Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PEDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“ASFIKSIA NEONATORUM”

Dosen pembimbing :

Ana Farida Ulfa.S.Kep.,NS.,M.Kep

Disusun oleh :

ASTUTIK PUJI RAHAYU


7420068

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatnya CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut ( Jumiarni, Mulyati, &
Nurlina, 2016 )

Asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi tidak mendapatkan
cukup oksigen selama proses kelahiran ( Mendri & Sarwo Prayogi, 2017 ).

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan dimana bayi baru lahir mengalami
gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir yang
disebabkan oleh factor seperti persalinan lama, adanya lilitan tali pusat, dan
presentasi janin yang abnormal ( Nurarif & Kusuma, 2015 ).

Asfiksia nneonatorum adalah kegagalan bayi lahir untuk bernafas secara spontan
teratur sehingga menimbulkan gangguan lebih lanjut, yang mempengaruhi seluruh
metabolism tubuhnya ( Manuaba, 2012 ).

Asfiksia pada bayi baru lahir ( BBL ) menurut IDAI ( Ikatan Dokter Anak
Indonesia ) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir ( Prambudi, 2013 )

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutka pernafasan


secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir (
Sudarti, 2013 ). Tanda dan gejala terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir adalah tidak
dapat bernafas atau nafas megap – megap atau pernafasan lambat ( kurang dari 30
kali per menit ), pernafasan tidak teratur, dengkuran atu retraksi ( perlekukan dada ),
tangisan lemah atau merintih, warna kulit pucat atau biru, tonus otot lemas atau
ekstermitas terkulai, dan denyut jantung tidak ada atau lambat ( bradikardi ) kurang
dari 100 kali per menit ( Sudarti, 2013 ).

B. Etiologi
Pengembangan paru – paru neonates terjadi pada menit – menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur, bila terjadi
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan
terjadi asfiksia janin atau neonates. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir ( Jumiarni,et al., 2016 ).
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari :
1. Faktor Ibu
a) Pre eklamsi dan eklamsi, DM, Anemia, HT.
b) Perdarahan abnormal ( plasenta previa dan solusio plasenta )
c) Partus lama dan macet
d) Demam selama persalianan, infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, HIV )
e) Kehamilan lewat waktu
2. Faktor tali pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapus tali pusat
3. Faktor bayi
a) Bayi premature ( < 37 minggu )
b) Presentasi janin abnormal
c) Persalinan dengan Tindakan ( ekstrasi vacuum, ekstrasi forcep )
4. Faktor yang mendadakan
a. Bayi
1) Gangguan peredaran darah pada tali pusat karena tekanan tali pusat.
2) Depresi pernafasan karena obat – obat anestesi atau analgetic yang
diberikan pada ibu, perdarahan intrakanial dan kelainan bawaan.
b. Ibu
1) Gangguan his, misalnya hipetonia dan tetani
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
3) Hipertensi Eklampsia
4) Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio
C. Manifestasi Klinis
Asfiksia neonatorum biasanya akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda –
tanda sebagai berikut ( Nurarif Kusuma, 2013 ) :
1. Pada kehamilan
a. DJJ irregular dan frekwensi >160 x per menit atau < 100 x per menit
b. Halus dan irregular
c. Adanya pengeluaran meconium
2. Setelah bayi lahir
a. Bayi pucat dan sianosis
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolic dan respiratorik
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologic, kejang,
nystagmus, menangis kurang baik atau tidak menangis
g. bayi tidak bernafas atau nafas megap – megap, tidak ada reflek rangsanga,
denyut
jantung < 100 x per menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, apgar skor
menurun.

Demam meninggi sampai akhir minggu pertama


1. Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak tertangani
akan menyebabkan syok, stupor, dan koma
2. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
3. Nyeri kepala, nyeriperut
4. Kembung, mualmuntah, diare, konstipasi
5. Pusing, bradikardi, nyeriotot
6. Batuk
7. Epiktaksis
8. Lidah yang berselaput
9. Hepatomegali, splenomegali,meteorismus
10. Gangguan mental berupa somnolen
11. Delirium / psikosis
Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit
demam akut dengan disertai syok dan hipotermia Periode infeksi demam thypoid,
gejala dan tanda :
Minggu Keluhan Gejala Patologi
Minggu 1 Panas berlangsung Gangguan saluran Bakteremia
insidious, tipe cerna
panas stepladder
yang mencapai
39-40º c,
menggigil, nyeri
kepala
Minggu 2 Rash, nyeri Rose sport, Vaskulitis,
abdomen, diare splenomegali, hiperplasi pada
atau konstipasi, hepatomegali peyer’s patches,
delirium nodul typhoid
pada limpa dan
hati
Minggu 3 Komplikasi : Melena, Ulserasi pada
perdarahan ilius, payer’s patches,
saluran cerna, ketegangan nodul tifoid pada
perforasi dan syok abdomen, koma limpa dan hati
Minggu 4 Keluhan menurun, Tampak sakit Kolelitiasis,
relaps, penurunan berat, kakeksia carrier kronik
berat badan
Tabel 2.1 Gejala Dan Tanda Typhoid (Nurarif & Kusuma,
2015)

D. Patofisiologi
Bakteri Salmonellatyphi bersama makanan atau minuman masuk kedalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH<2) banyak
bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan
dengan antagonis reseptor histamin H 2, inhibitor pompaproton /antasida dalam
jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan
mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan juga
kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejunum. Sel-selM, selepitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat
internalisasi Salmonellatyphi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti
aliran kekelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai kejaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear didalam folikel limfe, kelenjarlimfe
mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan
oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella yphi
akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi
sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akantetapi
tempat yang disukai oeh Salmonellatyphi adalah hati, limpa, sumsum tulang
belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung
empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah/ penyebaran retrograd dari
empedu. Ekskresi organisme diempedu dapat menginvasi ulang dinding usus
/dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid
tidakjelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonellatyphi
menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan juga
kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari
makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak
stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan
jugamenstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012)
Basil salmonella
tyhosa

Menginfeksi
saluran Demam Hipertemi

Tifus abdominalis

Mual, nafsu
makan Diserap usus Tukak di Nyeri
menurun halus usus

Masuk dalam Perdarahan dan


Nutrisi
peredaran darah perforasi
kurang
dari
kebutu
han Menyebar ke Risiko syok
seluruh tubuh hipovolumia

Cairan Badan lemah, lesu Intoleransi


kurang dari aktivitas
kebutuhan
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapatterjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Ujiwidal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin
dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi
maka penderita membuatantibody (agglutinin)
4. Kultur
a. Kulturdarah : bisa positif pada minggu pertama
b. Kultururine : bisa positif pada akhir minggu kedua
c. Kulturfeses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut salmonella
typhi, karena antibodyigM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya demam.
(Nurarif & Kusuma, 2015)

F. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Anti Biotik (Membunuh KUman) :
1) Klorampenicol
2) Amoxicillin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefixim
b. Antipiretik (Menurunkan panas) :
1) paracatamol
2. keperawatan
a. Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7hari bebas demam atau kurang
lebih dari selam 14hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas,sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun,posisi tubuhnya harus diubah
pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan
juga dekubitus.
e. Defekasi dan buang airkecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi konstipasi dan diare.
f. Diet
1) Diet yang sesuaicukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akutdapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2hari lalu nasi tim
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7hari (Smeltzer & Bare. 2012)
G. Komplikasi
1. Pendarahan usus. Bila sedikit,hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat
disertai nyeriperut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga /setelahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum.
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi,tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomenakut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen
tegang, dan nyeri tekan
4. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu
meningitis,kolesistisis, ensefalopati, danlain-lain (Susilaningrum, Nursalam, &
Utami, 2013)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
THYPOID

A. Pengkajian
a. Biodata Klien dan penanggungjawab (nama, usia, jenis kelamin, agama,
alamat)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya klien dirawat dirumah sakit dengan keluhan sakit kepala,
demam, nyeri dan juga pusing
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam,nyeri dan juga
pusing, berat badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan
anoreksia, klien merasa sakit diperut dan juga diare, klien mengeluh
nyeri otot.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayatpenyakit lain/pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya keluarga yan menderita penyakit yang sama (penularan).
c. Pemeriksaan Fisik
1. Pengkajian umum
a) Tingkat kesadaran: composmentis, apatis, somnolen,supor, dankoma
b) Keadaan umum : sakitringan, sedang, berat
c) Tanda-tanda vital,normalnya:
Tekanan darah : 95 mmHg
Nadi : 60-120 x/menit
Suhu : 34,7-37,3 0C
Pernapasan : 15-26 x/menit
2. Pengkajian sistem tubuh
a) Pemeriksaan kulit dan rambut
Kaji nilai warna, turgortekstur dari kulit dan rambut
pasien
b) Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan mulai darikepala, mata, hidung, telinga, mulut dan
leher. Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada ndera
c) Pemeriksaan dada
1) Paru-paru
Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas
Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus
Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor,
timpani)
Auskultasi : suara paru
2) Jantung
Inspeksi : amati iktus cordis
Palpalsi : raba letak iktus cordis
Perkusi : batas-batas jantung
Auskultasi : bunyi jantung
d) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen,
gerakan Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri
tekan
Perkusi : suara peristaltic usus
Auskultasi : frekuensi bising usus
e) Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat
bantu.
d. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan

1. Riwayat prenatal : ibu terinfeksi TORCH selama hamil, preeklamsi, BB


ibu tidak naik, pemantauan kehamilansecara berkala. Kehamilan dengan
resiko yang tidak dipantau secara berkala dapat mengganggu
tumbanganak
2. Riwayat kelahiran : cara melahirkan anak, keadaan anak saat lahir,
partus lamadan anak yang lahirdengan bantuan alat/ forcep dapat
mengganggu tumbanganak
3. Pertumbuhan fisik : BB (1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U, TB/U),
lingkarkepala (49-50cm), LILA, lingkar dada, lingkar dada > dari
lingkar kepala,
4. pemeriksaan fisik : bentuk tubuh, keadaan jaringanotot (cubitan tebal
untuk pada lengan atas, pantat dan juga paha mengetahui lemak
subkutan), keadaan lemak (cubitan tipis pada kulit dibawah tricep dan
subskapular), tebal/ tipis dan juga mudah / tidak akarnya dicabut, gigi
(14- 16 biji), ada tidaknya udem, anemia dan gangguan lainnya.
5. Perkembangan : melakukan aktivitas secara mandiri (berpakaian) ,
kemampuan anak berlari dengan seimbang, menangkap benda tanpa
jatuh, memanjat, melompat, menaiki tangga,menendang bola dengan
seimbang, egosentris dan menggunakan kata ” Saya”, menggambar
lingkaran, mengerti dengan kata kata,bertanya, mengungkapkan
kebutuhan dan keinginan, menyusun jembatan dengan kotak –kotak.
e. Riwayat imunisasi
f. Riwayat sosial: bagaimana klien berhubungan dengan orang lain.
g. Tumbuh kembang pada anak usia 6-12tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik
berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau
dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada
anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan padaaspek diferensiasi bentuk dan fungsi
termasuk perubahan sosial dan emosi.
a) Motorik kasar
1. Loncat tali
2. Badminton
3. Memukul
4. Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara
bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.
b) Motorik halus
1. Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2. Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan
bermain alat musik.
c) Kognitif
1. Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2. Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan
masalah
3. Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian
kembali sejak awal
4. Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d) Bahasa
1. Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata
keterangan, kata penghubung dan kata depan
3. Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

h. Pengkajian Pola Fungsional Gordon


1. Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat – sejahtera yang
dirasakan, pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan
sehat, pengetahuan tentang praktik kesehatan preventif, ketaatan pada
ketentuan media dan keperawatan. Biasanya anak-anak belum mengerti
tentang manajemen kesehatan, sehingga perlu perhatian dari orang
tuanya.
2. Pola nutrisi metabolik

Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan cairan klien,
tipe makanan dan cairan, peningkatan / penurunan berat badan, nafsu
makan, pilihan makan.
3. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji adalah poladefekasi klien, berkemih, penggunaan alat
bantu, penggunaan obat-obatan.
4. Pola aktivas latihan
Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan rekreasi,
kemampuan untuk mengusahakanaktivitas sehari-hari (merawat diri,
bekerja), dan respon kardiovaskuler serta pernapasan saat melakukan
aktivitas.
5. Pola istirahat tidur
Yang perludikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama 24 jam,
bagaimana kualitas dan kuantitas tidurklien, apa ada gangguan tidur dan
penggunaan obatobatan untuk mengatasi gangguan tidur.
6. Pola kognitif persepsi
Yang perlu dikaji adalah fungsi indraklien dan kemampuan persepsi
klien.
7. Pola persepsi diri dan konsep diri
Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikapklien mengenai dirinya,
persepsi klien tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri,
identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri. Biasanya anak akan
mengalami gangguan emosional sepertitakut, cemas karena dirawat di
RS.
8. Pola peran hubungan
Kaji kemampuan kliendalam berhubungan dengan orang lain.
Bagaimana kemampuan dalam menjalankan perannya.
9. Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji adakah efek penyakitterhadapseksualitas anak.

10. Pola koping dan toleransi stress


Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam
manghadapai stress dan juga adanya sumber pendukung. Anak belum
mampu untuk mengatasi stress, sehingga sangat dibutuhkan peran dari
keluarga terutama orangtua untuk selalu mendukung anak.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana kepercayaan klien. Biasanya anak-anak belum terlalu
mengerti tentang kepercayaan yangdianut. Anak-anak hanyan
mengikuti dari orang tua.

2.3.2. Kemungkinan Diagnosa Yang Muncul


1. Hipovolemia ( D0023 )
2. Devisit nutrisi ( D0019 )
3. Hiportermia ( D0131 )
4. Termoregulasi tidak efektif ( D0149 )
5. Nyeri ( D0077 )
6. Intoleransi aktivitas ( D0056 )
7. Resiko ketidakseimbangan elektrolit ( D0037 )
2.3.3. Rencana Asuhan Keperawatan

Tabel 2.2
Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagonsa Keperawatan SLKI SIKI

1. Hipovolemia Tujuan : Observasi


Setelah dilakukan pengkajian - Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi
selama 1 x 24 jam masalah nadi meningkat, madi teraba lemah,tekanan darah
hipovolemia dapat teratasi. menurun, turgor kulit menurun,membrane mukosa
Dengan kriteria hasil kering,hematokrit meningkat,haus,lemah)
cairan : - Monitor intake dan output cairan
 Turgor kulit (5)
Terapeutik
 Berat badan(5)
 Keluhan haus (5) - Berikan asupan cairan
 Perasaan lemah (5) - Berikan posisi modified Trendelenburg
 Intake cairan (5) Edukasi
 Suhu tubuh (5)
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonic (mis. RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
( mis.glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis.albumin, plasmaneta)
- Kolaborasi pemberian produk darah
2 Devisit Nutrisi Tujuan : Observasi
Setelah dilakukan pengkajian - Identifikasi status nutrisi
1 x 24 jam masalah devisit - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
nutrisi dapat teratasi. - Identifikasi makanan yang disukai
Kriteria Hasil : - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Porsi makanan yang - Monitor asupan makanan
dihabiskan (5) - Monitor hasil pemeriksan laboratorium
 Nyeri abdomen (5)
 Nafsu makan (5) Terapeutik
 Membran mukosa (5) - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesua
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tingi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan,jika perlu

Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan,
jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
3 Hipertermia Tujuan Observasi :
Setelah dilakukan - Identifikasi penyebab hipertemia ( mis. Dehidrasi,
tindakan keperawatan 1 x terpapar 53 lingkungan panas, penggunaan incubator )
24 jam diharapkan - Monitor suhu tubuh
hipertermi membaik. - Monitor kadar elektrolit
Termoregulasi - Monitor haluan urine
Menggigil - Monitor komplikasi akibat hipertermia
Kulit merah (3) Terapeutik :
Kejang (5) - Sediakan lingkungan yang dingin
 Pucat (5) - Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Suhu tubuh (5) - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Tekanan darah (1) - Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis ( keringat berlebihan )
- Lakukan pendinginan eksternal ( mis. Seliput
hipotermia atau kompres dingin di dahi, leher, dada,
abdomen, aksila )
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin - Berikan
oksigen jika perlu 54
Edukasi :
- Anjurkan tiring baring
Kolaborasi :
- Cairan elektrolit intravena, jika perlu
4 Nyeri Tujuan Manajemen nyeri :
Setelah dilakukan Observasi :
tindakan keperawatan - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
diharapkan nyeri kualitas, intensitas nyeri
berkurang - Identifikasi skala nyeri
Tingkat Nyeri : - Identifikasi respons nyeri non verbal
 Keluhan nyeri (5) - Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
 Meringis (5)
- Identifikasi pengetahuan dan
 Kesulitan tidur (5)
keyakinan tentang nyeri
 Frekuensi nadi (3) - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Pola napas (3) - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Tekanan darah (5) - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
 Fungsi berkemih (3) diberikan
Pola tidur(5) - Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri (misal tens, hipnosis, akupresur, terapi
musik, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa myeri
(misal suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredekan nyeri

Edukasi :

- penyebab, periode dan pemicu nyeri


- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

Kaloborasi :
- Kaloborasi pemberian analgetik, jika perlu

5 Intoleransi Aktivitas Tujuan Observasi


Setelah dilakukan tindakan 2x - Identifikasi defisit tingkat aktifitas
24 jamdiharapkan , toleransi - Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas
aktivitas meningkat tertentu
- Frekwensi Nadi - Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
meningkat(5) diinginkan
- Saturasi oksigen Terapeutik
meningkat( 5) - Fasilitas focus pada kemampuan
- Jarak berjalan meningkat - Koordinasikan aktfitas sesuai usia
(5) - Fasilitasi aktifitas rutin
- Keluhan lelah menurun - Fasilitasi aktifitas motoric untuk pasien yang hiperaktif
(5) Edukasi
- Dipsnew saat aktifitas - Jelaskan metode aktifitas fisik sehari hari
menurun (5) - Ajarka cara melakukan aktifitas yang dipilih
Td meembaik (5) - Anjurkan melkukan aktifitas fisik
- Anjurkan terlibat dalam aktifitas kelompok
D. Implementasi
Implementasi yang merupakan kompnen dari proses keperawatan adalah kategori
dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang dperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori,
implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari
proses keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan,
implementasi mungkin dimulai secara lansung setelah pengkajian ( potter & perry, 2005 ).
E. Evaluasi
Evalusi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan
tercapainya tujuan dan criteria hasl, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembalike dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang
(reassessment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk :
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
(Asmadi, 2008)
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, D. 2013. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta : Salemba
Medika

Arief Mansjoer (2010), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media Aesculapius.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V.Jakarta: Interna
Publishing.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 1. EGC. Jakarta

Bare & Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih
bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG. Direktorat
Bina Gizi

Fadhillah Harif , 2018. SDKI ( Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia).Jakarta

Galuh, 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Di
RSUD Tugurejo Semarang. (Di download tanggal 20 juni 2019)

Handayani, 2017. Kejadian Demam Typoid Di Wilayah Puskesmas Karang Malang. (Di
download tanggal 20 juni 2019)

Hilda, 2013. Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid Berdasarkan Kebersihan Diri Dan
Kebiasaan Jajan Di Rumah. (Di download tanggal 20 juni 2019)

Noer, Syaifullah. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta; EGC

SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: PPNI.

SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: PPNI

SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: PPNI.

Anda mungkin juga menyukai