Disusun Oleh :
02011381924305
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2022
A. Teori-Teori Viktimologi
Teori modern tentang viktimologi mencoba menjelaskan mengapa beberapa
orang lebih mungkin menjadi korban kenjahatan dibandingkan yang lain. Dalam
hal ini teori modern dalam viktimologi kemudian terbagi menjadi tiga area yaitu,
victim precipitation theory (teori presipitasi korban), lifestyle theory, routine
activity theory dan devian place theory
1. Putusan Pidana
PUTUSAN
Nomor 1888/Pid.B/2020/PN.PLG
DAKWAAN
KRONOLOGI KASUS
Bahwa TERDAKWA M.Edison Alias Soni Bin Kramo Jakni (Alm), pada
hari rabu tanggal 18 September 2019 sekira pukul 23.30 WIB atau setidaknya
pada suatu waktu dalam bulan September tahun 2019 bertempatan di lorong sailun
ujung kelurahan 36 ilir kecamatan gandus kota Palembang atau setidaknya pada
suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum pengadilan Negeri
Palembang, bermula pada waktu dan tempat sebagaimana berawal saat saksi
fahmi ditoto bin yahya effendi bersama dengan sdr teri pergi dengan mengendarai
sepeda motor secara berboncengan dengam maksud mencari tahu dengan siapa
kakak saksi fahmi ditoto berkelahi. Kemudian saat melintas di lorong sailun ujung
kelurahan 36 ilir kecamatan gandus kota Palembang lalu saksi fahmi ditoto
bertemu dengan terdakwa yang saat itu sedang berdiri seorang diri kemudian saat
saksi fahmi ditoto bertanya kepada terdakwa perihal dengan siapa kakak saksi
fahmi ditoto berkelahi. Kemudian terdakwa langsung membacok muka saksi
fahmi ditoto yang saat itu sedang duduk didiatas sepeda motor dalam posisi
dibonceng oleh sdr Teri dengan menggunakan 1 (satu) bilah senjata jenis golok
sebanyak 1 (satu) kali sehingga mengakibatkan saksi fahmi ditoto mengalami luka
sebagimana hasil dari Visum Et Repertum Nomor: HK.04.01/XVII.1.20/2019
pada tanggal 02 Oktober 2019 yang ditandatangani oleh dr.Abda Arif,SpBP RE di
Rumah Sakit Dr.Mohammad Hoesin Palembang dengan kesimpulan terdapat luka
sayat/iris dari mata kanan melewati hidung dan tembus kebibir kiri. Kemudian
setelah itu terdakwa langsung melarikan diri sedangkan saksi fahmi ditoto
langsung berobat dan melaporkan kejadian tersebut kepolrestabes Palembang
untuk di Proses lebih lanjut. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam
pasal 338 Ayat 1 Jo Pasal 53 Ayat 1 KUHP
MENGADILI :
ANALISIS PUTUSAN
1
L.J. Siegel. Criminology: Theories, Patterns, and Typologies. (Edisi ke-9), CA, Wadsworth
Publishing,2006.
2
Amira Paripurna , Viktimologi dan Sistem Peradilan Pidana , deepublish, Surabaya, 2021.
jiwa, dan lansia. Individu yang tinggal di daerah miskin memiliki resiko yang jauh
lebih tinggi untuk menjadi korban karena mereka tinggal di dekat banyak pelaku
yang termotivasi untuk melakukan kejahatan. Teori ini berpendapat bahwa korban
harus menghindari apa yang disebut sebagai tempat yang buruk atau tempat
dengan tingkat kejahatan tinggi untuk menghindari serangan. Untuk mengurangi
kemungkinan seseorang menjadi korban kejahatan, individu tersebut harus
menghindari daerah yang buruk dimana tingkat kejahatannya tinggi. Jika tingkat
kejahatan tinggi, seseorang harus menghindari tempat-tempat ini sehingga mereka
terhindar dari jatuhnya korban kejahatan.
3
Gaelle L.M. Brotto, Grant Sinnamon, Wayne Petherick. “Victimology and Predicting Victims of
Personal Violence”. In Wayne Petherick, and Grant Sinnamon (eds). The Psychology of Criminal
and Antisosial Behavior: Victim and Offender Perspectives. Elsevier Science & Technology,
2016, h.82-83.
Sementara itu, Stephen Schafer merumuskan tipologi korban dari
persfektif tanggung jawab korban itu sendiri. Menurut terdapat 7 (tujuh)
bentuk, yakni sebagai berikut: 4
4
Ibid, h.85
6. Selfvictimizing victims adalah korban kejahatan yang dilakukan sendiri
(korban semu) atau kejahatan tanpa korban. Pertanggungjawabannya
sepenuhnya terletak pada korban karena sekaligus sebagai pelaku
kejahtaan;
7. Political victims adalah orang yang menentang mereka yang berkuasa.
PUTUSAN
Nomor 3453/Pid.Sus/2017/PN.MDN
DAKWAAN
KRONOLOGIS
Pada hari kamis tanggal 24 juli 2017 atau setidak-tidaknya dibulan juli 2017
bertempat di Jl. Seroja Raya Komplek Taman Pesona Indah Blok A No.02 Kec.
Medan Selayang terdakwa membeli secara kredit 1 (satu) unit mobil Toyota
Avanza dengan nomor Polisi BK 1250 ZN dan terdakwa selaku debitur yang
memiliki kewajiban setiap bulan sesuai dengan surat perjanjian kredit nomor
06769312 tanggal 31 Desember 2012 atas nama debitur Imelda Chrisanty Gultom
yang beralamat di Jl. Perwira 3 No.131 LK 2 Sunggal untuk jenis kendaraan
Toyota avanza 51 E M/T berwarna black mica tahun 2012 nomor rangka
MHKM1BA2JCK017203, nomor mesin K3 MA29477 atas nama kepemilikan
pada STNK benda objek fidusia adalah Imelda Chrisanty Gultom dan terdakwa
telah melakukan kewajiban atas pembelian dan pembiayaan 1 (satu) unit mobil
Avanza type E warna hitam Nomor polisi BK 1250 ZN tersebut berupa uang
muka sebesar Rp.50.0000 (lima puluh juta rupiah) angsuran perbulan Rp.
2.000.000 (dua juta rupiah) mulai januari 2013 s/d juli 2014 (17 bulan) seluruhnya
sebesar Rp 34.000.000,- (tiga puluh empat juta rupiah), dengan masa kredit 36
bulan sejak januari 2013 s/d desember 2015 kemudian pada hari kamis tanggal 24
juli 2014 bertempatan di Jl. Seroja Raya Komplek taman pesona indah blok A
nomor 02 kec. Medan selayang terdakwa telah meminjamkan mobil tersebut
kepada rian ilham sinaga dengan membuat surat penitipan mobil bermaterai
Rp.6000 (enam ribu rupiah) antara terdakwa dengan rian ilham sinaga dan
terdakwa menerima uang sewa dari rian sinaga sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta
rupiah) dan perbuatan terdakwa meminjamkan mobil tersebut kepada orang lain
tanpa sepengetahuan dari pihak PT Toyota Astra Financial Service (PT TAFS)
(penerima fidusia) selaku perusahaan pembiayaan kredit mobil tersebut, dan
ternyata setelah rian ilham sinaga menerima dan menggunakan mobil dari
terdakwa hingga saat ini tidak dikembalikan kepada terdakwa dan pada waktu
pihak dari PT Toyota Astra Financial Service (PT. TAFS) melakukan penagihan
atas kredit mobil yang dilakukan terdakwa oleh terdakwa tidak melakukan
pembayarannya, sehingga pihak PT Toyota Astra Financial Service (PT.TAFS)
memberikan surat peringatan kepada terdakwa namun terdakwa tidak juga
melakukan pembayaran atas mobil tersebut, dan sewaktu pihak PT Toyota Astra
financial Service (PT. TAFS) menanyakan keberadaan mobil yang dibeli olah
terdakwa secara kredit ternyata terdakwa tidak dapat menujukkannya kepada
pihak PT Toyota Astra Financial Srvice (PT TAFS) mengalami kerugian
keseluruhan sebesar Rp.151.600.000,- (seratus lima puluh satu juta enam ratus
ribu rupiah) perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
MENGADILI
ANALISIS PUTUSAN
5
Robert F., Meier, and Terance D. Miethe. “Understanding Theories of Criminal Victimization.”
Crime and Justice 17, 1993
6
Madero-Hernandez, Arelys, and Bonnie S.Fisher. “Race, Ethnicity, Risky Lifestyle, and Violent
Victimization: A Test of a Mediation Model. “Race and Justice 7 (4) 2017
meningkatkan jumlah waktu yang dihabiskan di ruang public, terutama di malam
hari, dan waktu yang dihabiskan diantara orang asing/ tak dikenal gaya hidup
penting karena meningkatkan eksposur kepada calon pelaku tanpa batasan efektif
yang dapat mencegah kejahatan
DAKWAAN
KRONOLOGI
ANALISIS PUTUSAN
9
Nicole V Lasky. “Victim Precipitation Theory”. The Encyclopedia of Women and Crime. New
Jersey, John Wiley & Sons, 2019, h.1-2,
korban bermula dari teori presipitasi korban. Tipologi korban kejahatan yang
dikembangkan oleh para ahli viktimologi di periode awal dimulai teori presipitasi
korban. Para viktimologis seperti Benjamin Mendelsohn, Hans Von Hentig,
Marvin Wolfgang, Stephen Schafer dan Menachem Amir. Teori presipitasi korban
ini memiliki perspektif bahwa korban bukan saja bertanggung jawab dalam
kejahatan itu sendiri tetapi juga memiliki keterlibatan dalam terjadinya kejahatan.
Menurut teori presipitasi ini terdapat tindakan kejahatan memang dikehendaki
oleh si korban untuk terjad, kerugikan akibat tindak kejahatan sebenarnya tidak
terjadi bila tidak ada provokasi di korban.
10
Gaelle L.M. Brotto, Grant Sinnamon, Wayne Petherick. “Victimology and Predicting Victims of
Personal Violence”. In Wayne Petherick, and Grant Sinnamon (eds). The Psychology of Criminal
and Antisosial Behavior: Victim and Offender Perspectives. Elsevier Science & Technology,
2016, h.82-83.
11
Ibid, h.85
1. Unrelated victims adalah mereka yang tidak ada hubungan dengan si
pelaku dan menjadi korban karena memang potensial. Untuk itu, dari
aspek tanggung jawab sepenuhnya berada dipihak korban
2. Provocative victims merupakan korban yang disebabkan peranan korban
untuk memicu terjadinya terjadinya kejahatan. Karena itu, dari aspek
tanggung jawab terletak pada diri korban dan pelaku secara bersama-sama.
(Dalam kasus Nomor 2019/Pid.B/2018/PN.MDN korban kurang teliti
dalam pembelian suatu Rumah )
3. Participating victims hakikatnya perbuatan korban tidak disadari dapat
mendorong pelaku melakukan kejahatan. Misalnya, mengambil uang di
bank dalam jumlah besar yang tanpa pengawalan, kemudian di bungkus
dengan tas plastic sehingga mendorong orang untuk merampasnya. Aspek
ini pertanggungjawaban sepenuhnya ada pada pelaku;
4. Biologically weak victim adalah kejahatan disebabkan adanya keadaan
fisik korban seperti wanita, anak-anak, dan manusia lanjut usia (manula)
merupakan potensial korban kejahatan. Ditinjau dari aspek
pertanggungjawaban terletak pada masyarakat atau pemerintah setempat
karena tidak dapat memberi perlindungan kepada korban yang tidak
berdaya;
5. Social weak victims adalah korban yang tidak diperhatikan oleh
masyarakat bersangkutan seperti para gelandangan dengan kedudukan
sosial yang lemah. Untuk itu, pertanggungjawabannya secara penuh
terletak pada penjahat atau masyarakat
6. Selfvictimizing victims adalah korban kejahatan yang dilakukan sendiri
(korban semu) atau kejahatan tanpa korban. Pertanggungjawabannya
sepenuhnya terletak pada korban karena sekaligus sebagai pelaku
kejahtaan;
7. Political victims adalah orang yang menentang mereka yang berkuasa.
Sedangkan ditinjau dari perspektif keterlibatan korban dalam terjadinya
kejahatan, maka Ezzat Abdel Fattah menyebutkan beberapa bentuk, yakni
sebagai berikut;
Selain dari perspektif yang dikemukakan kedua tokoh tersebut, sebagai suatu
perbandingan perlu pula dikemukakan beberapa tipologi yang dikemukakan oleh
Wolfgang dan Thorsten Sellin. Mereka menyajikan tipologi korban berdasarkan
situasi korban daripada karakteristik atau hubungan pribadi mereka. Tipologi
korban menurut Wolfgang dan Thorsten Sellin meliputi: