Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Partus lama merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan janin.

Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam yang

dimulai dari tanda-tanda persalinan. Partus lama dapat menyebabkan infeksi,

kehabisan tenaga, dehidrasi, dan pendarahan post partum yang dapat

menyebabkan kematian ibu. Pada janin akan terjadi infeksi, cedera dan afiksia

yang dapat meningkatkan kematian bayi (Ardhiyanti, 2016)

Secara global menurut Word Health Organisation (WHO) tahun 2022,

partus lama merupakan salah satu penyumbang kematian ibu di dunia,

berdasarkan WHO terjadi kasus partus lama pada wanita di dunia yaitu 289

per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2022). Sementara di Indonesia angka

kejadian partus lama menduduki urutan tertinggi di ASEAN yaitu 359 per

100.000 kelahiran hidup ibu meninggal akibat partus lama (Kemenkes RI,

2022).

Di antara penyebab tingginya angka kematian bayi adalah kejadian

partus lama, menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018

partus lama merupakan komplikasi persalinan urutan kedua yang paling

banyak ditemui. Yang menempati urutan pertama adalah Ketuban Pecah Dini

(KPD) dengan prosentase 5,6%, disusul partus lama dengan prosentase 4,3%

dari total komplikasi persalinan 23,2% (Riskesdas, 2018)


2

Berdasarkan data Profil Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Barat

Tahun 2022, prevalensi partus lama secara nasional menunjukkan bahwa

Propinsi Nusa Tenggara Barat ada di urutan kelima dalam komplikasi

persalinan jenis partus lama dengan prosentase 4,5% (Dinas Kesehatan

Provinsi NTB, 2022). Sedangkan jumlah kejadian persalinan lama di

Kabupaten Lombok Timur tahun 2022 adalah sebesar 13,3% (Dinas

Kesehatan Kabupaten Lombok Timur, 2022).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Montong Betok tahun

2022 menunjukkan bahwa jumlah ibu bersalin mencapai 917 orang dan yang

mengalami partus lama sebanyak 19 orang (2,1%) dan pada tahun 2023 dari

bulan Januari sampai dengan Agustus diketahui bahwa jumlah ibu bersalin

mencapai 875 orang dan yang mengalami partus lama sebanyak 15 orang

(1,7%) (Puskesmas Montong Betok, 2023).

Ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan partus lama adalah

umur, paritas, partus lama, janin besar, riwayat buruk persalinan sebelumnya,

anemia berat, kehamilan ganda, hidramnion, partus presipitatus, penanganan

yang salah pada kala III, hipertensi dalam kehamilan, kelainan uterus, infeksi

uterus, tindakan operatif dengan anastesi yang terlalu dalam (Lestrina, 2016).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi partus lama pada ibu bersalin

yiatu faktor ibu, faktor janin, dan faktor jalan lahir. Faktor ibu meliputi umur,

his, ketuban pecah dini, dan paritas. Faktor janin meliputi sikap, letak,

kelainan posisi, dan janin besar sedangkan faktor jalan lahir seperti tumor

pada pelvis, panggul sempit, kelainan pada vagina dan serviks (Prawirohardjo,

2018).
3

Pada faktor umur ibu, umur reproduksi sehat untuk ibu hamil adalah

20-30 tahun, persalinan pada umur yang terlalu muda (<20 tahun) sering juga

menyebabkan distosia, dimana distosia dapat menyebabkan terjadinya partus

lama. Pada umur <20 tahun organ reproduksi wanita belum siap untuk

menghadapi kehamilan dan proses persalinan. Sedangkan pada umur >35

tahun seorang wanita akan mengalami penurunan organ reproduksi sehingga

jika terjadi kehamilan maka akan meningkatkan angka kesakitan pada masa

kehamilan dan persalinan (Prawirohardjo, 2018)

Faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya partus lama lama yaitu

paritas. Pada ibu dengan paritas primipara (wanita yang melahirkan bayi hidup

pertama kali) karena pengalaman melahirkan belum pernah maka

kemungkinan terjadinya kelainan dan komplikasi cukup besar. Sedangkan

pada ibu yang sering melahirkan memiliki risiko mengalami komplikasi

persalinan pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan

gizi. Pada paritas lebih dari tiga, keadaan rahim biasanya sudah lemah

sehingga menimbulkan persalinan lama dan pendarahan saat kehamilan

(Prawirohardjo, 2018).

Partus lama merupakan penyebab kematian ibu dan bayi baru lahir,

apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan mengakibatkan ibu

mengalami infeksi, kehabisan tenaga sebelum bayi dilahirkan dehidrasi,

kadang dapat terjadi pendarahan postpartum yang dapat menyebabkan

kematian ibu, pada janin akan terjadi infeksi, cedera, dan asfiksia yang dapat

meningkatkan kematian bayi (Oxorn & Forte, 2020).


4

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendeteksi partus lama

pada ibu bersalin yaitu dengan penggunaan partograf pada setiap persalinan

sehingga bidan dapat segera mengambil keputusan klinik untuk

meminimalkan risiko yang dapat terjadi pada ibu dan janin. Upaya selanjutnya

yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan lama yaitu dengan

melibatkan keluarga untuk mendampingi ibu selama persalinannya. Kehadiran

seorang pendamping secara terus-menurus dapat memberikan dorongan

psikologis bagi ibu bersalin dan pendamping persalinan juga dapat

memberikan bantuan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi ibu saat proses

persalinan. Penatalaksanaan untuk persalinan lama yaitu selama persalinan

semangat pasien harus didukung, bidan harus membesarkan hatinya dan

menghindari kata-kata yang dapat menimbulkan kekhawatiran dalam diri

pasien. Intake cairan setidaknya 2.500 ml perhari. Pada persalinan lama,

intake cairan sebanyak ini dipertahankan melalui pemberian infus cairan

glukosa. Dehidrasi pada proses persalinan dapat dicegah dengan cara

mempertahankan intake cairan. Sedangkan pemberian makanan pada ibu

bersalin tidak disarankan karena makanan yang dimakan dalam proses

persalinan tidak akan tercerna dengan baik sehingga menimbulkan bahaya

muntah dan aspirasi. Karena itu, pada persalinan lama dipasang infus untuk

pemberian kalori (Prawirohardjo, 2018)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang : “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian

Partus lama di Puskesmas Montong Betok”.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat disusun

rumusan masalahnya sebagai berikut: “Apa Saja Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Kejadian Partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong

Betok”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian

Partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi faktor umur yang mempengaruhi partus lama di

Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

b. Mengidentifikasi faktor paritas yang mempengaruhi partus lama di

Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

c. Mengidentifikasi faktor his yang mempengaruhi partus lama di

Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

d. Mengidentifikasi faktor jarak kehamilan yang mempengaruhi partus

lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

e. Mengidentifikasi faktor ketuban pecah dini (KPD) yang

mempengaruhi partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong

Betok.
6

f. Mengidentifikasi kejadian partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas

Montong Betok.

g. Menganalisis hubungan faktor umur yang mempengaruhi kejadian

partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

h. Menganalisis hubungan faktor paritas yang mempengaruhi kejadian

partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

i. Menganalisis hubungan faktor his yang mempengaruhi kejadian partus

lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

j. Menganalisis hubungan faktor jarak kehamilan yang mempengaruhi

kejadian partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

k. Menganalisis hubungan faktor ketuban pecah dini (KPD) yang

mempengaruhi kejadian partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas

Montong Betok.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi

para pembaca yang berhubungan dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi partus lama. Selain itu, dapat dijadikan sebagai literatur

untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan faktor-

faktor yang mempengaruhi partus lama.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Puskesmas Montong Betok

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

acuan, literatur atau referensi untuk meningkatkan mutu pelayanan


7

kepada masyarakat khususnya ibu bersalin yang mengalami partus

lama.

b. Bagi Ibu Bersalin

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

masukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu

bersalin tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian partus

lama.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan

untuk mengembangkan kualitas pendidikan di bidang kesehatan

khususnya mahasiswa bidan yang ada di Hamzar Lombok Timur.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur

bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian partus lama.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Nama Judul Metode Hasil


Persamaan Perbedaan
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
Rositawati Hubungan paritas Metode penelitian Hasil penelitian Desain penelitian Teknik pengambilan
(2019) ibu bersalin yang digunakan menunjukkan ada yang digunakan sampel yang digunakan
dengan kejadian adalah menunjukkan sama yaitu case berbeda. Pada penelitian
partus lama di observasional terdapat control. Kemudian yang dilakukan oleh
RSUD analitik hubungan antara analisis statistik Rositawati menggunakan
Leuwiliang menggunakan paritas dengan yang digunakan total sampling sedangkan
Kabupaten Bogor desain kasus partus lama (p juga sama yaitu peneliti menggunakan dua
kontrol value = 0.033 OR menggunakan uji teknik pengambilan
8

1,661) chi square. sampel, untuk sampel


kasus menggunakan teknik
total sampling sedangkan
untuk sampel kontrolnya
menggunakan simple
random sampling.

Riyanto Faktor-faktor Metode penelitian Ada hubungan Pendekatan Teknik pengambilan


(2017) yang yang digunakan antara faktor- penelitian yang sampel yang digunakan
berhubungan adalah metode faktor umur, digunakan sama berbeda. Pada penelitian
dengan partus observasional paritas, his dan yaitu pendekatan yang dilakukan oleh
lama di analitik dengan KPD dengan cross sectional. Riyanto menggunakan
Puskesmas Poned pendekatan cross partus lama di Selain itu, variabel simpel random sampling
Kabupaten sectional. Puskesmas Poned independent dan sedangkan peneliti
Lampung Timur Kabupaten dependent yang menggunakan dua teknik
Lampung Timur. diteliti juga sama pengambilan sampel,
yaitu : umur, untuk sampel kasus
paritas, his dan menggunakan teknik total
KPD serta kejadian sampling sedangkan untuk
partus lama. sampel kontrolnya
menggunakan simple
random sampling.

Wahyu Faktor-faktor Metode penelitian Ada hubungan Pendekatan Metode penelitian yang
Amelia yang yang digunakan antara presentasi penelitian yang digunakan berbeda.
(2018) mempengaruhi yaitu survey janin dengan digunakan sama Peneliti menggunakan
kejadian partus analitik dengan kejadian partus yaitu pendekatan metode observasional
lama di Ruang pendekatan cross lama (p value cross sectional. analitik sedangkan
Kebidanan RSUD sectional. 0,001), ada Selain itu, analisis penelitian Wahyu Amelia
Ibnu Sutowo hubungan antara statistik yang menggunakan survey
Baturaja berat badan janin digunakan juga analitik. Selain itu,
dengan kejadian sama yaitu : uji chi variabel independent yang
partus lama (p square. diteliti juga berbeda.
value 0,010), dan Peneliti melakukan
ada hubungan penelitian tentang umur,
antara paritas paritas, his, jarak
dengan kejadian kehamilan dan KPD
partus lama (p sedangkan penelitian
value 0,001) Wahyu Amelia melakukan
penelitian tentang
presentase janin dam berat
badan janin.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Partus lama

a. Pengertian

Partus lama ialah persalinan yang telah berlangsung 12 jam atau

lebih tanpa kelahiran bayi. Persalinan lama dapat terjadi dengan

pemanjangan kala I dan atau kala II (Prawirohardjo, 2018).

Persalinan kala II memanjang adalah persalinan yang

berlangsung lebih dari 2 jam pada primigravida, dan lebih dari 30

menit sampai 1 jam pada multigravida. Persalinan kala II memanjang

adalah suatu persalinan dengan pembukaan serviks lengkap, ibu ingin

mengejan, tetapi tidak ada kemajuan penurunan (Saifuddin, 2017).

Persalinan kala II memanjang adalah persalinan yang

berlangsung melebihi patron waktu yang telah ditetapkan, yaitu 2 jam

pada primigravida dan 1 jam pada multigravida (Manuaba, I. A. C.,

2019).

Persalinan kala II memanjang (partus lama dalam kala dua)

adalah persalinan yang melampaui 2 jam pada primigravida dan 1 jam

pada multipara (Oxorn & Forte, 2020).

Tabel 2.1 Waktu pada fase-fase persalinan


Primigravida Multipara
Rata-rata Upper Rata-rata Upper
normal normal
Fase laten 8,6 jam 20 jam 5,3 jam 14 jam
Fase aktif 5,8 jam 12 jam 2,5 jam 6 jam
Kala I 13,3 jam 28,5 jam 7,5 jam 20 jam
Kala II 57 menit 2 jam 18 menit 1 jam
Dilatasi cervix rate Kurang 1,2 cm/jam Kurang 1,5 cm/jam
10

selama adalah abnormal adalah abnormal


fase aktif

b. Etiologi

1) Disproporsi fetopelvik

a) Panggul kecil

b) Anak besar

2) Malpresentasi dan malposisi

3) Persalinan tidak efektif

a) Primary inefficient uterine contraction

b) Kelelahan myometrium: inertia sekunder

c) Cincin konstriksi

d) Ketidakmampuan atau penolakan pasien untuk mengejan

e) Anesthesia berlebihan

4) Dystocia jaringan lunak

a) Canalis vaginalis yang sempit

b) Perineum kaku (Oxorn & Forte, 2020).

c. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Partus Lama

Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian partus

lama yaitu:

1) Faktor ibu

a) Umur

Umur ibu merupakan salah satu faktor risiko yang

berhubungan dengan kualitas kehamilan atau berkaitan dengan

kesiapan ibu dalam reproduksi. Pada ibu dengan umur kurang

dari 20 tahun, perkembangan alat-alat reproduksi belum


11

matang sehingga sering timbul komplikasi persalinan,

sedangkan pada ibu dengan umur lebih dari 35 tahun, mulai

terjadi regresi sel-sel tubuh terutama endometrium sehingga

menyebabkan proses kehamilan dan persalinan menjadi

berisiko (Prawirohardjo, 2018).

b) Paritas

Pada ibu dengan paritas primipara (wanita yang

melahirkan bayi hidup pertama kali) karena pengalaman

melahirkan belum pernah maka kemungkinan terjadinya

kelainan dan komplikasi cukup besar (Manuaba, I. B. G.,

2020).

Pada ibu yang sering melahirkan memiliki risiko

mengalami komplikasi persalinan pada kehamilan berikutnya

apabila tidak memperhatikan kebutuhan gizi. Pada paritas lebih

dari tiga, keadaan rahim biasanya sudah lemah sehingga

menimbulkan persalinan lama dan pendarahan saat kehamilan

(Prawirohardjo, 2018).

c) His

His merupakan kontraksi otot~otot rahim dalam

persalinan. Sifat his yang baik dan sempurna, yaitu: kontraksi

yang simetris, fundus dominan (kekuatan paling tinggi berada

di fundus uteri), kekuatannya seperti gerakan memeras rahim,

setelah adanya kontraksi diikuti dengan adanya relaksasi dan


12

pada setiap his menyebabkan terjadinya perubahan pada

serviks, yaitu menipis dan membuka (Manuaba, I. B. G., 2020).

His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya

menyebabkan hambatan pada jalan lahir yang lazim normal

dimuali dari salah satu sudut d fundus uteri yang kemudian

menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan

adanya dominasi kekuatan pada fundus uteru, kemudian

mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh. Baik atau

tidaknya his dinilai dengan kemajuan persalinan, sifat dari his

itu sendiri (frekuensinya, lamanya, kuatnya, dan relaksasinya).

Adapun jenis-jenis kelainan his yaitu: a) Inersia uteri, b) His

yang terlalu kuat, dan c) Kekuatan uterus yang tidak

terkoordinasi (Prawirohardjo, 2018).

2) Faktor janin (besar janin, letak janin)

Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin,

ada/tidak kelainan anatomik mayor) (Prawirohardjo, 2018).

3) Faktor jalan lahir (panggul sempit)

Kelainan panggul dapat disebabkan oleh: gangguan

pertumbuhan, penyakit tulang dan sendi(rachitis, neoplasma,

fraktur dll), penyakit kolumna vertebralis (kyposis, scoliosis, dll),

kelainan ekstremitas inferior (coxitix, fraktur, dll). Kelainan

panggul dapat menyebabkan kesempitan panggul. Kesempitan

panggul dapat dibagi menjadi 3 bagian:

a) Kesempitan pintu atas panggul, pintu atas panggul dikatakan


13

sempit jika ukuran konjugata vera kurang dari 10 cm atau

diametre transversa kurang dari 12 cm.

b) Kesempitan panggul tengah, jika jumlah diameter

interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior kurang

13,5 cm (normalnya 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm).

c) Kesempitan pintu bawah panggul, diartikan jika distansia

intertuberum kurang dari 8 cm dan diameter tranversa +

diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm (Normalnya = 11

cm + 7,5 cm = 18,5 cm) (Prawirohardjo, 2018)

d. Patofisiologis

Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan

dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala janin

sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm. Kemajuan persalinan

dalam kala II dikatakan kurang baik apabila penurunan kepala janin

tidak teratur di jalan lahir, gagalnya pengeluaran pada fase

pengeluaran. Kesempitan panggul dapat menyebabkan persalinan yang

lama atau persalinan macet karena adanya gangguan pembukaan yang

diakibatkan oleh ketuban pecah sebelum waktunya yang disebabkan

bagian terbawah kurang menutupi pintu atas panggul sehingga ketuban

sangat menonjol dalam vagina dan setelah ketuban pecah kepala tetap

tidak dapat menekan cerviks karena tertahan pada pintu atas

panggul. Persalinan kadang-kadang terganggu oleh karena kelainan

jalan lahir lunak (kelainan tractus genitalis). Kelainan tersebut

terdapat di vulva, vagina, cerviks uteri, dan uterus. His yang tidak
14

normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan pada

jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, jika tidak dapat

diatasi dapat megakibatkan kemacetan persalinan. Baik atau tidaknya

his dinilai dengan kemajuan persalinan, sifat dari his itu sendiri

(frekuensinya, lamanya, kuatnya dan relaksasinya) serta besarnya

caput succedaneum. Pimpinan persalinan yang salah dari penolong,

tehnik mengejan yang salah, bahkan ibu bersalin yang kelelahan dan

kehabisan tenaga untuk mengejan dalam proses persalinan juga bisa

menjadi salah satu penyebab terjadinya kala II lama (Prawirohardjo,

2018).

e. Diagnosis

Janin tidak lahir setelah 1 jam pada multigravida dan 2 jam

pada primigravida dipimpin mengedan sejak pembukaan lengkap

1) Ibu tampak kelelahan dan lemah.

2) Kontraksi tidak teratur tetapi kuat.

3) Dilatasi serviks lambat atau tidak terjadi.

4) Tidak terjadi penurunan bagian terbawah janin, walaupun kontraksi

adekuat.

5) Molding-sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki

(partograf ++)

6) Lingkaran retraksi patologis (lingkaran Bandl) timbul nyeri di

bawah lingkaran Bandl merupakan tanda akan terjadi ruptura

uteri.Tidak adanya his dan syok yang tiba-tiba merupakan tanda

ruptura uteri.
15

7) Kandung kencing ibu penuh. Kandung kencing yang penuh dapat

menahan turunnya janin dan menyebabkan persalinan lama. Pasien

dalam persalinan seharusnya sering kencing (Saifuddin, 2017).

f. Dampak Partus Lama

Dampak yang diakibatkan oleh persalinan kala II memanjang

pada ibu dan janin yaitu timbul gejala – gejala seperti dehidrasi,

infeksi, kelelahan ibu serta asfiksia, dan kematian janin dalam

kandungan (IUFD) (Prawirohardjo, 2018).

Persalinan kala II memanjang merupakan fase terakhir dari suatu

partus yang macet dan berlangsung terlalu lama. Risiko yang

diakibatkan partus lama bisa mengenai ibu maupun janin, yaitu:

1) Infeksi Intrapartum

Infeksi merupakan bahaya serius yang mengancam ibu dan

janinnya pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban.

Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion dan desisdua

serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia, sepsis dan

pneumonia pada janin akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi

2) Ruptur uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan

bahaya serius selama partus lama, terutama pada wanita dengan

paritas tinggi dan pada mereka yang dengan riwayat seksio sesarea.

Apabila disproporsi antara kepala janin dan dan panggul sedemikin

besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi penurunan,


16

sehingga segmen bawah uterus menjadi sangat teregang yang

kemudian dapat menyebabkan ruptur.

3) Cincin retraksi patologis

Pada partus lama dapat timbul konstriksi atau cincin lokal

uterus, tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis

Bandl. Cincin ini disertai peregangan dan penipisan berlebihan

segmen bawah uterus, cincin ini sebagai sustu identasi abdomen dan

menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus.

4) Pembentukan fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas

panggul tetapi tidak maju untuk jangka waktu lama , maka bagian

jalan lahir yang terletak diantaranya akan mengalami tekanan yang

berlebihan. Karena gangguan sirkulasi sehingga dapat terjadi

nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan

dengan munculnya fistula.

5) Cedera otot dasar panggul

Cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau fasia

penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada

persalinan pervaginum terutama apabila persalinannya sulit

6) Efek pada janin berupa kaput suksedaneum, moulase kepala janin,

bila berlanjut dapat menyebabkan terjadinya gawat janin

(Prawirohardjo, 2018).
17

g. Penatalaksanaan Kala II Memanjang

Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu dengan kala II

memanjang yaitu dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum,

ekstraksi forceps, sectio caesaria, dan lain- lain (Prawirohardjo, 2018).

Penatalaksanaannya yaitu sebagai berikut:

1) Tetap melakukan Asuhan Sayang Ibu, yaitu :

a) Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama

proses persalinan dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami,

orang tua dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan dalam

menjalani proses persalinan.

Alasan: Hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya

dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama

proses persalinan.

b) Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya

membantu ibu untuk berganti posisi, melakukan rangsangan

taktil, memberikan makanan dan minuman, teman bicara dan

memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan

melahirkan bayinya.

c) Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan

semangat kepada ibu dan anggota keluarganya dengan

menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau

kelahiran bayi kepada mereka.

d) Tentramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani

kala II persalinan. Lakukan bimbingan dan tawarkan bantuan


18

jika diperlukan.

e) Bantu ibu memilih posisi yang nyaman saat meneran

f) Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran

apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan

menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan

nafas

g) Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi

Alasan: Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit

bernafas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan

meningkatkan resiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya

pasokan oksigen melalui plasenta

h) Anjurkan ibu untuk minum selama kala II persalinan

Alasan: Ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama

proses persalinan dan kelahiran bayi. Cukupnya asupan cairan

dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut.

i) Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala II

persalinan. Berikan rasa aman dan semangat serta tentramkan

hatinya selama proses persalinan berlangsung. Dukungan dan

perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu

kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayinya. Beri

penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setiap

kali penolong akan melakukannya, jawab setiap pertanyaan

yang diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh ibu dan

bayinya dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya TD,


19

DJJ, periksa dalam) (Rohani et al., 2018).

2) Mendiagnosa kala II persalinan dan memulai meneran :

a) Cuci tangan (Gunakan sabun dan air bersih yang mengalir)

b) Pakai sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam

c) Beritahu ibu saat, prosedur dan tujuan periksa dalam

d) Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memastikan

pembukaan sudah lengkap (10 cm) lalu lepaskan sarung tangan

sesuai prosedur PI

e) Jika pembukaan belum lengkap, tentramkan ibu dan bantu ibu

mencari posisi nyaman (bila ingin berbaring) atau berjalan-

jalan disekitar ruang bersalin. Ajarkan cara bernafas selama

kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayinya dan

catatkan semua temuan dalam partograf

f) Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap,

beritahukan belum saatnya untuk meneran, beri semangat dan

ajarkan cara bernafas cepat selama kontraksi berlangsung.

Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman dan

beritahukan untuk menehan diri untuk meneran hingga

penolong memberitahukan saat yang tepat untuk itu

g) Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran,

bantu ibu mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk

meneran secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan

alamiah yang terjadi. Anjurkan keluarga ibu untuk membantu

dan mendukung usahanya. Catatkan hasil pemantauan dalam


20

partograf. Beri cukup minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit.

Pastikan ibu dapat beristirahat disetiap kontraksi

h) Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan

untuk meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang

nyaman (bila masih mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan).

Posisi berdiri dapat membantu penurunan bayi yang berlanjut

dengan dorongan untuk meneran. Ajarkan cara bernafas selama

kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayi dan

catatkan semua temuan dalam partograph

i) Berikan cukup cairan dan anjurkan / perbolehkan ibu untuk

berkemih sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit,

stimulasi puting susu mungkin dapat meningkatkan kekuatan

dan kualitas kontraksi.

j) Jika ibu tidak ada dorongan untuk meneran setelah 120 menit

pembukaan lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran

disetiap puncak kontraksi. Anjurkan ibu mengubah posisinya

secara teratur, tawarkan untuk minum dan pantau DJJ setiap 5-

10 menit. Lakukan stimulasi puting susu untuk memperkuat

kontraksi.

k) Jika bayi tidak lahir setelah 120 menit upaya tersebut diatas

atau jika kelahiran bayi tidak akan segera terjadi, rujuk ibu

segera karena tidak turunnya kepala bayi mungkin disebabkan

oleh disproporsi kepala-panggul (CPD) (Rohani et al., 2018).

l) Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena


21

mengurangi jumlah oksigen ke plasenta. Dianjurkan mengedan

secara spontan (mengedan dan menahan nafas terlalu lama,

tidak dianjurkan)

(1) Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa

disingkirkan, berikan infus oksitosin.

(2) Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala :

(a) Jika kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis

atau bagian tulang kepala di stasion (O), lakukan

ekstraksi vakum atau cunam.

(b) Jika kepala diantara 1/5-3/5 di atas simfisis pubis,

atau bagian tulang kepala di antara stasion (O)-(-2),

lakukan ekstraksi vakum.

(c) Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis atau

bagian tulang kepala di atas stasion (-2) lakukan seksio

caesarea (Saifuddin, 2017)

h. Menentukan Keadaan Janin

Evaluasi kesejahteraan janin pada kala II merupakan kelanjutan

dari pemantauan kesejahteraan janin pada kala I. Termasuk evaluasi

hal berikut ini:

1) Kenormalan letak, presentasi, dan variasi janin. Faktor ini dinilai

saat pemeriksaan dalam. Namun, pada kala II persalinan, hal

tersebut dapat dilihat di introitus vagina jika janin sudah crowning.

2) Adaptasi janin terhadap pelvis yaitu keadaan kepala janin yang


22

menyesuaikan terhadap panggul ibu seperti

sinklitismus/asinklitismus, moulage tengkorak janin, pembentukan

kaput sukedaneum. Hal ini dapat diperiksa melalui pemeriksaan

vagina.

3) Frekuensi dan pola DJJ dilakukan sama pada kala I persalinan,

tetapi pada kala II pemeriksaan DJJ lebih sering dilakukan yaitu

setiap tidak ada kontraksi pada uterus atau saat ibu beristirahat

setelah meneran.

4) Evaluasi kenormalan kemajuan yang terjadi dalam mekanisme

persalinan normal.

Pada pemeriksaan vagina, bidan menilai kemajuan janin melewati

pelvis (engagement dan penurunan) dan gerakan memutar janin

yang utama (fleksi dan rotasi internal) seperti yang ditunjukan

dengan perubahan posisi (variasi) kepala janin sebelum kelahiran

(Rohani et al., 2018)

i. Gejala Utama yang Perlu Diperhatikan Pada Partus Lama

Gejala utama yang perlu diperhatikan pada persalinan yang lama

diantaranya:

1) Dehidrasi

2) Tanda infeksi

a) Temperatur tinggi

b) Nadi dan pernafasan

c) Abdomen meteorismus

3) Pemeriksaan abdomen
23

a) Meteorismus (yaitu peningkatan volume udara pada saluran

cerna dan/ atau dalam rongga peritoneum).

b) Lingkaran bandle tinggi.

c) Nyeri segmen bawah rahim.

4) Pemeriksaan lokal vulva- vagina

a) Odema vulva.

b) Cairan ketuban berbau.

c) Cairan ketuban bercaampur mekonium.

5) Pemeriksaan dalam

a) Edema serviks.

b) Bagian terendah sulit didorong ke atas.

c) Terdapat kaput pada bagian terendah.

6) Keadaan janin dalam rahim Asfiksia sampai terjadi kematian.

Akhir dari persalinan lama (Manuaba, I. A. C., 2019)

j. Penatalaksanaan Komplikasi Pada Kala II Memanjang

Penatalaksanaan pada persalinan kala II memanjang jika terjadi

komplikasi:

1) Perdarahan:

a) Penatalaksanaan umum

(1) Berkolaborasi dengan tim untuk melakukan tatalaksana

secara simultan.

(2) Menilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.

(3) Apabila menemukan tanda-tanda syok, lakukan

penatalaksanaan syok.
24

(4) Memberikan oksigen.

(5) Memasang infus intravena dengan jarum besar.

(6) Memulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau

Ringer Laktat atau Ringer Asetat) sesuai dengan kondisi

ibu.

(7) Melakukan pengambilan sampel darah untuk

pemeriksaan.

(8) Jika fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan darah

lengkap.

(9) Memasang kateter Folley untuk memantau volume urin

dibandingkan dengan jumlah cairan yang masuk.

(10) Melakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan

pernapasan ibu.

(11) Memeriksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri

tekan, parut luka, dan tinggi fundus uteri.

(12) Memeriksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat

perdarahan dan laserasi (jika ada, misal: robekan serviks

atau robekan vagina).

(13) Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.

(14) Menyiapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL

atau secara klinis ditemukan keadaan anemia berat

(15) Menentukan penyebab perdarahannya dan melakukan

tatalaksana spesifik sesuai penyebab (Saifuddin, 2017).

b) Penatalaksanaan khusus
25

(1) Atonia uteri: Memberikan 20-40 unit oksitosin dalam

1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan

kecepatan 60 tetes/menit dan 10 unitIM. Lanjutkan infus

oksitosin 20 unitd alam 1000 ml larutan NaCl

0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit

hingga perdarahan berhenti.

(2) Retensio Plasenta: Melakukan plasenta manual secara

hati-hati.

(3) Sisa Plasenta: Melakukan eksplorasi digital (bila serviks

terbuka) dan keluarkan bekuan darah dan jaringan. Bila

serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan

evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual atau

dilatasi dan kuretase.

(4) Robekan Jalan Lahir: Untuk ruptur perineum dan robekan

dinding vagina lakukan penjahitan seperti biasa, untuk

robekan Serviks lakukan penjahitan secara kontinu

dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar

sehingga semua robekan dapat dijahit.

(5) Gangguan Pembekuan Darah: Memberikan transfusi darah

lengkap segar untuk menggantikan faktor pembekuan dan

sel darah merah.

(6) Inversio uteri: Segera melakukan reposisi uterus. Namun

jika reposisi tampak sulit, apalagi jika inversio telah

terjadi cukup lama, rujuk ke fasilitas yang lebih


26

memadai dan dapat melakukan operasi untuk dilakukan

laparotomi. Bila laparotomi tidak berhasil dapat dilakukan

histerektomi sub total hingga total.

(7) Ruptura uteri: Merujuk ke fasilitas yang lebih memadai

dan dapat melakukan operasi untuk dilakukan reparasi

uterus atau histerorafi. Bila histerorafi tidak berhasil dapat

dilakukan histerektomi sub total hingga total (Saifuddin,

2017).

2) Dehidrasi

Untuk mencegah dehidrasi maka dalam persalinan kala

II, maka tindakan yang dapat dilakukan antara lain:

a) Anjurkan ibu untuk minum selama kala II persalinan

b) Memberikan cairan intravena dengan memasang sistem infus

intravena secara rutin pada awal persalinan, istem infus

intravena menguntungkan selama masa nifas dini untuk

memberikan oksitosin profilaksis dan seringkali bersifat

terapeutik ketika terjadi atonia uteri. Selain itu, dengan

persalinan yang lebih lama, pemberian glukosa, natrium dan

air untuk wanita yang sedang berpuasa dengan kecepatan

antara 60 sampai 120 ml per jam, efektif untuk mencegah

dehidrasi dan asidosis (Rohani et al., 2018).

3) Infeksi

Tindakan yang dapat diberikan pada ibu bersalin kala II

untuk mencegah terjadi infeksi yaitu:


27

a) Tetap menjaga kebersihan diri pada ibu bersalin seperti halnya

jika ada darah lendir atau cairan ketuban segera di bersihkan

b) Cuci tangan (gunakan sabun dan air bersih yang mengalir)

dan pakai sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam

(Rohani et al., 2018).

4) Kelelahan pada ibu bersalin

a) Kaji tanda – tanda vital yaitu nadi dan tekanan darah.

b) Anjurkan ibu untuk relaksasi dan istirahat di antara kontraksi.

c) Sarankan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu.

d) Sarankan pendamping persalinan untuk menawarkan dan

memberikan minuman atau makanan cair kepada ibu (Rohani

et al., 2018).

5) Asfiksia pada bayi

Awal dari semua langkah asuhan adalah memastikan bahwa

segala alat yang diperlukan telah siap. Persiapan alat

penatalaksanaan asfiksia dilakukan sebelum memulai menolong

persalinan atau bersamaan saat mempersiapkan peralatan

menolong persalinan dan dalam keadaan siap pakai.

Alat-alat yang dibutuhkan sesuai yaitu: kain yang bersih,

kering, hangat, dan dapat menyerap cairan. Kain yang dibutuhkan

minimal tiga lembar, yang digunakan untuk mengeringkan dan

menyelimuti bayi, serta untuk ganjal bahu bayi; kotak alat

resusitasi yang berisi alat penghisap lendir DeLee atau bola karet
28

dan alat ventilasi dalam keadaan steril serta alat perlindungan diri.

Penilaian bayi baru lahir adalah langkah awal sebelum

memulai resusitasi. Nilai (skor) APGAR tidak digunakan sebagai

dasar keputusan untuk tindakan resusitasi. Dalam penilaian awal

bayi baru lahir perlu menjawab pertanyaan berikut: apakah air

ketuban tanpa mekonium?, apakah bayi segera bernapas spontan

atau menangis?, apakah tonus otot baik?, apakah kulit berwarna

merah muda?, apakah umur kehamilan cukup?

Apabila semuanya baik, resusitasi tidak diperlukan dan

perawatan rutin untuk bayi baru lahir normal selanjutnya dapat

segera dilakukan. Bila terdapat satu atau lebih penilaian awal

mendapat jawaban “tidak”, langkah awal resusitasi harus segera

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Langkah awal resusitasi

Pada langkah ini dilakukan secara cepat dan

diselesaikan dalam waktu +30 detik, yakni sebagai berikut:

(1) Menjaga lingkungan hangat dan kering

Sangat penting bagi semua bayi baru lahir untuk

dijaga agar tetap kering, bersih, dan hangat untuk

mencegah bayi kedinginan (hipotermi). Pada bayi

dengan asfiksia dilakukan dengan meletakkan bayi di atas

meja resusitasi di bawah pemancar panas. Tempat ini

harus sudah dihangatkan sebelumnya.

(2) Memposisikan bayi yang benar dan


29

membersihkan jalan napas.

Membersihkan jalan napas bayi dengan

menggunakan kassa steril, kemudian membaringkan bayi

telentang dan memposisikan kepala bayi pada posisi

kepala sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu.

(3) Mengisap lendir menggunakan pengisap lendir DeLee

dengan cara mengisap lendir mulai dari mulut, kemudian

hidung; mengisap saat alat pengisap ditarik keluar; jangan

melakukan pengisapan terlalu dalam (tidak lebih dari

+5cm ke dalam mulut karena dapat menyebabkan denyut

jantung bayi menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti

bernapas. Untuk hidung, jangan melewati cuping hidung).

(4) Mengeringkan bayi dan melakukan rangsang taktil.

Mengeringkan bayi dengan kain bersih dan kering

dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya dengan

sedikit tekanan. Tekanan ini dapat merangsang bayi baru

lahir mulai bernapas. Rangsangan taktil dapat dilakukan

dengan menepuk atau menyentil telapak kaki dengan

hati-hati dan atau menggosok punggung, perut, dada, atau

tungkai bayi dengan telapak tangan. Tindakan ini

merangsang sebagian besar bayi baru lahir untuk

bernapas. Prosedur ini hanya dilakukan pada bayi yang

telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat


30

membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya

pernafasan. Melakukan rangsang taktil terus menerus

pada bayi apnea adalah berbahaya dan tidak boleh

dilakukan.

(5) Mengatur posisi bayi kembali

Memberikan oksigen bila perlu, untuk mengurangi

sianosis. Memberikan oksigen dengan kateter nasal

dengan kecepatan aliran kurang dari 2 liter per menit.

Pada bayi muda, dosis 0,5 liter permenit adalah yang

paling sering digunakan. Pemberian O2 headbox dengan

aliran 5-7 liter permenit untuk mencapai konsentrasi O2

yang adekuat dan mencegah penumpukan CO2.

Sedangkan aliran 2-3 liter permenit diperlukan untuk

mencegah rebreathing CO2

b) Evaluasi langkah awal

Setelah langkah awal selesai dilakukan dan bayi sudah

diposisikan kembali, dilakukan penilaian pernapasan,

frekuensi jantung dan warna kulit.

(1) Bila bayi bernapas dan denyut jantung > 100 kali

permenit, kulit berwarna merah muda, selanjutnya bayi

perlu perawatan suportif.

(2) Bila bayi masih tidak bernapas (apnea) atau denyut

jantung <100 kali permenit, bayi memerlukan tindakan

selanjutnya, yaitu ventilasi tekanan positif dengan cara:


31

(a) Memasang sungkup dan memperhatikan perlekatan

pada sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi.

(b) Melakukan ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air

untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai

bernapas, apabila dada bayi mengembang, melakukan

ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30

detik.

(c) Melakukan penilaian pernapasan bayi apakah bayi

sudah menangis, bernapas spontan dan teratur atau

belum.

c) Asuhan Pascaresusitasi

Resusitasi berhasil bila pernapasan bayi teratur, warna

kulitnya kembali normal yang kemudian diikuti dengan

perbaikan tonus otot atau bergerak aktif, bayi menangis dan

bernapas normal sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi,

kemudian melakukan asuhan-asuhan pascaresusitasi antara

lain:

(1) Melakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini)

Penting sekali untuk melakukan Inisiasi Menyusu

Dini dalam satu jam setelah bayi lahir. Bila bayi sudah

bernapas normal, lakukan kontak kulit bayi dan kulit ibu

dengan cara meletakkan bayi di dada ibu dalam posisi

bayi tengkurap, kepala bayi menghadap dada ibu di

antara kedua payudara, sedikit di bawah puting, lalu


32

selimuti keduannya untuk menjaga kehangatan. Ibu

dianjurkan selama sekitar 1 jam untuk memberikan

dorongan bayi untuk menyusu, sambil menunggu bayinya

meraih puting susu secara mandiri. Biasanya berhasil

menyusu menit ke 30-60.

(2) Konseling

(a) Menganjurkan ibu sesering mungkin memberi ASI

kepada bayinya.

(b) Bayi dengan gangguan pernapasan perlu banyak

energi.

(c) Menganjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh

bayi.

(3) Memberikan vitamin K, pemeriksaan fisik, pemberian

antibiotik jika perlu.

(4) Melakukan pemantauan seksama terhadap bayi

pascaresusitasi dengan cara:

(a) Memperhatikan tanda-tanda kesulitan bernapas pada

bayi yaitu dengan ciri-ciri: napas megap-megap,

frekuensi napas ± 60x/menit, bayi kebiruan atau

pucat, bayi tanpak lemas.

(b) Menjaga agar bayi tetap hangat dengan cara

memandikan bayi hingga 6-24 jam setelah bayi lahir

(Saifuddin, 2017).
33

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh

generalisasi dari hal-hal yang khusus. Sedangkan kerangka konsep penelitian

pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin di

amati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo,

2018).

Variabel Independent Variabel Dependent

Faktor-faktor yang mempengaruhi


partus lama:
Kejadian
1. Umur
Partus Lama
2. Paritas
3. His
4. Jarak kehamilan
5. Ketuban Pecah Dini (KPD)
6. Besar janin
7. Letak janin
8. Panggul sempit

Keterangan :

: Diteliti
34

: Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Sumber : (Modifikasi Prawirohardjo, 2018 dan Manuaba, 2020)

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang

diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris.

(Notoatmodjo, 2018). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ha1 : Ada hubungan antara faktor umur dengan kejadian partus lama di

Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

2. Ha2 : Ada hubungan antara faktor paritas dengan kejadian partus lama di

Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

3. Ha3 : Ada hubungan antara faktor his dengan kejadian partus lama di

Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

4. Ha3 : Ada hubungan antara faktor jarak kehamilan dengan kejadian partus

lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

5. Ha3 : Ada hubungan antara faktor ketuban pecah dini (KPD) dengan

kejadian partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

6. H01 : Tidak ada hubungan antara faktor umur dengan kejadian partus lama

di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.


35

7. H02 : Tidak ada hubungan antara faktor paritas dengan kejadian partus

lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

8. H03 : Tidak ada hubungan antara faktor his dengan kejadian partus lama di

Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

9. H04 : Tidak ada hubungan antara faktor jarak kehamilan dengan kejadian

partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

10. Ha3 : Ada hubungan antara faktor ketuban pecah dini (KPD) dengan

kejadian partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif

yaitu penelitian yang dilakukan untuk mencari berbagai variabel dan

menganalisis setiap variabel yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini juga

digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan

data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau

statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

(Sugiyono, 2018).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

korelasional yaitu metode penelitian dengan tujuan untuk mendeteksi tingkat

kaitan variasi-variasi yang ada dalam suatu faktor dengan variasi-variasi

dalam faktor yang lain dengan berdasarkan pada koefisien korelasi (Sugiyono,

2018)
36

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah case

control yaitu suatu penelitian dengan cara membandingkan antara kelompok

kasus dan kelompok kontrol dengan melihat penyebab atau variabel-variabel

yang mempengaruhi di masa yang sama (Notoatmodjo, 2018)

Desain Penelitian Case Control

Ibu Bersalin Yang Mengalami Kelompok


Partus Lama Kasus
Case
Control
Ibu Bersalin Yang Tidak Kelompok
Mengalami Partus Lama Kontrol

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2018), populasi adalah wilayah generalisasi

objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin yang tidak

mengalami partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok dari

bulan Januari sampai dengan Agustus 2023 sebanyak 860 orang sebagai

kelompok kontrol dan semua ibu bersalin yang mengalami partus lama

sebanyak 15 orang sebagai kelompok kasus.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut sampel yang diambil dari populasi tersebut

harus betul-betul representative (mewakili) (Sugiyono, 2018).


37

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian ibu bersalin yang tidak

mengalami partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok dari

bulan Januari sampai dengan Agustus 2023 sebanyak 860 dan semua ibu

bersalin yang mengalami partus lama sebanyak 15 orang dengan

perbandingan 1 : 1 agar waktu penelitiannya menjadi relatif lebih singkat.

Sampel kemudian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kasus dan

kelompok kontrol. Kelompok kasus dalam penelitian ini adalah kelompok

ibu bersalin yang mengalami partus lama sebanyak 15 orang. Kelompok

kontrol dalam penelitian ini adalah kelompok ibu bersalin yang tidak

mengalami partus lama sebanyak 15 orang. Jadi total sampel yang akan

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 orang.

Pada penelitian ini menggunakan kriteria sampel yaitu kriteria

inklusi dan eksklusi sampel kasus dan kriteria inklusi dan eksklusi sampel

kontrol. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018).

Kriteria inklusi sampel kasus pada penelitian ini adalah ibu bersalin

yang mengalami partus lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok

sedangkan kriteria eksklusi sampel kasus dalam penelitian ini adalah ibu

bersalin yang mengalami partus lama namun data registernya tidak

lengkap. Kemudian kriteria inklusi sampel kontrol yaitu : ibu bersalin

yang tidak mengalami partus lama sedangkan kriteria eksklusi sampel

kontrolnya adalah ibu bersalin yang data registernya tidak lengkap.

3. Teknik Pengambilan Sampel


38

Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang

jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data

sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi

agar diperoleh sampel yang representatif (Sugiyono, 2018).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan untuk menentukan

sampel kasusnya adalah total sampling yaitu total populasi dijadikan

sebagai sebagai sampel (Sugiyono, 2018), sedangkan teknik pengambilan

sampel untuk sampel kontrolnya menggunakan sistematik random

sampling yang merupakan modifikasi dari random sampling yaitu setiap

populasi memiliki kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel

dengan cara membagi jumlah anggota populasi dengan jumlah sampel

yang diinginkan.

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

a. Variabel Independent

Variabel Independent dalam penelitian ini yaitu : faktor-faktor yang

mempengaruhi partus lama yang meliputi : umur, paritas, his, jarak

kehamilan dan ketuban pecah dini (KPD).

b. Variabel Dependent

Variabel dependent dalam penelitian ini yaitu : kejadian partus lama.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan


39

peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat

terhadap suatu objek/fenomena (Hidayat, 2017).

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Parameter/ Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Indikator Ukur
Variabel
Independent :
1. Umur Lamanya kehidupan Umur ibu bersalin Register 1. <20 dan >35 Nominal
ibu sejak dari lahir yang tertera di tahun (beresiko)
sampai dengan hari register pada saat 2. 20 – 35 tahun
ulang tahun terakhir penelitian dilakukan (tidak beresiko)
yang tercatat pada (Sumber : Sofian,
register di Puskesmas 2015)
Montong Betok
2. Paritas Suatu keadaan atau Jumlah anak yang Register 1. Beresiko : jika Ordinal
status seorang wanita dimiliki oleh ibu jumlah anaknya
sehubungan dengan bersalin yang tertera >3
jumlah anak yang di register pada saat 2. Tidak beresiko :
pernah dilahirkannya penelitian dilakukan jika jumlah
anaknya 1 - 3
(Sumber :
Cunningham,
2018)
3. His Kontraksi otot~otot Kekuatan kontraksi Register 1. Adekuat Nominal
rahim dalam pada ibu yang tertera 2. Tidak adekuat
persalinan di register pada saat
penelitian dilakukan

4. Jarak Rentang waktu Jarak kehamilan ibu Register 1. < 2 tahun Nominal
Kehamilan kehamilan yang tertera di 2. ≥ 2 tahun
sebelumnya dengan register pada saat
kehamilan saat ini penelitian dilakukan

5. Ketuban Keadaan pecahnya Pecahnya ketuban Register 3. KPD Nominal


Pecah Dini selaput ketuban pada ibu bersalin 4. Tidak KPD
(KPD) sebelum terjadinya yang dinyatakan
proses persalinan pada oleh dokter dan
kehamilan aterm, dan tertulis di register
dengan usia
kehamilan kurang dari
37 minggu
Variabel
Dependent :
Partus lama Persalinan yang Lamanya Register 5. Partus lama : Nominal
ditandai tidak adanya persalinan ibu post jika
pembukaan serviks partum yang persalinannya >
dalam 2 jam dan tidak tertera di register 24 jam
adanya penurunan pada saat 6. Tidak partus
janin dalam 1 jam penelitian lama : jika
dilakukan persalinannya
<24 jam
(Sumber : Jurnal
Yekti Satryandari)
40

D. Instrumen Penelitian

Pada prinsipnya melakukan penelitian adalah melakukan pengukuran,

maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasa

dinamakan instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah suatu alat yang

digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono,

2018). Adapun instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data

tentang umur, paritas, his, jarak kehamilan dan ketuban pecah dini (KPD)

serta kejadian partus lama dalam penelitian ini adalah form ekstraksi.

E. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2023.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Montong Betok

F. Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data sekunder yaitu

sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media

perantara. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis

yang telah tersusun dalam arsip (Sugiyono, 2018).

Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :


41

1. Data tentang faktor umur, paritas, his, jarak kehamilan dan ketuban pecah

dini (KPD) pada ibu bersalin diperoleh dengan menggunakan alat bantu

form ekstraksi.

2. Data tentang kejadian partus lama diperoleh dengan menggunakan alat

bantu form ekstraksi.

3. Data tentang gambaran umum Puskesmas Montong Betok diperoleh dari

buku profil.

G. Cara Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari beberapa tahap yaitu :

1. Editing

Editing yaitu kegiatan pengecekan hasil pengukuran untuk dilihat

kembali apakah ada kesalahan memasukkan data.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi

data berbentuk angka/bilangan.

a. Faktor Umur

Faktor umur dikelompokkan menjadi 1 kategori yaitu :

1) <20 dan > 35 tahun (beresiko) : diberi kode 1

2) 20 - 35 tahun (tidak beresiko) : diberi kode 2

b. Faktor Paritas

Faktor paritas dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu :

1) Beresiko (jika jumlah anak > 3) : diberi kode 1

2) Tidak Beresiko (jika jumlah anak 1 – 3) : diberi kode 2

c. Faktor His
42

Faktor his dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu :

1) Adekuat : diberi kode 1

2) Tidak Adekuat : diberi kode 2

d. Faktor Jarak Kehamilan

Faktor jarak kehamilan dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu :

1) < 2 tahun : diberi kode 1

2) ≥ 2 tahun : diberi kode 2

e. Faktor Ketuban Pecah Dini (KPD)

Faktor ketuban pecah dini (KPD) dikelompokkan menjadi 2 kategori

yaitu :

1) KPD : diberi kode 1

2) Tidak KPD : diberi kode 2

f. Kejadian Partus lama

Faktor partus lama pada ibu post partum dikelompokkan menjadi 2

kategori yaitu :

1) Partus lama : diberi kode 1

2) Tidak partus lama : diberi kode 2

3. Tabulating

Tabulating merupakan kegiatan menggambarkan jawaban responden

dengan cara tertentu. Tabulasi juga dapat digunakan untuk menciptakan

statistik deskriptif variabel-variabel yang diteliti atau yang variabel yang

akan di tabulasi silang.

4. Entri
43

Entri data yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam computer untuk

selanjutnya dapat dilakukan analisis data.

H. Analisis Data

Analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Analisis Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2018). Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase

dari tiap variabel yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian partus

lama.

Analisis univariat pada penelitian ini meliputi: faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian partus lama yang meliputi: umur, paritas, his,

jarak kehamilan, ketuban pecah dini (KPD) dan kejadian partus lama

dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dengan bantuan SPSS.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Analisis bivariat

meliputi variabel independen (umur, paritas, his, jarak kehamilan dan

ketuban pecah dini) dan variabel dependen (kejadian partus lama).

Kemudian untuk analisis pengaruhnya menggunakan uji mann whitney

merupakan uji non parametrik yang digunakan untuk mengetahui adakah

perbedaan mean antara dua kelompok bebas atau dua kelompok yang tidak

berpasangan dengan maksud bahwa kedua kelompok data berasal subjek

yang berbeda (Sugiyono, 2018). Uji mann whitney digunakan untuk


44

mengetahui seberapa besar pengaruh variabel x dan y. Hasil perhitungan

bila p value lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak, bila p value lebih

besar maka Ho diterima.

I. Etika Penelitian

1. Persetujuan (Inform Consent)

Prinsip yang harus dilakukan sebelum mengambil data atau

wawancara kepada subjek adalah didahulukan meminta persetujuannya.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan lembar persetujuan

(inform consent) kepada responden yang diteliti, dan responden

menandatangani setelah membaca dan memahami isi dari lembar

persetujuan dan bersedia mengikuti kegiatan penelitian. (Notoatmodjo,

2018).

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Etika penelitian yang harus dilakukan peneliti adalah prinsip

anonimity. Prinsip ini dilakukan dengan cara tidak mencantumkan nama

responden pada hasil penelitian, tetapi responden diminta untuk mengisi

inisial dari namanaya dan semua kuesioner yang telah terisi hanya akan

diberi nomer kode (Notoatmodjo, 2018)

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Prinsip ini dilakukan dengan tidak mengemukakan identitas dan

seluruh data atau informasi yang berkaitan dengan responden kepada

siapapun. Peneliti menyimpan data di tempat yang aman dan tidak terbaca

oleh orang lain. Setelah penelitian selesai dilakukan makan peneliti akan

memusnahkan seluruh informasi (Notoatmodjo, 2018).


45

J. Alur Penelitian

Surat Pengantar dari Bappeda Kepala Puskesmas


Kampus Montong Betok

Penelitian Populasi Pengambilan Data


dan Sampel Awal

Penyusunan Proposal Ujian Proposal Revisi Proposal


Penelitian Penelitian Penelitian

Gambar 3.1 Alur penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian partus


lama di Wilayah Kerja Puskesmas Montong Betok.

K. Tahapan Penelitian

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian dijelaskan secara umum

sebagai berikut :

1. Survey Literatur

Tahap ini adalah melakukan pengumpulan bahan literatur dan informasi

berkaitan dengan judul penelitian.

2. Identifikasi Masalah

Melakukan identifikasi tentang masalah apa yang akan dibahas berkaitan

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian partus lama

berdasarkan literatur dan informasi yang telah diperoleh.

3. Studi Pustaka
46

Mempelajari literatur yang akan digunakan sebagai kajian teori dalam

penelitian ini.

4. Hipotesis

Mengemukakan pertanyaan awal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian partus lama.

5. Menentukan Variabel dan Sumber Data

Menentukan variabel-variabel dan data-data seperti apa yang dibutuhkan

berdasarkan populasi, sampel dan cara pengambilan sampel. Kemudian

menentukan subyek penelitian dan respondennya

6. Menentukan dan Menyusun Instrumen Penelitian

Tahap ini adalah penentuan instrumen penelitian yaitu dengan

menganalisa catatan register.

7. Observasi Lapangan dan Perizinan

Melakukan pencarian sumber data dan perizinan penelitian kepada pihak-

pihak yang berkompeten.

8. Mengumpulkan Data

Melakukan observasi kepada responden dan perizinan untuk menghemat

waktu, biaya dan tenaga.

9. Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari pemberian kode variabel, tabulasi,

perhitungan dengan program SPSS untuk kemudian dilakukan tabulasi

kedua.

10. Analisa Data


47

Merupakan analisa hasil pengolahan data berdasarkan hasil penelitian dan

teori yang ada.

11. Menarik Kesimpulan

Menarik kesimpulan adalah kesimpulan diambil berdasarkan analisa data

dan diperiksa apakah sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian


48

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, 2018. Obstetri Williams. Edisi 23. Volume 1. Jakarta: EGC.

Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2021. Prevalensi Kematian Ibu Berdasarkan


Penyebab. Mataram : NTB.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah, 2021. Prevalensi Kematian Ibu


Berdasarkan Penyebab. Lombok Tengah : NTB.

Eniyati dan Afifin Sholihah, 2016. Asuhan Kebidanan pada Persalinan Patologi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Kemenkes RI, 2021. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2021. Kemenkes RI.
Jakarta.

Manuaba, 2017. Pengantar Kuliah Obstetri. ECG : Jakarta.

Notoatmodjo, 2018. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugraha, 2016. Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Nurhayati, 2019. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta: CV. Andi


Offset.

Oktarina, 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru
Lahir. Yogyakarta : Deepublish.

Prawirohardjo, 2018. Asuhan Kebidanan Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Puskesmas Montong Betok, 2022. Prevalensi Partus Lama. Montong Betok :


Lombok Timur.

Saifuddin, 2016. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

Sofian, 2015. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES

Sugiyono, 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Suririnah, 2015. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama.

Sri Haryati, 2019. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perdarahan Post


partum Primer (Studi Kasus RSUD Kota Bandung).
49

Varney, 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC

WHO (World Health Statistics). 2018. Angka Kematian Ibu dan Angka. Kematian
Bayi. World Bank, 2018.

Wahyuningsih, 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta:


Kementerian. Kesehatan RI.

Wiknjosastro, 2017. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wulandari, 2017. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai