Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KONSEP KEBIDANAN

SISTEM PENGHARGAAN BAGI BIDAN

Disusun oleh :

AIDHA ARBIA

DEVI RIANSYAH FITRI SIREGAR

DWI AUDINA SALSABILA

MEY ALVIRANI BR PERANGIN-ANGIN

NUR ANJELY PASARIBU

R.NADILLAH SAFUTRI Ns

SITI FADLILAH ALIFIAH

ZAKIYAH FADILLAH NASUTION

KELOMPOK 5

D3 KEBIDAN MEDAN KELAS 1B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN

TAHUN AJARAN 2021/202


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih. Puji syukur kami ucapkanatas kehadiran
Allah SWT , yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami tentang “Sistem Penghargaan Bagi Bidan ."

Penyusunan makalah ini semaksimal kami upayakan dan didukung dengan bantuan berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih kepada POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN, dan ibu Arihta Sembiring,
SST,M.Kes serta semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah kami
ini.

Namun tidak lepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan
baik dari segi penyusunan, bahasa, dan aspek lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada kami
membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yg ingin memberi saran maupun kritikan demi
memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penyusun sangat menghrapkan semoga dari makalah ini dapat diambil manfaatnya
dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan
lain.

Medan,20 Oktober 2021

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................1

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................4

1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................................................4


1.2 RUMUSAN MSALAH...................................................................................................5
1.3 TUJUAN.........................................................................................................................5
1.4 MANFAAT.....................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................6

2.1 HAK BIDAN..................................................................................................................7

2.2 WEWENANG BIDAN...................................................................................................7

2.3 PENGHARGAAN BAGI MAHASISWA BIDAN........................................................8


2.4 CONTOH KASUS REWARD BIDAN..........................................................................8

2.5 SANKSI.........................................................................................................................11

2.6 KODE ETIK BIDAN....................................................................................................13

2.7 CONTOH KASUS SANKSI BIDAN...........................................................................17

2.8 JABATAN FUNGSIONAL BIDAN............................................................................20

BAB III PENUTUP...................................................................................................................21

3.1 KESIMPULAN...............................................................................................................21

3.2 SARAN...........................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................22

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bidan sebagai tenaga kesehatan memiliki peran yang sangat sentral dalam pelayanan kesehatan
dasar. Untuk menanggulangi tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi, sekolah
kebidanan secara khusus didirikan pemerintah Hindia Belanda. Setelah kemerdekaan, pemerintah
Indonesia melalui Departemen Kesehatan dan BKKBN terns mendorong pertumbuhan jumlah
bidan. Menurut Profil Kedudukan dan Peranan Wanita 1995 balk di kota maupun di desa,
perempuan lebih memilih bidan dalam memeriksakan kesehatan dan kehamilan mereka dari pada
tenaga kesehatan iainnya. Habsjah dan Aviatri (dalam Oey-Gardiner 1996:393) mengungkapkan
bahwa sejak tahun 1952 bidan sudah dikerahkan untuk mengelola. Balai Kesehtan Ibu dan Anak.
Ketika pada tahun 1968 puskesmas pertama kali diperkenalkan di Indonesia, Depkes
mengeluarkan peraturan bahwa tenaga puskesmas harus terdiri atas tenaga dokter, bidan, mantri,
dan perawat. Tetapi berbagai studi membuktikan bahwa banyak puskesmas yang hanya memiliki
bidan atau mantri sebagai satu-satunya tenaga kesehatan yang setiap saat dapat dikunjungi oleh
masyarakat. Bidan di Indonesia adalah ujung tombak pelayanan kesehatan dasar.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa dalam melaksanakan tugas di desa yang sulit
dijangkau, tugas bidan dirasakan terlalu banyak. Bidan tidak saja bertugas melayani ibu hamil dan
balita, mereka juga melayani pertolongan kesehatan secara umum seperti menolong prang sakit,
kecelakaan lalu lintas sampai menindik dan menyunat bayi yang Baru lahir. Selain menangani
aspek klinis medis kebidanan dan umum, mereka juga menangani aspek administrasi dan
manajerial. Tugas administrasi yang dituntut oleh puskesmas sering mengakibatkan tugas pokok
menjadi terlantar.Puskesmas selalu meminta data diri yang sulit diperoleh. Membina hubungan
dengan dukun bayi dan anggota masyarakat merupakan aspek sosial yang harus diperhatikan oleh
seorang bidan. Dalam banyak hal bidan merasakan bekal dan kemampuannya amat terbatas untuk
dapat menangani semua harapan masyarakat. Pendidikan lanjut baik berupa kursus singkat
maupun seminar sangat mereka harapkan untuk dapat memperoleh bekal dalam menjalankan
profesi mereka.
Hal tersebut mendorong penulis ini untuk mengetahui dan memahami lebih mendalam
bagaimana peran dan penghargaan yang diperoleh bidan dalam menjalankan tugas mereka sebagai
tenaga kesehatan baik di puskesmas maupun di praktek sore mereka di rumah.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :

• Apa saja reward dan sanksi dalam profesi bidan?


• Pengertian reward da sanksi bidan
• Contoh kasus reward bidan
• Contoh kasus sanksi bidan

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
Untuk mengetahui apa saja reward dan sanksi dalam profesi bidan.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah :

• Manfaat khusus
Setelah mengetahui reward dan sanksi dalam profesi bidan, mahasiswa memiliki acuan dalam
melakukan segala tindakan dalam pelayanan kebidanan.

• Manfaat umum
Dengan adanya makalah ini semoga bidan – bidan mengetahui apa saja reward dan sanksi
dalam profesi bidan.
BAB II
PEMBAHASAN
Penghargaan adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi tertentu yang diberikan baik
oleh perorangan ataupun suatu lembaga. Bidan sebagai suatu profesi tenaga kesehatan harus bisa
mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat. Karena inilah bidan memang sudah seharusnya
mendapat penghargaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Penghargaan yang diberikan
kepada bidan tidak hanya berupa imbalan jasa tetapi juga dalam bentuk pengakuan profesi dan
pemberian kewenangan atau hak untuk menjalankan praktik sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki. Dengan adanya penghargaan seperti yang disebutkan diatas, akan mendorong bidan untuk
meningkatkan kinerja mereka sebagai tenaga kesehatan untuk masyarakat. Mereka juga akan lebih
giat untuk mengasah dan mengembangkan kemampuan dan potensi mereka sesuai dengan
peraturan yang berlaku yaitu standar profesi bidan.
Menurut Gibson (1987) ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang termasuk
bidan,antara lain:
a.Faktor individu : kemampuan,keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman, tingkat sosial,
dan demografi seseorang.
b. Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja.
c. Faktor organisasi : struktur organisasi,besar pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan.
Tujuan dari adanya sistem penghargaan antara lain :
a. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun dalam kelompok setinggi-
tingginya.
b. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui
prestasi pribadi.
c Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan
sehingga terbuka jalur komunitas dua arah antara pimpinan dan staf.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3, hak adalah kewenangan untuk berbuat
sesuatu yang telah ditentukan oleh undang-undang atau aturan tertentu. Sebagai suatu profesi,
bidan memiliki organisasi profesi yaitu Ikatan Bidan Indonesia atau disingkat IBI yang mengatur
hak dan kewajiban serta penghargaan dan sanksi bagi bidan. Setiap bidan yang telah
menyelesaikan pendidikan kebidanan berhak dan wajib menjadi anggota IBI.
2.1 Hak Bidan
Adapun hak bidan yang harus kita ketahui,yaitu :
a. Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
profesinya.
b. Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang pelayanan
kesehatan.
c. Bidan berhak menolak keinginan pasien atau klien dan keluarga yang bertentangan dengan
peraturan perundangan, dan kode etik profesi.
d. Bidan berhak atas privasi atau kedirian dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik
oleh pasien,keluarga ataupun profesi lain.
e. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun
pelatihan.
f. Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang
sesuai.
g. Bidan berhak mendapatkan kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.

2.2 Wewenang Bidan :


Adapun wewenang bidan yang harus kita ketahui,yaitu :
a. Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan untuk mendekatkan pelayanan
kegawatandaruratan obstetrik dan neonatal.
b. Bidan harus melaksanakan tugas kewenagan sesuai standar profesi, memiliki kemampuan dan
ketrampilan sebagai bidan, mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku di wilayahnya dan
bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan dengan mengutamakan keselamatan ibu dan
bayi.
c. Pelayanan kebidanan kepada wanita oleh bidan meliputi pelayanan pada masa pranikah
termasuk remaja putri, prahamil, kehamilan, persalinan, nifas, menyusui, dan masa antara
kehamilan. Dan masih banyak lagi.
Dalam lingkup IBI, setiap anggota memiliki beberapa hak tertentu sesuai dengan kedudukannya,
yaitu:
Anggota Biasa
a.Berhak mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh organisasi.
b.Berhak mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.
c.Berhak memilih dan dipilih.
Anggota Luar Bisaa
a.Dapat mengikuti kegiatan yang dilakukan organisasi.
b.Dapat mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi.
Anggota Kehormatan
Dapat mengemukakan pendapat,saran,dan usul untuk kepentingan organisasi.

2.3 Penghargaan Bagi Mahasiswa Bidan


Bagi mahasisiwa DIII kebidanan yang berprestasi akan mendapatkan penghargaan berupa
beasiswa dari Dinas Kesehatan Kabupaten dan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta
(KOPERTIS) setiap 4 bulan sekali selama 3 tahun pendidikan kebidanan. Penghargaan juga
diberikan kepada bidan yang berprestasi (bidan teladan). Selain itu, bidan juga dapat diberi
beasiswa. Bidan sebagai petugas kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang
berhubungan dengan hukum. Masalah dapat diselesaikan dengan hukum , tetapi belum tentu dapat
diselesaikan berdasarkan prinsip dan nilai etik.
2.4 Contoh Kasus reward Bidan
1. Seorang bidan mendapat penghargaan saat menolong persalinan disuatu bus lintas sumatera.
Saat itu tepatnya bus ALS yang membawa beberapa penumpang dari Lampung menuju Medan
tengah melewati suatu tol yang sedikit jauh dari perkotaan di sekitar daerah Palembang. Entah
mengapa seorang ibu yang memiliki usia kehamilan yang sudah tua harus melakukan perjalanan
jauh. Tepat pukul 03.00 dini hari sang ibu mengalami tanda tanda akan melahirkan, sebelumnya
sama sekali sang ibu tidak merasakan tanda apapun.

Kebetulan ada seorang bidan dalam bus tersebut yang menaiki bus dari Lampung menuju Pekan
Baru, dengan alat seadanya bidan meminta bus berhenti, dan melakukan pertolongan persalinan,
kemudian sang ibu diberhentikan di suatu puskesmas desa dekat tol.
Bidan tersebut diberi penghargaan oleh berupa sertifikat dan tali asih yang diberikan langsung di
tempat bidan tersebut bekerja
2. Bidan yang bertugas di pelosok negeri di tiga provinsi yang berbeda dinilai inspiratif dalam hal
peningkatan kesehatan ibu dan anak di daerahnya, sehingga berhasil meraih Srikandi Award 2012.

Srikandi Award merupakan penghargaan yang diberikan kepada bidan-bidan inspiratif hasil kerja
sama produsen nutrisi Sarihusada dengan Ikatan Bidan Indonesi (IBI). Para pemenang dalam
kategori, yaitu Kategori Inisiatif Pemberdayaan Ekonomi dan Pangan yang dimenangkan oleh
Bidan Sunarti dari Desa Kokap, Kulonprogo, D.I Yogyakarta. Kategori Inisiatif Peningkatan
Kesehatan Anak dimenangkan oleh Bidan Rahmi dari Muna, Sulawesi Tenggara, sedangkan untuk
kategori Inisiatif Peningkatan Kesehatan Ibu dimenangkan oleh Bidan Siti Kholifah dari Pacitan,
Jawa Timur.
Berdasarkan data yang kami peroleh bahwa 60 persen bayi diselamatkan oleh bidan. Bidan Rahmi
yang berhasil meraih predikat pemenang kategori Inisiatif Peningkatan Kesehatan Anak karena
perjuangannya melawan budaya kurang tepat di daerahnya. Masyarakat Muna, Sulsel memiliki
budaya untuk selalu memberi makan bayi, meski ia baru lahir sekalipun, karena tangisan bayi
dinilai sebagai indikator lapar. Menurut dia, profesi bidan selama ini tanpa disadari menjadi sosok
yang berada di garda terdepan upaya pertolongan persalinan sekaligus dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
3. Seorang Bupati memberi penghargaan kepada Bidan Jainem atas pengabdiannya selama 26
tahun di daerah terpencil, Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran. Penghargaan tersebut
diserahkan Bupati Anas dalam upacara peringatan Hari Kesadaran Nasional (HKN) yang dirangkai
peringatan Hari Ulang Tahun Ikatan Bidan Indonesia ke-62

Untuk bisa mencapai tempat kerjanya, yang meliputi tiga tempat, Perkebunan Sumberjambe,
Perkebunan Sukamade, Desa Rajegwesi dan Dukuh Kandangan, kenang Jainem, dia harus
membeli sepeda onthel dari gaji pertamanya yang hanya Rp 49 ribu.
Cerita lainnya dari Jainem, dia pernah kesulitan meyakinkan masyarakat akan pentingnya derajat
kesehatan, yang meliputi kesehatan keluarga, persalinan dan imunisasi. Sampai-sampai nyawa
saya hampir melayang usai memberi imunasi. Karena anak yang diimunisasinya panas, orang
tuanya melabraknya.
Kesulitan yang dialami Jainem selama hampir tiga tahun. Namun berkat kegigihan dan
kesabarannya dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat di sana yang dibantu tokoh masyarakat,
aparat keamanan, dan para petugas Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) akhirnya
Jainem berhasil. Bahkan, saat ini masyarakat telah terbiasa berhubungan langsung dengan bidan
kalau mau melahirkan.
Atas pengabdiannya tersebut, tepat di ulang tahun IBI, Bupati Anas memberikan apresiasi yang
tinggi atas prestasi Bidan alumni Stikes Probolinggo ini.
4. Ewalde S. Meo, Amd.Keb seorang Bidan berstatus PNS yang bertugas di Puskesmas Maunori
Kecamatan Koe Tengah Kabupaten Nagekeo.

Tahun 2019 Bidan yang akrab disapa Walde ini terpilih menjadi salah satu orang Bidan teladan
tingkat Provinsi NTT dan mendapatkan penghargaan di Kupang saat 17 Agustus minggu lalu.
Walde mengaku sangat beryukur karena sudah mendapatkan penghargaan menjadi salah satu
bidan teladan tingkat provinsi NTT.
Bidan kelahiran Soa Bajawa,12 Juli 1973 ini menuturkan kisah tentang dirinya hingga terpilih
menjadi bidan teladan.
Alumnus SDK Soa dan SMPK Regina Pacis Bajawa ini, mengatakan, bahwa berawal dari masalah
kematian ibu dan bayi yang masih tinggi diwilayah Keo Tengah
5. Dua bidan penolong penumpang kereta api Probowangi jurusan Banyuwangi-Surabaya yang
melahirkan bayi di dalam gerbong mendapat penghargaan dari PT KAI. Penyerahan penghargaan
ini dilakukan di Stasiun Banyuwangi Baru saat peringatan ke 71 HUT PT KAI, Minggu
(25/9/2016).

Kedua bidan ini juga penumpang kereta Probowangi. Mereka membantu proses melahirkan bayi
di kereta itu.
Oleh karena itu kita beri penghargaan. Menurutnya, sangat sulit membantu persalinan di dalam
kereta api. Apalagi kereta api bukanlah klinik ataupun rumah sakit. Dengan keterbatasan alat dan
tempat, dua bidan ini mampu menyelamatkan bayi dan sang ibu pula dalam persalinan diatas kereta
api. Menurutnya apa yang dilakukan di kereta Probowangi itu murni tanggung jawab dan
memenuhi sumpah sebagai bidan.
Persalinan tersebut berlangsung singkat. Setelah lahir, bayi beserta keluarganya diberhentikan di
Stasiun Kalisat, Jember. Kemudian langsung dilarikan di Puskesmas
6. Djuwita Moeloek memberikan penghargaan kepada 258 tenaga kesehatan teladan 2017 di
Jakarta, Tenaga kesehatan ini mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat karena prestasi,
dedikasi dan inovasi mereka dalam melaksanakan tugas memberi pelayanan kesehatan yang
terbaik kepada masyarakat. Sebanyak 258 tenaga kesehatan penerima penghargaan tersebut terdiri
dari dokter, perawat, bidan, tenaga gizi, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan,
kefarmasian, dan ahli teknologi laboratorium medik.

Diantaranya ada 31 bidan dari setiap provinsi di Indonesia mendapat apresiasi dan rasa terima
kasih dari Pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan, atas inovasi, pengabdian, dan dedikasi
yang tinggi dalam pelayanan kesehatan di masyarakat. Menkes mengatakan, Indonesia berbentuk
kepulauan sangat luas dengan daerah terpencil, perbatasan, kepulauan terluar, dan daerah geografis
yang sulit menjadi tantangan tersendiri. Di tambah lagi beberapa persoalan kesehatan yang belum
berhasil dituntaskan dan kasusnya tinggi, seperti angka kematian ibu dan bayi, prevalensi gizi
kurang dan stunting (kurang gizi kronis), beberapa jenis penyakit menular dan penyakit tidak
menular. Karena itu, kepada tenaga kesehatan teladan Menkes mengimbau agar meninggalkan cara
menjaga kesehatan yang bersifat pengobatan (kuratif), tapi lebih kepada pencegahan (preventif),
dan promosi (promotif). Dengan demikian diharapkan kesadaran masyarakat untuk menjaga diri,
menjaga keluarga, dan menjaga lingkungan sekitar agar terhindar dari penyakit bisa meningkat.
Hal ini mendapat apresiasi juga oleh Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia, Dr. Emi Nurjasmi,
M.Kes, saat acara Pengarahan dan Diskusi bersama Organisasi Profesi. Sesi dialog mengenai
pendidikan dan pelayanan kebidanan di tempat pengabdian masing-masing dari berbagai wilayah
berjalan dengan hangat dan antusias tinggi.
2.5 Sanksi
Tidak hanya memberikan penghargaan bagi bidan yang mampu melaksanakan prakteknya sesuai
kode etik dan standar profesi bidan, Setiap penyimpangan baik itu disengaja atau tidak, akan tetap
di audit oleh dewan audit khusus yang telah dibentuk oleh organisasi bidan atau dinas kesehatan
di kabupaten tersebut. Dan bila terbukti melakukan pelanggaran atau penyimpangan maka bidan
tersebut akan mendapat sanksi yang tegas, supaya bidan tetap bekerja sesuai kewenangannya.
Sanksi adalah imbalan negatif, imbalan yang berupa pembebanan atau penderitaan yang
ditentukan oleh hukum aturan yang berlaku. Sanksi berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik
dan hak/kewajiban bidan yang telah diatur oleh organisasi profesi. Bagi bidan yang melaksanakan
pelayanan kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka akan diberikan sanksi
sesuai dengan Permenkes RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan
praktik bidan. Dalam organisasi profesi kebidanan terdapat Majelis Pertimbangan Etika Bidan
(MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) yang memilik tugas :
a. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan pengurus pusat.
b. Melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala
c. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat.
d.Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan, tugas dan tanggung jawabnya ditentukan pengurus.
MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan berkoordinasi dengan
pengurus inti dalam organogram IBI tingkat nasional.
MPEB secara internal memberikan saran, pendapat, dan buah pikiran tentang masalah pelik yang
sedang dihadapi, khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan
anggota.
MPEB dan MPA, bertugas mengkaji, menangani dan mendampingi anggota yang mengalami
permasalahan dan praktik kebidanan serta masalah hukum. Kepengurusan MPEB dan MPA terdiri
dari ketua, sekertaris, bendahara, dan anggota. MPA tingkat pusat melaporkan
pertanggungjawabannya kepada pengurus pusat IBI dan pada kongres nasional IBI. MPA tingkat
provinsi melaporkan pertanggungjawabannya kepada IBI tingkat provinsi (pengurus daerah).
Tugas dan wewenang MPA dan MPEB adalah memberikan bimbingan dan pembinaan serta
pengawasan etik profesi, meneliti dan menentukan adanya kesalahan atau kelalaian bidan dalam
memberikan pelayanan. Etika profesi adalah norma-norma yang berlaku bagi bidan dalam
memberikan pelayanan profesi seperti yang tercantum dalam kode etik bidan.
Anggota MPEB dan MPA, adalah:
a.Mantan pengurus IBI yang potensial.
b. Anggota yang memiliki perhatian tinggi untuk mengkaji berbagai aspek dan perubahan serta
pelaksanaan kode etik bidan, pembelaan anggota, dan hal yang menyangkut hak serta perlindungan
anggota.
c. Anggota yang berminat dibidang hukum.
Keberadaan MPEB bertujuan untuk:
a. Meningkatkan citra IBI dalam meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan bidan.
b. Membentuk lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya pelanggaran terhadap Kode Etik
Bidan Indonesia.
c. Meningkatkan kepercayaan diri anggota IBI.
d. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bidan dalam memberikan pelayanan.
Contoh sanksi bidan adalah pencabutan ijin praktek bidan, pencabutan SIPB sementara, atau bisa
juga berupa denda.
Penyimpangan yang dilakukan oleh bidan misalnya :
a.Bidan melakukan praktek aborsi,yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh bidan karena
termasuk tindakan kriminal.
b.Bidan tidak melakukan rujukan pada ibu yang mengalami persalinan premature, bidan ingin
melakukan persalinan ini sendiri. Ini jelas tidak boleh dilakukan, dan harus dirujuk. Karena ini
sudah bukan kewenangan bidan lagi, selain itu jika dilakukan oleh bidan itu sendiri,persalinan
akan membahayakan ibu dan bayi yang dikandungnya.
A. Alur Sanksi Bidan
Malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat disebabkan oleh banyak faktor, misalnya kelalaian,
kurangnya pengetahuan, faktor ekonomi, rutinitas,dan juga perubahan hubungan antara bidan
dengan pasien. Untuk dapat mencegah terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan tidak memberikan jaminan atau garansi akan
keberhasilan usahanya, dalam melakukan tindakan harus ada informed consent, mencatat semua
tindakan kedalam rekam medik, dan lain-lain.
Untuk penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan yang telah masuk ke
pengadilan, semua tergantung kepada pertimbangan hakim yang menangani kasus tersebut untuk
menentukan apakah kasus yang ditanganinya termsuk kedalam malpraktek atau tidak. Atau apakah
si pelaku dapat dimintai pertanggung jawaban secara pidana atau tidak.
Melakukan malpraktek yuridis (melanggar hukum) berarti juga melakukan malpraktek etik
(melanggar kode etik). Sedangkan malpraktek etik belum tentu merupakan malpraktek yuridis.
Apabila seorang bidan melakukan malpraktek etik atau melanggar kode etik. Maka penyelesaian
atas hal tersebut dilakukan oleh wadah profesi bidan yaitu IBI. Dan pemberian sanksi dilakukan
berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku didalam organisasi IBI tersebut. Sedangkan apabila
seorang bidan melakukan malpraktek yuridis dan dihadapkan ke muka pengadilan. Maka IBI
melalui MPA dan MPEB wajib melakukan penilaian apakah bidan tersebut telah benar-benar
melakukan kesalahan. Apabila menurut penilaian MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian
tersebut terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah melakukan
tugasnya sesuai dengan standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib memberikan bantuan hukum
kepada bidan tersebut dalam menghadapi tuntutan atau gugatan di pengadilan
2.6 Kode Etik Bidan
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap anggota
profesi yang bersngkutan didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di
masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang
bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan yaitu ketentuan-
ketentuan tentang apa saja yang boleh dan apa saja yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan
oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut
tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Kode etik
kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan tuntunan bagi
bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan dengan kesejahteraan,
keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya.
Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut:
a.Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat mencegah orang luar
memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu setiap kode etik suatu profesi akan
melarng berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan
nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kkode etik juga disebut kode kehormatan.
b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Kesejahteraan ialah kesejahteraan materiil dan spiritual atau mental. Dalam hal kesejahteraan
materiil anggota profesi kode etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya
untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-
peraturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para
anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.
c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Dalam hal ini kode etik juga bertujuan untuk pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota
profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggungjawab pengabdian profesinya.Oleh
karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh para anggota profesi
dalam menjalankan tugasnya.
d.Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga
mengatur bagaimana cara memelihara dan menigkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian di
atas, jelas bahwa tujuan suatu profesi, menjaga dan memelihara kesejahtereaan para anggota,
meningkatkan pengabdian anggota, dan meningkatkan mutu profesi serta meningkatkan mutu
organisasi profesi.
Penetapan Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya. Penetapan
kode etik IBI harus dilakukan dalam kongres IBI. Kode etik bidan di Indonesia pertama kali
disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam kongres nasional IBI X tahun 1988, sedang
petunjuk pelaksanaanya disyahkan dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991,
kemudian disempurnakan dan disyahkan pada kongres nasional IBI XII tahun 1998. Sebagai
pedoman dalam berperilaku, kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang
semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab.
A.Yang dapat dilakukan dalam kode etika menuntun atau panduan untuk disiplin profesi:
a.Menuntun tingkah laku
b.Menawarkan suatu kerangka kerja yang dapat meningkat kapasitas dalam
c.Pengambilan keputusan moral yang efektif.
B. Yang tidak dapat dilakukan:
a.Tidak dapat menjamin etika praktek atau pengambilan keputusan.
b.Tidak dapat mencegah timbulnya hal-hal yang tidak berguna.
c.Tidak dapat dipindahkan dari tanggung jawab bidan.
d.Tidak dapat menjamin kasus tertentu merupakan yang benar
C. Persyaratan kode etik:
a.Keterlibatan dan pemikiran penting (waktu dan alasan moral).
b.Kemampuan (kapasitas dan kemauan) mengambil keputusan.
c.Keterlibatan menjadi contoh moral yang baik.

D. Dimensi Kode Etik :


a.Anggota profesi dan Klien atau Pasien.
b.Anggota profesi dan sistem kesehatan.
c.Anggota profesi dan profesi kesehatan
d.Anggota profesi dan sesama anggota profesi
E. Prinsip Kode Etik :
a. Menghargai otonomi
b.Melakukan tindakan yang benar
c.Mencegah tindakan yang dapat merugikan.
d.Memberlakukan manusia dengan adil.
e.Menjelaskan dengan benar.
f.Menepati janji yang telah disepakati.
g.Menjaga kerahasiaan
F. Secara Umum Kode Etik Bidan Berisi :
a. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
· Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
· Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
· Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran,
tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
· Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
· Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan
kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
· Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan - tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.

b. Kewajiban bidan terhadap tugasnya


· Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga
dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
· Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam
mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi
dan atau rujukan.
· Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipedukan
sehubungan kepentingan klien.
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
· Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi.
·Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap
sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
e. Kewajiban bidan terhadap profesinya
· Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang
bermutu kepada masyarakat.
· Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan did dan meningkatkan
kemampuan profesinya seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
· Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenis yang dapat meningkatkan mute dan citra profesinya.
f. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
· Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas
profesinya dengan baik.
· Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
g. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
· Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
· Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya
kepada pemerintah untuk- meningkatkan mutu jangakauan pelayanan kesehatan
terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati
dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.
2.7 Contoh Kasus Sanksi Bidan
1. Sabtu malam Zainuri, bersama istrinya Aljannah, mendatangi rumah bidan Sri Fuji di Ketapang
Barat. Kedatanganya untuk melahirkan. Setelah menunggu cukup lama selama dua jam di depan
rumah bidan yang dimaksud. suami bidan Sri Fuji meminta agar mencari bidan lain karena istrinya
sedang sakit. Pada saat itu, kondisi Aljannah tidak memungkinkan untuk dibawa ke bidan lain.

Akhirnya, Aljannah melahirkan putrinya di depan pagar rumah bidan Sri Fuji dengan dibantu
keluarga.
Plt Kepala Dinkes Sampang Agus Mulyadi mengatakan, dari hasil kajian menunjukkan bahwa
salah satu bidan di Desa Ketapang Barat tersebut terbukti melanggar kode etik kebidanan.
Atas dasar itulah pihaknya mengeluarkan kebijakan pencabutan sementara izin praktik. Bidan Sri
Fuji dilarang membuka praktik mandiri selama tiga bulan.Izin praktik bidan Sri Fuji dicabut oleh
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang.
Keputusan itu dikeluarkan setelah ada rekomendasi dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Sampang.
Pencabutan izin praktik dikeluarkan karena bidan koordinator di PKM Bunten Barat tersebut
dinilai melanggar kode etik kebidanan.
2. Seorang bidan NS di Sumatra Utara menolong persalinan di BPM (Bidan Praktik Mandiri)
diduga Sang bayi selamat namun ibu sekarat pasalnya ,Bidan tersebut saat ingin menggunting dan
mengeluar kan sang bayi, Vagina robek hingga sampai ke anus.

Bidan tersebut pun lantas Dilaporkan oleh pihak polisi setempat .Akibat kejadian tersebut, bidan
NS mendekam , selama beberapa hari menjalani pemeriksaan di Satreskrim Polres Sumatra Utara.
Akhirnya polisi menyelidiki kasus ini antara lain keluarga Korban yang menyaksikan kejadian
tersebut. Polisi pun menarik kesimpulan Bidan NS hanya dikenakan kode etik. Karena keterangan
Pihak keluarga pun memaafkan perbuatan Bidan NS tersebut dan Bidan NS turut membatu
Pengobatan sang ibu
3. Sebuah Kasus terjadi di Kecamatan Kuranji, Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Kala itu, Chori
Hariyani, yang sedang hamil tua, mendatangi Klinik Fitria pada 3 Januari 2009. Di klinik itu, Chori
ditangani oleh bidan Desi Sarli, apoteker Siska Malasari, dan bidan Cici Kamiarsih. Dalam
pemeriksaan itu, bidan Desi memberikan dua obat gastrul untuk merangsang Chori melahirkan.
Obat itu didapati dari Cici

Keesokan harinya, Chori datang lagi ke klinik itu karena merasa akan melahirkan. Bidan Desi dan
Siska lalu menyiapkan persalinan. Tidak berapa lama, kepala jabang bayi keluar dari mulut rahim,
tapi seluruh badan bayi tidak kunjung keluar. Mendapati hal itu, bidan Desi melapor ke dokter
jaga. Proses melahirkan itu kemudian dirujuk ke RS Marnaini Asri. Di rumah sakit itu, si bayi bisa
dilahirkan, tapi meninggal tidak berapa lama kemudian. Atas kematian itu, keluarga Chori tidak
terima dan memproses kejadian itu ke jalur hukum. Kasus pun bergulir ke pengadilan
Pada 30 Maret 2011, Pengadilan Negeri (PN) Padang menjatuhkan hukuman kepada bidan Desi
selama 1 tahun penjara dan Siska selama 8 bulan penjara. Adapun Cici dibebaskan. Vonis itu
kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Padang pada 10 Agustus 2011.
Atas bebasnya terdakwa, jaksa lalu mengajukan kasasi dan dikabulkan.
Dalam kasus itu, Cici dibebaskan. Menurut majelis, kesalahan Desi adalah memberikan obat
gastrul sebanyak 2 butir. Padahal, sebagai bidan, ia tidak berhak membuat resep obat keras.
Kesalahan kedua adalah Desi dan Siska mengulur-ulur waktu proses melahirkan. Sang jabang bayi
dibiarkan macet di mulut rahim hingga 6 jam lamanya."Desi mengatakan kepada keluarga Chori,
'Tunggu saja, sebentar lagi akan lahir karena kepala bayi sudah keluar dan rambutnya terlihat
tebal'. Padahal kenyatannya tidak demikian. Justru stamina dan kesehatan Chori dan calon bayinya
berada dalam keadaan genting dan sekarat," ucap majelis dengan suara bulat.Kesalahan lainnya
adalah obat gastrul mengakibatkan ketuban pecah, sehingga air ketuban habis, dan bayi mengalami
masalah serius."Sangat jelas kelalaian dan ketidakprofesionalan para terdakwa dalam melakukan
proses persalinan sehingga menyebabkan Chori berada dalam keadaan berbahaya dan
menyebabkan meninggalnya bayi," putus majelis ada 17 Juni 2015.
4. Dua bidan puskesmas Bunging yaitu bidan Fitri dan bidan Berta.

Mereka dikenakan hukuman saksi kode etik atas kasus kelahiran bayi di Duammpanua Pinrang
beberapa waktu lalu.Kasus kelahiran bayi itu dengan kepal dan tangan terpisah dari tubuh
janin.Akibat kejadian tersebut, bidan Bertha dan Fitri, selama beberapa hari menjalani
pemeriksaan di Satreskim Polres Pinrang.
Karena keterangan saksi ahli, bayi yg di tanganinya sudah meninggal dalam rahim sebelum proses
lahiran.
5. Beberapa warga mengaku, pada area kulit bekas suntikan yang dilakukan oleh Bidan Turyati
tersebut terjadi infeksi yang mengakibatkan pembengkakan hingga mengeluarkan cairan.

Ada sudah mengalami hal ini selama 4 bulan terakhir. Dan ada yang sudah 10 bulan.
ibu-ibu menuntut ganti rugi serta pertanggungjawaban untuk melakukan pengobatan hingga
sembuh.
Mereka juga berencana hendak mendatangi Puskesmas Sukamerindu dan Dinas Kesehatan Kota
untuk menuntut agar bidan Turyati mundur dari jabatannya
Bidan Turyati mengatakan, sejumlah warga yang mengalami infeksi tersebut telah ditangani
dokter dan sebagian sudah sembuh. Sementara sebagian warga yang masih sakit, telah dirujuk ke
Puskesmas Sukamerindu dan masih menjalani pengobatan. Ia sendiri mengaku bahwa infeksi
tersebut dapat tejadi bukan karena jarum suntik yang tidak steril atau salah dalam memberikan
dosis, melainkan karena lokasi suntik yang salah.
Namun tindakan kita untuk sementara waktu ini Bidan Turyati diberhentikan untuk melakukan
tindakan medis.
6. Satuan Reserse dan Kriminal Polres Sabang menangkap seorang oknum bidan karena diduga
menjalankan praktik aborsi. Selain bidan, polisi turut menangkap seorang pria pengguna jasa bidan
berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dinas Kesehatan Kota Sabang serta sejumlah alat persalinan.

Pelaku dengan inisial HYT masih menjalani pemeriksaan di Mapolres Kota Sabang setelah
ditangkap petugas dirumahnya di Kecamatan Suka Karya Sabang. Selain bidan berstatus PNS ini,
petugas juga menangkap RF, pria pengguna jasa HYT yang mengugurkan kandungan sang kekasih
berinisial NO.
Terungkapnya aksi HYT, berawal kecurigaan warga yang tak melihat keberadaan NO di rumahnya
di salah satu kecamatan di Kota Sabang. Pasalnya, warga telah mengetahui jika pelajar salah satu
sekolah menengah atas ini telah berbadan dua.
Petugas melakukan penyelidikan usai menerima laporan, akhirnya menangkap HYT. Ia mengaku
mengugurkan kandungan NO di salah satu penginapan atas permintaan orang tua NO, dan
menerima uang Rp5 juta,” kata Kapolres Sabang, AKBP Muhammadun, Senin (24/5/2021).
Selain HYT dan RF, petugas juga mengamankan barang bukti alat persalinan di kediaman bidan
tersebut. Petugas juga telah mengambil visum jenazah bayi NO, yang sempat dikubur dibelakang
kediaman sang kekasih RF.Kedua pelaku dijerat pasal berlapis baik undang-undang kesehatan
maupun undang-undang perlindungan anak. Hingga kini, polisi masih memeriksa kemungkinan
adannya tersangka serta korban lain dari aksi HYT.
7. Kasus tentang (distosia Bahu)

Di sebuah desaada seorang bidan yang membuka BPS setelah itu datanglah seorang Ny. B dengan
keluhan mulas di perutnya setalah itu bidan mempersilahkan masuk dan menyuruh untuk berbaring
di tempat tidur tak lama kemudian saat bidan tersebut mencoba untuk menolong persalinan
ternyata bayi ibu mengalami distosia bahu bidan pun mengalami kesulitan menolongnya , bidan
tersebut menuruti egonya sendiri akan menolong persalinan tersebut sedangkan bidan tersebut
sudah tau akan berakibatkan bahaya, dan ternya bayi tersebut meninggal , dan masyarakat
mengetahui tentang bayi meninggal tersebut tersampaikan lah tentang kasus tersebut ke IBI dan
IBI pun memanggil Bidan tersebut dan ternyata IBI mencabut IZIN Bidan tersebut
8. Kasus (cairan benih dan mules)

Ny. X dengan kehamilan 38 minggu datang ke BPS bidan D dengan keluhan mulas-mulas serta
mengeluarkan cariran berwarna jernih dan berbau anyir setelah di adakan pemeriksaan bidan D
mendignosa bahwa nyonya X mengalami KPD . Bidan D menyerahkan pada keluarganya Ny. X
untuk merujuk Ny. X Tetapi keluaraga Ny. X tidak3. mau keluarga klien hanya menginginkan
Ny.X melahirkan di BPS tetapi bidan berfikir bahwa Ny. X membutuhkan pertolongan yang cepat
. setelah di lakukan pertolongan ternyata Ny. X mengalami persalinan lama sehingga bayi Ny. X
Tidak dapat di selamatkan karna bayi Ny X mengalami ASFIKSIA setelah mengetahui bahwa
bayinya meninggal Ny. X mengalami perdarahan Hebat yang menyebabkan kondisi Ny. X drop
tetapi Ny. X masih di tangani. Sedangkan keluarga Ny. X meminta pertanggung jawaban bidan D
karna bayi tersebut tidak dapat di tolong tepat waktu keluaraga Ny.X menggap bidan D tidak
mempunyai keahlian di dalam bidang kebidanan Mendengar hal ini warga di sekitar BPS bidan D
menuntun agar bidan di pindahkan dari lingkungan mereka supaya tidak terjadi hal yang sama
untuk kedua kalinya pada warga tersebut tidak percaya kepada bidan tersebut sudah tidak lagi
mempunyai kepercayaan kepada bidan D untuk menolong persalinan. Dan pada akhirnya di bawa
ke meja hijau oleh keluarga Ny. X . pada kasus ini kesalahan tidak sepenuhnya terletak pada bidan
D karna bidan D telah nyerahkan pada keluarga Ny. X untuk merujuk tetapi keluarga Ny. X tidak
menyetujuinya di sisi lain Ny. X juga membutuhkan pertolongan pada bayinya

2.8 Jabatan Fungsional Bidan


Selain penghargaan dan sanksi, bidan juga patut mendapat jabatan fungsional dan jabatan
struktural. Seperti yang dijelaskan pada materi di atas mengenai jabatan fungsional bidan, jabatan
fungsional didapat oleh seorang bidan melalui pendidikan formal seperti D III dan SI berupa ijasah,
sedangkan non formal berasal dari pelatihan atau penyuluhan atau seminar yang diadakan oleh
pemerintah atau organisasi bidan berupa sertifikat.
Bidan memiliki jabatan fungsional sesuai dengan fungsi bidan yaitu pelaksana, pengelola,
pendidik, dan peneliti. Dalam menduduki jabatan ini,bidan juga berhak smenerima tunjangan
fungsional sesuai dengan kedudukannya.
Sedangkan jabatan struktural bidan dilihat berdasarkan dimana bidan tersebut bekerja.
Tunjangan berasal dari tempat dimana dia bekerja seperti di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Jabatan dapat ditinjau dari 2 aspek, yaitu jabatan struktural dan fungsional.
· Jabatan struktural adalah jabatan yang secara jelas tertera dalam struktur dan diatur berjenjang
dalam suatu organisasi
· Jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta dihargai dari aspek fungsinya yang vital
dalam kehidupan rmasyarakat dan Negara.
Selain fungsi dan perannya yang vital dalam kehidupan masyarakat, jabatan fungsional juga
berorientasi kualitatif. Seseorang memiliki jabatan fungsional berhak mendapatkan tunjangan
fungsional. Jabatan bidan merupakan jabatan fungsional professional sehingga berhak mendapat
tunjangan fungsional.
Pengembangan karir bidan meliputi karir fungsional dan karir struktural. Jabatan fungsional
sebagai bidan bisa didapat melalui pendidikan berkelanjutan ,baik secara formal maupun
nonformal, yang hasil akhirnya akan meningkatkan kemampuan professional bidan dalam
melaksanakan fungsinya sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, dan peneliti.
Sedangkan jabatan sturkturalnya bergantung dimana bidan tersebut bertugas,misalnya di rumah
sakit, puskesmas, dan sebagainya. Karir ini dapat dicapai oleh bidan di setiap tatanan pelayanan
kebidanan/kesehatan sesuai dengan tingkat kemampuan, kesempatan, dan kebijakan yang ada
dalam PERMENKES RI No.1464/MENKES/PER/X/2010
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bidan merupakan salah satu profesi bidang kesehatan yang memiliki tugas yang berat dan harus
dipertanggung jawabkan. Membantu persalinan adalah salah satu tugas berat bidan. Karena
berhubungan dengan nyawa bayi dan ibunya. Jadi bidan berhak dan berkewajiban untuk mendapat
penghargaan.
Penghargaan bagi bidan adalah bentuk apresiasi yang diberikan kepada bidan tidak hanya berupa
imbalan jasa tetapi juga dalam bentuk pengakuan profesi dan pemberian kewenangan atau hak
untuk menjalankan praktik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Sedangkan sanksi bagi bidan
adalah imbalan negatif, imbalan yang berupa pembebanan atau penderitaan yang ditentukan oleh
hukum aturan yang berlaku. Sanksi berlaku bagi bidan yang melanggar kode etik dan
hak/kewajiban bidan yang telah diatur oleh organisasi profesi.

3.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan dan
ketrampilan, maka penyusun mengharapkan kritikan dan saran demi pengembangan penulisan
selanjutnya. Dan untuk senantiasa mencari tahu lebih dalam dan memperbaharui pengetahuan
mengenai ilmu kebidanan khususnya mengenai Konsep Kebidanan karena ilmu pengetahuan akan
terus berkembang dari waktu ke waktu. .
DAFTAR PUSTAKA
Kumala, Popy, dr. 2007. Manajemen Pelayanan Primer. Jakarta: EGC
Mufdilah,dkk.2012. Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
Mustika, Sofyan dkk. (2003). 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: PP IBI
Purwandari, Atik. A.Md.Keb.,SKM. 2008. Konsep Kebidanan: Sejarah dan Profesionalisme.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai