Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perdarahan post partum atau post partum hemorrhage (HPP) adalah

perdarahan >500 mL dari jalan lahir pada persalinan spontan pervaginam,

setelah kala III selesai atau setelah plasenta lahir. Sedangkan HPP pada

persalinan sectio caesarea adalah perdarahan >1000 mL. Namun, karena

sulitnya menghitung jumlah perdarahan, maka seluruh kasus dengan jumlah

perdarahan yang berpotensi menyebabkan gangguan hemodinamik

(hipovolemia) dapat disebut perdarahan post partum (hemorrhagia post

partum) (Committee on Practice Bulletins-Obstetrics, 2017)

Secara global menurut Word Health Organisation (WHO) tahun 2020,

diperkirakan 1‒6% persalinan di seluruh dunia mengalami hemorrhagia post

partum dengan sebagian besar kasus terjadi di negara berpenghasilan rendah

atau menengah. Penyebab perdarahan berasal dari dalam rahim (80% - 90%),

dari laserasi atau sayatan (10% - 20%), atau dari gangguan koagulopati yang

mendasari (<1%) (WHO, 2020).

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2021, sebagian besar

kematian ibu pada disebabkan oleh perdarahan yaitu sebanyak 1.330 kasus.

Oleh karena itu, upaya percepatan penurunan angka kematian ibu (AKI)

dilakukan dengan menjamin ibu dapat mengakses pelayanan kesehatan ibu

yang berkualitas (Kemenkes, 2021).

1
2

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB tahun

2021 diketahui bahwa jumlah kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan

sebanyak 27 kasus yang terdiri dari : Lombok Barat sebanyak 1 kasus (5,0%),

Lombok Tengah sebanyak 7 kasus (35,0%), Lombok Timur sebanyak 6 kasus

(30,0%) Sumbawa sebanyak 4 kasus (20,0%), Bima sebanyak 3 kasus

(15,0%), Sumbawa Barat, Lombok Utara dan Kota Bima masing-masing

sebanyak 1 kasus (5,0%) dan Kota Mataram sebanyak 3 kasus (15,0%) (Dinas

Kesehatan Provinsi NTB, 2021).

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah tahun 2021

menunjukkan bahwa jumlah kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan

sebanyak 7 kasus (35,0%) dan total ibu yang mengalami perdarahan post

partum sebanyak 1.392 orang sedangkan pada tahun 2022 dari bulan Januari

sampai dengan Oktober, jumlah kasus perdarahan pada ibu post partum

sebanyak sebanyak 1.152 orang. Sebagian besar kasus perdarahan yang

menyebabkan kematian ibu ini disebabkan karena pembuluh darah pada

bagian rahim yang terbuka sehingga ibu mengalami perdarahan yang hebat

(Dinas Kabupaten Lombok Tengah, 2021).

Ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhagia post

partum adalah umur, paritas, partus lama, janin besar, riwayat buruk

persalinan sebelumnya, anemia berat, kehamilan ganda, hidramnion, partus

presipitatus, penanganan yang salah pada kala III, hipertensi dalam kehamilan,

kelainan uterus, infeksi uterus, tindakan operatif dengan anastesi yang terlalu

dalam (Lestrina, 2016).


3

Umur merupakan faktor risiko terjadinya pendarahan post partum. Pada

umur > 35 tahun myometrium dan tonus otot melemah yang menyebabkan

kemungkinan tidak ada penekanan pembuluh darah pada tempat implantasi

plasenta sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan post partum,

sedangkan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi belum berkembang

seutuhnya (Sofian, 2015).

Kehamilan lebih dari satu kali atau yang termasuk multiparitas

memiliki risiko lebih tinggi terjadi hemorrhagia post partum dibandingkan

dengan ibu-ibu primigravida. Uterus yang telah melahirkan banyak anak

berdampak pada semua kala persalinan. Paritas rendah (paritas 1) karena

ketidaksiapan ibu dalam menghadapi komplikasi yang terjadi dan paritas lebih

dari tiga mengakibatkan uterus semakin lemah dan berisiko terjadinya

komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan nifas. Grandemultipara yakni ibu

dengan jumlah kehamilan dan persalinan 5 kali atau lebih yang memiliki

resiko kematian maternal 8 kali lebih tinggi dari individu dengan angka paritas

lebih rendah (Wulandari, 2017).

Pada partus lama, ibu yang bersalin akan kelelahan. Hal tersebut akan

mempengaruhi kontraksi uterus. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot

uterus akan menghambat proses pelepasan dan pengeluaran plasenta sehingga

dapat terjadi retensio plasenta. Apabila terjadi retensio plasenta maka terjadi

pula perdarahan yang banyak karena uterus tidak dapat berkontraksi dan

beretraksi dengan baik (Manuaba, 2017).

Pencegahan hemorrhagia post partum pada ibu bersalin dapat dicegah

sedini mungkin, dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care
4

yang baik. Ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat hemorrhagia post

partum dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Selain itu, Salah satu

penanganan hemorrhagia post partum dapat dilakukan dengan cara pemberian

uterotonika segera setelah bayi dilahirkan, penjepitan dan pemotongan tali

pusat dengan cepat dan tepat, penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi

balik uterus ketika uterus berkontraksi dengan baik (Sofian, 2015).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Kopang tahun 2021

menunjukkan bahwa jumlah ibu post partum sebanyak 658 orang dan yang

mengalami hemorrhagia post partum sebanyak 58 orang (8,8%) dan pada

tahun 2022 dari bulan Januari sampai dengan September diketahui bahwa

jumlah ibu post partum sebanyak 549 orang dan yang mengalami

hemorrhagia post partum sebanyak 33 orang (6,8%) (Puskesmas Kopang,

2022).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang : “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat disusun

rumusan masalahnya sebagai berikut: “Apa Saja Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi Hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja Puskesmas

Kopang”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
5

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Hemorrhagia

post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi faktor umur yang mempengaruhi hemorrhagia post

partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

b. Mengidentifikasi faktor paritas yang mempengaruhi hemorrhagia post

partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

c. Mengidentifikasi faktor partus lama yang mempengaruhi hemorrhagia

post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

d. Mengidentifikasi kejadian hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja

Puskesmas Kopang.

e. Menganalisis hubungan faktor umur yang mempengaruhi kejadian

hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

f. Menganalisis hubungan faktor paritas yang mempengaruhi kejadian

hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

g. Menganalisis hubungan faktor partus lama yang mempengaruhi

kejadian hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja Puskesmas

Kopang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi

para pembaca yang berhubungan dengan faktor-faktor yang


6

mempengaruhi hemorrhagia post partum. Selain itu, dapat dijadikan

sebagai literatur untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan

dengan faktor-faktor yang mempengaruhi hemorrhagia post partum.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Puskesmas Kopang

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

acuan, literatur atau referensi untuk meningkatkan mutu pelayanan

kepada masyarakat khususnya ibu post partum yang mengalami

hemorrhagia.

b. Bagi Ibu Post Partum

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

masukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu

post partum tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hemorrhagia

pada ibu post partum.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan

untuk mengembangkan kualitas pendidikan di bidang kesehatan

khususnya mahasiswa bidan yang ada di Hamzar Lombok Timur.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur

bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hemorrhagia pada ibu post

partum.
7

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Nama Judul Metode Hasil


Persamaan Perbedaan
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
A. Fahira Faktor resiko Metode penelitian Hasil penelitian Metode penelitian Pendekatan penelitian
Nur (2019) kejadian yang digunakan menunjukkan ada yang digunakan yang digunakan berbeda.
perdarahan post adalah hubungan faktor sama yaitu Pada penelitian yang
partum di rumah observasional resiko kejadian observasional dilakukan oleh fahira
sakit umum analitik dengan perdarahan post analitik. Kemudian menggunakan pendekatan
(RSU) Anutapura pendekatan case partum di rumah analisis statistik case control sedangkan
Palu control. sakit umum yang digunakan penelitia menggunakan
(RSU) Anutapura juga sama yaitu chi pendekatan cross
Palu tahun 2019. square. sectional. Teknik
pengambilan sampel yang
digunakan juga berbeda,
pada penelitian yang
dilakukan fahira
menggunakan purposive
sampling sedangkan
peneliti menggunakan
teknik total sampling

Sri Haryati Faktor-faktor Metode penelitian Ada hubungan Pendekatan Metode penelitian yang
(2019) yang yang digunakan antara faktor- penelitian yang digunakan berbeda. Pada
berhubungan adalah metode faktor yang digunakan sama penelitiannya haryati
dengan kuantitatif desan berhubungan yaitu pendekatan menggunakan metode
perdarahan post penelitian dengan cross sectional. kuantitatif sedangkan
partum primer korelational perdarahan post Selain itu, variabel peneliti menggunakan
(studi kasus dengan partum primer independent dan metode observasional
RSUD Kota pendekatan cross (studi kasus dependent yang analitik. Kemudian teknik
Bandung) sectional. RSUD Kota diteliti juga sama pengambilan sampel yang
Bandung) tahun yaitu : umur, digunakan juga berbeda.
2019 paritas dan anemia Peneliti menggunaka
serta kejadian teknik total sampling
perdarahan post sedangkan penelitiannya
partum Haryati menggunakan
accidental sampling.
Yekti Faktor-faktor Metode penelitian Ada hubungan Metode penelitian Pendekatan penelitian
Satriyandari yang yang digunakan antara faktor- yang digunakan yang digunakan berbeda.
(2017) mempengaruhi yaitu faktor yang sama yaitu : Peneliti menggunakan
kejadian observasional mempengaruhi observasional pendekatan cros sectional
perdarahan post analitik dengan kejadian analitik. Selain itu sedangkan yekti
partum di RSUD pendekatan perdarahan post variabel menggunakan pendekatan
Penambahan retrospektif. partum di RSUD independent dan retrospektif.
Senopati Bantul. Penambahan dependent yang
Senopati Bantul diteliti juga sama.
8

tahun 2017 Selain itu teknik


pengambilan
sampel yang
digunakan juga
sama yaitu teknik
total sampling.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Hemorrhagia Post Partum

a. Pengertian Hemorrhagia Post Partum

Hemorrhagia post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc

setelah persalinan pervaginam dan lebih dari 1.000 ml untuk persalinan

abdominal (Oktarina, 2016).

Hemorrhagia post partum adalah perdarahan yang massif yang

berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan

jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu

disamping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus

(Prawirohardjo, 2018).

Hemorrhagia post partum adalah perdarahan pervaginam 500 cc

atau lebih setelah kala III selesai setelah plasenta lahir). Fase dalam

persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm

sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks

sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah

tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai

dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta.

Perdarahan post partum terjadi setelah kala III persalinan selesai

(Saifuddin, 2016).

8
9

Hemorrhagia post partum adalah adalah perdarahan yang terjadi

setelah bayi yang lahir melewati batas fisiologis normal. Secara

fisiologis, seorang ibu yang melahirkan akan mengeluarkan darah

sampai 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostatis. Jumlah

perdarahan dapat diukur menggunakan bengkok besar (1 bengkok = ±

500 cc). Oleh sebab itu, secara konvensional dikatakan bahwa

perdarahan lebih dari 500 ml dikategorikan sebagai perdarahan post

partum (hemorrhagia post partum) dan perdarahan mencapai 1000 ml

secara kasat mata harus segera ditangani secara serius (Nurhayati,

2019).

b. Gejala Klinis Hemorrhagia post partum

Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah

sebelum hamil, derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan

derajat anemia saat persalinan. Kehilangan banyak darah tersebut

menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah

rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain

(Wiknjosastro, 2017).

Tabel 2.1 Gambaran Klinis Perdarahan Obstetri


Volume darah Tekanan Darah Derajat
Tanda dan Gejala
yang hilang (sistolik) Syok
500-100 mL (<15 Normal Tidak ditemukan -
– 20%)
1000 – 1500 mL 80 – 100 mmHg Bradikardi (<100 klai per Ringan
(20-25% menit), berkeringat, Lemah
1.500 – 2.000 mL 70 – 80 mmHg Takikardi (100-120 Sedang
(25-35%) kali/menit), Oliguria,
Gelisah
2.000 – 3.000 mL 50 – 70 mmHg Takikardi (>120 Berat
(35 – 50%) kali/menit), Anuria
10

c. Diagnosis Hemorrhagia Post partum

Tabel 2.2 Diagnosisi Hemorrhagia post partum


Gejala dan
Gejal adan Tanda Yang Tanda yang Diagnosis
No
Selalu Ada kadang-kadang Kemungkinan
ada
1 a. Uterus tidak Syok Atonia Uteri
berkontraksi dan
lembek
b. Perdarahan segera
setelah anak lahir
(perdarahan pasca
persalinan primer atau
P3)
2 a. Perdarahan segera a. Pucat Robekan jalan
(P3) b. Lemah lahir
b. Darah segar yang c. Menggigil
mengalir segera
setelah bayi lahir (P3)
c. Uterus kontraksi baik
d. Plasenta lengkap
3 a. Plasenta belum lahir a. Tali pusat Retensio
setelah 30 menit putus akibat plasenta
b. Perdarahan segera traksi
(P3) berlebihan
c. Uterus kontraksi baik b. Inversio
uteri akibat
tarikan
c. Perdarahan
lanjutan
4 a. Plasenta atau sebagian Uterus Tertinggalnya
selaput (mengandung berkontraksi sebagian
pembuluh darah) tidak tetapi tinggi plasenta
lengkap fundus tidak
b. Perdarahan segera berkurang
(P3)
5 a. Uterus tidak teraba a. Syok Inversio uteri
b. Lumen vagina terisi neurogenik
massa b. Pucat dan
c. Tampak tali pusat limbung
(jika
plasenta belum lahir)
d. Perdarahan segera
(P3)
e. Nyeri sedikit atau
berat
11

6 a. Sub-involusi uterus a. Anemia a. Perdarahan


b. Nyeri tekan perut b. Demam terlambat
bawah b. Endometritis
c. Perdarahan lebih dari atau sisa
24 plasenta
jam setelah persalinan. (terinfeksi
d. Perdarahan sekunder atau tidak)
atau
P2S.
e. Perdarahan bervariasi
(ringan atau berat,
terus menerus atau
tidak teratur)
dan berbau
f. Perdarahan segera a. Syok Robekan
(P3) b. Nyeri tekan dinding uterus
(Perdarahan perut (ruptura uteri)
intraabdominal dan c. Denyut nadi
atau ibu cepat
vaginum)
g. Nyeri perut berat
Sumber : (Saefudin, 2016)

d. Penatalaksanaan Hemorrhagia post partum

Menurut Nurhayati (2019), angka kematian maternal merupakan

indikator yang mencerminkan status kesehatan ibu, terutama risiko

kematian bagi ibu pada waktu hamil dan persalinan. Dibawah ini

merupakan penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya perdarahan post partum (hemorrhagia post partum), antara

lain :

1) Perawatan Masa Kehamilan

Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin

tetapi harus dilakukan semasa kehamilan dengan melakukan

antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan

adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat


12

perdarahan post partum (hemorrhagia post partum) sangat

dianjurkan untuk bersalin di Rumah Sakit.

2) Persiapan Persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum,

kadar Hb, golongan darah, dan sediakan donor darah. Pemasangan

cateter intravena dengan abocath ukuran 18 untuk persiapan

apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat

sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan pada

pasien dengan risiko perdarahan post partum (hemorrhagia post

partum) untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat

persalinan.

3) Persalinan

Setelah bayi lahir, lakukan masase uterus dengan arah

gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras

dan berkontraksi dengan baik. Masase yang berlebihan atau terlalu

keras terhadap uterus sebelum, selama, ataupun sesudah lahirnya

plasenta bisa mengganggu kontraksi nominal myometrium dan

bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan

darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan post

partum (hemorrhagia post partum).

4) Kala Tiga dan Kala Empat

a) Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan

dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden

perdarahan post partum (hemorrhagia post partum) pada


13

pasien yang mendapat oksitosin setelah bahu depan dilahirkan,

tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio

plasenta. Pemberian oksitosin selama kala III terbukti

mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan

post partum (hemorrhagia post partum) sebesar 40%.

b) Periksa ukuran dan tonus otot uterus dengan melakukan masase

untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina.

Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan

baik, perlu pemberian oksitosin. Lakukan kompresi bimanual

apabila perdarahan masih berlanjut. Pemberian uterotonica

jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan

kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan.

Pilihan berikutnya adalah ergometrin. Masa paruh ergometrin

lebih cepat dari oksitosin yaitu 5-15 menit. Dalam penanganan

atonia uteri, dapat dilakukan penanganan khusus seperti :

(1) Teruskan pemijatan uterus. Masase uterus akan

menstimulasi kontraksi uterus yang menghentikan

perdarahan.

(2) Jika uterus berkontraksi, lakukan evaluasi. Jika uterus

berkontraksi, tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa

apakah perineum atau vagina dan serviks mengalami

laserasi dan jahit atau rujuk segera.

(3) Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi

sesuai kebutuhan. Jika perdarahan terus berlangsung,


14

pastikan plasenta lahir lengkap. Jika terdapat tanda-tanda

sisa-sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal

atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya),

keluarkan sisa plasenta tersebut.

(4) Jika uterus tidak berkontraksi maka bersihkan bekuan darah

atau selaput ketuban dari vagina dan ostium serviks.

Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong

e. Pencegahan Hemorrhagia Post partum

Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan

memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata

strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan

melahirkan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua

kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya patologi persalinan,

salah satunya adalah PPP (Prawirohardjo, 2018).

Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif

kala III. Manajemen aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian

uterotonika segera setelah bayi lahir, peregangan tali pusat

terkendali, dan melahirkan plasenta. Setiap komponen dalam

manajemen aktif kala III mempunyai peran dalam pencegahan

perdarahan post partum (Prawirohardjo, 2018).

Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama

kala III persalinan untuk mencegah perdarahan post partum.

Oksitosin (IM/IV 10 IU) direkomendasikan sebagai uterotonika

pilihan. Uterotonika injeksi lainnya dan misoprostol


15

direkomendasikan sebagai alternatif untuk pencegahan perdarahan

post partum ketika oksitosin tidak tersedia. Peregangan tali pusat

terkendali harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dalam

menangani persalinan. Penarikan tali pusat lebih awal yaitu

kurang dari satu menit setelah bayi lahir tidak disarankan (WHO,

2018).

f. Macam-macam Perdarahan post partum (hemorrhagia post

partum)

Macam-macam perdarahan post partum dibagi menjadi dua

(Nurhayati, 2019) yaitu :

1) Perdarahan post partum (hemorrhagia post partum) Primer

(Primery Post partum Haemorrhage)

Perdarahan post partum (hemorrhagia post partum) primer

yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran.

Penyebabnya antara lain :

a) Atonia Uteri

Atonia uteri adalah kegagalan Miometrium untuk

berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan

relaksasi penuh, melebar, lembek, dan tidak mampu

menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Perdarahan pada

atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang

terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian

atau lepas keseluruhan (Nurhayati, 2019).


16

Miometrium adalah lapisan tengah dari dinding rahim

yang terdiri dari sel-sel otot polos dan mendukung jaringan

stroma dan pembuluh darah. Miometrium merupakan bagian

uterus yang memegang peranan penting dan terdiri dari banyak

jaringan otot. Selama kehamilan, serat otot Miometrium

menjadi berbeda dan strukturnya lebih terorganisir dalam

rangka persiapan kinerjanya saat persalinan. Miometrium

lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh

pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah

lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah serabut kira-kira

berbentuk angka delapan. Ketidakmampuan Miometrium untuk

berkontraksi akan menyebabkan perdarahan post partum

(hemorrhagia post partum) (Manuaba, 2017)

Penyebab atonia uteri adalah akibat dari partus lama,

pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil,

multiparitas, anestesi yang dalam, serta anestesi

lumbal. Atonia uteri juga dapat disebabkan karena salah

penanganan kala III persalinan. Kesalahan tersebut yaitu

memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha

melahirkan plasenta, yang seharusnya belum terlepas dari

dinding uterus (Saefudin, 2016)

b) Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum

lahir 30 menit setelah janin lahir. Kondisi tersebut disebabkan


17

karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta

sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Penyebab plasenta

belum lepas dari dinding uterus yaitu karena kontraksi uterus

kurang kuat untuk melepaskan plasenta (placenta adhesiva),

plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi

korialis menembus desidua sampai Miometrium (plasenta

akreta), serta plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh

sebab villi korialis menembus sampai dibawah peritoneum

(plasenta perkreta) (Friyandini, 2015)

c) Retensio Sisa Plasenta

Retensio sisa plasenta adalah keadaan plasenta yang tidak

lepas sempurna dan meninggalkan sisa. Keadaan tersebut dapat

berupa fragmen plasenta atau selaput ketuban yang dapat

menimbulkan perdarahan. Inspeksi segera setelah persalinan

bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta

yang hilang, uterus terus dieksplorasi dan potongan plasenta

dikeluarkan (Manuaba, 2017)

d) Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam

jumlah yang bervariasi banyaknya. Sumber perdarahan dapat

berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus

(rupture uteri) (Manuaba, 2017)


18

e) Inversion Uteri

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri

masuk kedalam kavum uteri terjadi secara mendadak atau

perlahan. Pada inversio uteri bagian atas, uterus memasuki

kavum uteri sehingga fundus uteri bagian dalam menonjol

kedalam kavum uteri. Penyebab inversion uteri adalah

kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus

uteri terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang

belum terlepas dari insersinya (Saefudin, 2016)

2) Perdarahan post partum (hemorrhagia post partum) Sekunder

(Secondary Post partum Haemorrhage)

Perdarahan post partum (hemorrhagia post partum) sekunder

adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah 24 jam

pertama setelah bayi lahir, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 hari

post partum. Dibawah ini merupakan penyebab perdarahan post

partum (hemorrhagia post partum) sekunder (Etiology of

secondary Post partum Haemorrhage) antara lain :

a) Sub Involusi

Sub involusi adalah kemacetan atau kelambatan

involusio yang disertai pemanjangan periode pengeluaran

lokhea dan kadang disebabkan oleh perdarahan yang banyak.

Proses ini dapat diikuti oleh keputihan yang berlangsung lama

dan perdarahan uterus yang tidak teratur atau berlebihan.


19

Uterus akan teraba lebih besar dan lebih lunak daripada

keadaan normalnya (Purwoastuti, 2015).

b) Hematoma Vulva

Hematoma adalah adalah gumpalan darah sebagai akibat

cidera atau robeknya pembuluh darah wanita hamil aterm tanpa

cidera mutlak pada lapisan jaringan luar. Penyebab hematoma

vulva adalah akibat dari pertolongan persalinan, karena tusukan

pembuluh darah selama anestesi lokal atau penjahitan dan

dapat juga karena penjahitan luka episiotomi atau rupture

perineum yang kurang sempurna.

c) Retensio Sisa Plasenta

Retensio sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal

dalam rongga rahim pada perdarahan post partum

(hemorrhagia post partum) lambat gajalanya yaitu perdarahan

yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga

rahim (Marmi, 2017).

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hemorrhagia post partum

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian perdarahan post

partum (hemorrhagia post partum) adalah partus lama, paritas,

peregangan uterus yang berlebihan, oksitosin drip, dan anemia

(Cunningham, 2018).

Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan post

partum (hemorrhagia post partum), yaitu :


20

1) Partus lama

Pada partus lama, ibu yang bersalin akan kelelahan. Hal

tersebut akan mempengaruhi kontraksi uterus. Adanya gangguan

retraksi dan kontraksi otot uterus akan menghambat proses

pelepasan dan pengeluaran plasenta sehingga dapat terjadi retensio

plasenta. Apabila terjadi retensio plasenta maka terjadi pula

perdarahan yang banyak karena uterus tidak dapat berkontraksi

dan beretraksi dengan baik (Manuaba, 2017)

Selain itu, kelelahan akibat partus lama juga dapat

menyebabkan uterus benar-benar kehilangan tonus otot karena

Miometrium gagal berkontraksi dan beretraksi saat atau setelah

plasenta lepas. Dalam kondisi normal, pelepasan plasenta selalu

diikuti dengan perdarahan karena sinus-sinus maternalis ditempat

insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu

tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus

menekan pembuluh-pembuluh darah yang terbuka sehingga

lumennya tertutup. Kemudian pembuluh darah tersumbat oleh

bekuan darah (Prawirohardjo, 2018).

2) Paritas

Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian perdarahan

post partum karena pada setiap kehamilan dan persalinan terjadi

perubahan serabut otot pada uterus yang dapat menurunkan

kemampuan uterus untuk berkontraksi sehingga sulit untuk

melakukan penekanan pembuluh-pembuluh darah yang membuka


21

setelah lepasnya plasenta. Resiko terjadinya akan meningkat

setelah persalinan ketiga atau lebih yang mengakibatkan terjadinya

perdarahan post partum (Damayanti, 2016).

Ibu dengan multiparitas memiliki resiko mengalami

perdarahan post partum. Ibu yang telah hamil berulang kali

beresiko mengalami perdarahan post partum, hal ini dikarenakan

kemampuan otot-otot uterus untuk berkontraksi menjadi melemah

ataumenurun, sehingga dapat menyebabkan perdarahan post

partum (Eniyati dan Sholihah, 2016). Seperti yang di kemukakan

oleh Cuningham (2018) bahwa paritas tinggi merupakan salah satu

penyebab dari perdarahan post partum.

3) Peregangan Uterus

Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab

tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi

segera setelah plasenta lahir sehingga sering menyebabkan

perdarahan post partum pada ibu bersalin. Pada kondisi ini

Miometrium renggang dengan hebat sehingga kontraksi setelah

kelahiran bayi menjadi tidak (Cunningham, 2018).

4) Oksitosin Drip

Stimulasi dengan oksitosin drip dengan pemberian dosis

yang tinggi dapat menyebabkan tetania uteri terjadi trauma jalan

lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan serta inversion

uteri. Oksitosin menginduksi otot polos Miometrium uteri pada

persalinan. Pemicu sintesis reseptor oksitosin dapat berupa


22

peningkatan rasio estrogen terhadap progesteron seiring

berkurangnya konsetrasi hormon progesteron selama persalinan.

Oksitosin dilepaskan dari hipofisis posterior selama persalinan

akibat rangsangan dilatasi serviks yang mengirimkan serat aferen

ke sistem saraf pusat sehingga menyebabkan kelenjar hipofisis

posterior meningkatkan sekresi oksitosinnya (Nugraha, 2016).

5) Anemia dalam kehamilan

Salah satu faktor resiko terjadinya perdarahan post partum

adalah Anemia. Anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan

perdarahan post partum karena kadar Hb yang kurang dapat

mempengaruhi kerja otot rahim dan mengakibatkan gangguan

kontraksi saat bersalin (Varney, 2017)

Anemia di definisikan sebagai salah satu dari penurunan

jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin

dalam sirkulasi darah (pada umumnya di katakan anemia bila kadar

Hb kurang dari 12 gr % darah bagi wanita tidak hamil dan ≤11 gr%

pada wanita yang sedang hamil. Penderita anemia akan mengalami

gejala bervariasi, mulai dari anemia ringan sampai berat,

tergantung dari kadar hemoglobin dalam darahnya. Gejala yang

sering muncul diantaranya adalah 5 L (letih, lemah, lesu, lelah dan

lunglai), pucat pada kelopak mata bawah, daya ingat dan

konsentrasi menurun. Gejala neorologik berupa mudah kesemutan

pada tungkai terutama pada anemia akibat defisiensi vitamin B12

serta gejala dekompensasi kordis (Varney, 2017).


23

Kadar hemoglobin <11 gr/dl akan cepat terganggu

kondisinya bila terjadi kehilangan darah. Anemia dihubungkan

dengan kelemahan yang dapat dianggap sebagai penyebab

langsung perdarahan post partum (hemorrhagia post partum)

(Manuaba, 2017).

6) Umur

Usia merupakan faktor risiko terjadinya pendarahan post

partum. Pada usia lebih dari 35 tahun myometrium dan tonus otot

melemah yang menyebabkan kemungkinan tidak ada penekanan

pembuluh darah pada tempat implantasi plasenta sehingga

mengakibatkan terjadinya perdarahan post partum, sedangkan pada

usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi belum berkembang

seutuhnya (Sofian, 2015).

7) Jarak kehamilan

Jarak kehamilan yang terlalu dekat dengan kehamilan

sebelumnya, akan banyak resiko yang menimpa baik ibu maupun

janinnya. Rahim yang masih belum pulih benar akibat persalinan

sebelumnya belum bisa memaksimalkan pembentukan cadangan

makanan bagi janin dan untuk ibu sendiri. Akibatnya akan

berdampak tidak baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi ibu sendiri

meningkatkan resiko terkena anemia akut. Ibu hamil yang terkena

anemia akut akan meningkatkan resiko terhadap komplikasi

kehamilan, bayi terlahir prematur, resiko perdarahan saat

persalinan dan resiko terburuk yaitu keguguran (Suririnah, 2015)


24

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh

generalisasi dari hal-hal yang khusus. Sedangkan kerangka konsep penelitian

pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin di

amati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo,

2018).

Variabel Independent Variabel Dependent

Faktor-faktor yang mempengaruhi


hemorrhagia postpartum : Hemorrhagia
1. Umur Postpartum
2. Paritas
3. Partus lama
4. Kadar Hb
5. Jarak kehamilan
6. Peregangan uterus
7. Oksitosin drip
8. Riwayat Persalinan

Keterangan :

: Diteliti
: Tidak Diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Sumber : (Modifikasi Cunningham, 2018 dan Nurhayati, 2019)
25

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang

diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris.

(Notoatmodjo, 2018). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan antara faktor umur dengan kejadian hemorrhagia post

partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

2. Ada hubungan antara faktor paritas dengan kejadian hemorrhagia post

partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

3. Ada hubungan antara faktor partus lama dengan kejadian hemorrhagia

post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.


26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional yaitu jenis penelitian

yang dilakukan tanpa melakukan intervensi terhadap subyek penelitian

(masyarakat) yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi

(Sugiyono, 2018)

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

korelasional yaitu metode penelitian dengan tujuan untuk mendeteksi tingkat

kaitan variasi-variasi yang ada dalam suatu faktor dengan variasi-variasi

dalam faktor yang lain dengan berdasarkan pada koefisien korelasi (Sugiyono,

2018)

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan retrospektif yaitu penelitian dimana pengambilan data variabel

akibat (dependent) dilakukan terlebih dahulu, kemudian baru diukur varibel

sebab yang telah terjadi pada waktu yang lalu, misalnya setahun yang lalu

(Notoatmodjo, 2018).

Rancangan Penelitian Retrospektif

Ibu Post Partum


Yang Mengalami Hemorrhagia Post Partum

Retrospektif Populasi

Ibu Post Partum


Yang Tidak Mengalami Hemorrhagia Post Partum

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Retrospektif

26
27

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2018), populasi adalah wilayah generalisasi

objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu post partum yang

tidak mengalami hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja Puskesmas

Kopang dari bulan Januari sampai dengan September 2022 sebanyak 516

orang dan semua ibu post partum yang mengalami hemorrhagia post

partum sebanyak 33 orang.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut sampel yang diambil dari populasi tersebut

harus betul-betul representative (mewakili) (Sugiyono, 2018).

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian ibu post partum yang

tidak mengalami hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja Puskesmas

Kopang dari bulan Januari sampai dengan September 2022 sebanyak 516

dan semua ibu post partum yang mengalami hemorrhagia post partum

sebanyak 33 orang dengan perbandingan 1 : 1 agar waktu penelitiannya

menjadi relatif lebih singkat. Sampel kemudian dibagi menjadi 2

kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kelompok kasus

dalam penelitian ini adalah kelompok ibu post partum yang mengalami

hemorrhagia post partum sebanyak 33 orang. Kelompok kontrol dalam

penelitian ini adalah kelompok ibu post partum yang tidak mengalami
28

hemorrhagia post partum sebanyak 33 orang. Jadi total sampel yang akan

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 66 orang.

Pada penelitian ini menggunakan kriteria sampel yaitu kriteria

inklusi dan eksklusi sampel kasus dan kriteria inklusi dan eksklusi sampel

kontrol. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018).

Kriteria inklusi sampel kasus pada penelitian ini adalah ibu post

partum yang mengalami hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja

Puskesmas Kopang sedangkan kriteria eksklusi sampel kasus dalam

penelitian ini adalah ibu post partum yang mengalami hemorrhagia post

partum namun data registernya tidak lengkap. Kemudian kriteria inklusi

sampel kontrol yaitu : ibu post partum yang tidak mengalami hemorrhagia

post partum sedangkan kriteria eksklusi sampel kontrolnya adalah ibu post

partum yang data registernya tidak lengkap.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang

jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data

sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi

agar diperoleh sampel yang representatif (Sugiyono, 2018).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan untuk menentukan

sampel kasusnya adalah total sampling yaitu total populasi dijadikan

sebagai sebagai sampel (Sugiyono, 2018), sedangkan teknik pengambilan

sampel untuk sampel kontrolnya menggunakan sistematik random

sampling yang merupakan modifikasi dari random sampling yaitu setiap


29

populasi memiliki kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel

dengan cara membagi jumlah anggota populasi dengan perkiraan jumlah

sampel yang diinginkan, hasilnya adalah interval sampel.

C. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

a. Variabel Independent

Variabel Independent dalam penelitian ini yaitu : faktor-faktor yang

mempengaruhi hemorrhagia post partum yang meliputi : umur, paritas

dan partus lama

b. Variabel Dependent

Variabel dependent dalam penelitian ini yaitu : hemorrhagia post

partum.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan

peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat

terhadap suatu objek/fenomena (Hidayat, 2017).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Parameter/ Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Indikator Ukur
Variabel
Independent :
1. Umur Lamanya kehidupan Umur ibu post Form 1. <20 dan >35 Nominal
ibu sejak dari lahir partum yang Ekstraksi tahun
sampai dengan hari tertera di register (beresiko)
ulang tahun terakhir pada saat 2. 20 – 35 tahun
yang tercatat pada penelitian (tidak
register di dilakukan beresiko)
Puskesmas Kopang (Sumber : Sofian,
2015)
30

2. Paritas Suatu keadaan atau Jumlah anak yang Form 1. Beresiko : jika Ordinal
status seorang dimiliki oleh ibu Ekstraksi jumlah
wanita sehubungan post partum yang anaknya > 3
dengan jumlah anak tertera di register 2. Tidak
yang pernah pada saat penelitian beresiko : jika
dilahirkannya dilakukan jumlah
anaknya 1 - 3
(Sumber :
Cunningham,
2018)

3. Partus Persalinan yang Lamanya Form 1. Partus lama : Nominal


lama ditandai tidak persalinan ibu post Ekstraksi jika
adanya pembukaan partum yang tertera persalinannya
serviks dalam 2 jam di register pada > 24 pada
dan tidak adanya saat penelitian paritas
penurunan janin dilakukan primipara dan
dalam 1 jam. > 18 jam pada
paritas
multipara
2. Tidak partus
lama : jika
persalinannya
<24 jam pada
paritas
primipara dan
< 18 jam para
paritas
mutlipara
(Sumber : Jurnal
Yekti Satryandari)

Variabel
Dependent :
Hemorrhagia Perdarahan Perdarahan yang Form 1. Mengalami Nominal
post partum berlebihan yang dialami oleh ibu Ekstraksi Hemorrhagia
terjadi pasca post partum yang post partum
persalinan atau tertera di register 2. Tidak
setelah bayi lahir pada saat Mengalami
yang volumenya > penelitian Hemorrhagia
500 ml dilakukan post partum

D. Instrumen Penelitian

Pada prinsipnya melakukan penelitian adalah melakukan pengukuran,

maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasa

dinamakan instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah suatu alat yang

digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono,


31

2018). Adapun instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data

tentang umur, paritas dan partus lama serta kejadian hemorrhagia post partum

dalam penelitian ini adalah form ekstraksi.

E. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2022.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Puskesmas Kopang

F. Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data sekunder yaitu

sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media

perantara. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis

yang telah tersusun dalam arsip (Sugiyono, 2018).

Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Data tentang faktor umur, paritas dan partus lama pada ibu post partum

diperoleh dengan menggunakan alat bantu form ekstraksi.

2. Data tentang kejadian hemorrhagia post partum diperoleh dengan

menggunakan alat bantu form ekstraksi.

3. Data tentang gambaran umum Puskesmas Kopang diperoleh dari buku

profil.
32

G. Cara Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari beberapa tahap yaitu :

1. Editing

Editing yaitu kegiatan pengecekan hasil pengukuran untuk dilihat

kembali apakah ada kesalahan memasukkan data.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi

data berbentuk angka/ bilangan.

a. Faktor Umur

Faktor umur dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu :

1) <20 dan > 35 tahun (beresiko) : diberi kode 1

2) 20 - 35 tahun (tidak beresiko) : diberi kode 2

b. Faktor Paritas

Faktor paritas dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu :

1) Beresiko (jika jumlah anak > 3) : diberi kode 1

2) Tidak Beresiko (jika jumlah anak 1 – 3) : diberi kode 2

c. Faktor Partus Lama

Faktor partus lama pada ibu post partum dikelompokkan menjadi 2

kategori yaitu :

1) Partus lama : diberi kode 1

2) Tidak partus lama : diberi kode 2


33

d. Hemorrhagia Post partum

Hemorrhagia post partum dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu :

1) Mengalami Hemorrhagia post partum : diberi kode 1

2) Tidak mengalami Hemorrhagia post partum : diberi kode 2

3. Tabulating

Tabulating merupakan kegiatan menggambarkan jawaban responden

dengan cara tertentu. Tabulasi juga  dapat digunakan untuk menciptakan

statistik deskriptif variabel-variabel yang diteliti atau yang variabel yang

akan di tabulasi silang.

4. Entri

Entri data yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam computer untuk

selanjutnya dapat dilakukan analisis data.

H. Analisis Data

Analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Analisis Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2018). Pada

umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase

dari tiap variabel yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi hemorrhagia

post partum.

Analisis univariat pada penelitian ini meliputi: faktor-faktor yang

mempengaruhi hemorrhagia post partum yang meliputi: umur, paritas dan

partus lama dan kejadian hemorrhagia post partum dengan menggunakan

tabel distribusi frekuensi dengan bantuan SPSS.


34

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2018). Analisis bivariat

meliputi variabel independen (umur, parita, dan partus lama) dan variabel

dependen (hemorrhagia post partum). Kemudian untuk analisis

pengaruhnya menggunakan uji mann whitney merupakan uji non

parametrik yang digunakan untuk mengetahui adakah perbedaan mean

antara dua kelompok bebas atau dua kelompok yang tidak berpasangan

dengan maksud bahwa kedua kelompok data berasal subjek yang berbeda

(Sugiyono, 2018). Uji mann whitney digunakan untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh variabel x dan y. Hasil perhitungan bila p value

lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak, bila p value lebih besar maka Ho

diterima.

I. Etika Penelitian

1. Persetujuan (Inform Consent)

Prinsip yang harus dilakukan sebelum mengambil data atau

wawancara kepada subjek adalah didahulukan meminta persetujuannya.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan lembar persetujuan

(inform consent) kepada responden yang diteliti, dan responden

menandatangani setelah membaca dan memahami isi dari lembar

persetujuan dan bersedia mengikuti kegiatan penelitian. (Notoatmodjo,

2018).
35

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Etika penelitian yang harus dilakukan peneliti adalah prinsip

anonimity. Prinsip ini dilakukan dengan cara tidak mencantumkan nama

responden pada hasil penelitian, tetapi responden diminta untuk mengisi

inisial dari namanaya dan semua kuesioner yang telah terisi hanya akan

diberi nomer kode (Notoatmodjo, 2018)

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Prinsip ini dilakukan dengan tidak mengemukakan identitas dan

seluruh data atau informasi yang berkaitan dengan responden kepada

siapapun. Peneliti menyimpan data di tempat yang aman dan tidak terbaca

oleh orang lain. Setelah penelitian selesai dilakukan makan peneliti akan

memusnahkan seluruh informasi (Notoatmodjo, 2018).

J. Alur Penelitian

Surat Pengantar dari Bappeda Kepala Puskesmas


Kampus Kopang

Penelitian Populasi Pengambilan Data


dan Sampel Awal

Penyusunan Proposal Ujian Proposal Revisi Proposal


Penelitian Penelitian Penelitian

Gambar 3.1 Alur penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi hemorrhagia post


partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.
36

K. Tahapan Penelitian

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian dijelaskan secara umum

sebagai berikut :

1. Survey Literatur

Tahap ini adalah melakukan pengumpulan bahan literatur dan informasi

berkaitan dengan judul penelitian.

2. Identifikasi Masalah

Melakukan identifikasi tentang masalah apa yang akan dibahas berkaitan

dengan faktor-faktor penyebab kegagalan pemberian ASI Eksklusif

berdasarkan literatur dan informasi yang telah diperoleh.

3. Studi Pustaka

Mempelajari literatur yang akan digunakan sebagai kajian teori dalam

penelitian ini.

4. Hipotesis

Mengemukakan pertanyaan awal yaitu faktor-faktor penyebab kegagalan

pemberian ASI Eksklusif.

5. Menentukan Variabel dan Sumber Data

Menentukan variabel-variabel dan data-data seperti apa yang dibutuhkan

berdasarkan populasi, sampel dan cara pengambilan sampel. Kemudian

menentukan subyek penelitian dan respondennya

6. Menentukan dan Menyusun Instrumen Penelitian

Tahap ini adalah penentuan instrumen penelitian yaitu dengan

menganalisa catatan register.


37

7. Observasi Lapangan dan Perizinan

Melakukan pencarian sumber data dan perizinan penelitian kepada pihak-

pihak yang berkompeten.

8. Mengumpulkan Data

Melakukan observasi kepada responden dan perizinan untuk menghemat

waktu, biaya dan tenaga.

9. Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari pemberian kode variabel, tabulasi,

perhitungan dengan program SPSS untuk kemudian dilakukan tabulasi

kedua.

10. Analisa Data

Merupakan analisa hasil pengolahan data berdasarkan hasil penelitian dan

teori yang ada.

11. Menarik Kesimpulan

Menarik kesimpulan adalah kesimpulan diambil berdasarkan analisa data

dan diperiksa apakah sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian


38

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Puskesmas Kopang

a. Letak Geografis Puskesmas Kopang

UPT. Puskesmas Kopang berdiri pada tahun 1975 merupakan

Puskesmas Induk di Kecamatan Kopang, yang mempunyai wilayah

kerja : 3 desa dari 11 desa yang ada di Kecamatan Kopang, terletak di

Desa Kopang Rembige dengan luas wilayah 19,45 km 2 dan jarak dari

Kabupaten 15 menit. Topografi terletak pada dataran rendah dengan

batas-batas wilayah sebagai berikut :

1) Sebelah Utara : Desa Waje Geseng

2) Sebelah Selatan : Desa Dasan Baru

3) Sebelah Barat : Desa Peresak Batukliang

4) Sebelah Timur : Desa Jenggik Lombok Timur

b. Kependudukan

Penduduk di Wilayah Kerja UPT. Puskesmas Kopang pada

tahun 2022 berjumlah 33.132 jiwa, dengan jumlah rumah tangga

11.161 KK. Angka kepadatan penduduk rata-rata di Wilayah

Puskesmas Kopang adalah 1.639/jiwa/km2.

c. Sarana Kesehatan

1) Sarana Puskesmas

Data sarana pelayanan kesehatan yang ada di Wilayah

Puskesmas Kopang dan kondisinya adalah sebagai berikut :

38
39

Tabel 4.1 Sarana Pelayanan Kesehatan di UPT. Puskesmas Kopang


Tahun 2022

Jenis Sarana
Kondisi
Kesehatan
No Desa Ket.
Bai Rusak Rusak
Pustu Polindes
k sedang Berat
1 Kopang - 1 - V Polindes
Rembige
2 Mtg. 1 1 - - V -
Gamang
3 Bebuak 1 1 - v - -
Jumlah 2 3 0 1 2 -

2) Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat

Upaya kesehatan bersumber data masyarakat adalah

posyandu. Jumlah posyandu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas

Kopang sebanyak 50 Posyandu, 4 Posyandu Madya, 44 Posyandu

Purnama dan 2 Posyandu Mandiri. Forum Kader Desa dan

Kecamatan, Kelompok Donor Darah dan Berugak Desa.

d. Tenaga Kesehatan

Tabel 4.2 Data tenaga Kesehatan UPT. Puskesmas Kopang Tahun


2022

No Keterangan Jumlah
1 Perawat 40 orang
2 Dokter Gigi 1 orang
3 Perawat Gigi 3 orang
5 Dokter umum 2 orang
6 Teknik Lingkungan 1 orang
7 Bidan . 31 orang
8 Apoteker 5 orang
9 Gizi 6 orang
10 Rekam Medik 4 orang
Jumlah 94 orang
40

2. Analisa Univariat

a. Mengidentifikasi Faktor Umur Yang Mempengaruhi Hemorrhagia


Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang

Pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kopang,

responden yang diteliti dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :

kelompok kasus dan kelompok kontrol. Untuk mengetahui faktor umur

berdasarkan kelompok kasus dan kontrol dapat diilihat pada uraian

berikut :

1) Kelompok Kasus

Pada kelompok kasus, umur responden dikelompokkan

menjadi 2 kategori yaitu : beresiko (<20 dan > 35 tahun) dan tidak

beresiko (20 – 35 tahun). Untuk mengetahui lebih jelas tentang

faktor umur responden berdasarkan kelompok kasus di Wilayah

Kerja Puskesmas Kopang dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Kelompok Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.
No Umur n %
1. Beresiko (<20 dan >35 27 81,8
tahun)
2. Tidak Beresiko (20-35 6 18,2
tahun)
Jumlah 33 100
(Sumber : Data Sekunder Tahun 2022)

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa dari 33

responden yang mengalami hemorrhagia post partum pada

kelompok kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang, lebih

banyak yang berada pada kelompok umur beresiko (<20 dan >35

tahun) sebanyak 27 orang (81,8%) dibandingkan dengan yang

tidak beresiko (20-35 tahun) sebanyak 6 orang (18,2%).


41

2) Kelompok Kontrol

Pada kelompok kontrol, umur responden dikelompokkan

menjadi 2 kategori yaitu : beresiko (<20 dan > 35 tahun) dan tidak

beresiko (20 – 35 tahun). Untuk mengetahui lebih jelas tentang

faktor umur responden berdasarkan kelompok kontrol di Wilayah

Kerja Puskesmas Kopang dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Kelompok Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.
No Umur n %
1. Beresiko (<20 dan >35 10 30,3
tahun)
2. Tidak Beresiko (20-35 23 69,7
tahun)
Jumlah 33 100
(Sumber : Data Sekunder Tahun 2022)

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa dari 33

responden yang tidak mengalami hemorrhagia post partum pada

kelompok kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang, lebih

banyak yang berada pada kelompok umur tidak beresiko (20 - 35

tahun) sebanyak 23 orang (69,7%) dibandingkan dengan yang

beresiko (<20 dan >35 tahun) sebanyak 10 orang (30,3%).

b. Mengidentifikasi Faktor Paritas Yang Mempengaruhi


Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang

Pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kopang,

responden yang diteliti dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :

kelompok kasus dan kelompok kontrol. Untuk mengetahui faktor

paritas berdasarkan kelompok kasus dan kontrol dapat diilihat pada

uraian berikut :
42

1) Kelompok Kasus

Pada kelompok kasus, paritas responden dikelompokkan

menjadi 2 kategori yaitu : beresiko (1 dan > 3) dan tidak beresiko

(2 – 3). Untuk mengetahui lebih jelas tentang faktor paritas

responden berdasarkan kelompok kasus di Wilayah Kerja

Puskesmas Kopang dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas di


Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.
No Paritas n %
1. Beresiko (1 dan >3) 25 75,8
2. Tidak Beresiko (2 - 3) 8 24,2
Jumlah 33 100
(Sumber : Data Sekunder Tahun 2022)

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa dari 33

responden yang mengalami hemorrhagia post partum pada

kelompok kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang, lebih

banyak yang berada pada paritas beresiko (1 dan >3) sebanyak 25

orang (75,8%) dibandingkan dengan yang tidak beresiko (2 - 3)

sebanyak 8 orang (24,2%).

2) Kelompok Kontrol

Pada kelompok kontrol, paritas responden dikelompokkan

menjadi 2 kategori yaitu : beresiko (1 dan >3) dan tidak beresiko

(2 – 3). Untuk mengetahui lebih jelas tentang faktor paritas

responden berdasarkan kelompok kontrol di Wilayah Kerja

Puskesmas Kopang dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut :


43

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas di


Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.
No Paritas n %
1. Beresiko (1 dan >3) 10 30,3
2. Tidak Beresiko (2 - 3) 23 69,7
Jumlah 33 100
(Sumber : Data Sekunder Tahun 2022)

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa dari 33

responden yang tidak mengalami hemorrhagia post partum pada

kelompok kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang, lebih

banyak yang berada pada paritas tidak beresiko (2 – 3) sebanyak

23 orang (69,7%) dibandingkan dengan yang beresiko (1 dan >3)

sebanyak 10 orang (30,3%).

c. Mengidentifikasi Faktor Partus Lama Yang Mempengaruhi


Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang

Pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kopang,

responden yang diteliti dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :

kelompok kasus dan kelompok kontrol. Untuk mengetahui faktor

paritas berdasarkan kelompok kasus dan kontrol dapat diilihat pada

uraian berikut :

1) Kelompok Kasus

Pada kelompok kasus, partus lama responden

dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu : partus lama dan tidak

partus lama. Untuk mengetahui lebih jelas tentang faktor paritas

responden berdasarkan kelompok kasus di Wilayah Kerja

Puskesmas Kopang dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut :


44

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Partus


Lama di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.
No Kejadian Partus Lama n %
1. Partus Lama 24 72,7
2. Tidak Partus Lama 9 27,3
Jumlah 33 100
(Sumber : Data Sekunder Tahun 2022)

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa dari 33

responden yang mengalami hemorrhagia post partum pada

kelompok kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang, lebih

banyak yang mengalami partus lama sebanyak 24 orang (72,7%)

dibandingkan dengan yang tidak partus lama sebanyak 9 orang

(27,3%).

2) Kelompok Kontrol

Pada kelompok kontrol, partus lama responden

dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu : partus lama dan tidak

partus lama. Untuk mengetahui lebih jelas tentang faktor partus

lama responden berdasarkan kelompok kontrol di Wilayah Kerja

Puskesmas Kopang dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Partus


Lama di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.
No Kejadian Partus Lama n %
1. Partus Lama 6 18,2
2. Tidak Partus Lama 27 81,8
Jumlah 33 100
(Sumber : Data Sekunder Tahun 2022)

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa dari 33

responden yang tidak mengalami hemorrhagia post partum pada

kelompok kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang, lebih


45

banyak yang tidak partus lama sebanyak 27 orang (81,8%)

dibandingkan dengan yang partus lama sebanyak 6 orang (18,2%).

d. Mengidentifikasi Kejadian Hemorrhagia Post Partum di Wilayah


Kerja Puskesmas Kopang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas

Kopang, kejadian hemorrhagia post partum dikelompokkan menjadi 2

kategori yaitu : mengalami hemorrhagia post partum dan tidak

mengalami hemorrhagia post partum. Untuk lebih jelasnya kejadian

hemorrhagia post partum pada responden di Wilayah Kerja Puskesmas

Kopang dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut :

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian


Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas
Kopang
Kejadian Hemorrhagia
No n %
Post Partum
1. Mengalami Hemorrhagia 33 50,0
Post Partum
2. Tidak Mengalami 33 50,0
Hemorrhagia Post Partum
Jumlah 66 100
(Sumber : Data Sekunder Tahun 2022)

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa dari 66

responden yang diteliti di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang, yang

mengalami hemorrhagia post partum dan yang tidak mengalami

hemorrhagia post partum masing-masing sebanyak 33 orang (50,0%).


46

3. Analisa Bivariat

a. Menganalisis Hubungan Faktor Umur Yang Mempengaruhi


Kejadian Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas
Kopang
Hasil ujin mann whitney hubungan faktor umur yang

mempengaruhi kejadian hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja

Puskesmas Kopang dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut :

Tabel 4.10 Hubungan Faktor Umur Yang Mempengaruhi Kejadian


Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang
Mann Whitney
Kelompok n
Z P value
Hemorrhagia Post Partum
Umur Tidak Hemorrhagia Post 66 -4,184 0,000
Patum
*Significant at level p < 0,05.
Hasil analisis statistik menggunakan uji mann whitney dengan

bantuan SPSS diperoleh nilai probabilitas value sebesar 0,000 dengan

taraf signifikansi 0,05, karena 0,000 < 0,05, maka artinya ada

hubungan antara faktor umur yang mempengaruhi kejadian

hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

b. Menganalisis Hubungan Faktor Paritas Yang Mempengaruhi


Kejadian Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas
Kopang

Hasil ujin mann whitney hubungan faktor paritas yang

mempengaruhi kejadian hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja

Puskesmas Kopang dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut :

Tabel 4.11 Hubungan Faktor Paritas Yang Mempengaruhi Kejadian


Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang
Mann Whitney
Kelompok n
Z P value
Hemorrhagia Post Partum
Paritas Tidak Hemorrhagia Post 66 -4,153 0,000
Patum
*Significant at level p < 0,05.
47

Hasil analisis statistik menggunakan uji mann whitney dengan

bantuan SPSS diperoleh nilai probabilitas value sebesar 0,000 dengan

taraf signifikansi 0,05, karena 0,000 < 0,05, maka artinya ada

hubungan antara faktor paritas yang mempengaruhi kejadian

hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

c. Menganalisis Hubungan Faktor Partus Lama Yang


Mempengaruhi Kejadian Hemorrhagia Post Partum di Wilayah
Kerja Puskesmas Kopang

Hasil ujin mann whitney hubungan faktor partus lama yang

mempengaruhi kejadian hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja

Puskesmas Kopang dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut :

Tabel 4.12 Hubungan Faktor Partus Lama Yang Mempengaruhi Kejadian


Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang
Mann Whitney
Kelompok n
Z P value
Hemorrhagia Post Partum
Partus Tidak Hemorrhagia Post 66 -4,416 0,000
Lama Patum
*Significant at level p < 0,05.

Hasil analisis statistik menggunakan uji mann whitney dengan

bantuan SPSS diperoleh nilai probabilitas value sebesar 0,000 dengan

taraf signifikansi 0,05, karena 0,000 < 0,05, maka artinya ada

hubungan antara faktor umur yang mempengaruhi kejadian

hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.


48

B. Pembahasan

1. Faktor Umur Yang Mempengaruhi hemorrhagia post partum di


Wilayah Kerja Puskesmas Kopang

Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan form

ekstraksi di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang terhadap 66 responden

menunjukkan bahwa dari 33 responden yang mengalami hemorrhagia post

partum pada kelompok kasus, lebih banyak yang berada pada kelompok

umur beresiko (<20 dan >35 tahun) sebanyak 27 orang (81,8%)

dibandingkan dengan yang tidak beresiko (20-35 tahun) sebanyak 6 orang

(18,2%) sedangkan dari 33 responden yang tidak mengalami hemorrhagia

post partum pada kelompok kontrol di, lebih banyak yang berada pada

kelompok umur tidak beresiko (20 - 35 tahun) sebanyak 23 orang (69,7%)

dibandingkan dengan yang beresiko (<20 dan >35 tahun) sebanyak 10

orang (30,3%).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti berpendapat

bahwa umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

terjadi hemorrhagia post partum. Pada umumnya, umur yang baik bagi

wanita pada saat hamil agar tidak terjadi hemorrhagia post partum adalah

umur 20-35 tahun, karena pada usia 20-35 tahun merupakan usia

reproduksi yang sehat bagi wanita untuk hamil. Selain itu, organ

reproduksinya masih berfungsi dengan baik sehingga tidak beresiko

mengalami hemorrhagia post partum, sedangkan umur yang kurang dari

20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi bagi wanita untuk

melahirkan. Namun tidak menutup kemungkinan ibu yang berada pada

kelompok umur yang tidak beresiko (20-35 tahun) bisa mengalami


49

hemorrhagia post partum, jika kondisi kesehatannya tidak dijaga dengan

baik selama kehamilannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Aulia Lestari Ningsih tahun 2018 dengan judul : “Hubungan Umur dan

Paritas dengan Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Dr. H. Moch

Nasari Saleh Banjarmasin” dari hasil penelitian yang dilakukannya

diketahui bahwa dari 112 responden yang diteliti, sebagian besar

responden yang memiliki umur yang berisiko (<20 tahun dan >35 tahun)

sebanyak 79 orang (35,3%). Dalam penelitiannya tersebut dikatakan

bahwa usia yang baik bagi seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak

terlalu muda dan tidak terlalu tua yaitu umur 20 – 35 tahun.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa umur yang

terlalu muda ataupun terlalu tua tidaklah baik bagi kehamilan seorang Ibu

apalagi ketika Ibu harus melalui persalinan yang berulang-ulang. Berbagai

resiko harus dihadapi Ibu saat masa kehamilan maupun persalinan. Usia

Ibu yang masih sangat muda tidaklah baik bagi kesehatan dan keselamatan

Ibu dan janin. Apalagi di usia muda inilah emosi atau mental Ibu belum

matang. Rata-rata Ibu yang hamil dan melahirkan di usia muda mengalami

suatu kondisi tertekan atau depresi karena beban pikiran serta

ketidaksiapan Ibu mengalami perubahan- perubahan yang terjadi saat masa

kehamilan dan juga saat persalinan (Prawirohardjo, 2018).


50

2. Faktor Paritas Yang Mempengaruhi Hemorrhagia Post Partum di


Wilayah Kerja Puskesmas Kopang

Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan form

ekstraksi di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang terhadap 66 responden

menunjukkan bahwa dari 33 responden yang mengalami hemorrhagia post

partum pada kelompok kasus, lebih banyak yang berada pada paritas

beresiko (1 dan >3) sebanyak 25 orang (75,8%) dibandingkan dengan

yang tidak beresiko (2 - 3) sebanyak 8 orang (24,2%) sedangkan dari 33

responden yang tidak mengalami hemorrhagia post partum pada

kelompok kontrol, lebih banyak yang berada pada paritas tidak beresiko (2

– 3) sebanyak 23 orang (69,7%) dibandingkan dengan yang beresiko (1

dan >3) sebanyak 10 orang (30,3%).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti berpendapat

bahwa paritas juga merupakan salah satu variabel yang dapat

mempengaruhi terjadinya hemorrhagia (perdarahan) pada ibu post partum.

Jika dihasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar

responden yang diteliti berada pada paritas beresiko (1 dan >3), hal ini

menunjukkan bahwa ibu dengan paritas 1 dan >3 merupakan paritas yang

tidak aman bagi ibu untuk melahirkan. Pada ibu dengan paritas 1

disebabkan karena secara fisik ibu belum siap dalam menghadapi adanya

komplikasi pada saat kehamilan. Sedangkan pada ibu dengan paritas > 3

beresiko mengalami hemorrhagia post partum disebabkan karena fungsi

organ reproduksinya sudah mulai menurun yang mengakibatkan terjadinya

berbagai macam komplikasi baik pada saat hamil maupun persalinan.

Sedangkan 2 – 3 merupakan paritas yang aman bagi ibu untuk menerima


51

kehamilan dan melahirkan, karena pada paritas 2 – 3 secara fisiologis

fungsi organ reproduksinya masih berfungsi dengan baik. Akan tetapi, ibu

dengan paritas 2 - 3 tidak menutup kemungkinan akan mengalami

hemorrhagia (perdarahan) post partum apabila mengalami gangguan

kesehatan selama kehamilannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sunarti Wulandari (2018) dengan judul : “Hubungan Paritas dengan

Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Sleman” dari hasil penelitian

yang dilakukannya diketahui bahwa paritas ibu bersalin diperoleh bahwa

31 responden (45,6%) merupakan paritas berisiko dan 37 responden

(54,4%) merupakan paritas tidak berisiko. Dalam penelitiannya tersebut

dijelaskan bahwa paritas tinggi merupakan salah satu risiko terjadinya

perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang melemah akibat otot

rahim yang sering diregangkan sehingga dinding uterus semakin menipis

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ibu yang

memiliki paritas multiparitas dan grandemultipara perlu lebih dipantau

sejak dini pada saat kehamilannya karena pada paritas tersebut merupakan

paritas yang tidak aman komplikasi sering terjadi baik pada saat hamil

maupun saat persalinan, diharapkan pencegahan dan deteksi dini berbagai

macam gangguan kesehatan pada ibu hamil dapat dilakukan sebaik-

baiknya, terutama pada pelayanan tingkat dasar seperti puskesmas. Resiko

pada paritas pertama dapat ditangani dengan asuhan obstetrik sedangkan

risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga

berencana (Wiknjosastro, 2017).


52

Hal ini juga didukung oleh teori lain yang menaytakan bahwa

paritas rendah (paritas 1) menjadi risiko terjadinya perdarahan postpartum

dikarenakan ibu yang kurang informasi sehingga timbulnya ketidaksiapan

dalam menghadapi adanya komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan

nifas yang mungkin terjadi (Manuaba, 2007)

3. Faktor Partus Lama Yang Mempengaruhi Hemorrhagia Post Partum


di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang

Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan form

ekstraksi di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang terhadap 66 responden

menunjukkan bahwa dari 33 responden yang mengalami hemorrhagia post

partum pada kelompok kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang, lebih

banyak yang mengalami partus lama sebanyak 24 orang (72,7%)

dibandingkan dengan yang tidak partus lama sebanyak 9 orang (27,3%)

sedangkan dari 33 responden yang tidak mengalami hemorrhagia post

partum pada kelompok kontrol di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang,

lebih banyak yang tidak partus lama sebanyak 27 orang (81,8%)

dibandingkan dengan yang partus lama sebanyak 6 orang (18,2%).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti berpendapat bahwa

partus lama salah satu variabel yang berkaitan dengan lamanya proses

persalinan pada ibu bersalin. Pada umumnya, partus lama akan terjadinya

jika lama persalinannya > 24 pada ibu dengan paritas primipara sedangkan

pada ibu yang berparitas multipara dikatakan partus lama apaibila lama

persalinannya > 18 jam. Pada ibu primipara, kejadian partus lama

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu power, passage dan passanger. Jika

dilihat dari lamanya proses persalinan, maka ibu dengan paritas primipara
53

proses persalinannya berlangsung lebih lama dibandingkan multipara.

Selain itu, pada primipara otot-otot jalan lahir masih kaku dan belum dapat

mengejan dengan baik, sedangkan pada multipara proses persalinan akan

terjadi lebih cepat karena adanya pengalaman persalinan yang lalu dan

disebabkan otot-otot jalan lahir yang lebih lemas. Selain itu, pada ibu yang

mengalami partus lama, akan mengalami kelelahan karena tanpa makan

dan minum yang dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi, tampak sakit,

pucat, mata cekung, dan berkeringat dingin, nadi meningkat, tensi turun

dan temperatur meningkat, his mulai melemah dan perut tampak kembung.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Herlina (2018) dengan judul : “Hubungan Anemia dan Partus Lama

dengan Kejadian Perdarahan Postpartum Di RSUD Pringsewu” dari hasil

penelitiannya diketahui bahwa dari 54 responden yang diteliti, sebagian

besar responden tidak partus lama sebanyak 37 orang (68,5%) dan partus

lama sebanyak 17 orang (31,5%). Tingginya komplikasi partus lama pada

ibu bersalin di RSUD Pringsewu kemungkinan disebabkan kurangnya

deteksi dini dan pencegahan pada saat kehamilan.

Menurut teori pada partus lama, ibu yang bersalin akan kelelahan.

Hal tersebut akan mempengaruhi kontraksi uterus. Adanya gangguan

retraksi dan kontraksi otot uterus akan menghambat proses pelepasan dan

pengeluaran plasenta sehingga dapat terjadi retensio plasenta. Apabila

terjadi retensio plasenta maka terjadi pula perdarahan yang banyak

karena uterus tidak dapat berkontraksi dan beretraksi dengan baik

(Manuaba, 2017).
54

4. Kejadian Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas


Kopang

Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan form

ekstraksi di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang terhadap 66 responden

menunjukkan bahwa yang mengalami hemorrhagia post partum dan yang

tidak mengalami hemorrhagia post partum masing-masing sebanyak 33

orang (50,0%).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti berpendapat bahwa

kejadian hemorrhagia postpartum merupakan perdarahan segera setelah

lahirnya bayi 500 ml bahkan 1000 ml yang terjadi dengan lambat untuk

jangka waktu beberapa jam dan kondisi ini dapat tidak dikenali sampai

terjadi syok. Semakin tinggi angka kejadian hemorrhagia post partum,

maka semakin tinggi pula angka morbiditas ibu yang menyebabkan

mortalitas ibu akan terus meningkat. Oleh karena itu, untuk menghindari

tingginya angka morbilitas pada ibu post partum, maka harus dilakukan

pencegahan sedini mungkin agar tidak terjadi hemorrhagia pada ibu post

partum.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitiannya Sunarti Wulandari

tahun 2018 dengan judul : “Hubungan Paritas dengan Kejadian Perdarahan

Post Partum di RSUD Sleman” dari hasil penelitiannya diketahui bahwa

jumlah sampel kategori perdarahan sebanyak 34 responden (50%) dan

kategori tidak mengalami perdarahan postpartum sebanyak 34 responden

(50%). Dalam penelitiannya disebutkan bahwa kelelahan akibat partus

lama juga dapat menyebabkan uterus benar-benar kehilangan tonus


55

otot karena miometrium gagal berkontraksi dan beretraksi saat atau

setelah plasenta lepas.

Menurut teori pencegahan hemorrhagia post partum pada ibu

bersalin dapat dicegah sedini mungkin, dimulai sejak ibu hamil dengan

melakukan antenatal care yang baik. Ibu yang mempunyai predisposisi

atau riwayat hemorrhagia post partum dianjurkan untuk bersalin di rumah

sakit. Selain itu, Salah satu penanganan hemorrhagia post partum dapat

dilakukan dengan cara pemberian uterotonika segera setelah bayi

dilahirkan, penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat,

penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus

berkontraksi dengan baik (Sofian, 2015).

5. Hubungan Faktor Umur Yang Mempengaruhi Kejadian Hemorrhagia


Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang

Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan uji mann whitney

dengan bantuan SPSS diperoleh nilai probabilitas value sebesar 0,000

dengan taraf signifikansi 0,05, karena 0,000 < 0,05, maka artinya ada

hubungan antara faktor umur yang mempengaruhi kejadian hemorrhagia

post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang. Hal ini menunjukkan

bahwa umur memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kejadian

hemorrhagia pada ibu post partum.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti berasumsi

bahwa umur reproduksi yang tidak sehat berpengaruh terhadap terjadinya

hemorrhagia post partum, maka hendaknya setiap ibu merencanakan

kehamilannya pada pada usia reproduksi sehat sehingga memperkecil

resiko terjadinya hemorrhagia post partum. Jika dilihat dari distribusi


56

silang antara umur dengan kejadian hemorrhagia post partum diketahui

bahwa responden yang berada pada kelompok umur beresiko (<20 dan

>35 tahun), lebih banyak yang mengalami hemorrhagia post partum

sebanyak 27 orang (40,9%) dibandingkan dengan yang tidak mengalami

hemorrhagia post partum sebanyak 10 orang (15,2%). Hal ini disebabkan

karena pada ibu yang berumur <20 tahun, organ reproduksi belum

berfungsi dengan baik sedangkan pada ibu yang berumur >35 tahun,

fungsi organ reproduksinya sudah mulai mengalami penuruna sehingga

beresiko mengalami hemorrhagia post partum. Namun, ada juga beberapa

responden walaupun berada pada umur yang beresiko tetapi tidak

mengalami hemorrhagia post partum. Hal ini disebabkan karena ibu

memiliki kekuatan fisik yang baik untuk menjalani proses persalinan

sehingga tidak mengalami hemorrhagia post partum.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sulistiani tahun 2017 dengan judul : “Hubungan Antara Paritas Dan Umur

Ibu Dengan Kejadian Perdarahan Postpartum di RS Panti Wilasa DR.

Cipto Semarang Yakkum Cabang Semarang” Hasil penelitian

menunjukkan bahwa uji statistik pada hubungan umur ibu dengan kejadian

perdarahan postpartum diperoleh nilai p value sebesar 0,000 yang lebih

kecil dari taraf sifnifikansi yang telah ditentukan yaitu : 0,05, sehingga

artinya ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian perdarahan

postpartum.

Kemudian jika dlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan di

Puskesmas Kopang diketahui bahwa ibu yang berada pada kelompok umur
57

tidak beresiko (20-35 tahun), lebih banyak yang tidak mengalami

hemorrhagia post partum sebanyak 23 orang (34,8%) dibandingkan

dengan yang mengalami hemorrhagia post partum sebanyak 6 orang

(9,1%). Hal ini disebabkan karena umur 20-35 tahun merupakan umur

reproduksi yang sehat bagi ibu hamil untuk menjalani proses persalinan.

Selain itu, dari kesiapan fisik ibu yang berumur 20-35 tahun jauh lebih

siap dibandingkan dengan ibu yang berumur <20 tahun dan >35 tahun.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatkaan bahwa usia merupakan

faktor risiko terjadinya pendarahan post partum. Pada usia lebih dari 35

tahun myometrium dan tonus otot melemah yang menyebabkan

kemungkinan tidak ada penekanan pembuluh darah pada tempat

implantasi plasenta sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan post

partum, sedangkan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi belum

berkembang seutuhnya (Sofian, 2015).

6. Hubungan Faktor Paritas Yang Mempengaruhi Kejadian


Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang

Hasil analisis statistik menggunakan uji mann whitney dengan

bantuan SPSS diperoleh nilai probabilitas value sebesar 0,000 dengan

taraf signifikansi 0,05, karena 0,000 < 0,05, maka artinya ada hubungan

antara faktor paritas yang mempengaruhi kejadian hemorrhagia post

partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa

paritas memiliki peran yang besar pada kejadian hemorrhagia post partum

terutama grandemultipara. Resiko hemorrhagia post partum pada

kelahiran bayi pertama masih cukup tinggi dan masih sulit dihindari,
58

kemudian resiko ini menurun pada paritas 2 dan 3 serta meningkat lagi

setelah paritas 4 dan seterusnya. Hal ini dikarenakan dengan semakin

banyaknya jumlah paritas ibu, maka kemampuan kontraksi jaringan ikat

pada uterus akan semakin menurun, akibatnya sulit melakukan penekanan

pada pembuluh-pembuluh darah yang terbuka setelah lepasnya plasenta,

sehingga hal ini bisa menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Maryam tahun

2017 dengan judul : “Hubungan Antara Paritas Dan Umur Ibu Dengan

Kejadian Perdarahan Post Partum di RSUD Kabupaten Bombana Provinsi

Sulawesi Tenggara” Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa nilai  2

hitung >  2 tabel (5,754 > 3,841), maka H0 ditolak dan Ha diterima. Ini

berarti ada hubungan antara paritas ibu nifas dengan kejadian perdarahan

post partum di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana pada

taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Nilai OR sebesar 1,606 yang lebih besar

dari 1. Ini berarti bahwa faktor paritas ibu nifas benar-benar merupakan

faktor risiko kejadian perdarahan post partum.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa paritas 2-3

adalah 5 paritas paling aman untuk hamil dan bersalin paritas 1 dan paritas

tinggi (paritas >3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi dan

semakin tinggi paritas maka angka kematian ibu semakin meningkat.

Paritas yang tinggi dapat mengakibatkan beberapa masalah pada ibu yang

bersangkutan, sehingga ibu tidak dapat melakukan perannya dengan baik

sebagai orang tua (Wiknjosastro, 2017).


59

7. Hubungan Faktor Partus Lama Yang Mempengaruhi Kejadian


Hemorrhagia Post Partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang

Hasil analisis statistik menggunakan uji mann whitney dengan

bantuan SPSS diperoleh nilai probabilitas value sebesar 0,000 dengan

taraf signifikansi 0,05, karena 0,000 < 0,05, maka artinya ada hubungan

antara faktor partus lama yang mempengaruhi kejadian hemorrhagia post

partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diasumsikan

bahwa partus lama pada ibu post partum memiliki kontribusi yang cukup

signifikan terhadap kejadian hemorrhagia pada ibu post partum. Hal ini

bisa dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas

Kopang diketahui bahwa 30 responden yang berada pada kategori partus

lama, lebih banyak yang mengalami hemorrhagia post partum sebanyak

24 orang (36,4%) dibandingkan dengan yang tidak mengalami

hemorrhagia post partum sebanyak 6 orang (9,1%). Hal ini disebabkan

karena proses persalinannya yang terlalu lama bisa menyebabkan

kelelahan pada ibu post partum dan hal ini dapat mempengaruhi kontraksi

uterus. Adanya gangguan pada kontraksi uterus akan menghambat proses

pelepasan dan pengeluaran plasenta sehingga dapat menimbulkan

terjadinya retensio plasenta. Apabila hal ini terjadi, maka akan terjadi

perdarahan yang banyak karena uterus tidak dapat berkontraksi dan

beretraksi dengan baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitiannya Wijayati tahun

2020 dengan judul : “Partus Lama Ditinjau Dengan Terjadinya Perdarahan

Post Partum Primer” Hasil analisis menunjukkan ada hubungan partus


60

lama dengan kejadian perdarahan post partum primer dengan nilai P =

0,000 dan estimasi kejadian perdarahan psot partum primer pada

persalinan lama dengan perhitungan OR = 9,03 kali. Persalinan yang lebih

dari 24 jam disebut partus lama. Partus lama selalu memberi

risiko/penyulit baik bagi ibu atau janin yang sedang dikandungnya.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa kelelahan

akibat partus lama juga dapat menyebabkan uterus benar-benar kehilangan

tonus otot karena miometrium gagal berkontraksi dan beretraksi saat

atau setelah plasenta lepas. Dalam kondisi normal, pelepasan plasenta

selalu diikuti dengan perdarahan karena sinus-sinus maternalis ditempat

insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu tidak

banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-

pembuluh darah yang terbuka sehingga lumennya tertutup. Kemudian

pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah (Prawirohardjo, 2018).

C. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kopang, peneliti merasa

masih memiliki banyak keterbatasan yang dihadapi dalam pelaksanaan

penelitian sampai selesai.

1. Keterbatasan jumlah sampel

Jumlah responden yang hanya 66 orang, tentunya masih kurang

untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.

2. Keterbatasan waktu penelitian

Dalam penelitian ini waktu penelitian yang diberikan sangat singkat

sehingga mempengaruhi ruang gerak peneliti dalam melakukan penelitian.


61

Hal ini tentunya berpengaruh terhadap hasil penelitian yang telah

dilakukan.

3. Keterbatasan dalam obyek penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti hanya meneliti tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hemorrhagia post partum.


62

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat

ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Umur responden pada kelompok kasus sebagian besar berada pada

kelompok umur beresiko (<20 dan >35 tahun) sebanyak 27 ornag (81,8%)

dan pada kelompok kontrol sebagian besar berada pada kelompok umur

tidak beresiko sebanyak 23 orang (69,7%).

2. Paritas responden pada kelompok kasus sebagian besar berada pada paritas

beresiko (1 dan >3) sebanyak 25 orang (75,8%) sedangkan pada kelompok

kontrol sebagian besar berada pada paritas tidak beresiko (2 – 3) sebanyak

23 orang (69,7%).

3. Kejadian partus lama pada responden kelompok kasus sebagian besar

mengalami partus lama sebanyak 24 orang (72,7%) sedangkan pada

kelompok kontrol sebagian besar tidak mengalami partus lama sebanyak

27 orang (81,8%).

4. Responden yang mengalami yang mengalami hemorrhagia post partum

dan yang tidak mengalami hemorrhagia post partum masing-masing

sebanyak 33 orang (50,0%).

5. Ada hubungan faktor umur yang mempengaruhi kejadian hemorrhagia

post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang dengan nilai p value

sebesar 0,000 < 0,05

63
63

6. Ada hubungan faktor paritas yang mempengaruhi kejadian hemorrhagia

post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang dengan nilai p value

sebesar 0,000 < 0,05.

7. Ada hubungan faktor partus lama yang mempengaruhi kejadian

hemorrhagia post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Kopang dengan

nilai p value sebesar 0,000 < 0,05.

B. Saran

1. Bagi Puskesmas Kopang

Disarankan kepada petugas kesehatan di Puskesmas Kopang, agar

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada ibu post partum dengan

cara memberikan informasi secara terus menerus melalui penyuluhan dan

bimbingan konseling tentang hemorrhagia post partum agar resiko

terjadinya hemorrhagia post partum dapat dicegah sedini mungkin.

2. Bagi Ibu Post Partum

Disarankan kepada ibu post partum untuk menjaga kesehatannya

dengan baik selama kehamilan agar resiko terjadinya hemorrhagia post

partum dapat dihindari pada saat melahirkan. Selain itu, disarankan kepada

ibu post partum untuk mencari informasi tentang faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya hemorrhagia post partum ke tempat pelayanan

kesehatan, agar ibu bisa lebih berhati-hati dalam menjaga kesehatannya

selama kehamilan.
64

3. Bagi Institusi Pendidikan

Disarankan kepada institusi pendidikan agar menyediakan lebih

banyak literatur sebagai bahan acuan atau refrensi untuk meningkatkan

pengetahuan dan menambah wawasan tentang hemorrhagia post partum.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian

lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hemorrhagia pada

ibu post partum dengan cara menggunakan metode yang berbeda dan

menambah beberapa variabel yang belum diteliti sebelumnya agar

mendapatkan hasil yang lebih akurat.


65

DAFTAR PUSTAKA

A. Fahira Nur, 2019. Faktor Resiko Kejadian Perdarahan Post partum di Rumah
Sakit Umum (RSU) Anutapura Palu.

Committee on Practice Bulletins-Obstetrics. Practice Bulletin No. 183: Post


partum Hemorrhage. Obstet Gynecol. 2017 Oct;130(4):e168-e186. doi:

Damayanti, 2016. Hubungan Antara Perawatan Luka Perineum Dengan


Penyembuhan Luka Perineum Ibu Post Partum.

Cunningham, 2018. Obstetri Williams. Edisi 23. Volume 1. Jakarta: EGC.

Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2021. Prevalensi Kematian Ibu Berdasarkan


Penyebab. Mataram : NTB.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah, 2021. Prevalensi Kematian Ibu


Berdasarkan Penyebab. Lombok Tengah : NTB.

Eniyati dan Afifin Sholihah, 2016. Asuhan Kebidanan pada Persalinan Patologi.


Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Kemenkes RI, 2021. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2021. Kemenkes RI.


Jakarta.

Manuaba, 2017. Pengantar Kuliah Obstetri. ECG : Jakarta.

Notoatmodjo, 2018. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugraha, 2016. Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Nurhayati, 2019. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta: CV. Andi


Offset.

Oktarina, 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru


Lahir. Yogyakarta : Deepublish.

Prawirohardjo, 2018. Asuhan Kebidanan Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Puskesmas Kopang, 2022. Prevalensi Ibu Post partum dan Perdarahan Post
partum. Kopang : Lombok Tengah.

Saifuddin, 2016. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

Sofian, 2015. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES


66

Sugiyono, 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Suririnah, 2015. Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama.

Sri Haryati, 2019. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perdarahan Post


partum Primer (Studi Kasus RSUD Kota Bandung).

Varney, 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC

WHO (World Health Statistics). 2018. Angka Kematian Ibu dan Angka. Kematian
Bayi. World Bank, 2018.

WHO, 2020. Angka Kejadian Perdarahan Post Partum di Dunia. Word Bank.

Wahyuningsih, 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta:


Kementerian. Kesehatan RI.

Wiknjosastro, 2017. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wulandari, 2017. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Nuha Medika.

Yekti Satriyandari, 2017. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian


Perdarahan Post partum di RSUD Penambahan Senopati Bantul

Anda mungkin juga menyukai