyukai