Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS


“ Advokasi, Negosiasi dan Membangun Kemitraan ”

Dosen Pengampuh
Syukrianti Syahda, S.ST, M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Fitri Ramadhani
Indah Azma Sari
Maysah Naziroh
Nina Khairun Nisha

S1 KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI


2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah advokasi, negosiasi dan membangun kemitraan
dalam komunitas yang terdapat dalam mata kuliah pelayanan kebidanan
komunitas
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah advokasi, negosiasi
dan membangun kemitraan ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga
dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bangkinang, Oktober 2023

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
1.1 Latar Belakang............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 3
1.3 Tujuan..........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................
2.1 Advokasi .....................................................................................
2.1.1 Pengertian Advokasi ......................................................... 5
2.1.2 Tujuan Advokasi ............................................................... 5
2.1.3 Fungsi Advokasi ............................................................... 6
2.1.4 Persyaratan Untuk Advokasi ............................................. 6
2.1.5 Advokasi Pelayanan Kebidanan Komunitas...................... 6
2.1.6 Advokasi Dalam Pelayanan Kebidanan............................. 12
2.2 Negosiasi.....................................................................................
2.2.1 Pengertian Negosiasi.......................................................... 14
2.2.2 Tujuan Negosiasi................................................................ 14
2.2.3 Manfaat Negosiasi.............................................................. 14
2.2.4 Dampak Negosiasi............................................................. 15
2.2.5 Proses Dalam Negosiasi..................................................... 16
2.2.6 Hal Yang Harus Dilakukan Saat Bernegosiasi.................. 16
2.2.7 Tahapan Negosiasi............................................................. 16
2.2.8 Negosiasi Dalam Pelayanan Kebidanan............................ 17
2.3 Membangun Kemitraan...............................................................
2.3.1 Pengertian Kemitraan......................................................... 21
2.3.2 Tujuan Kemitraan.............................................................. 21
2.3.3 Bentuk Kemitraan Kebidanan............................................ 22
2.3.4 Strategi Meningkatkan Kemitraan Bidan........................... 25
2.3.5 Persyaratan Kemitraan....................................................... 27

ii
2.3.6 Landasan Kemitraan.......................................................... 28
2.3.7 Prinsip-prinsip Kemitraan.................................................. 30
2.3.8 Indikator-indikator Keberhasilan Kemitraan Bidang Kesehatan 31
2.3.9 10 Sasaran Kemitraan........................................................ 32
BAB III PENUTUP...............................................................................
3.1 Kesimpulan.................................................................................. 34
3.2 Saran............................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 35

iii
iv
BAB I
PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebidanan komunitas adalah memberikan asuhan kebidanan pada
msayarakat baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang berfokus
pada pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB),
kesehatan reproduksi termasuk usia wanita adiyuswa secara paripurna.
Hubungan - hubungan individual dalam sebuah komunitas akan membangun
dan mendukung terbentuknya suatu sistem kepercayaan atau keyakinan baik
tentang arti keluarga, konsep sehat maupun sakit sehingga diperlukan bidan di
masyarakat. Kebidanan komunitas merupakan konsep dasar bidan melayani
keluarga dan masyarakat yang mencakup bidan sebagai penyedia layanan dan
komunitas sebagai sasaran yang dipengaruhi oleh IPTEK dan lingkungan.
Komunitas digambarkan sebagai sebuah lingkungan fisik di mana seseorang
tinggal sebagai sebuah lingkungan beserta aspek-aspek sosialnya. Masyarakat
setempat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis)
dengan batas-batas tertentu di mana faktor utama yang menjadi dasar adalah
interaksi yang lebih besar diantara para anggotanya, dibanding dengan
penduduk di luar batas wilayah. Dengan demikian dapat disimpilkan bahwa
masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai
oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu Pelayanan kebidanan merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan
kesehatan keluarga yang berkualitas.
Pelayanan kebidanan adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan
sesuai dengan kewenangannya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di
keluarga maupun di masyarakat. Dalam rangka pemberian pelayanan
kebidanan pada ibu dan anak di komunitas diperlukan bidan komunitas yaitu
bidan yang bekerja melayani ibu dan anak di suatu wilayah tertentu.
Dalam pelayanan kebidanan tidak mungkin bidan bekerja sendirian
tentu saja bidan harus bekerja sama dengan membentuk minta yang telah

1
dibuat oleh penentu kebijakan. Dengan begitu kemitraan yang dijalani oleh
bidan tidak mudah. Banyak tantangan serta hambatannya. Apalagi dengan
kondisi sosial dimana masyarakat lebih mempercayakan pertolongan
persalinan kepada dukun bayi. Belum tentu dukun bayi tersebut bisa
menolong persalinan dengan baik dengan pengetahuan yang seperlunya saja.
Oleh karena itu bidan harus belajar cara menjalin kemitraan dengan
masyarakat agar dapat menurunkan angka kematian ibu.
Advokasi kesehatan adalah advokasi yang dilakukan untuk
memperoleh komitmen atau dukungan dalam bidang kesehatan, atau yang
mendukung pengembangan lingkungan dan perilaku sehat.
Negosiasi merupakan salah satu keterampilan dalam komunikasi
yang sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Secara sederhana
negosiasi merupakan kegiatan antara dua pihak atau lebih untuk mencapai
kesepakatan bersama. Secara definisi negosiasi dapat diartikan sebagai
sebuah proses yang dilakukan oleh beberapa pihak untuk mendapatkan
keuntungan tertentu, dan atau berusaha menyelesaikan permasalahan untuk
kegunaan bersama.
Kemitraan adalah suatu hubungan atau sebuah kerja sama antara
kedua belah pihak atau lebih, didasarkan pada kesetaraan, keterbukaan, dan
saling menguntungkan atau memberikan manfaat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Advokasi
a. Apa yang dimaksud advokasi?
b. Apa saja tujuan advokasi?
c. Apa saja fungsi dari advokasi ?
d. Apa saja yang menjadi persyaratan dalam advokasi?
e. Bagaimana bentuk advokasi dalam pelayanan komunitas?
f. Bagaimana advokasi dalam pelayanan kebidanan?
2. Negosiasi
a. Apa yang dimaksud pengertian negosiasi?

2
b. Apa saja tujuan negosiasi?
c. Apa saja manfaat negosiasi?
d. Apa saja dampak negosiasi?
e. Bagaimana proses dalam negosiasi?
f. Apa aja hal yang harus dilakukan saat bernegosiasi?
g. Untuk menegetahui tahapan negosiasi
3. Kemitraan
a. Apa yang dimaksud dengan kemitraan bidan?
b. Apa saja tujuan kemitraan bidan ?
c. Bagaimana saja bentuk dari kemitraan bidan ?
d. Bagaimana strategi dalam meningkatkan kemitraan bidan ?
e. Bagaimana contoh dari kemitraan bidan ?
f. Apa saja persyaratan Kemitraan?
g. Apa saja landasan kemitraan ?
h. Apa saja prinsip-prinsip kemitraan?
i. Apa saja indikator-indikator keberhasilan kemitraan bidang kesehatan?
j. Siapa saja sasaran dalam membangun kemitraan?
1.3 Tujuan
Beberapa tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1. Advokasi
a. Untuk mengetahui pengertian advokasi.
b. Untuk mengetahui tujuan advokasi.
c. Untuk mengetahui fungsi advokasi
d. Untuk mengetahui yang menjadi persyaratan dalam advokasi
e. Untuk mengetahui bentuk advokasi dalam pelayanan komunitas
f. Untuk mengetahui advokasi dalam pelayanan kebidanan
2. Negosiasi
a. Untuk mengetahui pengertian negosiasi
b. Untuk mengetahui tujuan negosiasi
c. Untuk mengetahui manfaat negosiasi
d. Untuk mengetahui dampak negosiasi

3
e. Untuk mengetahui proses dalam negosiasi
f. Untuk mengetahui hal yang harus dilakukan saat bernegosiasi
g. Untuk menegetahui tahapan negosiasi
3. Kemitraan
a. Untuk mengetahui pengertian kemitraan bidan.
b. Untuk mengetahui tujuan kemitraan bidan.
c. Untuk mengetahui bentuk kemitraan bidan.
d. Untuk mengetahui strategi dalam meningkatkan kemitraan bidan.
e. Untuk mengetahui contoh kemitraan bidan.
f. Untuk mengetahui persyaratan Kemitraan
g. Untuk mengetahui landasan kemitraan
h. Untuk mengetahui prinsip-prinsip kemitraan
i. Untuk mengetahui indikator-indikator keberhasilan kemitraan bidang
kesehatan.
j. Untuk mengetahui sasarann dalam membangun kemitraan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Advokasi
2.1.1 Pengertian Advokasi
Advoksai secara harfiah berarti pembelaan,sokongan atau
bantuan terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan.Istilah
advokasi mulamula digunakan di bidang hukum atau pengadilan.
Menurut Johns Hopkins, Advokasi adalah usaha untuk
mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk
komunikasi persuasif.
Istilah advocacy/advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan
dalam program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO pada
tahun 1984 sebagai salah satu strategi global Pendidikan atau Promosi
Kesehatan.
Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang
lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu
program atau kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu yang
menjadi sasaran advokasi adalah para pemimpin atau pengambil
kebijakan( policy makers) atau pembuat keputusan(decision makers)
baik di institusi pemerintah maupun swasta.
Advocacy adalah kegiatan memberikan bantuan kepada
masyarakat dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan
penentu kebijakan ( Policy makers ) dalam bidang kesehatan maupun
sektor lain diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap
masyarakat.
2.1.2 Tujuan Advokasi
Mendapat dukungan, baik dalam bentuk kebijakan lisan atau tertulis,
dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, himbauan, pembentukan
kelembagaan, ketersediaan dana, sarana, tenaga.

5
Mendorong para pengambil keputusan untuk suatu perubahan dalam
kebijakan, program atau peraturan.
Mendorong para pengambil keputusan untuk aktif mendukung
kegiatan/tindakan dalam pemecahan.
2.1.3 Fungsi Advokasi
Advokasi berfungsi untuk mempromosikan suatu perubahan dalam
kebijakan program atau peraturan dan mendapatkan dukungan dari
pihak pihak lain.
2.1.4 Persyaratan Untuk Advokasi
a. Dipercaya (Credible), dimana program yang ditwarkan harus dapat
meyakinkan para penentu kebijakan atau pembuat keputusan , oleh
karena itu harus didukung akurasi data dan masalah.
b. Layak (Feasible), program yang ditawarkan harus mampu
dilaksanakan secara tejhnik prolitik maupun sosial.
c. Memenuhi Kebutuhan Masyarakat (Relevant)
d. Penting dan mendesak (Urgent), program yang ditawarkan harus
mempunyai prioritas tinggi
2.1.5 Advokasi Pelayanan Kebidanan Komunitas
Advokasi terhadap kebidanan merupakan sebuah upaya yang
dilakukan orang-orang di bidang kebidanan, utamanya promosi
kesehatan, sebagai bentuk pengawalan terhadap kesehatan. Advokasi
ini lebih menyentuh pada level pembuat kebijakan, bagaimana orang-
orang yang bergerak di bidang kesehatan bisa memengaruhi para
pembuat kebijakan untuk lebih tahu dan memerhatikan kesehatan.
Advokasi dapat dilakukan dengan memengaruhi para pembuat
kebijakan untuk membuat peraturan-peraturan yang bisa berpihak
pada kesehatan dan peraturan tersebut dapat menciptakan lingkungan
yang dapat mempengaruhi perilaku sehat dapat terwujud di
masyarakat (Kapalawi, 2007).
Advokasi bergerak secara top-down (dari atas ke bawah).
Melalui advokasi, promosi kesehatan masuk ke wilayah politik. Agar

6
pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan yang menguntungkan
kesehatan (kebidanan). Advokasi adalah suatu cara yang digunakan
guna mencapai suatu tujuan yang merupakan suatu usaha sistematis
dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya
perubahan dalam kebijakan public secara bertahap maju. Misalnya
kita memberikan promosi kesehatan dengan sokongan dari kebijakan
public dari kepala desa sehingga maksud dan tujuan dari informasi
kesehatan bias tersampaikan dengan kemudahan kepada masyarakat
atau promosi kesehatan yang kita sampaikan dapat menyokong atau
pembelaan terhadap kaum lemah (miskin)
Kunci Pendekatan Advokasi :
1. Melibatkan para pemimpin/ pengambil keputusan
Contoh dan keteladanan dari tokoh/pemimpin masyarakat.
Partisipasi itu harus didukung oleh adanya kesadaran dan
pemahaman tentang bidang yang diberdayakan, disertai kemauan
dari kelompok sasaran yang akan menempuh proses pemberdayaan.
Dengan begitu, kegiatan promosi kesehatan akan berlangsung
dengan sukses. Agar masyarakat mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan kesehatannya. Pemberdayaan masyarakat adalah
suatu bentuk upaya melibatkan peran serta dari masyarakat ketika
kita melakukan promosi kesehatan. Sebagai contoh yaitu
pemanfaatan kader yang telah dilatih atau anggota masyarakat yang
mempunyai kemampuan dalam memberikan promosi kesehatan.
2. Menjalin kemitraan
Kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai
suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada
kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing,
tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan
yang telah dibuat, dan saling berbagi baik dalam resiko maupun

7
keuntungan yang diperoleh.Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata
kunci dalam kemitraan, yakni:
a. Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu
b. Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati
bersama )
c. Saling menanggung resiko dan keuntungan
Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan
oleh WHO pada konfrensi internasional promosi kesehatan yang
keempat di Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan dengan itu perlu
dikembangkan upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat.
Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila
juga didasari dengan kesetaraan.
3. Memobilisasi kelompok peduli
4. Menciptakan lingkungan yang mendukung
Masyarakat kita kompleks dan saling berhubungan.
Kesehatan tidak dapat dipisahkan dari tujuan-tujuan lain. Kaitan
yang tak terpisahkan antara manusia dan lingkungannya
menjadikan basis untuk sebuah pendekatan sosio-ekologis bagi
kesehatan. Prinsip panduan keseluruhan bagi dunia, bangsa,
kawasan, dan komunitas yang serupa, adalah kebutuhan untuk
memberi semangat pemeliharaan yang timbal-balik — untuk
memelihara satu sama lain, komunitas, dan lingkungan alam kita.
Konservasi sumber daya alam di seluruh dunia harus ditekankan
sebagai tanggung jawab global. Perubahan pola hidup, pekerjaan,
dan waktu luang memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan.
Pekerjaan dan waktu luang harus menjadi sumber kesehatan untuk
manusia. Cara masyarakat mengatur kerja harus dapat membantu
menciptakan masyarakat yang sehat. Promosi kesehatan
menciptakan kondisi hidup dan kondisi kerja yang aman, yang
menstimulasi, memuaskan, dan menyenangkan. Penjajakan
sistematis dampak kesehatan dari lingkungan yang berubah pesat.

8
—terutama di daerah teknologi, daerah kerja, produksi energi dan
urbanisasi–- sangat esensial dan harus diikuti dengan kegiatan
untuk memastikan keuntungan yang positif bagi kesehatan
masyarakat. Perlindungan alam dan lingkungan yang dibangun
serta konservasi dari sumber daya alam harus ditujukan untuk
promosi kesehatan apa saja. Lingkungan yang Mendukung adalah
lingkungan dimana kita akan menjadikan contoh yang baik tentang
kesehatan lingkungan ketika kita akan melakukan promosi
kesehatan. Contoh adanya sekolah sehat yang mempunyai
lingkungan yang sehat.
5. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community
actions)
Promosi kesehatan bekerja melalui kegiatan komunitas
yang konkret dan efisien dalam mengatur prioritas, membuat
keputusan, merencanakan strategi dan melaksanakannya untuk
mencapai kesehatan yang lebih baik. Inti dari proses ini adalah
memberdayakan komunitas – kepemilikan mereka dan kontrol
akan usaha dan nasib mereka. Pengembangan komunitas
menekankan pengadaan sumber daya manusia dan material dalam
komunitas untuk mengembangkan kemandirian dan dukungan
sosial, dan untuk mengembangkan sistem yang fleksibel untuk
memerkuat partisipasi publik dalam masalah kesehatan. Hal ini
memerlukan akses yang penuh serta terus menerus akan informasi,
memelajari kesempatan untuk kesehatan, sebagaimana
penggalangan dukungan. Gerakan Masyarakat merupakan suatu
partisifasi masyarakat yang menunjang kesehatan. Contoh gerakan
Jum’at bersih.
Mengembangkan keterampilan individu (develop personal
skills) Promosi kesehatan mendukung pengembangan personal dan
sosial melalui penyediaan informasi, pendidikan kesehatan, dan
pengembangan keterampilan hidup. Dengan demikian, hal ini

9
meningkatkan pilihan yang tersedia bagi masyarakat untuk melatih
dalam mengontrol kesehatan dan lingkungan mereka, dan untuk
membuat pilihan yang kondusif bagi kesehatan. Memungkinkan
masyarakat untuk belajar melalui kehidupan dalam menyiapkan
diri mereka untuk semua tingkatannya dan untuk menangani
penyakit dan kecelakaan sangatlah penting. Hal ini harus
difasilitasi dalam sekolah, rumah, tempat kerja, dan semua
lingkungan komunitas. Keterampilan Individu adalah kemapuan
petugas dalam menyampaikan informasi kesehatan dan
kemampuan dalam mencontohkan (mendemostrrasikan). Contoh
sederhana ketika petugas memberikan promosii kesehatan tentang
pembuatan larutan gula garam, maka petugas harus mampu
membuatnya dan bias mencontohkannya
6. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
Tanggung jawab untuk promosi kesehatan pada pelayanan
kesehatan dibagi di antara individu, kelompok komunitas,
profesional kesehatan, institusi pelayanan kesehatan, dan
pemerintah. Mereka harus bekerja sama melalui suatu sistem
perawatan kesehatan yang berkontribusi untuk pencapaian
kesehatan. Peran sektor kesehatan harus bergerak meningkat pada
arah promosi kesehatan, di samping tanggung jawabnya dalam
menyediakan pelayanan klinis dan pengobatan. Pelayanan
kesehatan harus memegang mandat yang meluas yang merupakan
hal sensitif dan ia juga harus menghormati kebutuhan kultural.
Mandat ini harus mendukung kebutuhan individu dan komunitas
untuk kehidupan yang lebih sehat, dan membuka saluran antara
sektor kesehatan dan komponen sosial, politik, ekonomi, dan
lingkungan fisik yang lebih luas. Reorientasi pelayanan kesehatan
juga memerlukan perhatian yang kuat untuk penelitian kesehatan
sebagaimana perubahan pada pelatihan dan pendidikan profesional.
Hal ini harus membawa kepada perubahan sikap dan

10
pengorganisasian pelayanan kesehatan dengan memfokuskan ulang
kepada kebutuhan total dari individu sebagai manusia seutuhnya.
Contoh adalah pemanfaatan sarana kesehatan terdekat sebagai
wadah informasi dan komunikasi tentang kesehatan.
7. Bergerak ke masa depan (moving into the future)
Kesehatan diciptakan dan dijalani oleh manusia di antara
pengaturan dari kehidupan mereka sehari-hari di mana mereka
belajar, bekerja, bermain, dan mencintai. Kesehatan diciptakan
dengan memelihara satu sama lain dengan kemampuan untuk
membuat keputusan dan membuat kontrol terhadap kondisi
kehidupan seseorang, dan dengan memastikan bahwa masyarakat
yag didiami seseorang menciptakan kondisi yang memungkinkan
pencapaian kesehatan oleh semua anggotanya.
Merawat, kebersamaan, dan ekologi adalah isu-isu yang penting
dalam mengembangkan strategi untuk promosi kesehatan. Untuk
itu, semua yang terlibat harus menjadikan setiap fase perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan promosi kesehatan serta
kesetaraan antara pria dan wanita sebagai acuan utama.
8. Pemberdayaan Masyarakat (empowerment) Pemberdayaan
masyarakat di dalam kegiatan-kegiatan kesehatan. Pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan lebih kepada untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan. Jadi
sifatnya bottom-up (dari bawah ke atas). Partisipasi masyarakat
adalah kegiatan pelibatan masyarakat dalam suatu program.
Diharapkan dengan tingginya partisipasi dari masyarakat maka
suatu program kesehatan dapat lebih tepat sasaran dan memiliki
daya ungkit yang lebih besar bagi perubahan perilaku karena dapat
menimbulkan suatu nilai di dalam masyarakat bahwa kegiatan-
kegiatan kesehatan tersebut itu dari kita dan untuk kita. Dengan
pemberdayaan masyarakat, diharapkan masyarakat dapat berperan
aktif atau berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Sebagai unsur dasar

11
dalam pemberdayaan, partisipasi masyarakat harus ditumbuhkan.
Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan pada dasarnya
tidak berbeda dengan pemberdayaan masyarakat dalam
bidangbidang lainnya. Partisipasi dapat terwujud dengan syarat :
a. Adanya saling percaya antaranggota masyarakat
b. Adanya ajakan dan kesempatan untuk berperan aktif
c. Adanya manfaat yang dapat dan segera dapat dirasakan oleh
masyarakat
2.1.6 Advokasi Dalam Pelayanan Kebidanan
Advokasi terhadap kebidanan merupakan sebuah upaya yang
dilakukan orang-orang di bidang kebidanan, utamanya promosi
kesehatan, sebagai bentuk pengawalan terhadap kesehatan. Advokasi
ini lebih menyentuh pada level pembuat kebijakan, bagaimana orang-
orang yang bergerak di bidang kesehatan bisa memengaruhi para
pembuat kebijakan untuk lebih tahu dan memerhatikan kesehatan.
Advokasi dapat dilakukan dengan memengaruhi para pembuat
kebijakan untuk membuat peraturan-peraturan yang bisa berpihak
pada kesehatan dan peraturan tersebut dapat menciptakan lingkungan
yang dapat mempengaruhi perilaku sehat dapat terwujud di
masyarakat. Advokasi bergerak secara top-down (dari atas ke bawah).
Melalui advokasi, promosi kesehatan masuk ke wilayah politik. Agar
pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan yang menguntungkan
kesehatan (kebidanan).
Advokasi adalah suatu cara yang digunakan guna mencapai
suatu tujuan yang merupakan suatu usaha sistematis dan terorganisir
untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam
kebijakan public secara bertahap maju. Misalnya kita memberikan
promosi kesehatan dengan sokongan dari kebijakan public dari kepala
desa sehingga maksud dan tujuan dari informasi kesehatan bias
tersampaikan dengan kemudahan kepada masyarakat atau promosi

12
kesehatan yang kita sampaikan dapat menyokong atau pembelaan
terhadap kaum lemah (miskin)
Ada beberapa peran bidan sebagai Advokator yaitu :
1. Advokasi dan strategi pemberdayaan wanita dalam
mempromosikan hakhaknya yang diperlukan untuk mencapai
kesehatan yang optimal (kesetaraan dalam memperoleh pelayanan
kebidanan)
2. Advokasi bagi wanita agar bersalin dengan aman. Contoh: Jika ada
ibu bersalin yang lahir di dukun dan menggunakan peralatan yang
tidak steril, maka bidan melakukan advokasi kepada pemerintah
setempat agar pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun
menggunakan peralatan yang steril salah satu caranya adalah
melakukan pembinaan terhadap dukun bayi dan pemerintah
memberikan sangsi jika ditemukan dukun bayi di lapangan
menggunakan alat-alat yang tidak steril.
3. Advokasi terhadap pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.
4. Mempromosikan dan melindungi kepentingan orang-orang dalam
pelayanan kebidanan, yang mungkin rentan dan tidak mampu
melindungi kepentingan mereka sendiri.
5. Membantu masyarakat untuk mengakses kesehatan yang relevan
dan informasi kesehatyan dan membertikan dukungan sosial.
6. Melakukan kegiatan advokasi kepada para pengambil keputusan
berbagai program dan sektor yang terkait dengan kesehatan.
7. Melakukan upaya agar para pengambil keputusan tersebut
meyakini atau mempercayai bahwa program kesehatan yang
ditawarkan perlu di dukung melalui kebijakan atau keputusan
politik dalam bentuk peraturan, Undang-Undang, instruksi yang
menguntungkan kesehatan public dengan sasaran yaitu pejabat
legislatif dan eksekutif. Para pemimpin pengusaha, organisasi
politik dan organisasi masyarakat baik tingkat pusat, propinsi,
kabupaten, keccamatan desa kelurahan.

13
2.2 Negosiasi
2.2.1 Pengertian Negosiasi
Kata negosiasi ini berasal dari bahasa Inggris yakni “to negotiate”
dan “to be negotiating” yang artinya membicarakan, merundingkan,
atau juga menawar.
Kata negotiate juga memiliki turunan arti lain yakni “negotiation”
yang artinya untuk dapat menjelaskan kegiatan membicarakan atau
merundingkan sesuatu dengan pihak lain untuk bisa mencapai
kesepakatan.
Negosiasi merupakan sebuah bentuk interaksi sosial yang
bertujuan untuk dapat mencapai kesepakatan bersama, sehingga
keduanya saling sepakat dan diuntungkan.
Negosiasi ini dilakukan apabila ada dua pihak yang awalnya juga
memiliki perbedaan pendapat, sehingga harus mencari sebuah
kesepakatan bersama. Kata Negosiasi ini sebenarnya itu sama juga
maknanya dengan Tawar Menawar.
Negosiasi merupakan suatu bentuk interaksi sosial antara
beberapa pihak yang bertujuan untuk dapat mencapai kesepakatan
bersama yang dapat dianggap menguntungkan pihak-pihak yang
bernegosiasi.
2.2.2 Tujuan Negosiasi
a. Untuk dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua
pihak.
b. Untuk dapat menyelesaikan masalah dan menemukan solusi dari
masalah yang tengah dihadapi para pihak-pihak yang bernegosiasi.
c. Untuk bisa mencapai suatu kondisi yang saling menguntungkan bagi
pihak-pihak yang akan bernegosiasi dimana semuanya mendapatkan
manfaat (win-win solution).
2.2.3 Manfaat Negosiasi

14
a. Menciptakan suatu jalinan kerjasama antara satu pihak dengan pihak
lainnya untuk dapat mencapai tujuan masing-masing.
b. Adanya saling pengertian diantara masing-masing pihak yang akan
bernegosiasi mengenai kesepakatan yang akan diambil dan
dampaknya bagi semua pihak.
c. Negosiasi akan bermanfaat bagi terciptanya suatu kesepakatan
bersama yang saling menguntungkan bagi semua pihak yang akan
bernegosiasi.
d. Terciptanya suatu interaksi yang positif antara pihak-pihak yang
akan bernegosiasi sehingga jalinan kerjasama akan menghasilkan
suatu dampak yang lebih luas bagi banyak orang.
2.2.4 Dampak Negosiasi
a. Dampak Positif Negosiasi
1) Para pihaklah yang akan memegang palu hakimnya sendiri.
2) Sifatnya rahasia.
3) Hukum acara atau juga formalitas persidangan tidak ada.
b. Dampak Negatif Negosiasi
1) Manakala sebuah kedudukan para pihak tidak seimbang, dimana
salah satu pihak kuat sedangkan bagi pihak yang lain lemah.
Dalam keadaan ini, pihak yang sangat kuat berada dalam posisi
untuk dapat menekan pihak lainnya. Satu pihak yang terlalu keras
dengan sebuah pendiriannya dapat mengakibatkan suatu proses
negosiasi ini menjadi tidak produktif. Hal tersebut juga sering
terjadi manakala dua pihak bernegosiasi untuk dapat
menyelesaikan sengketa.
2) Proses dalam negosiasi lambat dan memakan waktu yang lama.
Hal ini juga dikarenakan permasalahan antar negara yang timbul,
khususnya dalam suatu masalah yang berkaitan dengan ekonomi
Internasional. Selain itu, jarang sekali adanya berbagai
persyaratan penetapan batas waktu bagi para pihak untuk dapat
menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi.

15
2.2.5 Proses Dalam Negosiasi
a. Pihak-pihak yang mempunyai suatu program atau pihak pertama
melakukan penyampaian dengan memakai kalimat yang santun,
jelas, dan terinci.
b. Pihak dari mitra bicara untuk menyanggah mitra bicara dengan tetap
menghargai maksud pihak pertama.
c. Pemilik suatu kegiatan (program) mengemukakan argumentasi
dengan memakai kalimat yang santun dan meyakinkan pada mitra
bicara dengan disertai alasan yang logis.
d. Terjadi suatu pembahasan dan kesepakatan untuk terlaksananya
program negosiasi.
2.2.6 Hal Yang Harus Dilakukan Saat Bernegosiasi
a. Mengajak untuk dapat membuat kesepakatan.
b. Memberikan suatu alasan kenapa harus ada kesepakatan.
c. Membandingkan beberapa pilihan.
d. Memperjelas dan dapat menguji perbandingan yang dikemukakan.
e. Mengevaluasi suatu kekuatan dan komitmen bersama.
f. Menetapkan dan juga menegaskan kembali tujuan negosiasi.
2.2.7 Tahapan Negosiasi
a. Tahap Persiapan (Preparation Stage)
Sebelum bernegosiasi, perlu untuk dapat menentukan lokasi dan
waktu pertemuan dan siapa yang harus menghadiri pertemuan
negosiasi. Tahap ini juga memastikan bahwa semua fakta terkait
dengan situasi yang sudah diketahui dan untuk mengklarifikasi
posisi partai untuk dapat bernegosiasi.
b. Tahap Diskusi (Discussion Stage)
Pada tahap ini, setiap individu atau anggota dari masing-masing
pihak akan mengajukan sebuah kasus untuk suatu masalah mereka.
Keterampilan yang sudah dibutuhkan pada tahap ini ialah akan
mengajukan pertanyaan, mendengarkan dan mengklarifikasi.
c. Tahap Klarifikasi Tujuan (Clarifying Goals Stage)

16
Tujuan, kepentingan, dan perspektif dari kedua pihak yang berselisih
yang telah dibahas bersama perlu diklarifikasi sehingga
dimungkinkan untuk dapat membangun landasan bersama.
Klarifikasi ialah salah satu bagian penting dari proses negosiasi
sehingga tidak ada kesalahpahaman yang akan menyebabkan suatu
masalah dan hambatan untuk dapat mencapai hasil yang
menguntungkan kedua belah pihak.
d. Bernegosiasi Bertuju pada Hasil yang Memenangkan (Negotiate
Towards a Win-Win Outcome)
Tahap ini berfokus pada apa yang disebut juga sebagai hasil
“menang-menang” atau “win-win” di mana kedua belah pihak akan
merasa telah memperoleh sesuatu yang positif melalui suatu proses
negosiasi dan kedua belah pihak juga akan merasa bahwa sudut
pandang mereka telah dipertimbangkan.
Saran untuk sebuah strategi alternatif dan kompromi perlu
dipertimbangkan pada saat ini. Kompromi ini merupakan suatu
alternatif yang positif yang seringkali dapat mencapai suatu manfaat
lebih besar bagi semua pihak dibandingkan dengan berpegang pada
posisi semula.
e. Perjanjian (Agreement)
Kesepakatan dapat dicapai setelah pemahaman mengenai sudut
pandang dan kepentingan kedua belah pihak yang telah
dipertimbangkan.
f. Melaksanakan Tindakan dari Hasil Perjanjian
Dari perjanjian yang akan disepakati, tindakan harus diambil untuk
dapat mengimplementasikan keputusan perjanjian.
2.2.8 Negosiasi Dalam Pelayanan Kebidanan
Contoh Kasus Negosiasi :
Saya masih ingat betul pagi itu, saya mendatangi rumah Suwar
dan Mei dan mendapat sambutan yang ramah. Saya sampaikan kepada
mereka bahwa saya dari Rifka Annisa. Saya mendapat rekomendasi dari

17
pak dukuh Garang untuk mengajak Suwar dan Mei terlibat dalam serial
diskusi dua jam program pelibatan laki-laki dalam upaya penghapusan
kekerasan terhadap perempuan dan anak serta peningkatan kesehatan
ibu dan anak. Suwar menyanggupi ajakan tersebut tetapi Mei masih
ragu-ragu karena mereka bekerja di pabrik wig di Kuon Progo. Pada
pertemuan pertama, Suwar (30 tahun) bercerita, lima tahun lalu, dia
menikahi Mei yang berusia lebih tua dua tahun dan telah mempunyai
dua anak dari mantan suaminya. Mereka bertemu ketika sama-sama
menjadi karyawan di sebuah pabrik gamen di Yogyakarta. Ini menarik,
fenomena pekerja menikahi janda jarang terjadi karena akan muncul
gunjingan-gunjingan di masyarakat. Namun, selama saya berinteraksi
dengan pasangan tersebut, mereka asyik dengan hubungan tersebut dan
menikmati kemesraannya. Ini yang dinamakan jodoh, demikian yang
terlintas dalam benak saya. Dari pernikahan tersebut, Suwar dan Mei
dikaruniai satu anak laki-laki. Suwar aktih mengikuti diskusi kelas
ayah, sayangnya tidak demikian dengan Mei. Pada tahun 2019, dia
tidak dapat mengikuti kelas ibu karena jadwal diskusi terbentur dengan
jam kerjanya di pabrik. Sebaliknya, Suwar hanya satu pertemuan yang
tidak ia hadiri karena harus ada urusan. Pada sesi kesehatan ibu dan
anak saya mengundang Kartiyem, bidan praktik mandiri di Desa
Tawangsari, dan Thonothowi dari Rifka Annisa. Bidan katiyem
menjelaskan pentingnya suami memperhatikan kesehatan ibu dan anak,
termasuk pemilihan alat kontrasepsi. Pada kelas ayah tersebut
dijelaskan macam-macam alat kontrasepsi pria. Bidan Kartiyem
menekankan, jika ada istri yang mengalami keluhan gemuk dan/atau
mual saat memakai KB pil atau suntik, suami harus peka. Pada
pertemuan tersebut juga ditekankan, laki-laki dapat memakai KB
vasektomi (MOP) maupun kondom. Pada pertemuan-pertemuan
tersebut, saya melihat Suwar serius memperhatikan.
Saat ada pertemuan pasangan di Klinik Gading Medika yang
diselenggarakan oleh Rifka Annisa, mereka datang bersama sebagai

18
salah satu perwakilan Desa Tawangsari. Setelah mendapatkan materi
pengasuhan ayan dan konseling pasangan, pada penutupan acara, Suwar
menjabat tangan saya seraya berkata, “Terima kasih, Mas Rohim, Rifka
Annisa telah membuat saya menjadi lebih perhatian pada anak, lebih
mesra dengan istri”. Sambil memasuki bus untuk peserta, Mei juga
menyampaikan rasa terima kasihnya.
Semenjak acara tersebut, saya tertarik mengikuti lebih dalam
lagi perubahan pasangan Suwae-Mei. Menjelang akhir penutupan
diskusi tahun 2014. Saya menyempatkan diri datang ke rumah mereka.
Mei bercerita “ sehabis mendapatkan materi kesehatan ibu dan anak,
suami bilang, ia dapat informasi macam-macam KB pria seperti
vasektomi dan kondom. Menjelang tidur, suamiku tanya apakah saya
ada keluhan ikut KB pi. ‘Ya,’ jawab saya, ‘kok tumben mas nanya
itu?’. Kemudian saya ceritakan efek gemuk, kadang pusing. Suamiku
lalu menawarkan untuk memakai kondom dan saya iya-kan. Cerita yang
sama menguatkan tutur Mei. Pada sesi penutupan dan evaluasi kelas
ayah tahun 2014, Suwar mengatakan, “Semenjak ikut diskusi, saya
mulai mengomunikasikan pemakaian KB dengan istri. Kata istri saya,
efeknya gemuk dan mual. Jadi, saya coba pakai kondom.” Pada awal
2020, tepatnya Februari, Rifka Annisa mendokumentasikan
pengalaman mengorganisasi di komunitas. Saya mendapat pekerjaan
rumah mengetahui proses negosiasi pasangan. Suwar-Mei
mengkomunikasikan alat kontrasepsi. Saya pun berkunjung ke rumah
mereka. Kami bercakap-cakap mengenai kejadian pada tahun 2019
tersebut.
“Berapa lama memakai kondom?”
“Hanya bertahan sar bulan, Mas, waktu itu rasanya kok agak risih, jadi
nggak betah.”
“Sekarang memakai kontrasepsi apa?”

19
“Setelah tanya bidan Kartiyem, akhirnya pakai KB kalender. Memang
harus teliti tapi kami sama-sama senang, tidak ada yang terbeban,
misalnya sakit, gemuk dan lainnya.”
Mengenai perubahan setelah ikut diskusi, Suwar menuturkan,
“Dulu tidak pernah membahas masalah KB. Pokoknya kata bu bidan,
‘KB pil dan suntik,’ ya, dilakukan. Saya, ya, oke saja. Kalau sekarang
kan dibicarakan bersama. Melihat istri mengeluh mual atau kegemukan,
ya, tidak ada salahny saya yang pakai kondom, meskipun hanya
bertahan satu bulan.”
Dalam konteks pasangan ini, istri seksualitas menjadi menarik.
Karena menjadi persoalan bersama dan kontrasepsi bukan semata-mata
menjadi kewajiban istri. Penentuannya menjadi keputusan bersama.
Ketika istri mengeluh mual dan gemuk akibat KB pil, suami memahami
dan terlibat mengatasi persoalan tersebut. Negosiasi bermula dari
komunikasi suami dan istri yang menandai keterbukaan dan kepedulian
masing-masing. Pengetahuan yang didapatkan selama mengikuti serial
diskusi, mereka terapkan dalam kehidupan rumah tangga. Adanya ruang
bersama seperti ini yang kemudian menjadi peluan untuk membangun
ketahanan rumah tangga, dan keharmonisan serta kebahagiaan menjadi
tujuan hidup yang rujuk.
Komunikasi dua arah menjadi dasar keduanya menjalani
negosiasi dan menjadi kebutuhan dalam pembuatan keputusan bersama.
Saling melengkapi, tidak ada yang dirugikan, dan tidak saling
menyakiti menjadi kunci dalam upaya membangun pondasi keluarga
yang kukuh. Perubahan demikian menjadi peluang positif bagi pihak
terkait untuk mengajak para laki-laki terlibat di dalam keluarga
berencana. Keterlibatan laki-laki pada area tersebut tentu bermanfaat
dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak. Hal ini juga dapat dilihat
dari keberhasilan KB pria vasektomi di Kulon Progo yang mendapat
penghargaan dari presiden Jokowi pada tahun 2015. Di satu sisi,
meskipun akhirnya memilih KB kalender, mereka telah melakukan

20
komunikasi dan negosiasi yang dapat menjadi contoh bagi keluarga lain
yang ingin menumbuhkan kebersamaan di dalam semua aspek
kehidupan rumah tangga.

2.3 Membangun Kemitraan Dalam Komunitas


2.3.1 Pengertian Kemitraan
Kemitraan dalam masalah kesehatan ibu dan anak (KIA) adalah
kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok peduli
KIA atau organisasi-organisasi kemasyarakatan, media massa dan
swasta, dunia usaha untuk berperan aktif dalam upaya peningkatan KIA
di masyarakat. Kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara
individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi
untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu (Robert Davies).
Kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama antara bidan dengan
dukun dimana setiap kali ada pasien yang hendak bersalin, dukun akan
memanggil bidan. Pada saat pertolongan persalinan tersebut ada
pembagian antara bidan dengan dukun.
Untuk membangun sebuah kemitraan seperti yang telah dijelaskan
diatas, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan.
2. Saling mempercayai dan saling menghormati.
3. Tujuan yang jelas dan terukur.
4. Kesediaan untuk berkorban baik waktu, tenaga, maupun sumber
daya yang lain. Disamping itu perlu juga diterapkan prinsip-prinsip
kemitraan yaitu :
1. Persamaan atau equality.
2. Keterbukaan atau transparancy.
3. Saling menguntungkan atau mutual benefit.
2.3.2 Tujuan Kemitraan

21
Kemitraan bidan dan dukun bayi memiliki tujuan akhir untuk
menurunkan angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Bidan dan dukun
bayi yang selama ini seolah berada pada posisi berseberangan
disatukan. Mereka akhirnya menjadi mitra satu sama lain. Tujuan
kemitraan bidan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Tujuan umum
Menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan pola kemitraan
bidan dengan dukun bayi.
b. Tujuan khusus
1) Mengetahui cakupan kasus rujukan ibu hamil, ibu bersalin, ibu
nifas dan bayi oleh dukun bayi ke bidan dan sarana pelayanan
kesehatan yang lain.
2) Mengetahui kondisi dana bergulir yang telah dialokasikan
kedukun peserta kemitraan.
3) Mengetahui masalah yang dihadapi dalam kegiatan kemitraan dan
menyusun rencana tindak lanjut sebagai upaya pemecahan
masalah.
2.3.3 Bentuk Kemitraan Bidan
Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap dukun bayi atau
peraji menjadi tantangan tenaga kesehatan. Sebabnya, tidak mungkin
melarang seorang dukun bayi “berpraktik” menolong persalinan.
Karena itu, jalan keluar yang mungkin adalah merangkul dukun bayi
dalam suatu kemitraan bersama bidan desa.
Kemitraan adalah suatu bentuk kerja sama antara bidan dengan dukun
dimana setiap kali ada pasien yang hendak bersalin, dukun akan
memanggil bidan. Pada saat pertolongan persalinan tersebut ada
pembagian antara bidan dengan dukunnya. Sebenarnya, selain pada saat
persalinan ada juga pembagian peran yang dilakukan pada saat
kehamilan dan masa nifas, tetapi memang yang lebih banyak diutarakan
adalah kerjasama pada saat persalinan.

22
Peran bidan lebih ditekankan kepada persalinan dan masa nifas. Pada
saat persalinan sudah semestinya peran bidan porsinya lebih besar
dibandingkan dengan peran dukun. Selain menolong persalinan, bidan
pun dapat memberikan pertolongan kepada pasien yang
membutuhkannya atau dapat dengan segera merujuk ke rumah sakit jika
ada persalinan yang gawat atau sulit. Peran dukun hanya sebatas
membantu bidan seperti mengelus-elus tubuh pasien, memberikan
minum bila pasien membutuhkan dan yang terutama adalah pemberian
kekuatan batin kepada pasien. Kehadiran dukun bayi sangatlah penting
karena pasien beranggapan bahwa bila saat melahirkan ditunggui oleh
dukun, maka persalinan akan berjalan lancar.
Keberhasilan dari kegiatan kemitraan bidan dan dukun adalah dengan
ditandai adanya kesepakatan antara bidan dan dukun dimana dukun
akan selalu merujuk setiap ibu hamil dan bersalin yang datang, serta
akan membantu bidan merawat ibu dan bayi setelah bersalin. Sementara
bidan sepakat untuk memberikan sebagian penghasilan dari menolong
persalinan yang dirujuk oleh dukun yang merujuk dengan besaran yang
bervariasi. Usaha-usaha peningkatan pelayanan kesehatan seperti yang
tercermin dalam program dukun terlatih bukan bertujuan untuk
menghilangkan peranan yang dimainkan oleh sistem perawatan
kesehatan yang lama dan menggantinya dengan sistem perawatan
kesehatan yang baru, tetapi agar kemitraan bidan dengan dukun dapat
berjalan dengan baik. Pendidikan yang diberikan dalam program dukun
latih itu justru terwujud sebagai pengakuan untuk menyelenggarakan
(enforcement) pelayanan kesehatan kepada lembaga dukun bayi,
khususnya penyelenggaraan proses pertolongan persalinan bagi
masyarakat yang tinggal di daerah-daerah dimana fasilitas pelayanan
kesehatan baru sangat terbatas.
Pendidikan/kursus dukun bayi juga dimaksud untuk pemberian
pengetahuan dengan harapan dapat menurunkan resiko persalinan
seperti tanda-tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas. Harapannya

23
agar dapat meningkatkan harapan hidup bayi dan ibunya. Namun perlu
diperhatikan, pengetahuan dan alih teknologi membutuhkan waktu yang
sebelum pengetahuan dan teknologi tersebut benar-benar jadi milik
masyarakat yang bersangkutan. Sebagaimana yang dikemukan oleh
Michael Winkelman, ada tiga faktor penghalang dalam pelaksanaan
atau penetapan program yang sudah ditentukan yang disebut The Three
Delays yaitu :
1. Rintangan budaya (Cultural Barrier)
Setiap kelompok masyarakat memiliki budaya yang berbeda. Ada
sebagian yang memilih untuk melahirkan dengan dukun karena
menurut kebudayaannya itu lebih dipandang berpengaruh
dibandingkan keberadaan bidan di dalam masyarakat tersebut.
2. Rintangan sosial (Sosial Barrier)
Rintangan sosial ini berhubungan dengan kehidupan sosial
masyarakat.
3. Rintangtan psikologis (Phychological Barrier)
Masyarakat lebih percaya dan nyaman dengan dukun karena
pendekatan yang dipakai dukun adalah menjalin interaksi.
Dibandingkan dengan bidan, dukun lebih peka terhadap ibu hamil,
karena dukun yang mencari ibu hamil akan tetapi kalau bidan, ibu
hamil yang mengunjunginya jadi secara psikologis ibu hamil lebih
nyaman dengan dukun.
Bentuk-bentuk program kemitraan yang dapat di lakukan pada
wanita. Untuk peningkatan keselamatan ibu diantaranya sebagai
berikut :
a. Kemitraan dengan ibu.
Partisipasif ini melibatkan kaum ibu mengenali dan menentukan
prioritas masalah kesehatan ibu, menyusun rencana pemecahan
masalah bersama pemerintah setempat dan melaksanakannya.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan adalah pendidikan dan
pelatihan kaum wanita dan pria tentang persalinan yang aman

24
dirumah serta keluarga berencana, mengembangkan persiapan
rujukan kerumah sakit dan mengembangkan materi informasi
tentang kesehatan reproduksi.
b. Kemitraan dengan masyarakat dan dukun bayi
Di jaman modern ini, masih ada masyarakat yang
mempercayakan pertolongan persalinannya dengan dukun bayi.
Oleh karena itu, pelatihan petugas dalam upaya keselamatan ibu
tidaklah lengkap tanpa penyuluhan dan motivasi terhadap
keluarga, masyarakat dan dukun bayi.
c. Kemitraan dengan bidan.
Perlu dilakukan dengan organisasi kebidanan (IBI) dalam
mendukung pelayanan kesehatan reproduksi. Melalui asosiasi ini
diharapkan para bidan mengikuti program pelatihan kesehatan
reproduksi yang mencakup penanganan kegawatan obstetri,
pencegahan infeksi dan keluarga berencana. Perhatian utama
organisasi ini adalah memaksimalkan kebijakan dan dukungan
teknis yang lestari dalam menjaga kualitas pelayanan kesehatan
ibu.
d. Kemitraan dengan penentu kebijakan.
Kemitraan antara lembaga pembangunan, penyandang dana, dan
pemerintah diperlukan dalam keberhasilan kegiatan keselamatan
ibu. Kemitraan ini telah dilaksanakan dibeberapa daerah
menunjukan kemitraan antara penyandang dana, pelayanan
kesehatan pemerintah dan tokoh masyarakat.
2.3.4 Strategi Meningkatkan Kemitraan Bidan
Kita sebagai mahasiswi kebidanan mempelajari kemitraan agar bidan
dapat bekerjasama dengan orang lain khususnya dukun agar dapat
menurunkan angka kematian ibu. Beberapa strategi yang dilakukan
adalah upaya dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu :
a. Peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan, melalui :

25
1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan antara lain berupa
penyediaan tenaga bidan di desa, kesinambungan keberadaan
bidan desa, penyediaan fasilitas pertolongan persalinan pada
polindes/pustu dan puskesmas, kemitraan bidan dan dukun bayi,
serta berbagai pelatihan bagi petugas.
2) Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan
sesuai standar, antara lain bidan desa di polindes, puskesmas
PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar), Rumah
Sakit PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Kualitas)
24 jam.
3) Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan
penanganan komplikasi keguguran, antara lain dalam bentuk KIE
(Komunikasi Informasi dan Edukasi) untuk mencegah terjadinya
4 terlalu, pelayanan KB berkualitas pasca persalinan dan pasca
keguguran, pelayanan asuhan pasca keguguran dan meningkatkan
partisipasi aktif pria.
4) Pemantapan kerjasama lintas program dan sektor, antara lain
dengan jalan menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi
profesi (IDI, POGI, IDAI, IBI, PPNI), Perinasia, PMI, LSM dan
berbagai swasta.
5) Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga, dan masyarakat,
antara lain dalam bentuk meningkatkan pengetahuan tentang
tanda bahaya, pencegahan terlambat 1 dan 2, serta menyediakan
buku KIA, kesiapan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi
persalinan dan kegawatdaruratan (dana, transportasi, donor
darah), jaga selama hamil, cegah 4 terlalu, penyediaan adan
pemanfaatan layanan kesehatan ibu dan bayi, partisipasi dalam
menjaga mutu pelayanan.
b. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program, melalui
peningkatan kemampuan pengelola agar mampu melaksanakan,
merencanakan, dan mengevaluasi kegiatan sesuai kondisi daerah.

26
c. Sosialisasi dan advokasi hasil informasi cakupan program dan data
informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai substansi
untuk sosialisasi dan advokasi. Kepada para penentu kebijakan agar
lebih berpihak kepada kepentingan ibu dan anak.
Melalui berbagai upaya antara peningkatan pelayanan
kesehatan, peningkatan kemampuan petugas serta melalui dukungan
dan kemitraan berbagai pihak akan sangat menentukan upaya
penurunan Angka Kematian Ibu (AKI).
2.3.5 Persyaratan Kemitraan
a. Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan:
Dalam membangun kemitraan, masing-maasing anggota atau mitra
harus merasa mempunyai perhatian dan kepentingan bersama. Tanpa
adanya perhatan dan kepentingan yang sama terhadap suatu masalah,
niscaya kemitraan dapat terjadi. Agar terjadi kemitraan dibidang
kesehatan, maka sektor kesehatan harus mampu menimbulkan
perhatian terhadap masalah kesehatan bagi sektor lain ini dapat
terwujud dngan upaya-upaya informasi dan advokasi kepada sektor-
sektor lain secara intensif.
b. Saling mempercayai dan saling menghormati.
Kepercayaan merupakan modal dasar bagi setiap relasi atau
hubungan antarmanusia. Apabila seseorang tidak mempercayai
orang lain, sudah pasti tidak akan terjadi hubungan yang baik
diantara mereka. Demekian pula kemitraan akan terjadi apabila
diantara mitra tersebut terjadi saling mempercayai dan saling
menghormati. Oleh sebab itu, dalam membangun kemitraan dibidang
kseehatan, sektor kesehatan hendaknya mengembang-kan
kepercayaan bagi para anggota atau mitra tersebut.
c. Harus saling menyadari pentingnya arti kemitraan.
Menumbuhkan kesadaran pentingnya arti kemitraan bagi para mitra
dibidang kesehatan dapat dilakukan baik mealui informasi informasi
maupun advokasi kepada para mitra atau calon mitra.

27
d. Harus saling kesepakatan visi, misi, tujuan, dan nilai yang sama.
Dalam membangun kemitraan di bidang kesehatan, maka
masingmasing anggota, atau mitra harus mempunyai visi, misi,
tujuan, dan nilainilai yang sama tentang kesehatan. Dengan adanya
visi dan misi yang sama maka akan memudahkan timbulnya
komitmen bersama untk menangggulangi suatu masa-lah bersama.
e. Harus berpijak pada landasan yang sama.
Prinsip lain yang perlu dibangun dalam kemitraan bidang kesehatan
adalah bahwa kesehatan merupakan aspek yang paling utama dalam
kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sektor kesehatan harus mampu
meyakinkan kepada sektor yang lain atau mitra akan ungkapan yang
mengatakan health is not everything, but without health everything is
nothing. Hal ini berarti, sektor kesehatan harus mampu meyakinkan
mitra yang lain bahwa meskipun kesehatan bukan segala-galanya,
namun tanpa kesehatan semuanya tidak ada artinya. Apabila semua
mitra telah mempunyai pemahaman seperti ini, maka kemitraan di
bidang kesehatan sudah berada dalam landasan yang sama.
f. Kesedian untuk berkorban.
Dalam membangun kemitraan untuk mencapai tujuan bersam sudah
pasti memerlukan sumberdaya baik tenaga, dan, dan saran. Sumber
daya ini dapat berasal dari masing-masing mitra, tetapi juga dapat
diupayakan bersama. Dengan demikian jelas bahwa untuk mencapai
tujuan bersama, diperlukan pengorbanan dari masing-masing
anggota atau mitra. Pengorbanan ini dapat dalam bentuk tenaga,
pikiran, dana atau biaya materi, ataupun sekurang-kurangnya waktu.
Pengoranan ini harus dipahami dan di maklumi oleh semua anggota
yang terjalin dalam kemitraan tersebut.
2.3.6 Landasan Kemitraan
Dalam membangun kemitraan dengan mitra-mitra atau calon-calon
mitra kesehatan perlu dilandasi dengan “tujuh (7) saling” , yakni:

28
a. Saling memahami kedudukan, tugas, dan fungsi masing-masing
(struktur)
Kemitraan sebagai suatu organisasi jejaring kerja sudah barang tentu
masing-masing anggota mempunyai peran dan fungsi yang berbeda.
Hal tersebut harus dipahami oleh semua anggota, agar jangan sampai
timbul kesan anggota yang satu di bawah yang lain, atau anggota
yang satu di perintah oleh anggota yang lain dan sebagainya.
b. Saling memahami kemampuan masing-masing anggota (capacity)
Perlu disadari bahwa kemampuan masing-masing anggota/mitra itu
berbeda, meskipun dalam kesetaraan oleh sebab itu, apabila dalam
rangka kemitraan tersebut diperlukan kontribusi dari masing-masing
anggota, maka kontribusi tersebut akan menimbulkan perbedaan
kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini wajar karena prinsip
kemitraan adalah “mengambil bagian” dalam setiap upaya mencapai
tujuan bersama, sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota.
c. Saling menghubungi (linkage)
Terhenti atau tidak berjalannya suatu organisasi apapun sering
terjadi karena tersumbatnya saluran komunikasi diantara anggota
organisasi tersebut. Demikian pula dalam kemitraan, diprlukan
kemunikasi yang efektif diantara anggota atau mitr tersebut. Salah
satu saluran komunikasi atau terjadinya “saling menghubungi”
diantara mitra adalah dengan adanya pertemuan atau rapat rutin
kemitraan.
d. Saling mendekati (proximity)
Dalam kekeluargaan atau pertemanan (friendship) kedekatan antar
anggota keluarga atau antar teman adalah mutlak diperlkan. Dalam
kedekatan suatu dengan yang lainnya, akan terjadi saling memahami,
atau saling mengenal satu dengan yang lain, baik kelemahan,
maupun kekuatan anggota masing-masing. Demikian pula dalam
kemitraan, maka kedekatan diantara anggota atau mitra adalah salah

29
satu persyaratan untuk memahami masing-masing anggota. Oleh
sebab itu, masingmasing anggota harus berupaya saling mendekati.
e. Saling terbuka dan bersedia membantu (openes)
Seperti telah disebutkan diatas, bahwa dalam kemitraan selalu ada
peranan dan fungsi masing-masing anggota/mitra. Dalam rangka
mencapai tujuan atau program bersama, sudah barang tentu peran
dan fungsi masing-masing anggota terkait dan diketahui satu sama
lain. Oleh sebab itu akan selalu terjadi mekanisme saling terbuka dan
membantu untuk terwujudnya tujuan atau cita-cita bersama.
f. Saling mendorong dan saling mendukung (synergy)
Seperti halnya dalam organisasi, sering terjadi anggota yang kurang
bersemangat, tetapi sebaliknya ada yang sangat aktif dan
bersemangat. Demikian pula dalam kemitraan apapun, sifat masing-
masing anggota seperti itu juga muncul. Apabila terjadi gejala
seperti ini, maka setiap anggota atau mitra harus saling mendorong
dan saling mendukung, bagi yang memerlukan dukungan dan bagi
yang memerlukan dorongan demi tercapai tujuan bersama.
g. Saling menghargai (reward)
Persahabatan yang sejati adalah apabila terjadi saling
hargamenghargai diantara mereka. Dalam suatu kemitraan hal ini
juga harus terjadi. Seberapa kecil apapun peran dan kontribusi
anggota suatu kemitraan perlu dihargai oleh anggota/mitra yang lain.
Oleh sebab itu, peran anggota atau mitra suatu kemitraan harus
saling menghargai.
2.3.7 Prinsip-prinsip Kemitraan
Kemitraan adalah salah satu bentuk kerjasama yang kongkrit dan
solid. Oleh sebab itu, dalam membangun sebuah kemitraan ada 3
prinsip kunci yang perlu dipahami oleh masing-masing anggota atau
mitra tersebut, yakni:
a. Kesetaraan (equity) individu, organisasi/institusi yang telah bersedia
menjalin kemitraan harus merasa “duduk sama rendah dan berdiri

30
sama tinggi” dengan yang lain. Bagaimana besarnya suatu
institusi/organisasi, dan bagaimana kecilnya institusi/orgaisasi,
apabila sudah bersedia untuk menjalin kemitraan harus merasa setara
atau sama tingkatnya. Oleh sebab itu, didalam forum kemitraan asas
demokrasi harus dijunjung, tidak boleh satu anggota memaksakan
kehendak kepada yang lain karena merasa lebih tinggi, dan tidak ada
dominasi terhadap yang lain. Dalam mengambil keputusan dalam
rangka mencapai tujuan bersama, masingmasing anggota/mitra
mempunyai hak dan suara yang sama.
b. Keterbukaan (transparency)
Keterbukaan dalam arti : apa yang menjaadi kekuatan atau lebih dan
apa yang menjadi kekurangan/kelemahan masing-masing anggota
harus diketahui anggota yang lain. Dengan saling keterbukaan ini,
akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu anggota
(mitra). Hal ini bukan berarti untuk menentukan besarnya kontribusi
masing masing mitra, tetapi untuk lebih memahami kekuatan dan
kelemahan masing-masing mitra. Seandainya ada mitra yang akan
berkontribusi yang lebih besar atau kecil dalam rangka mencapai
tujuan bersama, akan saling memahaminya.
c. Saling menguntungkan (mutual benefit)
Menguntungkan disini bukan selalu diartikan dalam materi/uang,
tetap lebih kepada non materi. Ibarat mengangkat beban 50kg,
diangkat secara bersama-sama 4 orang jelas lebih ringan apabila
dibandinkan apabila diangkat seorang.
2.3.8 Indikator-indikator Keberhasilan Kemitraan Bidang Kesehatan
a. Input
Input sebuah kemitraan adalah semua sumber daya yang dimiliki
oleh masing-masing unsur yang terjalin dalam kemitraan, terutama
sumber daya manusia, dan sumber daya yang lain seperti : dana,
sistem informasi, teknologi, dan sebagainya. Disamping itu, jumlh

31
atau banyaknya “mitra” yang terlibat dalam jaringan kemitraan juga
merupakan input.
b. Proses
Proses dalam kemitraan pada hakikatnya adalah kegiatan-kegiatan
untuk membangun kemitraan tersebu. Kegiatan-kegiatan untuk
membangun kemitraan antara lain melalui: pertemuan-pertemuan,
seminar, lokakarya, pelatihan-pelatihan, semiloka, dan sebagianya.
c. Output
Adalah terbentuknya jaringan kerja atau networking, aliansi, forum,
dan sebagainya yang terdiri dari berbagai unsur seperti telah di
sebutkan di atas, dan tersusunya program dan pelaksanaanya berupa
kegiatan bersama dalam rangka pemecahan masalah kesehtan. Di
samping itu juga tersusunnya uraian tugas dan fungsi untuk masing-
masing anggota (mitra) juga merupakan output kemitraan tersebut.
d. Outcome
Adalah dampak dari pada kemitraan terhadap peninggkatan
kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, outcome kemitraan dapat
diihat dari indikator-indikator derajat kesehatan masyarakat, yang
sebenarnya merupakan akumulasi dampak dari upaya-upaya lain di
samping kemitraan. Dengan demikan outcome kemitraan adalah
menurunnya angka atau indkator kesehatan (negatif) , misalnya
menurunnya angka kesakitan dan atau angka kematian. Atau
meningkatnya indikator kesehatan (positif) , misalnya: meningkatnya
status gizi anak balita, meningkatnya kepemilikan jamban keluarga,
meningkatnya persentase penduduk yang terakses air bersih, dan
sebagainya.
2.3.9 10 Sasaran Kemitraan
Sasaran utama kemitraan yaitu :
a. Masyarakat
b. Kader, lintas sektor
c. Institusi pendidikan

32
d. Instansi pemerintah
e. Organisasi kemasyarakatan
f. Kelompok peduli masyarakat
g. Dunia usaha
h. Lembaga swadaya masyarakat
i. Donatur
j. Pemuka atau tokoh masyarakat
k. Organisasi profesi
l. Pengelola media massa

33
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan terhadap orang lain
yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program
atau kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu yang menjadi sasaran
advokasi adalah para pemimpin atau pengambil kebijakan( policy makers)
atau pembuat keputusan(decision makers) baik di institusi pemerintah
maupun swasta. Advocacy adalah kegiatan memberikan bantuan kepada
masyarakat dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan penentu
kebijakan ( Policy makers ) dalam bidang kesehatan maupun sektor lain
diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat.
Negosiasi merupakan suatu bentuk interaksi sosial antara beberapa
pihak yang bertujuan untuk dapat mencapai kesepakatan bersama yang
dapat dianggap menguntungkan pihak-pihak yang bernegosiasi.
Kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas
atau tujuan tertentu

34
DAFTAR PUSTAKA

Khumairah, Putri Vivi, Rina Angraeni, Darliana Darwis. 2022. Advokasi


Kesehatan. Jurnal Kesehatan USIMAR. (1). 1-13.
Rahmawati, Sylvina dkk.2022. Pelayanan Asuhan Komunitas Dalam Praktik
Kebidanan. Malang: Penerbit Rena Cipta Mandiri.
Syalfina, A. D., Mail, E., & Anggreni, D. (2017). Buku Ajar Kesehatan
Masyarakat Untuk Kebidanan. E-Book Penerbit Stikes Majapahit.
Hidayat, Hilda. 2018. “Analisis Pelaksanaan Promosi Kesehatan melalui
Advokasiterhadap Kunjungan Ibu Balita ke Posyandu di Wilayah Kerja
Puskesmas Nanggalo tahun 2017.”

35
36

Anda mungkin juga menyukai