Anda di halaman 1dari 1

Nama : Rizqi Dwi Nurmansyah

NIM : 200321614860
Offering : P7
Mata Kuliah : Penelitian Kualitatif
Tugas : Novelty dan analisis kritis

Pemerolehan Bunyi Konsonan pada Anak Attention Deficit Hyperactivity


Disorder (ADHD) dengan Latar Belakang Bilingual
Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh
manusia, dan dapat diperoleh melalui dua cara. Cara pertama adalah pemerolehan
bahasa secara tidak sadar, yang biasanya terjadi pada masa bayi sampai kanak-kanak
saat anak belajar bahasa kedua orangtuanya dengan meniru mereka. Cara kedua
adalah pemerolehan bahasa secara sadar, yang terjadi ketika anak berada pada usia
sekolah dan belajar bahasa dalam lingkungan sekolah formal. Terdapat lima tahapan
dalam pemerolehan bahasa anak: (1) mendekut atau cooing pada usia tiga bulan, (2)
berceloteh atau babbling pada usia enam bulan, (3) tahapan satu kata atau one-word
stage pada usia satu tahun, (4) tahapan dua kata atau two-word stage pada usia satu
tahun enam bulan, dan (5) menggunakan rangkaian tiga kata atau lebih serta
menghasilkan kalimat utuh pada usia dua tahun enam bulan.
Anak-anak umumnya mengalami tahapan pemerolehan bahasa yang sama, tetapi
dengan kecepatan perkembangan yang berbeda. Proses pemerolehan bahasa ini
mengarahkan individu dari ketidaktahuan bahasa (initial zero) hingga pemahaman dan
kemampuan berbahasa seperti orang dewasa (steady state).
Namun, ada kasus seperti Aza, yang mengalami perkembangan bahasa yang
lambat. Pada usia 1-2 tahun, Aza belum mampu mengucapkan kata dengan benar dan
seringkali tidak memahami perkataan orang lain. Pada usia tiga tahun, Aza masih
kesulitan mengeluarkan bunyi bahasa dengan baik dan cenderung diam serta tidak
responsif terhadap perkataan orang lain.
Setelah diperiksakan ke sekolah terapi, Aza didiagnosis menderita Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), yaitu kelainan perkembangan yang
memengaruhi kemampuan anak untuk mempertahankan perhatian pada tugas tertentu.
Anak dengan ADHD memiliki kecenderungan untuk terpancing oleh rangsangan
internal dan eksternal.
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan ADHD antara lain bayi berat
lahir rendah (BBLR) dan riwayat ADHD pada orangtua. Anak dengan ADHD sering
mengalami gangguan bahasa pragmatik, kesulitan dalam bertahan dalam percakapan,
dan kesulitan merumuskan ujaran.
Ada keterkaitan antara ADHD dan gangguan berbicara, seperti Speech and
Language Impairment (SLI), yang sering dialami oleh anak dengan gejala ADHD.
Meskipun bukan merupakan kriteria utama dalam diagnosis ADHD, anak-anak
dengan ADHD sering mengalami gangguan komunikasi.
Sebagai tambahan, penelitian sebelumnya telah mengkaji pemerolehan bunyi
bahasa pada anak-anak tanpa gangguan. Namun, belum ada penelitian yang
mendeskripsikan pemerolehan bunyi konsonan pada anak dengan ADHD yang
memiliki latar belakang bilingual, yaitu bahasa Jawa-bahasa Indonesia. Oleh karena
itu, penelitian ini menjadi penelitian yang baru dalam konteks ini.

Novelty:
Penelitian yang mendeskripsikan pemerolehan bunyi konsonan pada anak dengan ADHD yang
memiliki latar belakang bilingual, yaitu bahasa Jawa-Bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai