Anda di halaman 1dari 6

SUB BAB 4

MAHASISWA MAMPU PENILAIAN-PENILAIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN PROYEK


ATAU KEGIATAN

Setiap kegiatan manusia pasti menimbulkan suatu dampak lingkungan. Dampak-dampak ini memiliki
potensi untuk mengakumulasi seiring waktu, sehingga berujung pada konsekuensi yang signifikan.
Sangat penting bagi individu, komunitas, dan negara-negara untuk mengakui sifat akumulatif dari
dampak lingkungan dan mengambil tindakan kolektif.

Bagaimana batasan akumulasi dampak lingkungan kemudian dapat ditoleransi? Pertanyaan ini dapat
terjawab melalui penilaian dampak kumulatif lingkungan (Cumulative Impact Assessment atau CIA).

Definisi CIA dapat mengacu pada International Finance Corporation (IFC) Performance Standard

1. CIA merupakan penilaian dampak lingkungan yang terakumulasi dari dampak proyek di masa lalu,
sedang berjalan, dan di masa depan. CIA dapat menjadi dasar pengambilan keputusan bagi pihak
berwenang dalam menentukan kelayakan lingkungan. Hal ini karena CIA dapat mengidentifikasi banyak
pencemar yang dapat diterima lingkungan agar tidak melebihi baku mutu lingkungan.

Terdapat beberapa alasan yang mendasari urgensi CIA, yaitu alasan secara konseptual, pragmatis, dan
regulasi. Secara konseptual, dampak lingkungan yang seharusnya menjadi perhatian adalah dampak
kumulatif, bukan dampak dari satu proyek saja. Sebagai contoh, suatu kegiatan tambang mungkin belum
berdampak besar bagi lingkungan. Namun, apabila terdapat beberapa kegiatan tambang, dampak
berupa penurunan biodiversitas, peningkatan air limpasan, dan erosi menjadi signifikan.

Urgensi penilaian dampak kumulatif juga disebabkan oleh alasan peraturan. Untuk membuat “ruang”
bagi proyek pembangunan di masa depan, CIA perlu dilakukan. Suatu pabrik dapat mengalirkan efluen
pengolahan air limbahnya pada suatu sungai. Pabrik tersebut harus memperkirakan kualitas efluen agar
pabrik lain juga dapat mengalirkan efluen tanpa menyebabkan kualitas air sungai tidak memenuhi baku
mutu. Hal ini berarti bahwa CIA membutuhkan kerja sama antar pemrakarsa proyek.

Tantangan terbesar dalam melakukan CIA adalah kurangnya data dan minimnya kolaborasi antara
pemrakarsa proyek. Dalam CIA, dibutuhkan data tentang proyek di masa lampau dan di masa depan.
Seringkali data ini bersifat rahasia atau belum dapat diketahui karena mengikuti kebijakan politik. Tidak
hanya itu, beberapa data lingkungan, seperti kondisi meteorologi dan pemantauan kualitas air
terkadang sulit untuk didapatkan atau kurang lengkap.

Kurangnya data dapat diatasi dengan transparansi informasi oleh institusi penyedia data publik. Selain
itu, kemudahan mendapatkan data juga perlu ditingkatkan sehingga publik mendapatkan data yang
dibutuhkan dengan mudah. Pengembangan teknologi dan digitalisasi perlu dimanfaatkan dalam
meningkatkan aksesibilitas data yang mendukung pengerjaan CIA.
Di sisi lain, dibutuhkan pula kolaborasi antara pemrakarsa proyek untuk menjaga keberlanjutan
lingkungan. Menyatukan kepentingan bersama dalam menjaga kelestarian lingkungan tentu bukan hal
yang mudah, namun bukan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan. Dengan kolaborasi, penilaian
dampak lingkungan pun dapat menjadi lebih komprehensif.

CIA dapat menjadi sebuah hal yang penting dalam mengantisipasi dan mengelola dampak negatif yang
mungkin terjadi pada lingkungan dan masyarakat. Melalui penilaian ini, para pemangku kepentingan
dapat memahami konsekuensi jangka panjang dari suatu proyek dan mencari solusi yang berkelanjutan.
Penilaian yang komprehensif dan akurat akan memberikan informasi yang berharga bagi pembuat
kebijakan, pengembang, dan masyarakat untuk membuat keputusan yang bijak. Selain itu, penilaian
dampak kumulatif juga dapat menjadi landasan bagi peningkatan perencanaan, pengawasan, dan
pelaksanaan proyek masa depan. Dengan memprioritaskan keberlanjutan, masa depan antara
pembangunan dan pelestarian alam dapat menjadi harmonis.

2. Rcia, penilaian Dampak Kumulatif yang cepat

Salah satu terobosan dalam menilai dampak kumulatif adalah Rapid CIA (RCIA). International Finance
Corporation (IFC) mendefinisikan RCIA sebagai pendekatan untuk menentukan aktivitas yang dapat
mempengaruhi komponen yang bernilai secara signifikan. Komponen bernilai atau valued components
(VCs) adalah komponen alam maupun manusia yang dianggap penting oleh semua pemangku
kepentingan proyek.

RCIA muncul dikarenakan terdapat banyak tantangan dalam pengelolaan dampak kumulatif, terutama di
negara berkembang. Dinamika yang biasa ditemui salah satunya kurangnya data dasar dasar
(lingkungan, sosial, dan ekonomi). Minimnya data seringkali menjadi penghambat utama dalam proses
pelaksanaan RCIA sehingga akan menambah waktu pelaksanaan studi. Selain itu, ketiadaan data juga
akan menciptakan ketidakpastian dalam perkembangan dampak yang diantisipasi sehingga pengelolaan
semakin sulit untuk dilakukan.

RCIA dilakukan melalui konsultasi dengan masyarakat yang terdampak, pengembang proyek, serta
pemangku kepentingan lainnya. Pada dasarnya, tidak ada perbedaan yang mendasar antara RCIA
dengan CIA. RCIA secara operasional dapat diartikan sebagai versi sederhana dari CIA. RCIA juga
diharapkan menjawab tantangan berupa tidak adanya skema perencanaan sumber daya regional,
sektoral, atau terpadu yang strategis. Namun, pengelolaan dampak kumulatif setelah RCIA akan sulit
untuk dilakukan jika kapasitas pemerintah terbatas, mulai dari kewenangan dan anggaran.

Langkah Langkah Rcia

Dalam IFC Good Practice Handbook on Cumulative Impact Assessment and Management, terdapat 6
langkah RCIA.

1). yakni menentukan batas jangkauan spasial dan temporal. Dalam tahap ini, proses penentuan
batasan VCs perlu dilakukan. Proses iterasi perlu dilakukan untuk menyempurnakan hasil pengelolaan
yang diharapkan. Jangkauan spasial didasarkan pada kesatuan wilayah geografis atau satuan wilayah
administratif tertentu, seperti desa, kecamatan, kabupaten, dan seterusnya. Di sisi lain, jangkauan
temporal menentukan dampak yang akan dihasilkan di masa depan dan meninjau dampak kegiatan
pada masa lalu.

ANG KAMI

PRAKASA STRATEGIS

TATA KELOLA

PRODUK DAN LAYANAN

PUBLIKASI

KABAR AMF

MITRA

KARIR

KONTAK

ID

Search for...

Search for...

RCIA: Pendekatan Alternatif dalam Penilaian Dampak Kumulatif

by Azami Nasri10 July 2023

Anwar Muhammad Foundation – Dewasa ini, dampak kumulatif tidak dapat dinafikan di tengah
maraknya proyek pembangunan. Dampak kumulatif merupakan akumulasi imbas suatu proyek,
pembangunan di masa lalu, maupun aktivitas yang diprediksi di masa depan. Penilaian dampak
kumulatif atau cumulative impact assessment (CIA) merupakan serangkaian penilaian yang kompleks
terhadap dampak kumulatif. CIA tidak hanya mengukur dan menilai dampak atas kegiatan suatu proyek
secara tunggal. Asesmen ini juga mempertimbangkan dampak yang dihasilkan oleh aktivitas proyek lain
dalam satu wilayah yang sama.
Kompleksitas proses pelaksanaan CIA mendorong berbagai pihak untuk menghasilkan alternatif
pengukuran dampak kumulatif yang lebih sederhana. Hal ini agar CIA tidak ditinggalkan meskipun
asesmen yang dilakukan lebih komprehensif. CIA diperlukan karena dapat memberikan gambaran atas
dampak tambahan dari proyek ketika ditambahkan ke dampak proyek lain.

RCIA, Penilaian Dampak Kumulatif yang Cepat

Salah satu terobosan dalam menilai dampak kumulatif adalah Rapid CIA (RCIA). International Finance
Corporation (IFC) mendefinisikan RCIA sebagai pendekatan untuk menentukan aktivitas yang dapat
mempengaruhi komponen yang bernilai secara signifikan. Komponen bernilai atau valued components
(VCs) adalah komponen alam maupun manusia yang dianggap penting oleh semua pemangku
kepentingan proyek.

RCIA muncul dikarenakan terdapat banyak tantangan dalam pengelolaan dampak kumulatif, terutama di
negara berkembang. Dinamika yang biasa ditemui salah satunya kurangnya data dasar dasar
(lingkungan, sosial, dan ekonomi). Minimnya data seringkali menjadi penghambat utama dalam proses
pelaksanaan RCIA sehingga akan menambah waktu pelaksanaan studi. Selain itu, ketiadaan data juga
akan menciptakan ketidakpastian dalam perkembangan dampak yang diantisipasi sehingga pengelolaan
semakin sulit untuk dilakukan.

Baca Juga: Manajemen Adaptif sebagai Alat Pengelolaan Dampak Kumulatif

RCIA dilakukan melalui konsultasi dengan masyarakat yang terdampak, pengembang proyek, serta
pemangku kepentingan lainnya. Pada dasarnya, tidak ada perbedaan yang mendasar antara RCIA
dengan CIA. RCIA secara operasional dapat diartikan sebagai versi sederhana dari CIA. RCIA juga
diharapkan menjawab tantangan berupa tidak adanya skema perencanaan sumber daya regional,
sektoral, atau terpadu yang strategis. Namun, pengelolaan dampak kumulatif setelah RCIA akan sulit
untuk dilakukan jika kapasitas pemerintah terbatas, mulai dari kewenangan dan anggaran.

Langkah Pelaksanaan RCIA

Dalam IFC Good Practice Handbook on Cumulative Impact Assessment and Management, terdapat 6
langkah RCIA. Langkah
1). yakni menentukan batas jangkauan spasial dan temporal. Dalam tahap ini, proses penentuan
batasan VCs perlu dilakukan. Proses iterasi perlu dilakukan untuk menyempurnakan hasil pengelolaan
yang diharapkan. Jangkauan spasial didasarkan pada kesatuan wilayah geografis atau satuan wilayah
administratif tertentu, seperti desa, kecamatan, kabupaten, dan seterusnya. Di sisi lain, jangkauan
temporal menentukan dampak yang akan dihasilkan di masa depan dan meninjau dampak kegiatan
pada masa lalu.

2). terdapat 2 komponen yang perlu dilakukan.

Yang pertama yaitu proses identifikasi VCs dalam proses konsultasi dengan masyarakat dan pemangku
kepentingan yang terkena dampak. Terdapat beberapa konsiderasi penting dalam langkah ini, antara
lain:

- Pengaruh proyek terhadap VCs

- Skala VCs (lokal atau regional)

- Persyaratan atau peraturan yang berlaku

- Kepentingan VCs bagi masyarakat

- Potensi dampak yang merugikan secara signifikan dan dapat mempengaruhi VCs

- Sensitivitas atau kerentanan VCs terhadap gangguan

- Pengukuran dan pemantauan dampak potensial yang akan muncul

Komponen kedua dalam langkah kedua adalah proses mengidentifikasi proyek, aktivitas, dan pendorong
lain yang dapat mempengaruhi VCs. Proses ini menyangkut penggerak lingkungan alami, misalnya
seperti gunung berapi, tanah longsor, dan perubahan iklim. Diharapkan terdapat skenario
pengembangan pada RCIA, jika dapat diprediksi secara wajar. Apabila seluruh kegiatan proyek tidak
memengaruhi VCs, maka langkah ini tidak perlu dilakukan.

3). proses menetapkan status dasar dan tren VCs. Langkah ini dimulai dengan mengumpulkan informasi
tentang kecenderungan kondisi VCs, apakah stabil, menurun, atau meningkat berdasarkan indikator
terukur. Apabila informasi tersedia dengan baik, ambang batas untuk kondisi VCs ditentukan. Jika belum
ditetapkan, maka ambang batas tersebut harus ditinjau oleh otoritas yang kompeten. Setelah itu,
ekstrapolasi informasi yang tersedia tentang dampak proyek dan aktivitas lain pada VCs dilakukan.

4). yakni menilai dampak kumulatif pada seluruh VCs secara terpisah. Proses prakiraan dampak proyek
terhadap kondisi VCs perlu mempertimbangkan mitigasi. Selain itu, perlu ada mekanisme penilaian
perubahan kondisi VCs dari awal ke kondisi yang dipengaruhi oleh proyek lain, aktivitas, dan pemicu
alami.

5). menilai signifikansi dampak kumulatif. IFC (2013) mengakui bahwa langkah ini merupakan langkah
paling sulit dan seringkali kontroversial. Dampak menjadi penting apabila dampak kumulatif mendekati
atau melampaui ambang batas. Proses penentuan ambang batas ekologi untuk VCs biologis dan sosial
seringkali dihadapkan pada kompleksitas. Maka dari itu, diperlukan pendekatan yang mengedepankan
kehati-hatian dalam melakukan penilaian karena dampak kumulatif mungkin terjadi tanpa proyek. Selain
itu, pandangan dari berbagai pihak juga perlu untuk dipertimbangkan, termasuk dari masyarakat adat.

6). proses pengelolaan dampak kumulatif. Dampak dikelola hingga menunjukkan kondisi yang dapat
diterima. Jika dimungkinkan, perlu ada identifikasi untuk proyek dan aktivitas lain. Selain itu, proses ini
juga perlu mempertimbangkan potensi strategi regional untuk mempertahankan kondisi VCs agar tidak
melampaui ambang batas. Proses lain yang dapat dilakukan yakni mempromosikan upaya terbaik dan
mengedepankan pendekatan kolaboratif multi-pihak untuk mengelola dampak kumulatif. Lebih lanjut,
program pemantauan dan pengadaan umpan balik atas pelaksanaan program untuk mengetahui
tanggapan dari berbagai pihak diterapkan.

RCIA dapat menjadi suatu alternatif pendekatan dan langkah untuk melakukan penilaian dampak
kumulatif. Meskipun tidak dapat memberikan gambaran yang utuh terkait dengan VCs, hasil RCIA dapat
dipertimbangkan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam proses pengelolaan dampak kumulatif.

Anda mungkin juga menyukai