Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH OKSIDENTALISME

HOMI K. BHABA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah

OKSIDENTALISME

Disusun oleh:

Kelompok 2

1. Sri Wahdini Permatasari : 4519.020


2. Delfani Jasman : 4519.010
3. Hesti Gusmi Fajriah : 4519.015

Dosen Pengampu:

Adlan Sanur Tarihoran, M. Ag

PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

TA. 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Budaya adalah suatu hal yang hidup, berkembang dan bergerak
menuju titik tertentu. Dengan budayalah, manusia akan tau apa saja yang
telah menjadi kebudayaan yang benar-benar tidak terbatas dan
menyangkut hal yang abstrak. Hal inilah yang membuat budaya sangat
luas, seluas kehidupan manusia yang terus beranjak dan bergerak maju.
Seiring dengan berkembangnya kebudayaan maka akan ada
perkembangan teori-teori yang mengkaji dan menjadikan studi dalam
sebuah penelitian kebudayaan itu sendiri. Satu diantaranya yang sedang
dibahas dalam makalah ini yaitu teori poskolonialisme. Poskolonialisme
ini membahas bagaimana kajian ini dalam bidang budaya benar-benar
layak diangkat dalam unsur fenomena penjajahan terhadap kebudayaan
yang ada.
Dengan begitulah poskolonialisme menjadi bahan kajian yang
dipersinggungkan dengan pluralisme budaya sehingga menghasilkan hasil
yang menarik untuk dipaparkan. Begitu pula dengan makalah ini, yang
akan memberikan pengertian terhadap poskolonial terhadap budaya-
budaya yang terjajah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi dari Homi K. Bhaba?
2. Bagaimana Pemikiran dari Homi K. Bhaha?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang biografi dari Homi K. Bhaba.
2. Menjelaskan tentang pemikiran dari Homi K. Bhaba.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Homi K. Bhaba


Homi K. Bhaba lahir pada tanggal 1 November 1949 di Mumbai,
India. Homi K. Bhaba seorang sarjana India Inggris dan teori kritis dan
seorang profesor Humaniora Anne F. Rothenberg di Universitas Harvard.
Homi K. Bhaba dalam bidang literatur Amerika dan Inggris, dan bahasa
di Anne F. Rothenberg. Ia merupakan direktur di pusat studi kemanusiaan
di Universitas Harvard1 .
Homi K. Bhaba adalah salah satu tokoh terkenal dalam disiplin
studi pascakolonialisme kontemporer. Dan telah mengembangkan
sejumlah bidang seperti hibriditas, mimikri, perbedaan dan ambivalensi.
Istilah-istilah tersebut menggambarkan cara-cara di mana orang-orang
terjajah melawan kekuasaan penjajah.
Pada tahun 2012, dia mendapatkan penghargaan dari pemerintahan
India dalam bidang sastra dan pendidikan dari pemerintahan India, yaitu
the Padma Bhushan award. Ia menikah dengan pengacara dan dosen
Harvard Jacqueline Bhaba dan mereka memiliki tiga anak.

B. Pemikiran Homi K. Bhaba

Kajian poskolonialisme Homi K. Bhaba dipengaruhi oleh para


pemikir strukturalis seperti Jesques Derrida dan Michael Foucaukt serta
dari psikoanalisis. Homi K. Bhaba memiliki pemikiran utama tentang
poskolonialisme, yaitu mimikri dan hibriditas.

1. Liminalitas

Homi K. Bhaba menggagas teori liminalitas dalam kajian


postkolonial. Bhaba menggagas model liminalitas ini untuk menghidupkan

1
https://en-m-wikipedia-org.translate.goog/wiki/Homi-
K._Bhabha?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id &_ x_tr_pto=nui,tc,sc
ruang persinggungan antara teori dan praktik kolonisasi unutk melahirkan
hibriditas hal ini disebabkan adanya pencarian identitas itu tidak pernah
berhenti. Konsep lominalitas digunakan Bhaba untuk mendeskripsikan
ruang antara di mana perubahan budaya dapat berlangsung, yaitu ruang
antar budaya yang mana strategi-strategi kedirian personal maupun
komunal dapat dikembangkan. Hal ini dapat pula dilihat sebagai bentuk
pergerakan suatu wilayah dan mengalami pertukaran antara status yang
berbeda-beda dan terus menerus2 .

Konsep liminalitas Bhaba dapat dilihat sebagai suatu wilayah


dimana terdapat proses gerak dan pertukaran antara status yang berbeda-
beda yang terus menerus. Kondisi terbelah/ terpecah ini menjadikan subjek
selalu berada pada liminal space between cultures, dimana garis pemisah
tidak pernah tetap dan tidak dapat diketahui batas dan ujungnya.3

2. Mimikri
Menurut Bhaba mimikri adalah suatu hasrat dari subjek yang
berbeda menjadi subjek yang lain yang hampir sama, tetapi tidak
sepenuhnya. Konsep mimikri Bhaba ini mengandng ambivalensi karna
disatu sisi kaum pribumi ingin membangun identitas persamaan dengan
kaum penjajah, sedangkan mereka juga ingin mempertahankan
perbedaannya. Mimikri muncul sebagai representasi dari perbedaan, yakni
perbedaan tersebut merupakan proses pengingkaran.

Dalam kacamata Bhaba, mimikri adalah reproduksi dalam


lingkungan kolonial dari suatu subyektivitas Eropa yang tidak murni, yang
dibangun dari tempat asalnya dan direkonfigurasikan dari sudut pandang
sensibiltas dan kecemasan kolonialisme. Mimikri bagi kaum Timur dari

2
Gina Novtarianggi, Bambang Sulanjari, dkk, Hibriditas, Mimik ri, Dan Ambivalensi
Dalam Novel Kirti Njunjung Drajat Karya R. Tg. Jasawidagda: Kajian Postkolonialisme . Jurnal
Ilmiah Sastra Dan Bahasa Daerah Serta Pengajarannya. Vol 2. No 1. Desember (2020). Hal 29-30.
3
http://www.google.com/url?sa+t&source+web&rct=j&url=https://indahnyakomunikasi.
wordpress.com/komunikasi/komunikasi-massa/identitas-hybrid-homi-babha
kaum Barat menghasilkan efek-efek yang ambigu dan kontradiktif.
Tindakan mimikri merupakan salah satu bentuk resistensi dari pihak
terjajah yang berasal dari dalam, yaitu potensi subversif yang ditempatkan
dalam wilayah antara peniruan dan pengejekan (Mimicry And Mockery)
yang datang dari proses kolonial ganda.

Sebagai artikulasi ganda, mimikri ini memunculkan ambivalensi


secara terus-menerus sebagai bentuk kesadaran terjajah terhadap
kebudayaan baru yang dibawa oleh penjajah. Dengan cara tersebut,
terjajahh mulai melakukan perbaikan diri dengan cara belajar dalam
institusi pendidikan Barat, menulis dengan model Barat hingga
membiasakan diri dengan gaya hidup penjajah, namun tetap masih
memiliki kesadaran akan kebudayaan yang terjajah miliki.

Istilah ambivalensi muncul dalam teori pascakolonial Homi Bhaba,


yang beriringan dengan istilah mimikri dan hibriditas. Tiga ciri yang
dikemukakan oleh Bhaba ini kerap dirujuk oleh para pembicara wacana
kolonial, antikolonial dan identitas pascakolonial. Istilah ambivalensi ini
diturukan dari ranah psikoanalisis yang digunakan untuk menggambarkan
fluktuasi yang terus-menerus antara menginginkan suatu hal dan
menginginkan kebalikannya.

3. Hibriditas

Pengertian hibriditas dalam versi kolonial menurut Foultcher


(1999) adalah pencangkokan identitas tertentu berdasarkan kemurnian
kultural dalam rangka memperkuat status kekuasaan kolonial. Foultcher
secara lebih lanjut menerangkan bahwa pencangkokan identitas tersebut
dilakukan melalui kelompok perantara. Diantara kelompok perantara yang
dimaksudkan adalah kelompok pribumi yang mendapatkan pendidikan etis
oleh kolonial Belanda, diajari untuk meniru lewat pendidikan tersebut.

Corak khas dari teori hibriditas dari Homi K. Bhaba yakni


keseriusan dalam menelisik kehidupan masyarakat poskolonial. Oleh
karena itu, hybrid teori dapat dipergunakan untuk menganalisis dampak
kolonialisme terhadap konstruksi identitas kultural masyarakat terjajah.
Dalam budaya, hibriditas mengacu pada pertemuan dua budaya atau lebih
yang kemudian melahirkan sebuah budaya baru, akan tetapi budaya lantas
tidak ditinggalkan. Hibriditas sebenarnya merujuk pada penciptaan trans
budaya baru yang ada dalam wilayah pertemuan yang dihasilkan melalui
kolonialisasi.

Suatu sistem tersendiri yang “Hibrid”, dimana menurut Bhaba


merupakan metafora untuk menggambarkan bergabungnya dua jenis atau
bentuk yang memunculkan sifat-sifat tertentu dari masing-masing bentuk,
sekaligus meniadakan sifat-sifat tertentu yang dimiliki keduanya.
Hibriditas sebagai salah satu konsep kunci dalam studi poskolonial adalah
konsep yang relatif baru.

Salah satu tokoh dalam kajian poskolonial, Homi Bhaba


membangun defenisi hibriditas atas pondasi pemikiran Edwar said dan
Fanon. Hibriditas diawali ketika batasan-batasan yang ada dalam sebuah
sistem atau budaya mengalami pelenturan, sehingga kejelasan dan
ketegasan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan atau tidak dapat
dilakukan mengalami pengaburan, yang pada akhirnya menghasilkan suatu
ruang baru.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Homi K. Bhaba adalah salah satu tokoh terkenal dalam disiplin


studi pascakolonialisme kontemporer. Dan telah mengembangkan
sejumlah bidang seperti hibriditas, mimikri, perbedaan dan ambivalensi.
Istilah-istilah tersebut menggambarkan cara-cara di mana orang-orang
terjajah melawan kekuasaan penjajah.

Kajian poskolonialisme Homi K. Bhaba dipengaruhi oleh para


pemikir strukturalis seperti Jesques Derrida dan Michael Foucaukt serta
dari psikoanalisis. Homi K. Bhaba memiliki pemikiran utama tentang
poskolonialisme, yaitu mimikri dan hibriditas.

B. Saran

Demikianlah makalah yang saya buat dengan sebaik-baiknya, saya


menyadari bahwa makalah saya masih banyak kekurangan baik dari segi
penulisan maupun materi, maka dari itu saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang mendukung guna untuk memperbaiki kualitas makalah
saya. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis pada
khususnya maupun pada pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Novtarianggi, Gina, Bambang Sulanjari, dkk. 2020. Hibriditas, Mimik ri, Dan
Ambivalensi Dalam Novel Kirti Njunjung Drajat Karya R. Tg. Jasawidagda:
Kajian Postkolonialisme. Jurnal Ilmiah Sastra Dan Bahasa Daerah Serta
Pengajarannya. Vol 2. No 1

https://en-m-wikipedia-org.translate.goog/wiki/Homi-
K._Bhabha?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=nui,tc,sc

http://www.google.com/url?sa+t&source+web&rct=j&url=https://indahny
akomunikasi.wordpress.com/komunikasi/komunikasi-massa/identitas-
hybrid-homi-babha

Anda mungkin juga menyukai