Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

ABORSI

Oleh:
Puput Angrayani Sapar

Pembimbing:
dr. Arfi Syamsun, Sp.KF., M.Si.Med

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NTB
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan ini saya susun

dalam rangka memenuhi tugas dalam proses mengikuti kepaniteraan klinik di bagian SMF

Forensik Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat, Fakultas Kedokteran Universitas

Mataram. Saya berharap penyusunan laporan ini dapat berguna dalam meningkatkan

pemahaman kita semua mengenai Aborsi.

Terima kasih kepada pembimbing saya dr. Arfi Syamsun, Sp.KF, M.Si.Med, saya

menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saya sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan ini. Semoga Tuhan

selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di dalam melaksanakan tugas dan

menerima segala amal ibadah kita.

Mataram, Oktober 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Aborsi merupakan pemindahan atau ekstraksi dari induknya organisme atau embrio
yang baru jadi dengan berat 500 g atau kurang ketika tidak memungkinkan untuk kelangsungan
hidup otonom (Deepika et al, 2021). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan
aborsi tidak aman sebagai prosedur untuk mengakhiri kehamilan yang dilakukan oleh orang-
orang yang tidak memiliki keterampilan yang diperlukan atau di lingkungan yang tidak sesuai
dengan standar medis minimal, atau keduanya. Definisi ini mewujudkan konsep yang pertama
kali digariskan dalam Konsultasi Teknis WHO tahun 1992 (Ganatra et al, 2014).

Dari 55,7 juta insiden aborsi yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun antara 2010–
2014, diperkirakan bahwa 30,6 juta (54.9%) aman, 17,1 juta (30,7%) kurang aman, dan 8,0
juta (14.4%) paling tidak aman. Dengan demikian, 25,1 juta (45.1%) aborsi setiap tahun antara
2010 dan 2014 tidak aman, dengan 24,3 juta (97%) di antaranya di negara berkembang.
Proporsi aborsi tidak aman secara signifikan lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan
negara maju (49,5% : 12,5%)(Ganatra et al, 2017). Jika kita mengacu pada data Badan Pusat
Statistik 2016, yang menunjukkan bahwa ada 69,4 juta wanita berusia antara 15 dan 49 tahun,
pada tahun yang sama setidaknya ada 1.526.800 wanita Indonesia yang perkirakan melakukan
aborsi tidak aman. Perkiraan ini cukup tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia,
dimana di kawasan tersebut diperkirakan terjadi 17 aborsi per 1.000 wanita usia subur.
(Lisnawati & Pelupessy, 2019). Pada negara berkembang, sekitar 90% kasus abortus terjadi
secara tidak aman, sehingga hal ini dapat mengakibatkan angka kematian maternal yang
mencapai 11-13%. (Asniar, Setiawati, dan Trisnawaty, 2022).

Pengguguran kandungan atau aborsi sampai saat ini masih menimbulkan isu pro dan
kontra di dunia, terutama apabila didasarkan pada pandangan norma, etika, agama dan moral.
Pengguguran kandungan, yang dilakukan secara sengaja (abortus provocatus) menjadi legal
atau illegal bergantung pada regulasi suatu negara dalam mengaturnya. Tindakan pengguguran
kandungan yang dilakukan secara sengaja karena alasan medis (abortus provocatus medicalis);
dan pengguguran kandungan yang dilakukan secara sengaja untuk tujuan non medis dapat
dikategorikan sebagai kejahatan (abortus provocatus criminalis); di samping itu dikenal pula
pengguguran kandungan yang dilakukan karena alasan sosial (Ohoiwutun, 2016)
Indonesia menyatakan abortus provocatus medicalis sebagai tindakan legal sejak
diundangkannya UU No. 23/1992 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kesehatan 1992)
yang kemudian dinyatakan tidak berlaku sejak ditetapkannya UU No. 36/2009 tentang
Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kesehatan 2009) yang pada prinsipnya melarang
pengguguran kandungan, dan hanya dapat dilakukan dengan syarat yang ketat. UU Kesehatan
2009 menentukan hanya dokter yang berwenang melakukan tindakan pengguguran kandungan.
(Ohoiwutun, 2016)

Dalam kasus pidana, dokter ahli forensik diminta oleh pihak penyidik kepolisian
untuk melakukan pemeriksaan luar dan bedah jenazah (otopsi) untuk membantu proses
penyidikan. Beberapa hal yang dicari selama otopsi meliputi: memperkirakan usia kehamilan
dan maturitas fisik bayi; menentukan apakah ada tanda-tanda lahir hidup atau lahir mati;
menjawab pertanyaan tentang apakah bayi dapat hidup atau tidak, dan jika ya, untuk berapa
lama; dokumentasikan cedera dan penyebab yang mendasari (penyakit yang mengancam jiwa
atau penyebab kematian); membantu mengidentifikasi identitas ibu, menentukan penyebab,
mekanisme, dan cara kematian jika memungkinkan (Collins & Byard, 2014).

1.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui deskripsi luka dan mengetahui aspek medikolegal pada kasus aborsi.

1.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui tanda-tanda adanya aborsi.
2. Untuk mengetahui jenis luka akibat aborsi.
3. Untuk mengetahui penyebab luka akibat aborsi.
4. Untuk mengetahui aspek hukum pada aborsi.
BAB II

LAPORAN KASUS

2. 1 Identitas Pasien
 Nama : An X
 Jenis kelamin : Perempuan
 Umur : 6 bulan
 Alamat :-

2. 2 Uraian Singkat Kejadian


Pada tanggal 25 Oktober 2022 telah dilakukan pemeriksaan autopsi pada bayi X yang
diduga merupakan korban aborsi pada pukul 09:30-10:32 WITA di RS Bhayangkara Mataram.
Berdasarkan surat permintaan penyidik didapatkan korban dengan identitas Bayi X telah
meninggal dunia pada saat jalan lahir dengan keadaan kurang bulan.
2. 3 Hasil Pemeriksaan
Dari pemeriksaan jenazah tersebut di atas ditemukan fakta-fakta sebagai berikut :
a. Dari hasil pemeriksaan fakta terkait idetitas jenazah didapatkan, idintifikasi pakaian dan
perhiasan jenazah terbungkus kain berwarna coklat kekuningan pada bagian luar dengan
motif garis-garis, bahan kain katun. Warna kulit bayi merah pucat, disekitarnya terdapat
pasir, ditemukan dengan tali pusat belum terpotong ukuran 31 cm, dan plasenta masih
menempel, jumlah kotiledon 18. Plaseta sulit dievaluasi karena proses pembusukan.
b. Korban berjenis kelamin perempuan, warna kulit kemerahan berat badan 450 gr, panjang
badan 30 cm, lingkar kepala 20,5 cm, lingkar dada 17,5 cm, perkiraan usia dalam
kandungan 6 bulan berdasarkan rumus de haas.
c. Pada pemeriksaan tubuh bagian luar ditemukan:
1. Kepala: pada belakang kepala terdapat luka lecet berwarna kemerahan dengan ukuran
1 cm x 0,5 cm.
2. Wajah: pada hidung, mulut, telinga tidak ditemukan kelainan.
3. Leher: tidak ditemukan kelainan.
4. Badan:
- Pada bahu kiri terdapat luka ekskoriasi dengan ukuran 1 cm x 0,3 cm
- Pada perut tampak tali pusar dengan ukuran panjang 31 cm, belum terpotong.
- Pada bagian perut, punggung, pinggang tidak ditemukan adanya kelainan.
5. Anggota gerak: pada tangan ataupun kaki tidak ditemukan adanya kelainan.
6. Alat Kelamin : tidak ditemukan kelainan.

d. Pada pemeriksaan tubuh bagian dalam ditemukan:


1. Kepala: pada bagian belakang kepala terdapat resapan darah yang tidak hilang dengan
dicuci yang kemungkinan adanya kekerasan tumpul serta pembuluh darah otak yang
melebar, tidak ditemukan patah tulang.
2. Leher: pada leher terdapat perdarahan atau hematom akibat pecah pembuluh darah
vena, tidak ditemukan patah tulang.
3. Badan dan organ dalam
- Pada dada tidak ditemukan adaya kelainan.
- Pada pemeriksaan paru ditemukan paru kiri terdiri atas dua bagian, paru kiri
memiliki berat 4 gram, berwarna heterogen, konsistensi kenyal, pada pemijatan
keluar cairan dan tidak keluar buih. pada bagian paru kanan terdiri atas 3 bagian
mimeliki berat 5 gram berwarna heterogen, konsistensi kenyal, pada pemijatan
keluar cairan dan tidak keluar buih.
- Berat jantung 4 gram
- Berat hepar 32 gram
- Berat ginjal kanan 2 gram, ginjal kiri 2 gram
e. Pemeriksaan tambahan: tes apung paru kanan dan kiri ditemukan hasil negatif.

Kemungkinan luka-luka pada korban akibat tarikan tangan/kekerasan tumpul.


Kemungkinan aborsi dengan usia kandungan 6 bulan, bayi lahir mati dan belum pernah
bernapas.
Dokumentasi
Resume:
Pada tanggal 25 Oktober 2022 telah dilakukan pemeriksaan autopsi pada bayi X yang
diduga merupakan korban aborsi. Pemeriksaan autopsi dilakukan bertempat di Rumah Sakit
Bhayangkara Mataram. Berdasarkan surat permintaan penyidik didapatkan korban dengan
identitas Bayi X telah meninggal dunia pada saat jalan lahir dengan keadaan kurang bulan.
Dari hasil pemeriksaan fakta terkait idetitas jenazah didapatkan, korban berjenis kelamin
perempuan, perkiraan usia dalam kandungan 6 bulan, warna kulit kemerahan berat badan 450
gr, panjang badan 30 cm, lingkar kepala 20,5 cm, lingkar dada 17,5 cm dengan ciri-ciri tali
pusar dengan ukuran panjang 31 cm, belum terpotong dan plasenta masih menempel.
Berdasarkan idintifikasi pakaian dan perhiasan jenazah terbungkus kain berwarna
coklat kekuningan pada bagian luar dengan motif garis-garis. Pada pemeriksaan tubuh bagian
luar ditemukan, pada belakang kepala terdapat luka lecet berwarna kemerahan dengan ukuran
1 cm x 0,5 cm, dan pada bahu kiri terdapat luka ekskoriasi dengan ukuran 1 cm x 0,3 cm. Pada
hidung, mulut, telinga tidak ditemukan kelainan.. Pada perut tampak tali pusar dengan ukuran
panjang 31 cm, belum terpotong. Pada bagian perut, punggung, pinggang, tangan ataupun kaki
tidak ditemukan adanya kelainan.
Berdasarkan pemeriksaan tubuh bagian dalam, pada bagian belakang kepala terdapat
resapan darah yang tidak hilang dengan dicuci yang kemungkinan adanya kekerasan tumpul
serta pembuluh darah otak yang melebar, pada leher terdapat perdarahan atau hematom akibat
pecah pembuluh darah vena sedangkan pada dada tidak ditemukan adaya kelainan. pada
pemeriksaan paru ditemukan paru kiri terdiri atas dua bagian, paru kiri memiliki berat 4 gram,
berwarna heterogen, konsistensi kenyal, pada pemijatan keluar cairan dan tidak keluar buih,
pada tes apung paru kiri meunjukan hasil negatif. pada bagian paru kanan terdiri atas 3 bagian
mimeliki berat 5 gram berwarna heterogen, konsistensi kenyal, pada pemijatan keluar cairan
dan tidak keluar buih dan pada tes apung paru kanan ditemukan hasil negatif. pada pemeriksaan
lain tidak ditemukan kelainan.
BAB III
PEMBAHASAN

Umur Gestasi
Usia janin di dalam kandungan dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus De
Haas. Data yang diperlukan dalam perhitungan ini adalah panjang kepala-tumit janin.
Perhitungan usia gestasi menggunakan rumus ini dibagi menjadi 2, yaitu untuk 5 bulan pertama
dan bulan selanjutnya. Pada 5 bulan pertama, panjang kepala-tumit sama dengan kuadrat umur
gestasi, pada bulan selanjutnya, Panjang kepala-tumit sama dengan umur gestasi dikali 5
(Budiyanto, 1997). Dalam menentukan ukuran panjang kepala-tumit selain diukur secara
langsung, dapat pula digunakan rumus Fazekas and Kosa, yaitu panjang femur dikali 6,44 dan
ditambah 4,51 (cm) (Sanders, 2009).
Tabel. Rumus De Haas Gambar. Rumus Fazekas and Kosa
Umur Panjang badan Panjang badan (cm) = Panjang
kepala-tumit) femur x 6,44 +4,51
1 bulan 1x1 cm
2 bulan 2x2 cm
3 bulan 3x3 cm
4 bulan 4x4 cm
5 bulan 5x5 cm
6 bulan 6x5 cm
7 bulan 7x5 cm
8 bulan 8x5 cm
9 bulan 9x5 cm

Pada kasus ini, bayi x memiliki panjang badan 30 cm. Perhitungan berdasarkan rumus
De Haas, didapatkan perkiraan umur gestasi pada bayi X ini adalah 6 bulan atau 24 minggu.

Viabilitas
Pemeriksaan viabilitas (kemampuan hidup) adalah hal penting. Secara umum,
viabilitas dapat diasumsikan jika bayi baru lahir matur, tidak ada malformasi berat dan tidak
ada penyebab kematian yang berhubungan dengan kelahiran. Imaturitas yang berat dapat
menjadi penyebab kematian karena fungsi sistem penting seperti sistem pernapasan atau
regulasi suhu tubuh dapat terganggu (Bajanowski & Vennemann, 2014).
Janin mampu hidup di luar kandungan ibunya, apabila usia kandungan telah mencapai
28 minggu atau lebih, dengan berat badan 1000 gr atau lebih, panjang badan dari kepala sampai
dengan tumit 35 cm atau lebih, dan lingkar kepala 23 cm atau lebih. Di samping itu, janin tidak
dalam kondisi cacat bawaan yang tidak memungkinkan hidup. Bayi baru lahir yang dikatakan
matur akan memiliki panjang tubuh antara 48 dan 52 cm, berat badan bervariasi sekitar 2000–
5000 g (rata-rata 3250 g), dan lingkar kepala mencapai sekitar 33–35 cm (Ohoiwutun 2016).
Kemampuan hidup janin secara legal dapat ditentukan dengan melihat usia gestasional
atau berat badan dan bervariasi antara suatu negara dengan negara lainnya bergantung pada
ketentuan hukum, pengobatan neonatus, serta manajemen obstetri. Inggris menetapkan usia
gestasi janin mampu hidup dengan batas maksimum 24 minggu, sedangkan di Amerika Serikat
menetapkan usia gestasi 20 minggu tanpa melihat berat badan lahir. Di India, kemampuan
hidup janin tidak memiliki batasan tetap usia maupun berat badan lahir tetapi secara medis,
janin mampu hidup dengan usia gestasi 28 minggu (Prahlow & Eze, 2018).
Pada kasus ini didapatkan perkiraan usia gestasi sekitar 6 bulan atau 24 minggu, dengan
berat badan 450 gram, dan panjang badan 30 cm. Jika melihat usia gestasi yang kurang dari 28
minggu dan panjang badan kurang dari 48-52 cm serta berat badan kurang dari 1000 gr (belum
matur) dapat disimpulkan maka bayi X pada kasus ini belum viabel (mampu hidup) di luar
kandungan, sehingga besar kemungkinan bayi akan meninggal sendiri pada saat atau beberapa
saat setelah dilahirkan.

Lahir Hidup atau Mati


Definisi lahir mati yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO)
adalah bayi yang lahir tanpa tanda-tanda kehidupan pada atau setelah 28 minggu kehamilan.
Dalam keadaan tertentu, ahli patologi harus melakukan penilaian di mana tubuh atau bagian
tubuh janin atau bayi baru lahir ditemukan di suatu tempat, pulih setelah melahirkan di rumah,
atau hasil dari kehamilan yang disembunyikan. Setiap kasus harus dinilai sesuai dengan
konteks khususnya (Cohen and Scheimberg 2018).
Temuan yang menunjukkan bahwa bayi lahir mati meliputi: maserasi, adanya beberapa
malformasi kongenital, atau hematoma retroplasenta yang besar. Maserasi adalah istilah yang
digunakan untuk perubahan degeneratif yang terjadi pada janin mati yang tertahan di dalam
rahim. Ini biasanya merupakan proses yang steril, bertahap, dan progresif. Dapat ditandai
dengan kulit ari terkelupas, badan teraba licin, warna kemerahan, tampak gelembung kulit ari
berisi cairan berwarna kemerahan, badan membengkak, dan sendi-sendi terlepas. Kecepatan
maserasi dapat dipercepat oleh infeksi intrauterin. Saat menentukan usia janin dari janin
maserasi, pengukuran yang paling dapat diandalkan adalah panjang kaki karena kurang
terpengaruh dibandingkan pengukuran lainnya. Jika plasenta ditemukan, maka harus diperiksa
(penting untuk mencatat berat dan pengukuran plasenta) dan diambil sampelnya untuk
histologi. Perubahan warna tali pusat menjadi merah tua pada saat insersi janin merupakan
indikasi lain bahwa kematian janin telah terjadi sebelum kelahiran (Cohen and Scheimberg
2018).
Tanda-tanda kelahiran hidup yang paling banyak mendapat perhatian dalam literatur
termasuk bukti bahwa bayi telah bernapas, penyembuhan tunggul pusar, dan makanan di perut.
Pemeriksaan luar paru-paru adalah prosedur yang sangat berguna untuk mencari bukti atau
pernapasan. Paru-paru bayi lahir mati berwarna gelap, kecil, dan berat dengan tepi bersudut
dan penampilan seperti hati. Saat membuka toraks, paru-paru berkontraksi melawan
mediastinum. Pada potongan, paru-paru non-aerasi menunjukkan konsistensi kenyal, dengan
warna dan tekstur merah tua yang seragam. Tergantung pada lamanya periode respirasi, paru-
paru yang telah bernafas akan mengisi mediastinum, menunjukkan warna merah muda atau
belang-belang, dan akan memiliki tepi yang lebih bulat karena ekspansi. Pada pemotongan,
permukaan potongan tampak kenyal dan ada krepitasi saat menggosok sepotong jaringan paru-
paru di antara jari-jari (Phillips and Ong 2018).
Tes yang biasa digunakan dalam menentukan adanya bukti pernapasan pada bayi
adalah tes apung paru. Tes ini didasarkan pada premis bahwa jika bayi telah bernapas maka
paru-paru akan mengembang. Oleh karena itu, jika paru-paru mengapung ketika dimasukkan
ke dalam air, ini menunjukkan bahwa paru-paru mengembang dan bayi telah bernafas dan lahir
hidup. Jika paru-paru tenggelam ketika dimasukkan ke dalam air, paru-paru tidak mengembang
dan bayi tidak bernapas dan lahir mati (Bajanowski and Vennemann 2014; Phillips and Ong
2018).
Pemeriksaan morfologi tunggul tali pusat dilakukan untuk menilai tanda-tanda reaksi
vital, yang dianggap menunjukkan periode kelangsungan hidup. Tunggul tali pusat mengalami
serangkaian perubahan pada hari-hari pertama kehidupan dengan pembentukan cincin
memerah di dasar tali pusat, diikuti dengan pengeringan, pengerutan, dan akhirnya terlepasnya
tunggul setelah beberapa hari. Tanda-tanda makroskopik paling awal dari reaksi vital
umumnya terlihat pada 24-48 jam kehidupan dengan perubahan awal pemisahan, kemerahan,
dan pengeringan. Bagian histologi dari tunggul umbilikus dapat diambil untuk menilai bukti
mikroskopis dari reaksi vital (Bajanowski and Vennemann 2014; Phillips and Ong 2018).
Makanan di perut secara luas dianggap sebagai bukti tegas bahwa bayi lahir hidup dan
bertahan untuk jangka waktu tertentu. Konsumsi makanan merupakan proses aktif yang
mengharuskan bayi untuk mengisap, oleh karena itu ditemukannya makanan di lambung atau
di mana saja di sepanjang saluran cerna dianggap sebagai temuan definitif (Bajanowski and
Vennemann 2014; Phillips and Ong 2018).
Pada kasus ini didapatkan paru-paru kiri dan kanan berwarna heterogen serta pada tes
apung paru didapatkan negatif pada paru-paru kiri dan kanan. Hal ini menunjukkan bahwa paru
belum mengembang. Dapat disimpulkan bahwa bayi pada kasus ini belum pernah bernapas
dan tidak dapat hidup di luar kandungan.

Tanda Perawatan
Salah satu hal penting yang harus diketahui yaitu ditemukan tanda telah menerima
perawatan atau tidak pada jenazah bayi. Pertama dengan melihat keadaan tali pusat. Apabila
tali pusat masih tersambung dengan plasenta atau sudah terpotong tapi terletak di dekat
perlekatan plasenta, dan bila tali pusat dipotong dengan ujung tidak rata, memiliki arti bahwa
bayi belum mendapat perawatan (Aldila and Alit 2014; Cohen and Scheimberg 2018; Sharma
2021). Selanjutnya perlu diketahui apakah verniks caseosa masih menempel atau tidak. Jika
masih, artinya bayi belum mendapat perawatan (Aldila and Alit 2014). Tali pusat yang
dipotong dengan tajam lebih kurang 5 cm dari pusat, diikat, dan dilumuri antiseptik di ujung
potongan, merupakan tindakan perawatan terhadap tali pusat pada bayi baru lahir (Sharma
2021). Tanda lain dari adanya perawatan yaitu bayi telah dipasangkan pakaian atau diberi
penutup tubuh (Aldila and Alit 2014).
Pada kasus ini didapatkan pada janin terdapat ciri-ciri tali pusat dengan ukuran panjang
31 cm, belum terpotong dan plasenta masih menempel. Dapat disimpulkan bahwa tidak
didapatkan tanda perawatan berdasarkan kronologi kejadian dan hasil autopsi pada janin.

Penyebab Kematian (Cause of Death)


Kematian janin dalam kandungan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu uterine
malformations seperti kelainan anatomi dan penyakit endometritis kronik, antiphospolipid
syndrome, penyakit bawaan seperti trombofili, faktor endokrin seperti diabetes mellitus dan
gangguan tiroid, faktor genetik, infeksi, faktor eksternal, dan psikologis. Faktor eksternal atau
lingkungan dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya keguguran yang meliputi obesitas,
merokok, konsumsi alkohol dan obat-obatan (Hachem, et al., 2017; Abdelazim1, AbuFaza,
Purohit, & Farag, 2017). Obat-obatan yang dapat digunakan untuk menginduksi kematian janin
menurut tinjauan sistematis Tufa et al yaitu digoksin, KCL dan lidokain (Tufa, Prager,
Lavelanet, & Kimb, 2020). Adapun obat lain yang biasa digunakan pada aborsi yang diinduksi
secara medis antara lain methotrexate, mifepristone, misoprostol dan kombinasi dari
miferistone dan misoprostol.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bolnga et al., dari 186 wanita dengan rawat
inap terkait aborsi selama masa studi, 51 (27,4%) wanita dilaporkan menggunakan misoprostol
untuk menginduksi aborsi (Bolnga, et al., 2021). Sebagian besar kematian neonatal (75%)
terjadi selama minggu pertama kehidupan, dan pada tahun 2019, sekitar 1 juta bayi baru lahir
meninggal dalam 24 jam pertama. Kelahiran prematur, komplikasi terkait persalinan (asfiksia
lahir atau sesak napas saat lahir), infeksi dan cacat lahir menyebabkan sebagian besar kematian
neonatal pada tahun 2019 (Beek et al., 2020).
Pada kasus ini sebab kematian bayi karena bayi belum mampu (belum viable) untuk
hidup diluar kandungan. Untuk unsur-unsur kekerasan , kemungkinan luka-luka pada korban
akibat tarikan tangan/kekerasan tumpul.

Aspek hukum
Pengguguran kandungan di Indonesia diatur dalam KUHP dan Undang-undang
Kesehatan, yaitu sebagai berikut:
a. KUHP: Pasal 299, 346, 347, 348, 349;
b. UU Kesehatan 1992: Pasal 15 dan 80;
c. UU Kesehatan 2009: Pasal 75, 76 dan 194 (Ohoiwutun, 2016).

Abortus provocatus criminalis ditentukan dalam KUHP sebagai perbuatan illegal tanpa
perkecualian, yaitu di dalam Pasal 299, 346, 347 dan 348. Pasal 346, 347 dan 348 di bawah
Bab XIX tentang Kejahatan Terhadap Nyawa; sedangkan Pasal 299 di bawah Bab XIV tentang
Kejahatan Kesusilaan. Pasal 299 KUHP sebagai kejahatan terhadap kesusilaan dirumuskan
sebagai delik formil, yg dilarang adalah perbuatan dengan sengaja mengobati seorang wanita
atau menyuruh supaya diobati, dengan menimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan. Pengaturan aborsi di dalam KUHP khususnya Buku II tentang
Kejahatan mengindikasikan, bahwa perbuatan aborsi merupakan perbuatan kriminal tanpa
perkecualian atau disebut abortus provocatus criminalis. Dengan demikian, KUHP
menentukan kejahatan aborsi secara ketat, namun tidak diberikan batasan usia kehamilan yang
dilarang untuk digugurkan. KUHP membedakan antara aborsi dengan pembunuhan bayi pada
saat dilahirkan atau tidak lama kemudian setelah dilahirkan sebagaimana ditentukan dalam
KUHP Pasal 341 dan 342 (Ohoiwutun, 2016).
Istilah pengguguran kandungan atau aborsi tidak diberikan penjelasan lebih lanjut di
dalam undang-undang. Apabila ditinjau dari segi tata bahasanya, menggugurkan berarti
membuat gugur atau menyebabkan gugur yang artinya jatuh atau lepas. Jadi menggugurkan
kandungan berarti membuat kandungan menjadi gugur atau menyebabkan menjadi gugur.
Adapun tindakan pengguguran kandungan dilakukan terhadap janin yang belum viabel dan
masih berada dalam kandungan ibunya. Batasan ini perlu diberikan untuk membedakan
kejahatan pengguguran kandungan dan pembunuhan bayi yang diatur dalam Pasal 341 dan 342
KUHP (Ohoiwutun, 2016).
UU Kesehatan 2009 yang disahkan tanggal 13 Oktober 2009 dimuat dalam Lembaran
Negara Tahun 2009 Nomor 144, menetapkan ketentuan aborsi dalam Pasal 75, 76 dan 77;
sedangkan sanksi pidana atas kejahatan/pelanggaran ketentuan pengguguran kandungan
ditetapkan dalam Pasal 194, merupakan undang-undang yang memberikan payung hukum di
Indonesia (Ohoiwutun, 2016).
Dalam pengguguran kandungan dapat terjadi dan dilakukan oleh pelaku dengan 3
kemungkinan, yaitu sebagai berikut:
a. Dilakukan sendiri oleh wanita hamil;
b. Dilakukan sendiri oleh wanita hamil dengan bantuan orang lain;
c. Orang lain, baik oleh orang yang memiliki pengetahuan atau keahlian untuk
menggugurkan kandungan, misalnya, dokter, tenaga kesehatan lain, dukun, dsb; maupun
orang yang awam untuk menggugurkan kandungan (Ohoiwutun, 2016).

Berdasarkan UU Kesehatan 2009 pasal 194, Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pengguguran Kandungan menurut KUHP Pasal 299:


(1) barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh seorang wanita
supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan pengharapan bahwa oleh karena itu
dapat gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara selama 83 lamanya empat tahun
atau denda sebanyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah;
(2) kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan atau melakukan kejahatan itu
sebagai mata pencaharian atau kebiasaan atau kalau ia seorang dokter, bidan atau juru obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga;
(3) kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka dapat dicabut
haknya melakukan pekerjaan itu

Pasal 346:
Wanita yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya, atau menyuruh
orang lain menyebabkan itu, dipidana penjara selama-lamanya empat tahun;
Pasal 347:
(1) barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang wanita tidak
dengan izin wanita itu, dipidana penjara selama-lamanya dua belas tahun;
(2) jika perbuatan itu berakibat wanita itu mati, ia dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya lima belas tahun;
Pasal 348:
(1) barangsiapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungan seorang wanita
dengan izin wanita itu, dipidana penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan;
(2) jika perbuatan itu berakibat wanita itu mati, ia dipidana penjara selama-lamanya tujuh tahun;
Pasal 349:
Bila seorang dokter, bidan atau juru obat membantu kejahatan tersebut dalam Pasal 346 atau
bersalah melakukan atau 84 Ilmu Kedokteran Forensik (Interaksi dan Dependensi Hukum pada
Ilmu Kedokteran) membantu salah satu kejahatan diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah sepertiganya dan dapat dicabut haknya
melakukan pekerjaannya yang dipergunakan untuk menjalankan kejahatan itu.
BAB IV
KESIMPULAN

Laporan kasus kami menggambarkan kasus dugaan aborsi ilegal yang terjadi dari
berbagai aspek meliputi umur gestasi, viabilitas, tanda lahir mati atau hidup, tanda perawatan,
dan penyebab kematian (cause of death).
Pada aspek umur gestasi, berdasarkan rumus De Haas, didapatkan perkiraan umur
gestasi pada bayi X ini adalah 6 bulan atau 24 minggu. Pada aspek viabilitas, berdasarkan usia
gestasi yang didapat, disimpulkan bahwa bayi X belum viabel di luar kandungan. Pada aspek
lahir hidup atau mati, dari kondisi jenazah yang diterima maka bayi pada kasus ini belum
pernah bernapas atau lahir mati. Pada aspek tanda perawatan, kasus pertama tidak didapatkan
tanda perawatan dari kronologis dan hasil autopsi. Penyebab kematian pada kasus pertama
yaitu bayi belum viabel di luar kandungan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdelazim1, I. A., AbuFaza, M., Purohit, P., & Farag, R. H. (2017). Miscarriage Definitions,
Causes and Management: Review of Literature. ARC Journal of Gynecology and
Obstetrics, 2(3), 20-31. doi:http://dx.doi.org/10.20431/2456-0561.0203005
Aldila, Busra Ayik, and Ida Bagus Putu Alit. 2014. “Studi Deskriptif Terhadap Ciri-Ciri
Korban Infantisida Di Bali, Tahun 2012 Sampai 2014.” : 1–9,
Asniar, Setiawati, Dewi, Trisnawaty, (2022). Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian Abortus. Ibnu Sina: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan-Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara. Volume 21 No.2. Online:
https://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/ibnusina
Bajanowski, Thomas, and Mechtild M Vennemann. 2014. Handbook of Forensic Medicine.
First. Geneva: John Wiley & Sons, Ltd.
Beek, P., Groenendaal, F., Broeders, L., Dijk, P., Dijkman, K., & van den Dungen, F. et al.
(2020). Survival and causes of death in extremely preterm infants in the
Netherlands. Archives Of Disease In Childhood - Fetal And Neonatal Edition, 106(3),
251-257. https://doi.org/10.1136/archdischild-2020-318978
Bolnga, J., Lufele, E., Teno, M., Agua, V., Ao, P., & DL Mola, G. et al. (2021). Incidence of
self‐induced abortion with misoprostol, admitted to a provincial hospital in Papua
New Guinea: A prospective observational study. Australian And New Zealand
Journal Of Obstetrics And Gynaecology, 61(6), 955-960.
https://doi.org/10.1111/ajo.13413
Budiyanto, dkk (1997). Ilmu kedokteran forensik. Edisi pertama, cetakan kedua. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Cohen, Marta C, and Irene Scheimberg. 2018. “Forensic Aspects of Perinatal Deaths.” AFP
Journal 3(8): 452–91.
Collins KA, Byard RW. Forensic Pathology of Infancy and Childhood [Internet]. Collins KA,
Byard RW, editors. New York, NY: Springer New York; 2014. Available from:
http://link.springer.com/10.1007/978-1-61779-403-2
Deepika, & Kumar, Pradeep. (2021). Abortion and miscarriage: an understanding. The
International Journal of Indian Psychology. 9. 456-63. 10.25215/0901.046.
Ganatra, B., Gerdts, C., Rossier, C., Johnson Jr, BR, Tunçalp, ., Assifi, A., ... & Alkema, L.
(2017). Klasifikasi aborsi global, regional, dan subregional berdasarkan keamanan,
2010–2014: perkiraan dari model hierarki Bayesian. Lancet , 390 (10110), 2372-2381.
Hachem, H. E., Crepaux, V., May-Panloup, P., Descamps, P., Legendre, G., & Bouet, P.-E.
(2017). Recurrent pregnancy loss: current perspectives. International Journal of
Women’s Health, 9, 331-345. doi:http://dx.doi.org/10.2147/IJWH.S100817
Lisnawati, L., Milla, M. N., & Pelupessy, D. C. (2019). Urgensi perubahan kebijakan aborsi
di Indonesia. Deviance Jurnal kriminologi, 3(1), 24-36.
Ohoiwutun, Y.A. Triana. 2016. Ilmu kedokteran forensik (interaksi dan dependensi hukum
pada ilmu kedokteran) Ilmu Kedokteran Forensik (Interaksi Dan Dependensi Hukum
Pada Ilmu Kedokteran).
Phillips, Bianca, and Beng Beng Ong. 2018. “‘ Was the Infant Born Alive ?’ A Review of
Postmortem Techniques Used to Determine Live Birth In Cases of Suspected
Neonaticide.” AFP Journal 4(8): 874.
Prahlow , J. A., & Eze, U. O. (2018). Recent Advances In Forensic Medicine & Toxicology:
Good Practice Guidelines and Current Medicolegal Issues (Vol. 2). (G. Biswas, Ed.)
Jaypee Brothers Medical Publishers. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=VIJXDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA4
31&dq=fetal+viability+and+infanticide&ots=aoxXUtfT79&sig=yshDfq_FrRc6SaAnW
KNWlrt7zyw&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false
Sharma, Luv. 2021. “Autopsy in Foetal Infant Deaths.” In Criminology and Post-Mortem
Studies - Analyzing Criminal Behaviour and Making Medical Decisions, IntechOpen.
https://www.intechopen.com/books/criminology-and-post-mortem-studies-analyzing-
criminal-behaviour-and-making-medical-decisions/autopsy-in-foetal-infant-deaths.
Sanders JE (2009) Age estimation of fetal skeletal remains from the forensic context. Masters
thesis: University of Montana, USA
Tufa, T. H., Prager, S., Lavelanet, A. F., & Kimb, C. (2020). Drugs used to induce fetal
demise prior to abortion: a systematic review. Contraception: X.
doi:https://doi.org/10.1016/j.conx.2020.100046

Anda mungkin juga menyukai