Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


“INFUS D5”
Dosen pengampu : apt. Nur’Aini, S.Si., M.Farm

Nama kelompok 2 :
1. Shofiyah Nur Laila 21040060
2. Siti Muthmainnah 21040061
3. Vina Nurul Aulia 21040068

LABORATORIUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH A.R FACHRUDDIN
TANGERANG
2023
PRAKTIKUM III

“Infus D5”

1. Tujuan
Mahasiswa dapat membuat sediaan infus D5 dan melakukan uji untuk infus D5

2. Tugas
Buatlah sediaan infus D5 (Infus Dextrosa 5%) sebanyak 100 ml (untuk
perhitungan tambahkan 20% dan gunakan zat pengisotonis NaCl)

3. Dasar teori
Dunia medis erat kaitannya dengan obat-obatan yang mana digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau patologis pasien dalam menunjang
peningkatan kesehatan. Obat merupakan zat yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam
diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada makhluk
hidup seperti manusia dan hewan. Terdapat berbagai jalur pemakaian obat yang paling
efektif misalnya secara oral, rektal, dan parenteral dimana harus ditentukan dan
ditetapkan petunjuk rentang dosis-dosis yang dianjurkan bagi pasien pada variasi usia,
berat badan, dan status penyakitnya (Ansel, 2008).
Oleh karena itu, untuk membantu pemakaian alat malalui jalur-jalur tersebut telah
diformulasikan bentuk-bentuk sediaan seperti tablet, kapsul, injeksi, supositoria,
ointment, aerosol, dan lain-lain. Pemberian obat secara oral cenderung lebih sering dipilih
dan digunakan namun terdapat beberapa kelemahan seperti tidak dapat diberikan pada
pasien dalam keadaan tidak sadar, efek yang diberikan tidak segera dikarenakan proses
absorpsi terjadi lebih dulu sebelum ke sistemsistemik, dan tidak efektif untuk
penanggungan pasien gawat darurat sehingga terciptalah alternatif melalui sediaan
parenteral agar obat masuk ke sistemsistemik tanpa proses absorpsi lebih dulu untuk
efisiensi pasien (Ansel, 2008).
Jalur pemakaian dengan cara parenteral menunjukkan pengobatan yang diberikan
diluar dari usus tanpa melalui sistem saluran makanan. Obat dengan cara parenteral
disuntikkan melalui lubang jarum runcing ke dalam tubuh pada berbagai tempat dengan
variasi kedalaman. Terdapat tiga cara utama pemberian parenteral misalnya subkutan,
intramuskular (IM) dan intravena (IV). Pada praktikum ini, digunakan sediaan parenteral
injeksi intravena infus dekstrose 5% dimana injeksi intravena merupakan proses
penyuntikkan larutan air ke dalam vena yang biasanya terdapat di bagian lengan dengan
kecepatan sepadan untuk immediate pass release. Sesudah penyuntikan intravena,
diperoleh kadar optimum dalam darah dengan cepat dan tepat (Ansel, 2008).
Infus merupakan sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 90° selama 25 menit. Infus intravena termasuk kedalam jenis
sediaan steril berupa larutan atau emulsi yang bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat
isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume yang relatif
banyak. Infus intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan zat dapat serta harus
jernih dan praktis bebas partikel (Depkes RI, 1979).
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 ml yang di
berikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok ketika
terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembaikan keseimbangan air dan elektrolit larutan infus intravena harus jernih dan
praktis bebas partikel (Lukas, Syamsuni, H.A.2006).
Infus dekstrose 5% merupakan campuran larutan air dan dekstrose yang
merupakan salah satu jenis glukosa dan biasanya dimasukkan ke dalam wadah tipe I dan
tipe II (Depkes RI, 1995).
Infus dekstrose 5% mampu menginduksi diuresis tergantung dari kondisi klinis
pasien. Sebelum penggunaan, harus dipastikan bahwa 5% infus dekstrose larut dan stabil
dalam air dengan pH yang sesuai. Sediaan steril harus memiliki In-Process control (IPC),
Quality Control (QC), dan Qualty Assurance yang baik sehingga dilakukan praktikum
sterilisasi dengan formulasi injeksi/injectio infus dekstrose 5% untuk menunjang ilmu
pengetahuan praktikan terkait sterilisasi dan formulasi sediaan steril (Baxter, 2014).
Dekstrosa dapat langsung dimetabolisme untuk meningkatkan kadar glukosa
dalam darah dan menyediakan kebutuhan kalori. Dekstrosa dapat menurunkan kehilangan
protein dan nitrogen tubuh, meningkatkan pembentukan glikogen dan mengurangi atau
mencegah ketosis jika diberikan dengan dosis yang cukup. Dekstrosa biasanya
dimetabolisme menjadi karbon dioksida dan air. Pemberian secara oral dektrose yang
merupakan senyawa monosakarida akan sangat cepat diserap dalam usus halus dengan
mekanisme difusi aktif. Pada pasien dengan hipoglikemia, peningkatan kadar glukosa
dalam darah biasanya dalam 10-20 menit dan memuncak pada sekitar 40 menit setelah
pemberian dekstrose secara oral (McEvoy, 2002).

4. Praformulasi
a. Tinjauan farmakologi bahan obat
1. Indikasi
a) Sebagai terapi parenteral untuk memenuhi kalori pada pasien yang mengalami
dehidrasi.
b) Sebagai terapi pada pasien hipoglikemi yang membutuhkan konsentrasi
glukosa dalam darah, hal ini dipenuhi dengan cara menyimpan dekstrosa yang
ada sebagai cadangan gula dalam darah.
(McEvoy, 2002)
2. Kontraindikasi
Larutan dextrosa sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
diabetes melitus atau intoleransi karbohidrat pemberian dekstrose IV dapat
menyebabkan pengenceran elektrolit serum, overhidrasi, kondisi konghesif, atau
edema paru. Resiko kondisi dilusional berbanding terbalik dengan konsentrasi
yang diberikan. Infus larutan dekstrosa isotonik yang berkepanjangan dapat
meningkatkan volume cairan ekstraseluler dan keracunan air. Larutan dekstrosa
hipenonik dikontraindikasikan pada pasien anuria, pendarahan intraspinal atau
intrakranial dan pasien dengan delirium tremens jika pasien tersebut sudah
mengalami dehidrasi. Laritan dekstrosa pertonik dikontraindikasikan pada pasien
dengan koma diabetes atau alergi terhadap jagung dan produk olahannya.
(McEvoy, 2002).
3. Efek Samping
Reaksi yang dapat terjadi dapat disebabkan larutan terkontaminasi atau teknik
pemberianya seperti demam, infeksi di tempat injeksi, trombosis vena atau flebitis
yang memanjang dari tempat injeksi dan ekstravasasi. Jika larutan hipertonik
dekstrosa diinfuskan terlalu cepat maka nyeri lokal karena iritasi vena dapat
terjadi hiperglikemia dan glikosuria dapat terjadi sebagai akibat dari tingkat
pemberian atau kekurangan metabolisme. Jika tidak terdeteksi dan tidak diobati,
dapat menyebabkan dehidrasi, hiperosmolar coma, dan kematian (McEvoy. 2002).
b. Sifat fisika kimia bahan obat
1. Dextrosa
 Pemerian: Hablur tidak berwama, sebuk hablur atau serbuk granul putih, tidak
berbau; rasa manis (Depkes RI, 2014).
 Struktur Kimia dan Berat Molekul: Dekstrosa monohidrat (C6 H12 O6 H2O)
memiliki berat molekul 198,17 sedangkan dekstrosa anhidrat memiliki berat
molekul 180,16 (Rowe et al., 2009).
 Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol mendidih, sukar
larut dalam etanol (Depkes RI, 2014).
 Stabilitas: Dextrose memiliki stabilitas yang baik dalam kondisi penyimpanan
kering. Cairan dextrose dapat disterilkan dengan autoklaf Namun, pemanasan
berlebihan pemanasan dapat menyebabkan penurunan pH dan karamelisasi
larutan (Rowe et al., 2009).
 Titik Lebur: Dextrosa monohidrat memiliki titik lebur sebesar 83°C.
sedangkan dekstrosa anhidrat memiliki titik lebur sebesar 146°C (Rowe, et al.,
2009)
 Higroskopisitas: Dektrosa anhidrat dapat menyerap air secara signifikan pada
suhu 25°C dengan kelembaban relatif sekitar 85% untuk membentuk
monohidrat Hanya monohidrat yang serupa menyerap kelembaban sekitar
85% kelembaban relatif dan 25°C (Rowe et al., 2009).
 Inkompatibilitas: Suatu larutan dextrosa inkompatibilitas dengan sejumlah
obat seperti sianokobalamin, kanamisin sulfat, novobiocin natrium dan
warfarin sodium. Erythromycin gluceptate tidak stabil pada larutan dextrosa
pada pH yang kurang dari 5,05. Dekomposisi vitamin B kompleks dapat
terjadi apabila dipanaskan bersama dextrosa. Dalam bentuk aldehid, dextrosa
dapat bereaksi dengan amina, amida, asam amino, peptida dan protein.
Perubahan warna menjadi cokelat dan penguraian dapat terjadi apabila
sediaan bereaksi dengan senyawa alkali kuat. Dekstrosa dapat menyebabkan
wama kecoklatan pada tablet yang mengandung amina (Reaksi Maillard)
(Rowe et al., 2009).
 Kegunaan: Diluent tablet dan kapsul; agen terapeutik, agen tonisitas; agen
pemanis (Rowe et al., 2009). Dekstrosa adalah agen kalori karbohidrat. Injeksi
dextrosa digunakan sebagai sumber kalori dan air untuk hidrasi (McEvoy
2002).
 Penyimpanan: Dextrosa memiliki tingkat stabilitas yang baik apabila disimpan
pada kondisi penyimpanan kering Bahan harus disimpan pada wadah yang
tertutup rapat dan disimpan di tempat yang sejuk dan kering (Rowe et al.,
2009).
2. Arang Aktif Arang Jerap (Charcoal Activated)
 Pemerian: Serbuk halus, bebas dari butiran; hitam; tidak berbau; tidak berasa.
Diperoleh dari sisa destilasi destruktif dari beberapa bahan organik yang telah
diberi perlakuan untuk mempertinggi daya serap (Depkes RI, 2014).
 Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air dan etanol (Depkes RI, 2014).
 Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah tertutup (Depkes RI, 2014).
3. Air Steril untuk Injeksi (Sterile Water for Injection)
Air steril untuk injeksi adalah air mumi yang disterilkan dan dikemas dengan cara
yang sesuai. Tidak mengandung bahan anti mikorba atau bahan tambahan lainnya.
(Depkes RI, 2014).
 Pemerian: Cairan jemih, tidak berwarna, tidak berbau (Depkes RI. 2014).
 Berat Molekul: Air (H2O) memiliki berat molekul sebesar 18,02 g/mol

(Rowe et al.. 2009).

 Kelarutan: Larut dalam pelarut yang bersifat polar (Rowe et al., 2009).
 Titik Didih: Titik didih air adalah 100°C (Rowe et al., 2009).
 Inkompatibilitas: Dalam formulasi sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan
obat-obatan dan eksipien lainnya yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi
dalam adanya air atau kelembaban) di lingkungan dengan peningkatan suhu.
Air dapat bereaksi dengan logam alkali dan cepat dengan alkali logam dan
oksidanya, seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi
dengan garam anhidrat untuk membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan
dengan bahan organik serta dengan kalsium karbida (Rowe et al., 2009)
 Wadah dan Penyimpanan: Dalam wadah dosis tunggal, dari kaca atau plastic,
tidak lebih besar dari I liter. Wadah kaca sebaiknya dari kaca Tipe I atau Tipe
II. (Depkes RI.2014).

c. Cara sterilisasi masing-masing bahan


Sediaan disterilkan dengan cara pemanasan basah (autoklaf) pada suhu 121 oC selama
15 menit.
d. OTT
-
e. Cara penggunaan sediaan
Infus Dekstrosa 5% diberikan secara intravena
5. Formulasi
a. Permasalahan dan penyelesaian
1. Permasalahan
- Dextrose tidak stabil terhadap pemanasan suhu tinggi karena strukturnya
dapat terurai menjadi 5-hidroksi metil furfural.
- Sediaan parenteral harus terbebas dari mikroorganisme dan pirogen.
- Sisa partikulat dari karbon aktif mempengaruhi kejemihan sediaan sedangkan
syarat sediaan harus jernih.
- Dekstrosa stabil pada rentang pH 3.5-6.5. Perubahan pH diluar rentang stabil
akan menyebabkan karamelisasi dan larutan dextrose akan terdekomposisi
(Rowe et al. 2009).
- Infus dextrose 5% sedapat mungkin dibuat sediaan bersifat isotonis agar tidak
terasa sakit dan menimbulkan hemolisis. Apabila konsentrasi larutan dextrose
lebih dari 5% b/v, maka akan bersifat hiperosmotik dan menyebabkan iritasi
pembuluh darah bila diberikan secara intravena (Rowe, et al., 2009).
2. Penyelesaian
- Sterilisasi dilakukan pada suhu terjaga dan diusahakan agar waktu yang
digunakan tidak terlalu lama. Suhu yang stabil akan sangat menentukan hasil
dari sediaan, dimana dengan adanya kestabilan suhu maka dapat menghindari
terjadinya penguraian dextrose Sehingga pada proses sterilisasi akhir dapat
dilakukan pada suhu dibawah suhu degradasi dekstrosa yaitu pada suhu
220°C. Sterilisasi akhir dapat dilakukan berdasarkan hal tersebut adalah
sterilisasi uap pada suhu 121°C selama 15 menit dengan autoklaf. Selain itu,
karena sediaan infus dekstrosa ini menggunakan sterilisasi akhir dengan
autoklaf (Rowe, et al., 2009).
- Untuk membebaskan sediaan dari pirogen biasanya digunakan absorbing
agent yaitu karbon akuf yang akan mengabsorbsi pirogen dari larutan
Aktivitas karbon aktif ini baik pada suhu 60°C, sehingga pada proses
pembuatan dilakukan pemanasan suhu tersebut disertai pengadukan secara
perlahan.
- Pada saat pengadukan dengan karbon aktif dilakukan secara perlahan dan
dilakukan penyaringan secara berulang untuk menghilangkan sisa-sisa partikel
karbon aktif. Untuk membebaskan pirogen dapat dihilangkan dengan
menggunakan metode filtrasi melalui kertas saring berukuran pori 0.22
mikrometer.
- Untuk mencegah agar infus tidak memiliki pH di luar rentang pH stabilitas
dekstrosa maka dapat dilakukan penyesuaian pH dengan penambahan NaOH
dan HCI konsentrasi rendah apabila terjadi perubahan pH.
- Sifat isotonis dari sediaan sangat berpengaruh terhadap rasa sakit yang
ditimbulkan pada saat penggunaan sediaan tersebut, sehingga pada kemasan
sekunder infus dekstrosa 5% diberikan keterangan sediaan bersifat sedikit
hipotonis agar saat diadministrasikan secara perlahan. Selain itu perlu dijaga
tonisitas sediaan dan sediaan dibuat sedekat mungkin isotonis dengan cairan
tubuh. Sehingga larutan dekstrosa yang akan dibuat adalah konsentrasi tidak
lebih dari 5%.
b. Formula yang akan dibuat
R/Dextrose anhydrous 5%
Activated Charcoal 0.15%
Water for Injection ad 100 ml
c. Perhitungan dan penimbangan
- Perhitungan Isotonis
Dik : Konsentrasi dextrose = 5,775 gram/100 ml
BM dextrose monohidrat = 198,17 gram/mol
Dit : Tonisitas infus dextrose?
Konsentrasi dextrosa
Dij : M-Osmol ¿ x 1000 x ion dextrose
BM detrosa
5 ,, 775 gram/0 ,1 L
x 1000 x 1
198 ,17 gram/mol
291,41 M Osmol/L ISOTONIS
(270 – 728 M Osmol L)
- Perhitungan Bahan
 Dextrosa anhidrat = 5% x 100 gram
5
= x 100 gram
100
= 5 gram
= 5 gram + (5 gram x 20%)
= 5 gram + 1 gram
= 6 gram

 Karbon aktif = 0,15% x 100 gram


0 ,15
= x 100 gram
100
= 0,15 gram
= 0,15 gram + (0,15 gram x 20%)
= 0,15 gram + 0,032 gram
= 0,18 gram

 Aqua pro Injeksi ad 100 ml


= 100 ml + (100 ml x 20%)
= 100 ml + 20 ml
= 120 ml
d. Cara kerja
- Cara pembuatan sediaan
Pembuatan Aquadest bebas pirogen :
Ukur sejumlah aquadest kemudian tambahkan dengan karbon sebanyak 0,1%
dari volume air dan panaskan diatas api bunsen pada suhu 60-70°C selama 15
menit sambil sesekali diaduk, tutup dengan alumunium foil, kemudian disaring.
Prosedur pembuatan infus :
1) Timbang dextrosa menggunakan spatel dan kaca arloji dan masukkan ke
dalam Erlenmeyer
2) Tuangkan aqua destilata untuk melarutkan dextrosa serta bilas kaca arloji
3) Gerus karbon aktif dan timbang sejumlah 0,1% b/v dan masukkan ke
dalam Erlemeyer , aduk, kemudian tambahkan aquadest hingga 120 ml
4) Tutup Erlenmeyer dengan alumunium foil dan sisipi dengan batang
pengaduk
5) Panaskan larutan diatas api bunsen pada suhu 60-70 oC selama 15 menit
sambil sesekali diaduk, cek suhu dengan thermometer, lakukan diluar
lemari steril.
6) Lipat kertas saring rangkap 2, basahi dengan aquadest bebas pirogen
7) Saring larutan hangat-hangat ke dalam erlemeyer steril
8) Pindahkan ke gelas ukur dan ukur volumenya 100 ml kemudian pindahkan
ke botol infus, tutup dengan alumunium foil, ikat dengan tali
9) Lakukan sterilisasi akhir dengan autoklaf
10) Buat Kemasan dan lakukan uji (Uji kebocoran, Uji Ph, Uji Kejernihan dan
warna, Uji Volume)
- Cara sterilisasi
Metode Sterilisasi: Menggunakan metode sterilisasi akhir karena sediaan stabil
terhadap pemanasan. Sterilisasi akhir menggunkan autoklaf pada suhu 121oC
selama 15 menit.
Sterilisasi alat

No Nama alat Cara Sterilisasi Suhu Waktu


1. Cawan Petri Pemanasan Kering 160o C 1 jam
dengan Oven
2. Pipet Tetes Pemanasan Kering 160o C 1 jam
dengan Oven
3. Tabung Reaksi Pemanasan Kering 160o C 1 jam
dengan Oven
4. Vial Pemanasan Kering 160o C 1 jam
dengan Oven
5. Tube Rendam di Alkohol - 24 jam
6. Beakerglass 50 ml Pemanasan Kering 160o C 1 jam
dengan Oven
7. Erlenmeyer 100 ml Pemanasan Kering 160o C 1 jam
dengan Oven
8. Kaleng serbuk Pemanasan Kering 160o C 1 jam
tabur dengan Oven
9. Tutup Vial Pemanasan Basah 100o C 30 menit
dengan Merebus
10 Karet Pipet Pemanasan Basah 100o C 30 menit
. dengan Merebus

- Cara evaluasi
 Uji Kebocoran
Uji kebocoran dilakukan dengan membalikkan botol sediaan infus
dengan mulut botol menghadap ke bawah . Diamati ada tidaknya
cairan yang keluar menetes dari botol. Pada pembuatan kecil-kecilan
hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi untuk produksi skala besar
hal ini tidak mungkin dikerjakan.
 Uji pH
Pengujian pH obat diukur dengan menggunakan pH meter.
Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui apakah pH sediaan steril
racikan sudah sesuai dengan range pH sediaan pada literatur (Trissel,
2011). Sampel pengujian nilai pH dibagi dalam dua kelompok yaitu
sampel sediaan steril dari rumah sakit dan sampel sediaan steril yang
diracik sesuai pedoman. Pengujian pH dilakukan mendekati waktu
BUD yaitu mendekati 24 jam untuk ceftriaxone, mendekati 4 jam
untuk omeprazole dan mendekati 2 jam untuk meropenem.
 Uji Kejernihan
Uji kejernihan dilakukan secara visual untuk mengamati ada atau
tidaknya endapan yang terbentuk. Pengamatan ini dilakukan dengan
pencahayaan yang cukup pada latar belakang hitam dan putih.
Pengolahan data Data observasi yang diperoleh selanjutnya diberi
skor.
 Uji Volume
Uji volume dilakukan dengan mengukur volume sediaan jadi infus
mengunakan gelas ukur untuk mengetahui volume infus mencapai
ketentuan yang diingikan.

6. Hasil /data evaluasi

No Evaluasi Hasil Kesimpulan


1 Uji Kebocoran Tidak ada cairan yang keluar Memenuhi ketentuan
menetes dari botol
2 Uji pH pH 7,04 Memenuhi ketentuan
(Isohidris)
3 Uji Kejernihan Jernih Memenuhi ketentuan
4 Uji Volume 80 ml Tidak memenuhi ketentuan

7. Pembahasan
Pratikum kali ini dilakukan pembuatan infus D5 (Infus Dextrosa 5%) sebanyak 100
ml. Adapun tujuan dari pratikum kali ini yaitu, mahasiswa dapat membuat sediaan infus
D5 dan melakukan uji untuk infus D5.
Sediaan infus merupakan salah satu sediaan steril, oleh karena itu sediaan harus
terbebas dari mikroorganisme, baik bentuk vegetatif, non-vegetatif, spora, patogen,
maupun non-patogen (Agoes, 2009). Selain itu hal yang juga diperhatikan adalah
tonisitas karena akan mempengaruhi anatomi dan fisiologi tubuh pasien ketika
diaministrasikan langsung ke pembuluh darah. Pada pembuatan sediaan infus dekstrosa
5% tidak dilakukan penambahan NaCl yang berfungsi sebagai pengiosotonis. Walaupun
cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk meminimalisasi
trauma pada pembuluh darah, namun cairan hipotonis maupun hipertonis dapat
digunakan. Hasil perhitungan osmolaritasnya menunjukkan bahwa dekstrosa 5% bersifat
sedikit hipotonis sehingga untuk meminimalisasi iritasi pada pembuluh darah, larutan
diberikan dalam kecepatan yang lambat.
Sebelum dilakukan pembuatan sediaan, maka alat-alat yang akan digunakan harus
disterilisasi terlebih dahulu dilakukan proses sterilisasi alat-alat yang akan digunakan
dalam proses formulasi. Alat-alat yang digunakanseperti gelas beaker, corong gelas,
kertas saring, botol infus, batang pengaduk, erlenmeyer dan penutup karet botol infus
disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan metode sterilisasi panas basah
menggunakan autoklaf pada suhu 121℃ selama 15 menit. Alat-alat tersebut disterilisasi
dengan menggunakan metode sterilisasi panas basah dengan menggunakan autoklaf
karena alat yang disterilisasi tahan terhadap panas dan lembab. Selain itu metode
sterilisasi ini menggunakan uap jenuh dimana mekanisme pembunuhannya adalah
melalui perusakan mikroorganisme dengan mendenaturasi protein penting untuk
pertumbuhan dan atau reproduksi mikroorganisme. Uap jenuh ini mempunyai aktivitas
pembunuhan yang tinggi dan dapat membunuh semua jenis mikroorganisme termasuk
spora yang resisten terhadap waktu 15 menit pada suhu 121℃. Tujuan dari proses
sterilisasi alat adalah untuk menciptakan alat atau wadah sediaan yang bebas dari
mikroorganisme.

8. Wadah, etiket, brosur dan kemasan

9. Daftar Pustaka
Ansel, H. C. 2008. Pengantar bentuk sediaan farmasi. Edisi keempat. Jakarta: Penerbit
UI-Press.
Baxter. 2014. Prescribing Information: 5% Dextrose Injection, USP in AVIVA Plastic
Container IV Fluid and Nutrient Replenisher. Canada: Baxter International Inc.
Pg 1-8
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Lukas Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu resep. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta
McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America: American
Society of health System Pharmcists.

Anda mungkin juga menyukai