Anda di halaman 1dari 4

JODOH TERBAIK

By : Wilya Adisa

Mas Arif adalah senior tingkat tiga saat aku memasuki kampus itu. Kampus biru. Kami berkenalan saat
masa orientasi mahasiswa. Dia pengisi materi untuk sesi pertukaran pelajar di kampus. Dari data diri
yang dia beberkan, mas Arif sudah membuatku terkesima. Bagaimana tidak? Prestasinya tidak hanya di
akademis tapi juga organisasi sangat mengagumkan. Sejujurnya dia tidak tampan. Hanya
pembawaannya yang kharismatik dan teduh, membuat dia mempunyai kesan menawan.

"Halo Kak, saya Sukma, minta tanda tangan ya kak, untuk isi tugas MOS pemateri terfavorit." Aku
menyodorkan kertas yang aku gantungkan di dadaku.

"Boleh, silahkan, mana yang saya tandatangani." Setelah memberikan tandatangannya. Mas Arif
tersenyum.

"Kamu jurusan apa? Tertarik dengan materi saya ya. Kalau mau gabung, join ya. Di lantai dua gedung
utara paling kanan basecamp-nya."

"Boleh ya Kak? Iya Kak saya mau. By the way, boleh minta nomer telepon kakak?" kataku malu-malu.

"Silahkan, ini." Mas arif memberikan kartu namanya dan tersenyum.

Setelah perkenalan pertama itu, hubungan kami berlanjut lebih intens. Kami nyaman dengan hubungan
senior dan junior yang memiliki visi dan misi sama. Alias nyambung. Selain karena satu jurusan, kami
sama-sama tertarik dengan dunia menulis. Jadi aku sering meminta pendapatnya dan sepertinya dia
juga menyukai ide segar dari apa yang aku utarakan.

Tak terasa, masa kuliah sudah hampir berakhir. Mas Arif dengan kesibukannya yang memang luar biasa
membuat dia terlambat lulus tepat waktu. Kami sama-sama menyusun penelitian tugas akhir dalam satu
tim. Profesor kami sudah sangat memgenal kami dan mempercayakan proyeknya pada kami.

"Arif, Sukma saya dapat telepon dari laboratorium PT P******, sampel kalian bagus hasilnya. Mereka
tertarik dengan mteode kalian. Saya tunggu laporannya segera ya. Biar bisa cepet selesai dan lulus
tahun ini. " Kata Profesor Anik di ruangannya.

"Alhamdulillah, serius Bu?" Mas Arif berbinar.

"Serius, kalau sudah lulus dan kalian menikah, saya jangan lupa di undang ya! Kalian co.."

"Uhukkk...uhuuukk.."tiba-tiba aku tersedak dengan pernyataan Profesor Anik.

Dengan gagap, malu-malu dan kaget juga, mas Arif berdehem menetralkan suasana.

"Apaan si Prof, kami hanya berteman, Sukma sudah seperti adik bagi saya."
"Halah, apaan adik, adik ketemu gedhe iya. Bisa aja kamu Rif." Profesor Anik terkekeh.

"Wah Sukma, kamu jangan mau kalau di PHP-in trus. Harus minta ketegasan. Kemana-mana bareng kok
cuma jadi adek! " Profesor Anik menambahi.

Aku yang masih kaget, malu dan ngrasa campur-campur jadi salah tingkah, masih tidak bisa berucap
apa-apa, dari sudut mataku, aku tahu, kalau mas Arif juga salah tingkah.

Memang sih, meski kami tidak ada pernyataan hubungan apapun dari mulut kami, tapi semua sudah
tahu, jika ada mas Arif pasti ada aku, karena setiap kegiatan asistensi, organisasi, event nasional
internasional, sering kami lakukan bersama-sama. Dan semua tahu, masing-masing dari kami sama-
sama tidak punya pacar dan ntah kenapa, hasil goal yang kami ikuti selalu memuaskan.

Sampai akhirnya, tibalah masa wisuda. Masa yang ditunggu-tunggu oleh setiap mahasiswa. Masa yang
dinantikan oleh setiap orang tua. Malam itu, mas Arif yang biasanya selalu memberi kabar jika mau
mampir ke kos untuk menyusun ini itu, meminta data ini itu, tiba-tiba sudah berada di teras kos.

Ting tong.

"Neng Sukmaaaaa...ada mas Arif di depan."

Si Mbok penjaga kos mengetuk pintu kamarku. Aku yang sedang membaca novel pun kaget.

"Ha, serius Mbok? Ko tumben gak sms dulu.

"Tau atuh Neng. Cepetan, ditunggu Masnya."

Setelah berganti baju. Pakai jilbab ala kadarnya dan tak lupa bawa hp. Aku turun ke teras.

Rumah kosku memang bentuknya seperti hotel. Lebar dan kotak dengan kamar-kamar yang
berdampingan satu sama lain. Tersusun rapi disetiap lantai dan hanya berpusat ke satu pintu keluar
masuk dengan cctv yang stand by 24 jam. Jadi setiap tamu yang datang selalu di teras bawah, yang luas
sekali dengan kursi-kursi berjejer seperti di rumah sakit.

"Eh mas, ada apa? Tumben, biasanya ngabarin kalau mau kesini. "

"Hmmm...ndak papa, Mas mau maen aja. Sukma lagi gak repot kan?"

"Ndak si Mas, lagi santai aja tadi. " jawabku.

Hening.

Sama-sama maenan hp.

"Ehhh.... "

"Hmmm...."
Kami berbarengan terus mau ngomong.

"Kamu duluan ngomong dulu. "

"Gak wes, Mas aja dulu, kan Mas tadi yang kesini, kayak butuh sesuatu. "

Mas Arif diem. Hanya meliatku. Tatapannya seperti...gimana ya...susah dijabarkan, tapi tiba-tiba
membuatku deg-degan.

"Mas pamit pulang ya. Selamat malam. Oh iya, ini martabak kesukaanmu. "

"Loh. Gimana si mas ini. Ko awkward aku ngrasanya. Hehe. Jangan nakutin deh Mas." aku berusaha
sebisa mungkin menetralkan suasana.

Mas Arif cuma tersenyum dan bilang Assalamualaikum dan pergi dengan motornya.

*******

Saat hari wisuda, semua pada sibuk dan repot karena para orang tua pasti datang beserta handai tolan,
menyaksikan hari bersejarah-nya kita.

Hari itu, di gedung G***** Mas arif, datang.

Aku merasa dia jadi tampan.

Bersih dengan baju toga dan kemeja putihnya.

Aku yang memakai kebaya warna merah pun sepertinya membuat dia terpesona. Bukannya ge-er, tapi
mas Arif, aku merasa, dia memandangku dengan tatapan tak biasa. Tak seperti biasanya.

Karena satu tim, otomatis, masing-masing keluarga kami, saling mengenal. Kami pun memyempatkan
foto bersama.

*****

Beberapa hari setelah acara wisuda. Mas Arif, berpamitan padaku. Karena harus ke Britania Raya untuk
melanjutkan studinya. Aku tahu itu. Dari awal dia mendaftarkan beasiswa kesana, aku juga tahu, dia
akan mendapatkannya.

Acara berpamitan pun biasa saja. Apa yang aku harapkan? Aku menghormari mas Arif sebagai senior
dan kakak yang memang disini, sesama anak rantau, saling melindungi dan mendukung. Sejujurnya,
dari perkataan Profesor Anik dan teman-teman yang mengetahui kami. Aku pun menyimpan rasa itu,
rasa nyaman yang seperti, wah, tanpa bilang, kami sudah tahu masing-masing yang kami pikirkan dan
rasakan. Seperti sudah terkoneksi satu sama lain. Jadi, kalaupun mas Arif memintaku. Bukan, bukan,
tapi menginginkanku jadi seseorang yang lebih. Aku pun pasti banyak mengiyakan. Ah, tapi aku tak
boleh berpikir kesana. Bagaimanapun itu privasi sekali dan hubunganku tak boleh boleh renggang
karena mungkin ternyata salah satu dari kami tidak ada rasa itu. Jadi aku menahan diri.
Bertahun-tahun berlalu, hubungan kami hanya sebatas email dan sms singkat.

Orang tuaku menginginkan putrinya ingin segera menikah. Karena dirasa sudah mandiri, sudah bekerja
dan sudah waktunya. Akupun mengiyakan ketika ada seseorang yang datang, mengkhitbahku. Pria itu
juga mapan dan tampan. Kebetulan kami tetangga desa jadi sudah sama-sama tahu keluarga masing-
masing. Ayah ibu setuju.

Saat malam pertama setelah akad nikah. Tentu saja jadi malam baru bagiku. Sudah ada suami di sisi,
tentunya ada hal berbeda dari malam sebelumnya. Kondisi capek karena banyaknya tamu, kami
memutuskan membuka-buka kado saja dan membalas ucapan di sosial media ataupun di sms kami
masing-masing.

Sampai akhirnya, mata ini membaca layar sms dari mas Arif.

"Selamat atas pernikahanmu Sukma. Maaf tidak bisa datang dan tidak membalas undanganmu di emai
yang kamu kirim. Aku sekarang sudah di Indonesia. Aku baru tahu kamu menikah hari ini saat aku sudah
sampai indonesia. Maafkan aku. Sejujurnya aku menyukaimu, dan ingin datang meminta ijin kepada
orang tuamu. Tapi, ternyata aku kalah dengan waktu. Maaf jika waktu itu, aku tidak memberi
ketegasan. Karena kupikir, belum saatnya. Semoga dia yang kamu pilih memang jodoh terbaik
bagimu."

Seketika itu juga, tak terasa air mataku keluar perlahan. "Ya Allah Mas...seandainya kamu tahu. Aku
memiliki rasa yang sama. Tapi, ternyata jodoh terbaikku bukan kamu. " sambil menutup layar hp dan
menghapus pesan mas Arif aku mengusap air mata yang baru saja jatuh. Tak enak dengan suami dan
sadar diri sudah berganti status akupun cepat-cepat ke kamar mandi untuk membasuh muka dan
mengambil wudlu. Sudah saatnya, kembali ke dunia yang sebenarnya, dan memulai tugas pertama
sebagai istri dan memulai kisah yang baru dengan mas Surya. Suamiku. Jodoh terbaikku.

Untuk mas Arif, dimanapun berada, semoga kamu mendapatkan jodoh terbaikmu dan hidup bahagia
disisa umurmu.

Anda mungkin juga menyukai