Anda di halaman 1dari 12

HEMATOLOGI II

Oleh :
Nama : Febriani Izmi
NIM : B1A017088
Rombongan : II
Kelompok :1
Asisten : Persona Gemilang

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hematologi adalah ilmu tentang darah dan jaringan pembentuk darah yang
merupakan salah satu sistem organ terbesar dalam tubuh makhluk hidup. Tiga
jenis sel darah utama adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit),
dan trombosit. Cairan plasma membentuk 45%-60% dari volume darah total, sel
darah merah menempati sebagian besar volume sisanya (Sacher & Richard, 2000).
Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk
cairan. Fungsi utama darah adalah sebagai media transportasi, memelihara suhu
dan keseimbangan cairan, asam dan basa. Eritrosit selama hidupnya secara efektif
mampu mengangkut oksigen tanpa meninggalkan pembuluh darah (Arifin et al.,
2013). Sel darah merah (eritrosit) merupakan komponen darah yang jumlahnya
paling banyak dalam susunan komponen darah manusia. Sel darah merah
mengandung hemoglobin yang merupakan representasi warna merah dalam darah.
Kelainan eritrosit biasanya adalah keadaan dimana eritrosit tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Setiawan et al., 2014).
Darah sendiri merupakan tipe sel yang begitu rentan terhadap kondisi
osmosis, yaitu perubahan media mengakibatkan sel darah menjadi abnormal. Hal
ini dikaitkan dengan kecenderungan sel dalam aliran materi dan media
lingkungan, dimana aliran air terhadap gradien konsentrasi akan mengakibatkan
sel pecah maupun sebaliknya (Bryon & Doroth, 1973). Pembekuan darah terjadi
jika terjadi luka, hal ini dikarenakan faktor enzim trambokinase, vitamin k, dan
ion kalsium, dimana trombokinase mampu mengubah fibrinogen menjadi benang
fibrin yang akan menutup darah (Campbell, 2009).

B. Tujuan

Tujuan praktikum hematologi II adalah:


1. Memahami respon sel darah merah terhadap berbagai macam media yang
mempunyai konsentrasi osmotis yang berbeda.
2. Mengetahui konsentrasi internal sel darah merah.
3. Membandingkan bentuk dan struktur sel darah katak dan manusia.
4. Memahami proses pembekuan darah.
5. Menentukan lamanya waktu pembekuan darah pada manusia.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah mikroskop, object
glass, cover glass, tabung kapiler, pipet hisap, alat bedah, lancet, syring, beaker
glass, dan stopwatch.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah darah segar manusia
dan katak sawah (Fejervarya cancrivora), larutan NaCl (0,2%, 0,4%, 0,6%,
0,9%, 1%), alkohol 70%, EDTA, dan kapas atau tissu.

B. Cara Kerja

B. 1 Mengamati konsentrasi darah

1. Katak dibius dengan kloroform kemudian dilakukan diseksi di bagian ventral


agar jantungnya dapat diisolasi.
2. Insisi dibuat dengan menggunting bagian ventral sisi kiri atau kanan secara
melintang di bagian posterior jantung. Kulit dan otot ventral diangkat agar
jantung terlihat. Insisi diteruskan sampai rongga dada terbuka.
3. Setelah jantung katak diisolasi, bagian ventrikel ditusuk dengan syringe yang
sebelumnya telah dibasahi larutan antikoagulan (EDTA) agar tidak terjadi
pembekuan darah.
4. Darah katak dihisap sebanyak ± 1ml dengan syringe, syringe dicabut, diputar-
putar agar darah tercampur dengan EDTA. Kemudian darah diteteskan pada
object glass dan ditambahkan beberapa tetes larutan NaCl 0,2 %.
5. Darah katak dan larutan NaCl 0,2 % tersebut dihomogen pada object glass,
kemudian ditutup dengan cover glass dan diamati dibawah mikroskop.
6. Kegiatan tersebut diulang dengan menggunakan larutan NaCl (0,6% dan 1%).
7. Bentuk sel darah diperhatikan, diamati dan didokumentasikan/ difoto.
8. Ditentukan pada konsentrasi NaCl yang mana sel darah merah tidak
mengalami perubahan bentuk.
B. 2 Struktur Sel Darah Merah

1. Darah katak diambil dengan cara yang sama seperti prosedur pengambilan
darah katak untuk pengamatan konsentrasi darah yaitu diisap langsung dari
jantungnya.
2. Darah diletakkan pada object glass yang bersih dan kering kemudian ditetesi
dengan larutan NaCl 0,6%.
3. Campuran darah dan larutan NaCl 0,6% dihomogenkan dan ditutup dengan
cover glass kemudian diamati menggunakan mikroskop.
4. Sampel darah manusia diambil dengan cara ujung jari praktikan dibersihkan
terlebih dahulu menggunakan alkohol 70% kemudian diutusuk menggunakan
lancet steril dan darah diteteskan pada object glass.
5. Darah ditetesi larutan NaCl 0,9% dan dihomogenkan kemudian ditutup dengan
cover glass.
6. Campuran darah tersebut diamati menggunakan mikroskop dan dibandingkan
dengan struktur darah pada katak.
B. 3 Waktu Beku Darah

1. Jari dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian ditusuk dengan lancet steril
dan darah diambil secukupnya menggunakan pipa kapiler.
2. Dengan interval satu menit, pipa kapiler dipotong sedikit demi sedikit sampai
terbentuk fibrin yang ditandai dengan potongan kapiler yang tetap
menggantung setelah dipatahkan.
3. Waktu yang diperlukan darah untuk membeku dicatat, yaitu waktu sejak jari
dilukai sampai kapiler yang dipatahkan tetap menggantung
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1.1 Hasil Pengamatan Konsentrasi Sel Darah Katak Rombongan II


Kelompo Kalkulasi Deskripsi
Konsentrasi
k Katak Manusia Katak Manusia
1 36,26 35,42 0,2% Lysis Lysis
2 13,92 8,16 0,4% Lysis Lysis
3 14,48 6,72 0,6% Normal Normal
4 14,46 9,6 0,9% Isotonis
5 14,88 9,6 1% Isotonis

Tabel 3.1. Hasil Waktu Beku Darah Manusia Rombongan II

Kelompok Waktu

1 > 7 menit
2 6 menit 4 detik
3 6 menit 11 detik
4 4 menit 9 detik
5 4 menit 9 detik

A. Perhitungan data kelompok 1 :

Ob
Kalibrasi : x 10 = 100 x = 9,8 µm
Ok
1. Sel darah pada manusia NaCl 0,2%
E1 = 3 x 9,8 E4 = 3 x 9,8
= 29,4 µm = 29,4 µm
E2 = 4 x 9,8 E5 = 3 x 9,8
= 39,2 µm = 29,4 µm
E3 = 5 x 9,8
= 49 µm
Rata-rata = E1 + E2 + E3 + E4 + E5
5
= 29,4 + 39,2 + 49 + 29,4 + 29,4
5
= 35,28 µm
2. Sel darah pada katak NaCl 0,2 %
E1 = 4+ 4 x 9,8 = 39,2 µm E4 = 4 + 6 x 9,8 = 39,2 µm
2 2
E2 = 3 + 3 x 9,8 = 29,4 µm E5 = 3 + 8 x 9,8 = 34.3 µm
2 2
E3 = 5 + 7 x 9,8 = 39,2 µm
2
Rata-rata = E1 + E2 + E3 + E4 + E5
5
= 39,2 + 29,4 + 39,5 + 39,2 + 3,43
5
= 36,26 µm
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh rombongan kami dapat


diketahui bahwa ukuran sel darah merah berbeda-beda disetiap tingkatan
konsentrasi NaCl yang berbeda. Darah katak pada konsentrasi NaCl 0,2%
memiliki ukuran 36,26 µm, konsentrasi NaCl 0,4% memiliki ukuran 13,92 µm,
konsentrasi NaCl 0,6% memiliki ukuran 14,48 µm, konsentrasi NaCl 0,9%
memiliki ukuran 14,46 µm, dan konsentrasi 1% memiliki ukuran 14,88 µm.
Darah manusia juga memiliki ukuran yang berbeda setiap tingkat konsentrasi
NaCl yang berbeda yaitu pada konsentrasi NaCl 0,2% memiliki ukuran 35,42
µm, konsentrasi NaCl 0,4% memiliki ukuran 8,16 µm, konsentrasi NaCl 0,6%
memiliki ukuran 6,72 µm, konsentrasi NaCl 0,9% memiliki ukuran 9,6 µm, dan
konsentrasi NaCl 1% memiliki ukuran 9,6 µm. Menurut Siswanto et al. (2014),
perbedaan diameter hal tersebut dikarenakan perbedaan tekanan osmotik.
Keadaan kondisi osmotik, sel darah katak memiliki ukuran 14,64 µm, pada
mamalia, eritrosit memiliki diameter 7-8 mµ (Campbell et al., 2008).
Hasil pengamatan untuk waktu beku darah yang diperoleh oleh kelompok 1
adalah >7 menit. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Lesson (1996), bahwa
waktu beku darah normal berkisar 2-6 menit hingga terbentuknya benang-
benang fibrin. Perbedaan waktu pembekuan darah pada masing-masing individu
sampel dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kadar glukosa dalam darah
serta perbedaan kekentalan darah. Selain itu, keberadaan faktor-faktor yang
berperan dalam pembekuan darah seperti kandungan vitamin K, jenis kelamin,
umur, aktivitas. Konsumsi alkohol juga mempengaruhi struktur dan penekanan
produksi sel darah (Kamen & Rossenbaum, 2004).
Menurut Srikini (2000) sel darah merah yang berada di luar cairannya dapat
mempertahankan bentuknya apabila dimasukkan dalam cairan yang isotonis
dengan sitoplasmanya. Tingkat isotonis NaCl pada sel darah manusia adalah
0,9% (Hajjawi, 2013). Tekanan osmotik eritrosit poikiloterm sama dengan
tekanan osmotik larutan NaCl 0,6%. Keadaan ini bisa juga disebut dengan
isotonis dan sel tidak mengalami perubahan bentuk (Alamanda et al., 2007).
Apabila sel darah merah berada di dalam cairan yang hipertonis maka sel darah
merah akan mengalami pengerutan (krenasi), apabila sel darah merah berada
dalam cairan yang bersifat hipotonis maka sel akan pecah dan hemoglobin akan
ke luar (hemolisis). Osmosis memberikan peranan penting pada tubuh makhluk
hidup, misalnya pada sel darah merah. Jika sel darah merah diletakkan pada
larutan hipertonik, maka air yang terdapat dalam sel darah akan ditarik keluar
dari sel sehingga sel akan mengkerut dan rusak (krenasi). Apabila sel darah
merah diletakkan pada larutan yang bersifat hipotonik, air dari larutan tersebut
akan ditarik masuk ke dalam sel darah merah sehingga sel akan mengembang
dan pecah (hemolisis) (Hendrayani, 2007).
Bentuk, ukuran, dan persentase jumlah eritrosit berbeda untuk setiap jenis
hewan vertebrata. Eritrosit mamalia diketahui tidak memiliki inti sel, namun
tidak demikian dengan eritrosit hewan dari kelas Amphibia yang memiliki inti.
Ukuran dan bentuk sel eritrosit serta kandungan hemoglobin dapat
mengindikasikan kemampuan respirasi hewan yang kemudian merupakan hasil
adaptasi terhadap habitat yang berbeda. Eritrosit berinti yang dimiliki Amphibia
mempunyai ukuran sel lebih besar dibandingkan eritrosit tidak berinti yang
dimiliki mamalia. Eritrosit pada Amphibia juga memiliki berbagai macam
ukuran, faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran tersebut adalah perbedaan
tingkat maturasi eritrosit, eritrosit matang cenderung memiliki ukuran yang
besar. Perbedaan ukuran eritrosit selain disebabkan faktor genetik, juga
disebabkan oleh faktor anatomi pembuluh darah kapiler. Mammalia (mencit)
memiliki ukuran eritrosit terkecil dan berbentuk cakram bikonkaf. Ukuran
eritrosit mamalia yang kecil dapat melewati kapiler darah mamalia yang
berukuran kurang 7,5 µm. Katak memiliki ukuran eritrosit paling besar, setara
dengan diameter kapiler katak yang berkisar 12,5-13,4 µm. Perbedaan yang
paling menonjol antara eritrosit katak dan eritrosit manusia adalah pada eritrosit
katak terdapat inti sel dan memiliki ukuran yang besar, sedangkan pada eritrosit
manusia tidak memiliki inti dan berukuran kecil (Rousdy et al., 2018). Ukuran
tubuh hewan juga dapat mempengaruhi ukuran eritrosit. Eritrosit yang lebih
kecil memiliki area permukaan yang relatif lebih besar, dan oleh karena itu,
pertukaran oksigen lebih efisien (Wei et al., 2015). Menurut Wiguna (2009)
eritrosit pada katak (Fejervarya cancrivora) memiliki bentuk oval dan memiliki
ukuran yang lebih besar daripada eritrosit manusia. Eritrosit dewasa berbentuk
lonjong atau bulat panjang, pipih dan memiliki inti. Eritrosit yang dimiliki katak
termasuk eritrosit yang terbesar dibandingkan hewan vetebrata lainnya. Dengan
adanya inti pada eritrosit katak maka dapat memperkecil ruang bagi hemoglobin
karena oksigen yang dibutuhkan oleh katak tidak hanya diikat oleh sel darah
merah di paru-paru, melainkan dari oksigen yang berdifusi melewati kulit
mereka.
Proses koagulasi yang terjadi pada pembuluh darah dapat pula menyebabkan
banyak resiko berbagai penyakit pada manusia. Proses koagulasi dapat terbentuk
melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera sehingga
terbentuk pengendalian pendarahan. Proses koagulasi di dalam tubuh dapat
diimbangi melalui proses antikoagulasi. Pemberian antikoagulasi pada penderita
penyakit tromboemboli berfungsi untuk mencegah pembekuan darah dengan
jalan menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah (Lessy et al, 2013).
Trombosis digunakan untuk aktivasi koagulasi darah yang menghasilkan
generasi trombin yang berlebihan, dengan konversi fibrinogen selanjutnya
menjadi bekuan fibrin. Fibrinogen (FBG), merupakan protein kloten darah
manusia dengan berat molekul tinggi (340kDa), berperan dalam hemostasis dan
trombosis, dengan berfungsi sebagai pendahulu fibrin (Pretorius et al,2013).
Proses pembekuan darah dimulai ketika bagian tubuh terluka, maka trombosit
akan pecah dan mengeluarkan enzim trombokinase. Faktor antihemofilia akan
membantu sintesis protombin dan dengan pengaruh ion kalsium dan vitamin K
dalam darah, enzim trombokinase akan mengubah protrombin menjadi trombin,
selanjutnya trombin akan mengaktifkan protein darah fibrinogen menjadi
benang-benang fibrin. Pembentukan benang-benang fibrin akan menutup luka
dan mengurangi pendarahan (Schmidt, 1997).
Menurut Howie (1979) faktor-faktor koagulasi antara lain adalah fibrinogen,
rasio aktifitas pembangkit antibodi VIII faktor, thrombin, anti thrombin,
euglobin, platelet, fibrinolitik. Faktor yang dapat memperkecil
overanticoagulation antara lain pengurangan konsumsi alkohol, kehilangan berat
badan drastis, refreshing, latihan fisik yang rutin dan memakan makanan yang
kaya nutrisi. Penggumpalan darah dapat dipercepat oleh panas yang lebih tinggi
dari suhu tubuh dan kontak dengan bahan kasar, misalnya dengan pembalut
(kassa). Penggumpalan koloid biasanya terjadi sebagai akibat dari perubahan
suhu. Suatu koloid dapat menggumpal ketika dipanaskan atau didinginkan.
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut:

1. Respon sel darah merah terhadap lingkungan yang memiliki perbedaan


konsentrasi osmotis dibagi menjadi 3 yaitu hipertonis, hipotonis dan isotonis.
Hipertonis adalah keadaan dimana pelarut dilingkungan memiliki konsentrasi
osmosis yang rendah dan terlarut memiliki konsentrasi osmosis yang tinggi
sehingga, pelarut yang terdapat didalam sel akan keluar dan sel menjadi
mengkerut atau krenasi. Hipotonis merupakan keadaan dimana pelarut
dilingkungan memiliki konsentrasi osmosis yang tinggi dan terlarut memiliki
konsentrasi osmosis yang rendah sehingga, pelarut yang terdapat diluar sel akan
masuk dan sel menjadimembengkak kemudian akan menjadi lisis. Keadaan
isotonis (iso-osmosik) adalah keadaan dimana tekanan osmotik lingkunangan
sama besar dengan tekanan osmotik di dalam sel darah.
2. Konsentrasi internal darah katak sawah (Fejervarya cancrivora) adalah 0,6%
sedangkan konsentrasi internal darah manusia adalah 0,9%.
3. Struktur sel darah katak sawah (Fejervarya cancrivora) adalah lonjong, berukuran
besar dan berinti besar ditengah sedangkan sedangkan pada manusia berukuran
kecil, bentuknya bulat bikonkaf, dan tanpa inti.
4. Mekanisme pembekuan darah dimulai saat pembuluh darah terluka atau terpotong
dan darah keluar. Trombosit pecah dan membebaskan enzim trombokinase.
Enzim ini akan mengubah protrombin menjadi thrombin. Trombin mengubah
fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang akan menutup luka sehingga
pendarahan dapat di hentikan.
5. Waktu beku darah adalah waktu yang diperlukan dari saat darah keluar sampai
berbentuk benang fibrin pada proses pembekuan darah. Waktu beku darah
bergantung pada efisiensi tenunan fibrin dalam mempercepat koagulasi.waktu
beku darah yang diperoleh kelompok kami adalah >7 menit.
DAFTAR PUSTAKA

Alamanda, E. I, Handajani, S. N & Budiharjo, A., 2007. Penggunaan metode


hematologi dan pengamatan endoparasit darah untuk penetapan kesehatan ikan
lele Dumbo (Clarias gariepinus) di kolam budidaya desa Mangkubumen
Boyolali. Jurnal biodiversitas, (8), pp. 34-38.
Arifin, H. A., & Zet, R., 2013. Pengaruh Pemberian Jus Jambu Biji Merah
(Psidiumguajava L.) Terhadap Jumlah Sel Eritrosit, Hemoglobin, Trombosit
Dan Hematokrit Pada Mencit Putih. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, (18),
pp. 43-48.
Bryon, S., 1973. Text Book of Physiology. Japan : St Lourst the Mosby Co. Toppon.
Co. Ltd.
Campbell, N. A., Reece, J. B. & Mitchell, L. G., 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid
3. Jakarta: Erlangga.
Campbell., 2009. Biology 8th Edition. San Fransisco: Benjamin Cummings.
Hajjawi, O. S., 2013. Glucose Transport in Human Red Blood Cells. American
Journal of Biomedical and Life Sciences, 1(3), pp. 44-52.
Hendrayani., 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Howie, P. W., 1979. Blood clotting and fibrinolysis in pregnancy. Postgrad Med J,
55(643), pp. 362–366.

Kamen, B., & Rossenbaum, M., 2004. Alcohol-vitamin and nutrient “effect of
alcohol on nutrient absorption generally”. New York: June Russell’s health
fact.
Lesson, T., 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC.
Lessy, A., Darus S. P., & G. Gerung., 2013. Uji Aktivitas Antikoagulan Pada Sel
Darah Manusia dari Ekstrak Alga Coklat Turbinaria Ornata. Jurnal Pesisir
dan Laut Tropis. 2(1), pp. 21-27.
Schmidt, K., 1997. Animal Physiology: Adaptation and Environment Book. USA:
Cambridge University Press.
Setiawan, A., Esti, S., & Wiharto., 2014. Segmentasi Citra Sel Darah Merah
Berdasarkan Morfologi Sel Untuk Mendeteksi Anemia Defisiensi Besi. Jurnal
ITSMART, 3(1), pp. 1-8.
Siswanto, Sulabda, I. N. & Soma, I. G., 2014. Kerapuhan Sel Darah Merah Sapi Bali.
Jurnal Veteriner, 15(1), pp. 64-67.
Srikini., 2000. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pretorius, E., Janette, B., Natasha, V., & Boguslaw, L., 2013. Oxidation Inhibits
Iron-Induced Blood Coagulation. Current Drug Targets. (14), pp 13-19.
Rousdy, D. W., & Riza, L., 2018. Hematologi Perbandingan Hewan Vertebrata: Lele
(Clarias batracus), Katak (Rana sp.), Kadal (Eutropis multifasciata), Merpati
(Columba livia), dan Mencit (Mus musculus). Bioma, 7(1), pp. 1-13.
Sacher, Ronald, A., & Richard, A. McPherson., 2000. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Lanoratorium. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wei, J., Yan, Y. L., Li, W., Guo, H. D., Xiao, L. F., & Zhi, H. L., 2015. Evolution of
erythrocyte morphology in amphibians (Amphibia: Anura). ZOOLOGIA, 32(5),
pp. 360–370.
Wiguna, I. Komang., 2009. Aplikasi Ilmu Fisiologi Sistem Darah Dan Cairan Tubuh
Dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat. Denpasar: Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai