Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


INFUS DEXTROSE 5 %
DEXTRINE®

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1A
GOLONGAN 1

NURUL FEBRYANI (1608551001)


PUTU CIA INTANIA WARNAYA (1608551002)
I PUTU PURBA TEGUH GRANTICA (1608551004)
NI PUTU AYU KRISTIARA DEWI (1608551005)
NI NYOMAN SAVITRI MEGA ARWANAWATI (1608551006)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pembuatan produk steril harus dilakukan dengan ketentuan khusus untuk
memperoleh hasil akhir berupa produk yang memiliki risiko kecil untuk tercemar
mikroba, partikulat, dan pirogen, atau bahkan terbebas dari pencemar tersebut.
Produk yang steril dapat diperoleh jika produk dibuat dengan cara yang benar dan
personil yang terlibat memiliki keterampilan yang baik. Obat suntik merupakan
sediaan steril bebas pirogen yang diberikan secara parenteral. Istilah parenteral
berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu para dan enteron yang
berarti di luar usus halus dan merupakan rute pemberian lain selain rute oral
(Ansel, 2008). Obat suntik atau injeksi diberikan dengan disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa
larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan (Anief, 2015).
Obat suntik atau injeksi memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya
adalah dapat bekerja lebih cepat dibandingkan dengan obat yang diberikan secara
peroral, dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung, dan
dapat digunakan untuk depo terapi. Sedangkan kerugiannya adalah cara
pemberiannya susah, kemungkinan terjadi infeksi pada bekas suntikan, dan secara
ekonomi bersifat lebih mahal. Salah satu obat suntik yang sering digunakan di
rumah sakit adalah infus. Infus intravena atau infunda adalah sediaan steril
berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen sedapat mungkin dibuat isotonis
terhadap darah, dan disuntikkan langsung ke dalam vena dalam jumlah volume
yang relatif banyak. Infus memiliki volume lebih dari 10 mL, diberikan dalam
waktu yang lama, pembawanya hanya air, dikemas dalam wadah tunggal, dan
harus bersifat isohidris, isotonis, isoioni, serta bebas pirogen (Syamsuni, 2006).
Larutan infus biasanya diberikan dengan kecepatan 50 tetes tiap menit dan
lebih baik diberikan pada suhu badan. Larutan infus yang diberikan secara

1
intravena bertujuan untuk memberikan efek sistemik yang cepat, karena larutan
langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik melalui vena perifer. Larutan infus
biasanya mengandung elektrolit dan substansi nutrisi yang essensial (Anief,
2015). Salah satu infus yang mengandung substansi nutrisi yang essensial adalah
infus Dekstrosa 5%. Yang mana 5% menyatakan kadar dari dekstrosa dalam infus
tersebut. Dekstrosa merupakan gula yang diperoleh dari hidrolisis pati dan
mengandung satu molekul air hidrat atau anhidrat (Depkes RI, 1995). Infus
Dekstrosa merupakan sediaan yang dapat digunakan untuk memenuhi kalori pada
pasien dehidrasi untuk banyak kasus. Maka dari itu penting dilakukan praktikum
pembuatan infus Dekstrosa 5% yang bertujuan agar mahasiswa dapat membuat
formula dan sediaannya serta melakukan evaluasi terhadap sediaan yang dibuat.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut:
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan sediaan infus?
1.2.2 Bagaimanakah cara membuat formula dan membuat sediaan infus dekstrosa
5%?
1.2.3 Bagaimanakah cara melakukan evaluasi terhadap sediaan infus dekstrosa
5%?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah di atas
adalah sebagai berikut:
1.3.1 Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan sediaan infus.
1.3.2 Mahasiswa dapat membuat formula sediaan infus dekstrosa dan membuat
sediaan infus dekstrosa 5%.
1.3.3 Mahasiswa dapat mengetahui cara evaluasi sediaan dan dapat melakukan
evaluasi terhadap sediaan infus dekstrosa 5%.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PRAFORMULASI
I. TINJAUAN FARMAKOLOGI BAHAN OBAT
1.1 Farmakokinetika
Dextrosa merupakan senyawa yang jika sudah dimasukan ke dalam tubuh
akan dengan segera diabsorbsi di usus halus menggunakan mekanisme difusi
pasif. Setelah diabsorbsi dextrosa kemudian dimetabolisme oleh tubuh melalui
beberapa tahapan proses metabolisme. Tahapan metabolisme yang dimaksud yaitu
glikolisis, siklus krebs dan kemudian jalur pentose fosfat. Dextrosa hasil
metabolisme akan menjadi karbondioksida, air dan sumber energi. Namun
adapula yang disimpan oleh tubuh di dalam hati dan di dalam otot dalam bentuk
glikogen. Dengan cara itulah dextrosa memenuhi kalori yang diperlukan oleh
tubuh (McEvoy, 2002).
1.2 Indikasi
Dextrosa digunakan sebagai terapi parenteral diindikasikan untuk :
a. Terapi parenteral untuk memenuhi kalori pada pasien yang mengalami
dehidrasi.
b. Sebagai terapi pada pasien hipoglikemi yang membutuhkan konsentrasi
glukosa dalam darah, hal ini dipenuhi dengan cara menyimpan dextrosa
yang ada sebagai cadangan gula dalam darah.
(McEvoy, 2002).
1.3 Kontraindikasi
Dextrosa tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami hiperglikemi,
pasien yang mengalami gangguan gagal ginjal, pasien yang mengalami gangguan
absorpsi glukosa-galaktosa dan pada pasien yang mengalami sepsis akut
(McEvoy, 2002).
1.4 Efek Samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah :

3
a. Poliuria: peningkatan jumlah urin, yang disebabkan karena gula yang ada
menyerap air dengan kuat dalam tubuh.
b. Nyeri setempat: hal ini disebabkan karena konsentrasi sediaan yang
terlalu tinggi, biasanya diberikan pada pasien yang membutuhkan nutrisi
parenteral dengan konsentrasi dekstrosa yang tinggi.
c. Hiperglikemia: terjadi peningkatan kadar gula dalam darah dan
glukosuria.
(McEvoy, 2002).
1.5 Penyimpanan
Penyimpanan pada suhu 2o-25oC, terlindung dari sinar matahari (McEvoy,
2002).
II. TINJAUAN SIFAT FISIKO-KIMIA BAHAN OBAT
2.1 Dextrosa (Glukosa)
a. Pemerian
Hablur tidak berwarna, sebuk hablur atau serbuk granul putih; tidak
berbau; rasa manis (Depkes RI, 2014).
b. Struktur Kimia dan Berat Molekul
Dekstrosa monohidrat (C6H12O6.H20) memiliki berat molekul 198,17(Rowe
et al., 2009), dengan struktur kimia sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur Kimia Dextrosa Anhidrat (Rowe, et al., 2009)


c. Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air mendidih, mudah larut dalam air, larut
dalam etanol mendidih, sukar larut dalam etanol (Depkes RI, 2014).
Kelarutan dekstrosa monohidrat pada suhu 20oC adalah sebagai berikut:

4
Pelarut Kelarutan pada suhu 20 oC
Kloroform Praktis tidak larut
Etanol (95%) 1 bagian larut dalam 60 bagian etanol 95%
Eter Praktis tidak larut
Gliserin Larut
Air 1 bagian larut dalam 1 bagian air.
d. Titik Lebur
Dextrosa monohidrat memiliki titik lebur sebesar 83oC, sedangkan
dekstrosa anhidrat memiliki titik lebur sebesar 146oC (Rowe, et al., 2009)
e. Inkompatibilitas
Suatu larutan dextrosa inkompatibilitas dengan sejumlah obat seperti
sianokobalamin, kanamisin sulfat, novobiocin natrium dan warfarin
sodium. Erythromycin gluceptatetidakstabil pada larutan dextrosa pada pH
yang kurang dari 5,05. Dekomposisi vitamin B kompleks dapat terjadi
apabila dipanaskan bersama dextrosa. Dalam bentuk aldehid, dextrosa
dapat bereaksi dengan amina, amida, asam amino, peptida dan protein.
Perubahan warna menjadi cokelat dan penguraian dapat terjadi apabila
sediaan bereaksi dengan senyawa alkali kuat. Dekstrosa dapat
menyebabkan warna kecoklatan pada tablet yang mengandung amina
(Reaksi Maillard) (Rowe et al., 2009).
f. Higroskopisitas
Dektrosa anhidrat dapat menyerap air secara signifikan pada suhu 25 oC
dengan kelembaban relatif sekitar 85%untuk membentuk monohidrat.
Hanya monohidrat yang serupa menyerap kelembaban sekitar 85%
kelembaban relatif dan 25oC(Rowe et al., 2009).
i. Penyimpanan
Dextrosa memiliki tingkat stabilitas yang baik apabila disimpan pada
kondisi penyimpanan kering. Bahan harus disimpan pada wadah yang
tertutup rapat dan disimpan di tempat yang sejuk dan kering (Rowe et al.,
2009).

5
2.2 Arang Aktif / Arang Jerap (Charcoal Activated)
a. Pemerian
Serbuk halus, bebas dari butiran; hitam; tidak berbau; tidak berasa.
Diperoleh dari sisa destilasi destruktif dari beberapa bahan organik yang
telah diberi perlakuanuntuk mempertinggi daya serap (Depkes RI, 2014).
b. Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air dan etanol (Depkes RI, 2014).
c. Wadah dan Penyimpanan
Dalam wadah tertutup (Depkes RI, 2014).
d. Batas mikroba
Tidak boleh mengandung Salmonella sp dan Escherichia coli (Depkes RI,
2014).
e. Wadah dan penyimpanan
Dalam wadah tertutup (Depkes RI, 2014).
2.3 Air Steril untuk Injeksi (Sterile Water for Injection)
Menurut FI V, Air steril untuk injeksi adalah air murni yangdisterilkan dan
dikemas dengan cara yang sesuai. Tidakmengandung bahan anti mikroba atau
bahan tambahanlainnya (Depkes RI, 2014).
a. Pemerian
Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau. (Depkes RI, 2014).
b. Struktur Kimia dan Berat Molekul
Air steril untuk injeksi (H2O) dengan berat molekul 18.02 g/mol (Depkes
RI, 2014).
c. Kelarutan
Larut dalam pelarut yang bersifat polar(Roweet al., 2009).
d. Sterilitas
Memenuhi syarat (Depkes RI, 2014).
e. Stabilitas
Stabil dalam semua bentuk fisik (es, air, dan uap) (Rowe et al, 2009).
f. Titik Didih

6
Aqua pro injeksi memiliki titik didih pada suhu 100oC.
g. Inkompatibilitas
Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-obatan
daneksipien lainnyayang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi
dalamadanya air atau kelembaban)dilingkungan dengan
peningkatansuhu. Air dapat bereaksi dengan logam alkali dan cepat
dengan alkali logam dan oksidanya, seperti kalsium oksida dan
magnesium oksida.Air juga bereaksi dengan garam anhidrat untuk
membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan dengan bahan organik
serta dengan kalsium karbida
(Rowe et al., 2009)
h. Wadah dan penyimpanan
Dalam wadah dosis tunggal,dari kaca atau plastik, tidak lebih besar dari 1
liter. Wadah kaca sebaiknya dari kaca Tipe I atau Tipe II (Depkes RI,
2014).
III. BENTUK SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PEMBERIAN
3.1 Bentuk Sediaan
Terdapat beberapa variasi dalam lisensi obat-obatan yang berbeda
mengandung obat yang sama. Pada dektrosa ini bentuk sediaannya adalah: sirup
oral, cairan untuk injeksi, dan cairan untuk infus (McEvoy, 2002).
Infus intravenous adalah sediaan sediaan steril berupa larutan atau emulsi,
bebas pirogen dan mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung
ke dalam vena dalam volume yang relatif banyak.
3.2 Dosis
Anak: Glukosa 5% atau 10% harus ditambahkan sebagai pengganti
konsentrasi cairan glukosa darahturun di bawah 14 mmol / liter
▶ Dewasa: Glukosa 10% harus diberikan setelah konsentrasi glukosa darah
turun di bawah 14 mmol / liter, menjadidiberikan ke vena besar melalui
pengukur besarjarum pada tingkat 125 mL / jam, di samping natrium
klorida 0,9% infus

7
(BNF 74, 2018).
3.3 Cara Pemberian
Infus dektrosa 5% diberikan secara intravena. Infus dektrosa tidak perlu
diberikan apabila tidak terjadi kehilangan elektrolit secara signifikan.

B. FORMULASI
I. PERMASALAHAN
1. Infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen
dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah (Syamsuni, 2006). Sifat
isotonis dari sediaan infus tersebut dapat menyebabkan rasa sakit saat
penggunaan infus, sehingga perlu dijaga tonisitasnya dan sediaan dibuat
sedekat mungkin isotonis dengan cairan tubuh. Sediaan dikatakan isotonis
apabila memiliki nilai osmoralitas pada rentang 270-328 (Depkes RI, 1995).
2. Dekstrosa merupakan sumber nutrisi bagi mikroba sehingga sediaan dapat
mudahditumbuhi mikroba, namun infus dekstrosa 5% merupakan sediaan
steril yang berarti bebas dari mikroorganisme baik dalam bentuk vegetatif
maupun non vegetatatif. Infus intravena tidak mengandung pengawet
antimikroba.
3. Untuk menjamin sterilitas maka dilakukan sterilitas akhir dengan metode
pemanasan kering (oven) atau panas basah (autoklaf). Namun, berdasarkan
sifat fisika kimia dari dekstrosa tidak stabil terhadap suhu tinggi.
4. Infus merupakan sediaan steril yang harus terbebas dari pirogen, endapan
ataupun partikel padatyang dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan
kematian (Anief, 1987).
5. Dekstrosa stabil pada rentang pH 3,5-6,5 (Depkes RI, 1995). Berdasarkan hal
tersebut, pH sediaan akhir infus dekstrosa harus memenuhi rentang pH ideal
untuk menjaga kestabilan zat aktif dalam sediaan. Apabila larutan memiliki
pH lebih kecil dari 3,5 maka dekstrosa akan berubah menjadi caramel. Akan
tetapi, bila pH lebih besar Dari 5,5 maka dekstrosa akan terdekomposisi
secara kimiawi menjadi senyawa yang memilikiwarnacoklat.

8
II. PENGATASAN
1. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat infus dekstrosa yang memiliki
nilai osmolaritas pada rentang 270-328 harus dihitung agar masuk ke dalam
rentang istonis sehingga sediaan tidak mempengaruhi peredaran darah dalam
tubuh. Sifat isotonis dari sediaan sangat berpengaruh terhadap rasa sakit yang
ditimbulkan pada saat penggunaan sediaan tersebut sehingga pada saat
pemberian dilakukan dengan penyuntikan secara perlahan-lahan serta pada
etiket diberi tulisan ”larutan sedikit hipotonis”. Selain itu, perlu dilakukan
pengaturan tonisitas dengan cara melakukan perhitungan sehingga diperoleh
larutan infus dextrose yang sedekat mungkin isotonis dengan cairan tubuh
(Anief, 1987).
2. Diperlukan pelarut yang bebas dari pengawet dan mikroba. Dalam formulasi,
digunakan aqua pro injeksi (Niazi, 2004) yang dibuat dengan cara pemanasan
pada suhu 100C dan diamkan selama 30 menit kemudian didinginkan
(Depkes RI, 1995), serta dilakukan sterilisasi akhir sediaan infus dextrosa.
3. Sediaan infus dekstrosa dapat disterilisasi akhir dengan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, karena dekstrosa dapat tahan pada
suhu tersebut sehingga tidak mengalami perubahan struktur.
4. Digunakan suatu adsorben untuk menjerap pirogen yaitu dengan penambahan
karbon aktif (Niazi, 2004). Karbon aktif memiliki kemampuan sebagai zat
penyerap yakni dengan menarik pirogen secara kuat sehingga menempel pada
permukaanya. Untuk mencegah terbentuknya partikulat, bahan-bahan
dilarutkan dengan pelarut yang sesuai. Pelarut yang digunakan adalah aqua
pro injeksi (Niazi, 2004). Untuk menghilangkan partikulat karbon aktif
dibutuhkan proses penyaringan larutan yang berulang dengan menggunakan
kertas saring sampai terbentuk larutan yang jernih.
5. Untuk mencegah agar sediaan akhir infus dekstrosa yang dihasilkan tidak
memiliki pH di luar rentang pH stabilitasnya, yaitu pH 3,5-6,5(Depkes RI,
1995), maka dilakukan penyesuaian pH dengan penambahan NaOH dan HCl

9
konsentrasi rendah (jika terjadi perubahan pH). Nilai pH yang diharapkan
adalah 6,5.

III. MACAM-MACAM FORMULA STANDAR


a. Formula 1
R/ Dextrose Anhidrat 52,50 gram
Karbon aktif 0,15 gram
Aqua pro injeksi ad 1 L
(Niazi, 2004)
b. Formula 2
R/ Dextrose Monohidrat 55 gram
Karbon aktif 500 mg
NaCl 9,33 gram
Aqua pro injeksi ad 1L
(Niazi, 2004)
IV. FORMULASI YANG DIGUNAKAN
4.1 Formulasi
R/ Dekstrosa Anhydrous 52,5 g
Karbon aktif 0,15 g
Aqua pro injeksi ad 1 L
4.2 Perhitungan Bahan
a. Dekstrosa
Sediaan yang akan dibuat adalah sejumlah 100 mL maka Dekstrosa

anhidrat untuk 1 sediaanadalah =

BJ Dekstrosa anhidrat : 180,16 (Depkes RI, 1995)


BJ Dekstrosa monohidrat : 198,17 (Depkes RI, 1995)
Dekstrosa yang tersedia adalah dekstrosa monohidrat maka dilakukan
perhitungan untuk dekstrosa monohidrat.

Massa dekstrosa monohidrat = x massabahan anhidrat

10
= x 5,25 gram= 5,77 gram

Untuk 5 sediaan = 5,77 gram x 5


= 28,85 gram
b. Karbon aktif

Karbon aktif untuk 1 sediaan= = = 0,15

gram = 15 mg
Untuk 5 sediaan = 15 mg x 5
= 75 mg
c. Aqua pro Injeksi
Aqua pro injeksi yang digunakan adalah 100 mL.
Untuk 5 sediaan = ad 100 mL x 5
= ad 500 mL
Jadi, Aqua pro injeksi ditambahkan hingga volume menjadi 100 mL untuk
1 sediaan. Untuk 5 sediaan ditambahkan aqua pro injeksi hingga volume
500 mL.

 Perhitungan Tonisitas
Diketahui : Konsentrasi dekstrosa = 5,77 gram/100 mL
BM dekstrosa monohidrat = 198,17 gr/mol
Ditanya : Tonisitas infus dekstrosa = ........... ?
Jawab :

M Osmol = x 1000 x 1

M Osmol = 291,16 M Osmol/L


Tabel 1. Data Osmolaritas Larutan
> 350 Hipertonis
329 – 350 Sedikit hipertonis
270 – 328 Isotonis
250 – 269 Sedikit hipotonis

11
0 – 249 Hipotonis
Berdasarkan tabel osmolaritas larutan dengan nilai 291,16 M Osmol/L,
larutan dapat dikatakan bersifat isotonis. Sediaan infus
dekstrosadiharapkanbersifatisotonis.
 Perhitungan HCl 0,1 N
Diketahui:
HClstok = 37% b/b
N HCl = 0,1 N
Ek HCl = 1 grek/mol
 HCl = 1,18 gram/mol
Volume HCl = 5 mL
Ditanya:
Volume HCl yang diambil = …?
Jawab:

= 84,75 mL

Jadi dapat diketahui larutanstokHCl

= 11,96 M
Pengenceran 1 :
M1 x V1 = M2 x V2
11,96 M x V1 = 0,5 M x 5 mL

12
V1 = 0,2 mL
Pengenceran 2 :
M1 x V1 = M2 x V2
0,5 M x V1 = 0,1 M x 5 mL
V1 = 1 mL
Jadi HCl 0,5 N yang dipipet untuk 5 mL larutan HCl 0,1 N adalah 1 mL.
 Perhitungan NaOH 0,1 N
Diketahui:
N NaOH = 0,1 N
V NaOH = 10 mL
BM NaOH = 40 g/mol
Ditanya:
Massa NaOH yang ditimbang =…?
Jawab:

M = = = 0,1 M

M = x

0,1 M = x

massa =

= 0,04 gram
Jadi, massa NaOH yang ditimbang sebanyak 0,04 gram.
4.3 Penimbangan
Nama Bobot dalam Bobot dalam Kelebihan
Kegunaan Total
Bahan 1 sediaan 5 sediaan 5%
Dekstrosa 1,4425 30,2925
Bahan aktif 5,77 gram 28,85 gram
monohidrat gram gram
Karbon Absorbing 15 mg 75 mg - 75 mg

13
aktif agent
Aqua pro Ad 525
Pelarut Ad 100 mL Ad 500 mL Ad 25 mL
injeksi mL
C. PELAKSANAAN
I. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN DAN CARA STERILISASINYA
3.1 Alat
- Botolinfus 100 mL - Kertas saring
- Penutup karet - Kertas perkamen
- Bunsen - Aluminium foil
- Pipettetes - Tali kasur
- Timbangan analitik - Plastik ikan
- Gelas beaker - Autoklaf
- Termometer - Coronggelas
- Sendoktanduk - Bunsen
- Batangpengaduk - Pipettetes
- Gunting - Timbangan analitik
3.2 Bahan
- Dekstrosa monohidrat
- Karbon aktif
- Aqua pro injeksi
3.3 Cara Kerja Sterilisasi Alat

No. Nama Alat Ukuran Jumlah Cara Sterilisasi Suhu Waktu


1. Pipet tetes besar 1 Autoklaf 1210 15’
2. Gelas beaker 250 mL 1 Autoklaf 1210 15’
3. Gelas beaker 100 mL 1 Autoklaf 1210 15’
4. Corong gelas sedang 3 Autoklaf 1210 15’
5. Kertas saring - 3 Autoklaf 1210 15’
6. Botol infus 100 mL 3 Autoklaf 1210 15’
7. Batang pengaduk sedang 1 Autoklaf 1210 15’
8. Penutup karet - 3 Autoklaf 1210 15’
9. Sendok Tanduk - 2 Autoklaf 1210 15’

14
10. Kertas perkamen - - Autoklaf 1210 15’
III.4 Cara Kerja
3.4.1 Prosedur Kerja Pembuatan Sediaan
b. Prosedur Kerja Pembuatan Sediaan Berdasarkan Handbook of Pharmaceutical
Manufacturing Formulations (Niazi, 2004)
1. Karbon aktif sebelum digunakan dilakukan aktivasi terlebih dahulu dalam oven
pada suhu 800C tidak lebih dari 24 jam.
2. Dimasukan dekstrosa ke dalam water for injection pada suhu 600C dan aduk
selama 15 menit.
3. Ditambahkan arang aktif kemudian diaduk selama 15 menit.
4. Disaring campuran menggunakan kertas saring presterilized yang cocok untuk
menyaring arang aktif sehingga diperoleh larutan yang jernih.
5. Kertas saring awal yang digunakan setidaknya berukuran 0,45 mm dan
penyaringan akhir larutan sebelum dimasukkan ke dalam wadah kaca tipe I
digunakan kertas saring dengan ukuran 0,22 mm.
6. Dituang sediaan ke dalam botol dengan suhu terjaga 45 0C hingga 500C dan
segel segera dengan menggunakan sumbat karet butil abu-abu yang sudah
dicuci dan disterilkan pada suhu 1160C selama 30 menit.
7. Disterilkan botol yang berisi sediaan dengan autoklaf pada suhu 121 0C selama
20 menit;suhu dijaga agar tidak naik hingga 30C.
8. Diperiksa pH larutan (4,0-4,3), dimana sebelum diautoklaf pH larutan adalah
5,5 sampai 6,5.

b. Prosedur Kerja Pembuatan Sediaan (1 batch = 5 sediaan)

Alat-alat yang digunakan disterilkan terlebih dahulu.

Dimasukkan akuadeske dalam gelas beaker, dipanaskan diatas penangas


air hinggasuhu 100oC (pembuatan air bebas CO2)

Ditimbang bahan-bahan yang digunakan

15
Diturunkan suhu hingga hingga mencapai 60°C, lalu dimasukkan
dekstrosa ke dalam air bebas CO2dan diaduk hingga larut.

Ditambahkan karbon aktif ke dalam campuran tersebut, diaduk perlahan.


Penambahan dekstrosa dan Karbon aktif dilakukan dengan pemanasan
selama 15 menit. Diusahakan agar suhu tetap terjaga 60oC.

Larutan tersebut disaring dengan kertas saring hingga diperoleh larutan


yang jernih.

Filtrat yang diperoleh kemudian dituangkan masing-masing ke dalam5


wadah gelas kaca 100 mL yang telah disterilkan. Kemudian tutup
dengan penutup karet.

Dikap bagian atas botol dengan aluminium foil dan ikat dengan tali kasur (dikat
dalam bentuk simpul).

Kemudian sediaan disterilisasi akhir dengan autoklaf pada suhu


121oCselama 15 menit.

Etiket ditempelkan pada sediaan dan dimasukkan ke dalam kemasan sekunder.


Dilanjutkan dengan evaluasi sediaan infus dekstrosa 5% yang telah dibuat.

3.4.2 Prosedur Kerja Evaluasi Sediaan


1. Uji Organoleptis

Diamati sediaan steril infus dextrosa dari segi warna dan bau cairan

Dicatat warna dan bau sediaan yang diperoleh

16
2. Uji Kejernihan dan Warna

Sediaan infus dextrosa diperiksa dengan melihat wadah pada latar


belakang putih dan hitam dan disinari dari samping

Dilakukan pengamatan terhadap adanya kotoran, yakni kotoran


berwarna akan terlihat pada latar belakang putih, sedangkan kotoran
tidak berwarna akan terlihat pada latar belakang hitam.

(Syamsyuni, 2006)
3. Uji Kebocoran
Sediaan infus dextrosa yang telah disterilisasi, masih dalam keadaan
panas, dimasukkan ke dalam larutan dingin metilen biru 0,1%.

Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru
akan masuk ke dalam larutan infus tersebut.

(Syamsyuni, 2006)
4. Uji pH

Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH-meter.

Elektrode dibilas dengan akuades. Dikalibrasi pH-meter dengan


larutan dapar.

Diukur pH lauran infus dextrosa dengan mencelupkan elektroda ke


dalam larutan tersebut.

Diamati dan dicatat harga pH yang tertera pada pH-meter

(Depkes RI, 1995)

17
3.4 Kemasan, Brosur dan Etiket
a) Kemasan Primer

b) Kemasan Sekunder

c) Brosur

18
d) Etiket

19
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL
3.1.1 Tabel Penimbangan Bahan
No. Nama Bahan Jumlah Penimbangan
1 Dekstrosa Monohidrat 28,87 gram
2 Arang Jerap 0,075 gram
3 Aquadest Add 500 ml
4 Metilen blue 0,4 ml
5 Aquades Ad 400 ml
3.1.2 Hasil Uji Evaluasi Sediaan Infus Dextrosa 5%
a) Uji Organoleptis

Sediaan Warna Bau


Infus 1 Jernih Tidak Berbau
Infus 2 Jernih Tidak Berbau

Infus 3 Jernih Tidak Berbau


b) Uji pH

Sediaan pH
Infus 1 5
Infus 2 5
Infus 3 5
c) Uji Kejernihan

Sediaan Warna
Infus 1 Jernih
Infus 2 Jernih
Infus 3 Jernih
d) Uji Partikulat

20
Sediaan Hasil
Infus 1 Tidak terdapat partikulat
Infus 2 Tidak terdapat partikulat
Infus 3 Tidak terdapat partikulat
e) Uji kebocaran

Sediaan Hasil
Infus 1 Tidak ada kebocoran
Infus 2 Tidak ada kebocoran
Infus 3 Tidak ada kebocoran

3.1.3 Perhitungan
Perhitungan Tonisitas
Diketahui :
Bobot dekstrosa monohidrat yang ditimbang = 28,87 gram
Konsentrasi dekstrosa untuk 1 sediaan = 28,87 gram : 5
= 5,774/100 mL
BM dekstrosa monohidrat = 198,17 gram/mol
Ditanya : Tonisitas infus dekstrosa = .... ?
Jawab :

M Osmol = x 1000 x 1

= 291,37 M Osmol/L
Larutan infus yang dibuat memiliki nilai tonisitas sebesar 291,37 M
Osmol/L dapat dikatakan isotonis, karena berada pada rentang larutan
isotonis yaitu 270-328 M Osmol/L.

21
3.2 PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dibuat 5 buah sediaan steril infus Dextrine ® yang
merupakan infus dekstrosa 5 % dalam kemasan botol kaca bervolume 100 mL.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu mengetahui apa yang
disebut dengan sediaan infuse, memahami praformulasi sediaan infus dekstrosa,
membuat sediaan infus dekstrosa, serta melakukan evaluasi sediaan infus
dekstrosa 5%.
Dekstrosa merupakan suatu gula (monosakarida) yang diperoleh dari
hidrolisis pati, mengandung satu molekul air hidrat atau anhidrat. Dekstrosa yang
tersedia di laboratorium adalah dekstrosa monohidrat sehingga dengan konsentrasi
yang sama akan mempengaruhi sedikit tonisitas dari sediaan. Dekstrosa
monohidrat merupakan suatu senyawa polisakarida dengan satuan glukosa sebagai
komponen monomer, yang terikat secara glikosidik pada posisi alpha 1,6.
Dekstrosa monohidrat mengandung 1 molekul air sedangkan dekstrosa anhidrat
tidak memiliki kandungan molekul air.
Infus dekstrosa 5% merupakan sediaan perenteral berupa infus yang
mengandung 5% dekstrosa yang diberikan melalui intravena. Infus intravena
adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat
mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena
dalam volume relatif banyak (Depkes RI, 1979). Pembuatan sediaan infus
dekstrosa 5% diindikasikan untuk memenuhi kalori pada pasien yang mengalami
gangguan homeostasis (keseimbangan cairan tubuh), dehidrasi tahap kronis serta
terapi untuk pasien hipoglikemia. Pada pasien yang mengalami hipoglikemi jika
diberikan terapi dekstrosa mampu meningkatkan konsentrasi glukosa dalam
darah, hal ini dipenuhi dengan cara menyimpan dekstrosa yang ada sebagai
cadangan gula dalam darah, hal ini juga yang menyebabkan infus dekstrosa tidak
dapat digunakan pada penderita diabetes (McEvoy, 2002). Dekstrosa
dimetabolisme menjadi CO2 dan air, maka larutan dekstrosa dan air dapat
mengganti cairan tubuh yang hilang. Dekstrosa juga dapat digunakan sebagai
diuresis dan volume pemberian tergantung kondisi klinis pasien.

22
Sediaan infus dekstrosa 5% merupakan salah satu sediaan parenteral yang
diberikan melalui intravena, oleh karena itu sediaan ini harus bersifat steril, karena
sediaan ini mengelakkan garis pertahanan dari tubuh yang paling efisien, yakni
membran kulit. Maka sediaan tersebut harus bebas dari kontaminan mikroba dan
dari komponen toksin dan harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Suatu
bahan dapat dinyatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup yang
patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk
tidak vegetatif (spora). Pirogen merupakan produk metabolisme dari suatu
mikoorganisme. Secara kimiawi, pirogen yaitu senyawa endotoksin molekuler
tinggi yang tersusun dari lipopolisakarida-protein-lipid komples yang di produksi
oleh bakteri gram negatif yang melekat pada permukan bakteri dan bertanggung
jawab terhadap timbulnya reaksi panas. Efek adanya pirogen ini menghasilkan
kenaikan suhu tubuh yang nyata, demam, sakit badan, vasokonstriksi pada kulit
dan kenaikan tekanan dalam arteri. Sediaan infus juga tidak perlu ditambahkan
pengawet karena volume sediaan besar. Jika ditambahkan pengawet maka jumlah
pengawet yang dibutuhkan besar sehingga dapat menimbulkan efek toksik.
Formula yang digunakan pada pembuatan sediaan steril infus intravena
dekstrosa 5% ini mengacu pada formula standar yang terdapat pada Handbook of
Pharmaceutical Manufacturing Formulations: Sterile Products yaitu:
R/ Dekstrosa Anhydrous C. P. 52,5 g
Karbon aktif 0,15 g
Aqua pro injeksi ad 1 L
Pada formula tersebut, masing-masing bahan memiliki fungsi dan perannya
tersendiri. Dekstrosa berperan sebagai zat aktif. Konsentrasi dekstrosa 2,5%-
11,5% diberikan secara infus intravena untuk memenuhi kebutuhan kalori dan air
pada saat dehidrasi. Infus ini dapat dicampurkan dengan sediaan yang
mengandung asam amino ataupun sedian lain yang sesuai atau compatible, yang
mana sediaan yang dicampur ini biasanya digunakan sebagai nutrisi parenteral.
Konsentrasi dekstrosa yang hipertonik atau yang kadarnya lebih dari 5%
digunakan dalam pemberian nutrisi atau kalori yang kuat. Sedangkan untuk

23
dekstrosa dengan konsentrasi 50% biasanya digunakan dalam terapi hipoglikemi
pada pasien dewasa ataupun anak yang tidak sadar, adapun mekanisme
kompensasinya yaitu dengan cara penyimpanan glukosa sebagai cadangan dalam
darah (McEvoy, 2002).
Karbon aktif merupakan residu destilasi destruktif berbagai bahan organik
yang digunakan sebagai agen pengabsorben karena sifatnya yang inert dan
kemampuannya untuk menarik pengotor, dimana arang ini tidak larut dalam air
sehingga nantinya dapat dipisahkan dengan sediaan yang akan diproduksi (Depkes
RI, 1995). Dekstrosa merupakan sumber nutrisi yang baik bagi mikroba sehingga
dapat ditumbuhi oleh mikroba yang bersifat pirogen. Pirogen dalam sediaan dapat
dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 250°C selama 45 menit. Selain itu,
untuk membebaskan sediaan dari pirogen digunakan adsorbing agent (karbon
aktif) yang akan mengadsorbsi pirogen dari sediaan. Karbon aktif yang
ditambahkan sebanyak 0,1 55%, dikocok selama 5 hingga 10 menit.
Aqua pro injeksi merupakan pelarut yang tidak berwarna, tidak berbau,
bebas pirogen dan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh British
Pharmacope (BP) 2002 dan Europian Pharmacopoiea (EU) 2001. Aqua pro
injeksi digunakan sebagai pelarut untuk sediaan infus dekstrosa karena sifat-sifat
dekstrosa yang larut dalam air dan memenuhi syarat sebagai pembawa sediaan
steril yaitu tidak toksik (Depkes RI, 2014). Dalam praktikum ini tidak digunakan
aqua pro injeksi karena tidak tersedia di laboratorium sehingga digunakan air
bebas CO2.. Air bebas CO2 dibuat dengan cara mendidihkan akuades segar selama
tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna
mungkin, didinginkan dan segera digunakan.
Sediaan dektrosa akan terdekomposisi apabila dipanaskan pada temperatur
yang tinggi dan memilki stabilitas pada pH 3,5-6,5 (Depkes RI, 2014). Sehingga
diperlukan suatu perlakuan khusus dalam pembuatan sediaan ini yaitu mulai
proses pembuatan dan sterilisasi sediaan dilakukan pada suhu <220°C. Pada
proses pencampuran dilakukan pada suhu ± 60 °C selain untuk mencegah
terdekomposisinya dekstrosa pada suhu ini juga dapat meningkatkan kelarutan

24
dari dekstrosa. Syarat sediaan infus adalah tidak mengandung senyawa pendapar
(buffer) sehingga untuk menjaga stabilitas pH infus dapat dilakuakan dengan
penambahan asam atau basa encer seperti HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N.
Pembuatan infus dekstrosa dilakukan seaseptik mungkin, dimana selama
pembuatan dilakukan dekat dengan api bunsen untuk menghindari masuknya
kontaminasi. Bahan dan alat yang akan digunakan sebelumnya telah disterilisasi
baik menggunakan autoclave ataupun dengan oven. Selain itu, personil, ruangan,
dan proses produksi juga dibuat seaseptik mungkin untuk meminimalisir adanya
kontaminasi pada produk yang akan dibuat sehingga diharapkan diperoleh sediaan
steril yang memenuhi persyaratan sterilitas.
Sediaan infus dekstrosa 5% yang dibuat sebanyak 5 buah. Tahapan yang
dilakukan untuk membuat sediaan infus dekstrosa 5% yaitu aktivasi karbon aktif,
sterilisasi alat, pemanasan aqua pro injeksi, penimbangan bahan dan pencampuran
bahan selanjutnya dilakukan proses sterilisasi akhir, serta evaluasi sediaan yang
dibuat sebagai langkah Quality Control.
Pembuatan sediaan infus dektrosa 5% diawali dengan aktivasi karbon aktif.
Sebelum digunakan, karbon aktif harus diaktivasi terlebih dahulu pada oven
dengan suhu 80oC. Tujuannya adalah untuk membuka pori karbon sehingga dapat
mengadsorb pirogen dan partikulat yang tidak terlihat. Ciri karbon yang telah
teraktifkan adalah dimana permukaannya sedikit berwarna kemerahan
(Pambayun, dkk., 2013). Meskipun aktivasi karbon aktif dilakukan pada 80oC,
aktivitas karbon aktif ini baik pada suhu 60 oC, sehingga pada proses pembuatan
dapat dilakukan pemanasan pada suhu tersebut.
Selanjutnya dilakukan sterilisasi alat. Alat yang digunakan, telah
disterilisasikan sebelumya dengan autoklaf dan oven, sehingga pada praktikum ini
alat cukup disterilisasikan menggunakan disinfektan. Hal ini penting dilakukan
mengingat sediaan yang diberikan melalui injeksi intravena harus bebas dari
pirogen dan partikulat yang dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan sepeti
terserang oleh penyakit akibat endotoksin yang merupakan bagian dari pirogen.

25
Aqua pro injeksi yang digunakan dalam praktikum ini adalah air bebas CO2
yang dipanaskan terlebih dahulu di atas hot plate dengan suhu 100C. Tujuan
pemanasan ini adalah untuk membunuh mikroba sekaligus menghilangkan CO2 di
dalam air yang akan digunakan. Semua bahan yang akan digunakan ditimbang.
Dekstrosa monohidrat ditimbang dengan menggunakan erlenmeyer sebab
dekstrosa merupakan senyawa yang mudah menyerap air. Dekstrosa diitimbang
sebayak 30,29 gram untuk 5 sediaan. Karbon aktif ditimbang sebanyak 75 mg
untuk 5 sediaan menggunakan kertas perkamen steril.
Pencampuran bahan dilakukan dengan nyala api spiritus untuk mengurangi
jumlah kontaminan yang mungkin akan masuk dan tercampur pada saat dilakukan
pencampuran bahan. Dekstrosa yang telah ditimbang dilarutkan dalam air bebas
CO2 yang telah dipanaskan pada suhu 100C, kemudian diaduk selama 15 menit
dalam erlenmeyer. Pengadukan dalam hal ini bertujuan untuk meningkatkan
kelarutan dengan meningkatkan kontak pemukaan zat aktif dengan pelarutnya
serta mencegah terbentuknya gelembung yang dapat menimbulkan kontaminasi
akibat kontak sediaan dengan udara. Pada tahap ini diperoleh larutan yang
berwarna putih keruh yang dapat disebabkan karena dekstrosa yang digunakan
berupa serbuk granul putih.
Sebelum dan setelah dilakukan sterilisasi akhir, dilakukan pengukuran pH
agar dapat diketahui perkiraan penurunan pH yang terjadi setelah sterilisasi akhir,
sehingga sediaan tetap berada dalam rentang pH stabilnya yaitu 3,5-6,5 (Depkes
RI, 2014). Tetapi pada proses pembuatan sediaan ini, tidak dilakukan pengecekan
pH dikarenakan waktu praktikum yang singkat.
Tahapan selanjutnya adalah penambahan arang aktif secara perlahan dan
minim pengadukan. Arang aktif ditambahkan ke dalam campuran untuk menjerap
pirogen pada permukaan karbon yang berpori. Arang aktif akan bekerja dengan
aktif untuk menyerap pirogen yang ada di dalam sediaan pada suhu 600C sehingga
pada saat pengerjaan, suhu dijaga sedemikian rupa agar tetap berkisar pada suhu
600C. Suhu yang stabil akan sangat menentukan hasil dari sediaan, yang mana
dengan adanya kestabilan suhu akan menghambat terjadinya penguraian dekstrosa

26
menjadi senyawa furfuran (hidroksi metilfurfuran). Karbon aktif bersifat tidak
larut dalam air sehingga setelah penambahannya, sediaan akan menjadi keruh dan
tidak memenuhi persyaratan sediaan steril. Dari proses ini, terbentuk larutan
dekstrosa yang berwarna hitam dan masih mengandung partikel arang aktif.
Setelah larutan agak sedikit homogen, dilakukan proses penyaringan
larutan. Proses ini bertujuan untuk memisahkan arang aktif dengan sediaan
sehingga diperoleh larutan yang jernih. Penyaringan dilakukan hingga larutan
bebas dari arang aktif yang ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi
bening. Kertas saring yang digunakan setidaknya berukuran 0,45 mm dan
penyaringan akhir larutan sebelum dimasukkan ke dalam wadah digunakan kertas
saring dengan ukuran 0,22 mm . Pada praktikum ini sediaan disaring
menggunakan kertas saring biasa sebanyak 2 kali. Penyaringan yang dilakukan
secara berulang-ulang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan cairan yang jernih
bebas dari pirogen dan partikel bebas. Larutan hasil penyaringan ini masih
menunjukkan warna yang tidak jernih (keabu-abuan). Hal ini mungkin disebabkan
oleh arang yang digunakan belum sepenuhnya teraktivasi, sebab tidak
menunjukkan warna permukaan yang sedikit kemerahan dan ukuran partikel arang
terlalu halus sehingga mudah membentuk suspensi yang stabil pada sistem
sehingga dengan penyaringan yang menggunakan hingga 2 lapis kertas saring
biasa sebanyak.
Tonisitas menjadi hal yang penting bagi sediaan parenteral karena akan
mempengaruhi anatomi dan fisiologi tubuh pasien ketika diadministrasikan
langsung ke pembuluh darah .Pada pembuatan sediaan infus dekstrosa 5% tidak
dilakukan penambahan NaCl yang berfungsi sebagai pengisotonis. Walaupun
cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk
meminimalisasi trauma pada pembuluh darah, namun cairan hipotonis maupun
hipertonis dapat digunakan. Hasil perhitungan osmolaitas menunjukkan bahwa
dekstrosa 5% bersifat sedikit hipotonis sehingga pada etiket harus berisikan
keterangan bahwa sediaan ini bersifat hipotonis agar tenaga kesehatan yang
mengaplikasikan pada pasien dapat mengaplikasikan sediaan ini dengan benar dan

27
tidak menimbulkan iritasi pada pembuluh darah pasien karena sediaan yang dibuat
tidak bersifat isotonis. Untuk meminimalisasi iritasi pembuluh darah, larutan
hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat.
Setelah selesai melalui tahap pencampuran seluruh bahan hingga menjadi
sediaan, kemudian larutan infus dimasukkan ke dalam botol infus dengan volume
100 mL. Kemudian, dilakukan penutupan dengan penutup karet infus yang diikuti
dengan pengikatan dengan tali, hal ini bertujuan untuk mencegah terbukanya tutup
botol infus ketika melalui tahap sterilisasi denga autoklaf. Sterilisasi dengan
autoklaf disebut juga dengan sterilisasi panas basah. Sterilisasi panas basah
membutuhkan waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan sterilisasi panas
kering. Mekanisme kerja sterilisasi panas basah adalah melalui proses denaturasi
dan koagulasi dari protein yang dapat menyebabkan lepasnya ikatan hidrogen
sehingga bentuk tiga dimensi protein menjadi rusak. Terdapat beberapa metode
sterilisasi panas basah yaitu memanaskan pada air mendidih, menggunakan panas
uap air atau kombinasi panas uap air dan tekanan. Pada proses pemanasan hingga
air mendidih dapat membunuh sluruh vegetatif bakteri pathogen, membunuh
hampir semua virus, jamur, dan sporanya dalam waktu 10 menit atau bahkan lebih
cepat. Uap panas (tanpa tekanan), secara garis besar sama dengan temperatur air
mendidih, akan tetapi endospora dan beberapa virus tidak akan rusak dalam waktu
singkat (Muwarni, 2015).
Sterilisasi menggunakan metode panas basah akan memberikan hasil yang
lebih baik apabila dilakukan pada suhu di atas suhu air mendidih. Suhu yang
tinggi dapat lebih cepat membunuh mikroba apabila panas basah disertai dengan
tekanan, karena suhu melebihi dari suhu air mendidih seperti autoklaf. Autoklaf
merupakan salah satu metode sterilisasi yang disukai karena bahan yang
disterilisasi tidak rusak oleh panas. Oleh karena itu, pada infus dextrose 5% yang
bersifat tidak tahan terhadap suhu tinggi dilakukan sterilisasi panas basah dengan
autoklaf dengan demikian maka bahan atau zat aktif yang terkandung dalam infus
tidak akan rusak. Praktikum kali ini menggunakan metode sterilisasi panas basah
dengan autoklaf pada suhu 1210C dengan tekanan 15 Psi dalam waktu 15 menit,

28
pemilihan waktu dan tekanan disesuaikan dengan suhu yang digunakan
berdasarkan tabel berikut :

Gambar 1. Hubungan antara tekanan (Psi dalam kondisi tekanan atmosfir


berlebih) dengan temperatur (0C) (Muwarni, 2015)

Autoklaf dapat dimanfaatkan untuk sterilisasi media pertumbuhan,


peralatan, pakaian, peralatan intravenous, cairan, siring, peralatan transfusi, dan
beberapa alat lainnya yang tahan terhadap panas dan tekanan (Muwarni, 2015).

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

29
4.1 KESIMPULAN
4.1.1 Infus merupakan sediaan steril yang harus bebas pirogen dan bersifat
isotonis, disuntikkan langsung ke dalam vena (intravena) dalam jumlah
volume yang cukup banyak yaitu lebih dari 10 mL, pembawanya air dan
dikemas dalam wadah tunggal.
4.1.2 Formula pembuatan satu sediaan infus dekstrosa 5 % terdiri dari dekstrosa
monohidrat 5.77 gram, arang jerap 15 mg, dan aqua pro injeksi ad 100 mL.
Sediaan dibuat dengan mencampurkan bahan menggunakan peralatan steril
dengan teknik yang aseptik. Untuk menghilangkan pirogen dari sediaan
digunakan arang jerap yang dapat menyerap pirogen masuk ke dalam pori-
porinya. Kemudian arang jerap dipisahkan dari sediaan dengan cara disaring
sebanyak dua kali yaitu pada saat setelah pengadukan 15 menit dan sebelum
sediaan dimasukkan ke dalam botol.
4.1.3 Evaluasi yang dilakukan terhadap sediaan infus dekstrosa 5 % diantara uji
organoleptis, uji pH, uji kejernihan dan partikulat, serta uji kebocoran. Pada
uji organoleptis dapat dilihat bahwa sediaan sudah baik karena jernih dan
tidak berbau. Pada uji pH, diperoleh pH = 5 menunjukkan sediaan sudah
memenuhi syarat karena berada pada rentang 3,5-6,5. Pada uji kejernihan
dan partikulat juga menunjukkan hasil yang baik karena tidak ditunjukkan
adanya partikel dan kebocoran pada sediaan.

4.2 SARAN
4.2.1 Kepada pembaca diharapkan agar lebih berhati - hati dan teliti dalam
evaluasi sediaan infus dekstrosa 5 %, serta tetap menerapkan teknik aseptik
dalam pengerjaannya. Sehingga diperoleh hasil yang baik dan tidak bias
karena kesalahan personil.
4.2.2 Kepada peneliti diharapkan untuk lebih mengembangkan teknik - teknik
pembuatan dan evaluasi sediaan infus dekstrosa.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2015. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

30
Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
BNF 74. 2018. British National Formulary – BNF 74. London: BMJ Publishing
Group.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia, Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America:


American Society of Health System Pharmcists.
Muwarni, S. 2015. Dasar - dasar Mikrobiologi Veteriner. Malang: Universitas
Brawijaya Press.

Niazi, S.K. 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations:


Sterile Products Second Edition. Volume 6. Boka Raton: CRC Press.
Pambayun, G.S., R.Y.E. Yulianto, M. Rachimoellah, dan E.M.M. Putri. 2013.
Pembuatan Karbon Aktif dari Arang Tempurung Kelapa dengan Aktivator
ZnCl2 dan Na2CO3 sebagai Adsorben untuk Mengurangi Kadar Fenol
dalam Air Limbah. Jurnal Teknik Pomits. Vol.2(1). Hal: F116-F120.

Rowe, R. C., P.J. Sheskey, M.E. Quinn. 2009. Handbook of


PharmaceuticalExcipients. Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press.

Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

LAMPIRAN

31
Gambar 1. 3. Proses uji Gambar
Gambar
4. Hasil
2. Proses
uji kebocoran
uji
kejernihan
kebocoran
Gambar dan
dengan
partikulat
5. Sediaan larutan
infus pada
dalam kejernihan
sediaan infus
dan dekstrosa
partikulat 5pada
%
latar
metilen
belakang
blue 01
kemasan hitam
% latar belakang putih
LAMPIRAN

32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63

Anda mungkin juga menyukai