Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU – B

Aplikasi Pestisida untuk Pengendalian Vektor Penyakit

DOSEN PENGAMPU :
Drs. Pangestu, M.Kes,
Beben Saiful Bahri, SKM, MKM
Dini Syafitri SKM, MKM

DISUSUN OLEH :

Kelompok 3 – 3D4B

Intan Mariyatul Qibthiyah (P21335121043)


Muhammad Alfian Karim (P21335121054)
Muthia Zahra Nur Azizah (P21335121058)
Putri Savira (P21335121063)
Siti Althafia Adini (P21335121076)

JURUSAN D-IV KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Aplikasi Pestisida
untuk Pengendalian Vektor Penyakit”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok mata kuliah Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu semester 5 program studi
Sarjana Terapan jurusan Kesehatan Lingkungan yang diberikan oleh Dosen mata kuliah PVBP
yaitu Bapak Drs. Pangestu, M.Kes, Bapak Beben Saiful Bahri, SKM, MKM dan Ibu Dini Syafitri
SKM, MKM.

Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan pihak yang
telah membacanya, serta penulis mendoakan semoga segala bantuan yang telah diberikan
mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Jakarta, 31 Oktober 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 3

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 3

1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Jenis dan karakteristik pestisida .............................................................................................. 5

2.2 Prinsip - prinsip Penggunaan Pestisida ................................................................................... 16

2.3 Peralatan aplikasi pestisida ..................................................................................................... 17

2.4 Alat Pelindung Diri Penyemprotan Pestisida .......................................................................... 21

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 25

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vektor masih menjadi penyakit endemis yang dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar
biasa serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat. Salah satu pengendalian
vektor secara kimiawi adalah dengan menggunakan pestisida. Pestisida merupakan bahan
kimia yang digunakan untuk membunuh hama, baik insekta, jamur maupun gulma.

Pestisida telah digunakan secara luas untuk meningkatkan produksi pertanian, perkebunan
dan pemberantasan vektor penyakit. Penggunaan pestisida untuk keperluan diatas terutama
sintetik telah menimbulkan dilema. Pestisida sintetik di satu sisi sangat dibutuhkan dalam
rangka meningkatkan produksi pangan untuk menunjang kebutuhan yang semakin meningkat
dan untuk meningkatkan derajat kesehatan. Tetapi disisi lain telah diketahui penggunaannya
juga berdampak negatif pada manusia, hewan, mikroba dan lingkungan (Priyanto, 2010)

Dengan demikian kita harus mengetahui prinsip penggunaan pestisida, jenis dan
karakteristik pestisida dan juga penggunaan pestisida yang baik dan benar agar tidak terjadinya
dampak negatif bagi lingkungan sekitar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut :

1. Apa jenis dan karakteristik pestisida?

2. Bagaimana prinsip - prinsip penggunaan pestisida?

3. Apa peralatan aplikasi pestisida?

4. Apa alat pelindung diri penyemprotan pestisida?

3
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui jenis dan karakteristik pestisida

2. Untuk mengetahui prinsip - prinsip penggunaan pestisida?

3. Untuk mengetahui peralatan aplikasi pestisida?

4. Untuk mengetahui alat pelindung diri penyemprotan pestisida?

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Jenis dan Karakteristik Pestisida

Beberapa jenis formulasi insektisida yang dapat dipergunakan langsung namun ada juga yang
memerlukan Pengenceran dengan air atau minyak Secara umun formulasi insektisida dapat
digolongkan kedalam 2 (dua) bentuk:

1. Formulasi cair (liquid formulations)


2. Formulasi kering (dry formulations)

A. FORMULASI CAIR (LIQUID FORMULATION)

1. Konsentrasi emulsi (Emulsi fiable Concentrates = EC = E)

Bentuk konsentrasi emulsi (EC=E) dapat dicampur dengan air sebelum disemprotkan. Campuran
konsentrasi emulsi dengan air ini disebut emulsi dasamya bentuk EC yang dicampurkan ke dalam
air hanya memerlulan sedikit pengadukan.

2. Bentuk Solusi (Solutions= S).

a. Bentuk solusi konsentrasi tinggi ini biasanya dibuat secara khusus bahkan kadang-kadang
hanya terdiri dari bahan aktif saja.
Namun demikian biasanya sebagian besar dari solusi konsentrasi tinggi ini dirancang untuk
dapat dipergunakan dengan bahan pelarut minyak ataupun pelarut organic lainnya. Dalam
hal ini banyak dijumpai pada insektisida untuk penyemprotan secara ULV (Ultra Low
Volume) dimana pada hakekatnya tidak membutuhkan pengenceran lagi sebelum
dipergunakan.
b. Konsentrasi rendah (Low Concentrations).
Formulasi konsentrasi rendah ini berisi bahan aktif yang terlarut dalam minyak dan tidak
memerlukan pengenceran lagi dan dapat disemprotkan langsung pada sasaran, antara lain:
 serangga-serangga Perumahan
 serangga-serangga pengganggu ternak

5
 penyemprotan ruangan di kandang-kandang ternak
3. Bentuk Suspensi (Suspension = F = L).

Beberapa jenis bahan aktif insektisida dapat dibuat hanya dalam bentuk padat saja atau semi padat.
Biasanya dibentuk bersamasan-bersamaan dengan bahan-bahan yang lain. Seringkali jenis
formulasi ini disebut pula sebagai flowable Solids.

Salah satu kelemahan dari suspensi adalah seringkali menyebabkan nozzle alat semprot tertutup
oleh bubuk insektisidanya. Oleh karenanya perlu dikocok terus menerus sebelum disemprotkan.

4. Aerosols (= A)

Insektisida ini berupa cairan yang berisi bahan aktif dalam solusi yang melarut pada suatu solvent
(bahan pelarut organik). Tampaknya banyak sekali formulasi insektisida dalam bentuk aerosals,
ini, karena pada umumnya dibuat dalam keadaan konsentrasi rendah.

Formulasi semacam ini terutama diproduksi untuk keperluan penyemprotan kabut (fog) dan bentuk
mist. Yang dapat dipergunakan untuk bangunan-bangunan, gedung-gedung & kandang dan lain-
lain.

5. Gas yang dicairkan (Liquified gases).

 Kebanyakan bentuk insektisida ini adalah gas cair akibat pemampatan pada tekanan
tertentu. Banyak sekali dijumpai formulasi ini Pada fumigant.
 Jenis insektisida seperti ini ditempatkan/dikemas dengan tekanan tertentu dan dapat
dipergunakan dengan cara:
 Menyuntikannya ke dalam tanah menebarkan ke ruangan-ruangan menyemprotkannya ke
tumpukan-tumpukan/gudang-gudang penyimpanan bahan-bahan makanan.

FORMULASI KERING (DRY FORMULATION)

1. Bentuk debu (dust)


Insektisida ini lebih banyak diproduksi dalam keadaan siap dipakai dan mengandung:
 bahan aktif (active ingredients)
 bahan tambahan untuk pembawa (inert carrier) misalnya talk, debu tanah merah (day)
ataupun debu vulkanik.

6
Jumlah bahan aktif dalam formulasi ini kebanyak berkisar antara s/dL0%. Bahan aktif tersebut
digiling sampai halus sekali menjadi partikel yang seragamn besarnya. Kemudian seringkali
ditambahkan bahan-bah-an lain (inert ingredient) sehingga formulasi tersebut dapat dipergunakan
dengan baik. Beberapa macam bahan aktif insektisida dibuat dalam bentuk debu karena ia lebih
aman bagi tanam-tanaman pada bentuk tersebut. Formulasi debu ini harus iuga dipakai dalam
suasana kering karena debu ini biasanya dengan mudah dapat menebar ke tempat-tempat yang
tidak diinginkan.

2. Butiran (Granula/ Gl)


Formulasi berbentuk butiran (granula) dibuat dengan mengapli kasikan bahan aktif insektisida cair
kepada partikel kasar yang berongga (butiran) dari bahan yang berpori. Yang sering digunakan
adalah lempung (dny), berondong jagung, dan sejenisnya. Formulasi berbentuk butiran ini lebih
besar dari pada partikel debu. Insektisida/pestisida diresapkan atau menutup bagian luar partikel
bahan pembawa atau keduanya.
Ditambahkan bahan pembawa agar memudahkan penanganan formulasi tersebut. kandungan
bahan aktif berkisar antara 2% sampai 4%. Formulasi berbentuk butiran lebih aman di bandingkan
dengan partikel debu atau EC. Formulasi bentuk ini seringkali digunakan untuk perlakuan pada
tanah untuk membasmi organism pengganggu. Formulasi ini dapat langsung diaplikasikan pada
tanah atau tumbuhan. Formulasi bentuk ini tidak perlu dicampur dengan air.

3. Serbuk yang dapat dibasahkan (Wettable powder/ WP atau W)


Nampak seperti debu, tetapi tidak seperti debu formulasi ini harus dicampur dengan air sebelum
diaplikasikan. Formulasi bentuk ini mempunyai konsentrasi lebih tinggi dibanding dengan debu.
Kandungan bahan aktif berkisar antara 15 sampai 95%, dengan kisaran rata – rata 50% atau lebih.
Bila dicampur dengan air akan terbentuk suspense dan bulan larutan (soluition). Dalam aplikasi
perlu dilakukan pengadukan untuk mencega agar tidak terjadi penggumpalan. Kebanyakan
formulasi berbentuk WP atau W lebih aman dibandingkan formulasi debu.

4. Serbuk yang dapat meleleh (Soluble Powder / SP)


SP adalah juga formulasi kering, tetapi bila ditambah dengan air akan menghasilkan larutan
sebenarnya (solusi). Di dalam tangki alat semprot perlu dilakukan pengadukan agar dapat larut

7
sempurnah, dan selanjutnya tidak perlu di aduk lagi. Kandungan bahan aktif pada formulasi ini
berkisar 50%.

5. Umpan (Bait/B)
Formulasi berbentuk umpan adalah bahan yang dapat dimakan atau bahan yang menarik. Umpan
akan sangat menarik vektor dan kandungan pestisida yang ada akan mematikannya. Umpan
biasanya digunakan untuk mengendalikan tikus dan serangga tertentu, dapat digunakan didalam
maupun diluar bangunan. Kandungan bahan aktifnya biasanya rendah, berkisar 5% atau kurang.

Banyak cara yang dilakukan dalam menggolong-golongkan karakteristik pestisida. Beberapa cara
yang lazim dipergunakan untuk penggolongan bahan kimia racun atau pestisida adalah
berdasarkan:
a. Cara bekerjanya racun/cara masuknya racun
Insektisida mengendalikan serangga dengan cara mengganggu/ mengacaukan proses
penting dalam kehidupannya. Seranggga dapat terpapar oleh insektisida melalui kontak,
mulut atau melalui lubang pernapasan (spirakel). Insektisida dikenal juga sebagai racun
kontak, racun pencernaan/perut atau racun pernapasan tergantung pada cara masuk (mode
of entry) kedalam tubuh serangga. Namun demikian suatu insektisida mungkin mempunyai
satu atau lebih cara masuk kedalam tubuh serangga.
1. Racun perut (stomach poisons)
Racun hama yang bekerja melalui peracunan perut harus diberikan secara umpan. Racun
ini dicampur dengan bahan-bahan lain sebagai penarik (attractant) hama. Untuk lalat,
bahan penarik ini berupa gula, buah-buahan, dan lain sebagainya. Umpan ini diletakkan di
tempat yang memungkinkan serangga dapat menemukannya.
2. Racun pernafasan (respiratory poisons).
Racun ini dapat masuk ke dalam tubuh hama melalui saluran pernafasan yang disebut
spirakel dan pori-pori pada permukaan tubuhnya. Bahan kimianya berbentuk fumigan yang
sering dipergunakan dalam pemberantasan hama bahan-bahan makanan, kertas-kertas
arsip, dokumen, tikus dan lain sebagainya.
3. Racun kontak (contact poisons)

8
Pada umumnya racun ini masuk ke dalam tubuh hama sasaran melalui dinding tubuh/kulit
tubuh atau bagian kaki (tarsus) yang termasuk pada jenis racun kontak ini ialah residu
(residual poisons) yang disemprotkan pada dinding dan langit-langit rumah untuk
membunuh hama yang berada ditempat itu. Ada juga bentuk aerosols dan “space spray”
yang dipergunakan untuk membunuh serangga terbang dan jenis larvisida tertentu yang
mempunyai kemampuan penetrasi tracheae dan dinding tubuh larva serangga sasaran.
4. Debu dessikan (dessicants)
Dessikan ini lebih banyak berbentuk debu hygroscopik yang dapat menyerap caftan tubuh
serangga dalam bentuk air maupun lemak-lemak tubuh, sehingga serangga tadi akan
mengalami kekurangan cairan untuk kemudian mati setelah proses dehydrasi.
Salah satu contoh dessikan yang dipergunakan dalam pengendalian hama, terutama
serangga kecoa adalah silika gel (silica gels).

Dan empat macam cara kerja racun hama ini, yang jelas satu atau dua cara tersebut dapat dimiliki
oleh pestisida tertentu. Namun ada juga jenis pestisida yang mempunyai kemampuan membunuh
serangga dengan tiga atau empat cara sekaligus.
Chiordane dan dichiorvos dapat bekerja secara kontak, perut, dan pernafasan (fumigant).
Tergantung pada kebutuhan, pemanfaatan keempat cara kerja racun dalam pengendalian kecoa
dapat dilakukan secara bersamaan dalam waktu yang sama.

b. Tingkatan daur Hidup (life cycle) hama.

Sistim penggolongan pestisida menurut tingkatan hidup (life cyde metamorphose) hama,
terutama ditujukan bagi serangga yang menimbulkan penyakit dan gangguan terhadap
manusia, binatang ternak, dan tanam-tanaman. Apabila irisektisida dibuat dan
dipergunakan untuk mematikan hama serangga dewasa, ini disebut adultisida (adult artinya
dewasa). Untuk membunuh jentik/larva maupun fase kepompong/nympa, dipergunakan
istilah larvisida. Demikian juga untuk memberantas telur serangga, racunnya dikatagorikan
sebagai ovisida. Selain berdasarkan metamorphosenya, dipergunakan juga terminologi,
khusus untuk jenis serangga tertentu, misalrtya akarisida yang khusus dipergunakan untuk
memberantas tungau (tick) dan caplak (mite). Kemudian ada lagi yang dinamakan
pediculicide yang ditujukan untuk memberantas kutu kepala pada manusia.

9
c. Senyawa kimia (chemical compounds).

1. Insektisida anorganik (inorganic compound insecticides).


Pada umumnya, sebagian besar racun hama golongan anorgonik ini bersifat racun perut
(stomach poisons). Yang termasuk pada golongan ini yaitu: kalsium arsenat, lead arsenat,
cryolit, belerang.
2. Insektisida organik (organic compound insecticides).
Senyawa-senyawa racun dan golongan organik sangat banyak ragamnya. Pada
hakekatnya, racun organik ini dibagi lagi menjadi dua golongan besar, yaitu:
a. Insektisida organik alamiah (Natural organic compound insecticides).
Racun organik alamiah mi merupakan produk dan tanam-tanaman. Racun ini lebih
banyak bersifat racun kontak. Yang termasuk pada golongan racun organik alamiah
adalah niicotin, pyrethruin dan derivat derris (rotenone). Namun dan sekian banyak
jenis yang ada, kini sudah berkurang penggunaannya sebagai racun untuk
kebutuhan rumah tangga, kecuali pyrethrum saja yang masih tetap dipergunakan
sebagai racun pemberantas serangga perumahan. Pyrethrum adalah sejenis racun
yang diperoleh dan bunga Chrysanthemum cinerariaefolium yang banyak dijumpai
di pegunungan Dieng (Jawa Tengah).
b. Insektisida organik sintetis (Synthetized organic compound insecticides).
Senyawa organik sintetis ini diprodusir di dalam pabrik. Racun ini bekerja sebagai
racun kontak dan menimbulkan kelayuan (paralyse) syaraf pada serangga dewasa
yang terbang. Selanjutnya, pada golongan insektisida organik sintetis ini masih
terbagi lagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
Kelompok organochlorine (OCI).
Yang termasuk pada kelompok OCI adalah:
- DDT - Aidrin
- BHC - Die1drin
- Chlorobenzilate - Ghlordane
- Dicotol - Neptachior
- Metoxychior - Endrin
- Lindane - Toxaphene

10
Insektisida OCI dewasa ini sebagian besar telah dilarang penggunaannya oleh
pemerintah, karena menurut penelitian para ahli WHO ternyata:
a. residunya sangat persisten di dalam tubuh, hewan dan jaringan tanaman.
b. bersifat kumulatif di dalam jaringan.
c. kurang selektif terhadap serangga -serangga yang berguna, ikan dan
binatang yang lainnya.
Oleh karenanya, sekarang telah banyak OCI yang telah diganti dengan insektisida
yang lebih aman, yaitu golongan organik fosfor dan karbamat.
Sebagai tambahan, masih ada lagi jenis fumigant yang berbahaya, yaitu:
- methyl bromide - carbon tetra bromide
- ethylene dichioride - ethylene dibromide.

Mulai sekitar tahun 1940 sampai dengan 1980an, insektisida golongan ini banyak
digunakan di bidang pertanian dan kesehatan (khususnya pengendalian vektor penular
malaria). Insektisida organoklorin telah dilarang penggunaannya sejak 30 tahun terakhir,
namun karena persistensinya di lingkungan dan sifatnya yang larutdalam lemak, risiko
pajanan masih dapat terjadi hingga saat ini. Pada umumnya, pestisida golongan ini daam
bentuk padat dan menggunakan air atau pelarut organic sebagai pelarut.

Kelompok organofosfat (OFT).


Organofosfat merupakan jenis pestisida paling banyak digunakan di Indonesia maupun di
berbagai Negara di dunia. Dibanding organoklorin, degradasi dari senyawa ini di
lingkungan jauh lebih cepat, yaitu hanya beberapa minggu atau bulan, sementara senyawa
organiklorin dapat mencapai beberapa tahun.
Struktur kimia dari senyawa organofosfat bervariasi, dengan nama umum atau nama
pestisida yang berbeda-beda. Pestisida golongan ini tersedia dalam bentuk bubuk, cairan
konsentrat, atau granul. Semua bentuk tersebut mudah mengalami hidrolisis dan oksidasi.
Kelembapan dan sinar matahari berperan penting dalam proses transformasi dari toksik
menjadi kurang beracun yang terjadi secara alamiah (Kaloyanova dan Batawi, 1991; Costa,
2008 dalam Suhartono, 2010)

11
Sebagian besar pestisida golongan organofosfat digunakan sebagai insektisida dan
sebagian lagi digunakan sebagai fungisida, herbisida, atau rodentisida. Pajanan terhadap
manusia bias terjadi melalui hidung, kulit atau mulut. Uptake melalui kulit mungkin lebih
banyak, karena sifat lipofilik dari senyawa ini. Biotransformasi terjadi melalui tiga reaksi
utama, yakni oksidasi, hidrolisis, dan reaksi transferase.
Saat ini, kelompok OFT sangat banyak dijual di pasar dengan berbagai nama dagang.
Tercatat ada sekitar 45 macam senyawa OFT yang beredar dan berkembang terus
produksinya. Racun ini bekerja secara kontak, peracunan perut dan peracunan pernafasan.
Karena sifatnya yang tidak persisten dan mudah terurai di dalam tanah, maka kelompok
OFT merupakan pestisida pengganti bagi kelompok OCI Yang termasuk dalam kelompok
OFT adalah:
- climethyl phosphate - azinophosmethyl
- dimeton - carbophenothion
- dimethoate - ethion
- phorate - methyl parathion
- dinitro dimeton - ethyl parathion
- oxydimeton methyl - trichiorfon
- diazinon - malathion
Dan jenis insektisida tersebut diatas, racun yang paling kuat ialah parathion dan yang agak
tidak berbahaya bagi manusia adalah malathion.

Kelompok Karbamat
Toksisitas akut dari insektisida golongan karbamat sangat bervariasi. Dibandingkan
dengan golongan organofosfat, golongan karbamat ini mempunyai toksisitas dermal yang
lebih rendah. Spectrum dari karbamat tidak luas sehingga banyak digunakan sebagai
insektisida di rumah tangga.
Dalam kasus pajanan di lingkungan kerja, absorpsi umumnya terjadi melalui kulit, inhalasi,
dan dalam jumlah kecil, melalui oral. (Kaloyanova & Batawi, 1991; Ecobichon, 1995;
WHO, 1986; Costa, 2008 dalam Suhartono, 2010).

12
Disamping penggunaan kelompok insektisida OFT kelompok karbamat banyak pula dijual
di pasaran. Kelompok karbamat ini mempunyai karakteristik yang mirip dengan kelompok
OFT. Yang termasuk kelompok karbamat adalah:
- pyrolan
- isolan
- dimethilan
- karbaryl yang terdiri dari : baygon, mesurol, zectran, banol
Berdasarkan penelitian, ternyata karbaryl merupakan insektisida yang paling efektif bagi
fase kehidupan larva, nympha dan serangga dewasa.

 Mineral-mineral (Minerals)
Minyak:
Senyawa kimia yang ada di dalam minyak merupakan campuran yang lengkap.
Perbandingan senyawa aromatik dan senyawa yang menandung hidrogen tidak lebih dan
8% Minyak sangat efektif untuk memberantas tungau dan kutu pada stadium telur. Di
dalam tubuh hama tadi, minyak akan menghambat proses pertukaran gas untuk
metabolisme, sehingga ia akan menjadi lemas dan kemudian mati. Dalam hal ini, agar
tanam-tanaman tidak mati karenanya, maka untuk keperluan pemberantasan serangga,
minyak mi dibuat dalam bentuk emulsi.
Keuntungan yang diperoleh dan penggunaan minyak sebagai insektisida
adalah:
a. minyak mempunyai daya racun rendah bagi manusia mau pun binatang ternak dan
piaraan.
b. minyak tidak menimbulkan resisten terhadap serangga.

Belerang:
Senyawa belerang yang diketahui mempunyai daya racun bagi serangga mulai
dipergunakan oleh manusia sebagai insektisida sejak 1.000 tahun sebelum masehi. Debu
belerang yang halus masih sering dipergunakan oleh pekemahpekemah untuk
memberantas kutu berwarna merah kecil yang disebut chigger. Pemakaian belerang bubuk
ini lebih disukai dan pada repellent.

13
Boraks (borax):
Boraks yang dipergunakan untuk keperluan pemberantasan serangga adalah sodium
tetraborate. Boraks banyak dipergunakan untuk pemberantasan kecoa di perumahan dalam
bentuk debu dan tablet. Untuk meniatIkan kecoa yang berada pada rak-rak buku sering
dipakai bentuk tablet, terutama bila tempat tersebut tidak menjadi sumber makanan bagi
kecoa tadi. Namun dewasa ini pemakaian boraks telah banyak ditinggalkan dengan
insektisida organik seperti diazinon dan propoxur.

Paris green:
Kandungan bahan aktif dari insektisida paris green adalah coper-acetoarsenite. Senyawa
ini di golongkan kedalam mineral karena mengandung copper. Pada mulanya,paris green
ini dibuat sebagai zat pigmen didalam cat. Dalam bidang pemberantasan hama, mula-mula
dipergunakan pada tahun 1867 untuk mematikan sejenis kumbang yang merusak tanaman
kentang di Amerika (Colorado Potato beetle). Kemudian sejak tahun 1920 s/d 1945,
pemakaian paris green ini dilakukan bersama dengan campuran kapur hidrasi (hydrated
lime), debu atau bahan inert lainnya untuk memberantas larva anopheles.
Setelah itu, pada tahun 1960an, Rogers dan Rathbun melakukan penelitian di florida
dengan hasil yang memuaskan, dimana granula paris green vermiculite dapat membunuh
larva anopheles dan larva culex yang resisten terhadap DDT. Namun kemudian pada
akhirnya paris green inipun dikurangi penggunaannya akibat larangan pemerintah Amerika
untuk mengedarkan pestisida arsenikal di negara tersebut.

Pestisida asal tumbuhan dan piretroid (botanicals and pyretroids)


Sejalan dengan pengembangan pemakaian pestisida organi maka penggunaannya racun
hama asal tumbuh-tumbuhan meningkat pula. Pestisida asal tumbuh-tumbuhan ini lebih
disukai karena umumnya memiliki daya racun bagi serangga dan kurang berbahaya bagii
manusia. Secarakimiawi, pestisida asal tumbuhan-tumbuhan ini lebih disukai karena
umunya memiliki daya racun kuat bagi serangga dan kurang berbahya bagi manusia.
Secara kimiawi, pestisida asal tumbuhan ini hanya terdiri dari unsu-unsu karbon, hidrogen
dan oksigen saja. Sama sekali tidak mengandung chlor didalamnya.Pestisida ini banyak

14
dipakai dalam bentuk aerosol bombs di perumahan. Ada pula bentuk debu yang dapat
dipergunakan untuk memberantas ektoparansit pada hewan. Selain itu sering juga
dipergunakan untuk menyemprot kebun. Piretrum misalnya,merupakan salah satu jenis
pestisida yang di perkenankan untuk menyemprot dapur dan ruang makan sebelum
makanan disajikan. Rotenone dapat dipakai untuk memberantas kutu pinjal pada kucing
dan anjing atau kutu lain pada sayur mayur yang siap dipetik. Piretrum adalah senyawa
kimia yang diekstraksi dari bunga Chrysantheum cinerariaefoloum. Bunga ini banyak
terdapat negara Kenya, Uganda, Zaire, Tanzania, Ekuador dan Jepang. Di indonesia kita
jumpai di sekitar pegunungan Dieng, Jawa tengah.

Insect Growth Regulator (IGR)


Kelompok senyawa yang dapat mengganggu proses perkembangan dan pertumbuhan
serangga.
IGR terbagi dalam dua kelas yaitu:
1. Juvenoid atau sering juga dikenal dengan Juvenile Hormone Analog (JHA).
Pemberian juvenoid pada serangga berakibat pada perpanjangan stadium larva dan
kegagalan menjadi pupa.
2. Penghambat Sintesis Khitin atau Chitin Synthesis Inhibitor (CSI)
mengganggu proses ganti kulit dengan cara menghambat pembentukan kitin.

c. Mikroba
Kelompok pestisida ini berasal dari mikroorganisme yang berperan sebagai pestisida.
Contoh, Bacillus thuringiensis var israelensis (BTI), Bacillus sphaericus (BS),
abamektin, spinosad, dan lain-lain.

BTI bekerja sebagai racun perut, setelah tertelan kristal endotoksin larut yang
mengakibatkan sel epitel rusak dan serangga berhenti makan lalu mati.
Abamektin adalah bahan aktif pestisida yang dihasilkan oleh bakteri tanah
Streptomyces avermitilis. Sasaran dari abamektin adalah reseptor γ-aminobutiric acid
(GABA) pada sistem saraf tepi. Pestisida ini merangsang pelepasan GABA yang
mengakibatkan kelumpuhan pada serangga.

15
Spinosad dihasilkan dari fermentasi jamur aktinomisetes Saccharopolyspora spinosa,
sangat toksik terhadap larva Aedes dan Anopheles dengan residu cukup lama. Spinosad
bekerja pada postsynaptic nicotonic acetylcholine dan GABA reseptor yang
mengakibatkan tremor, paralisis, dan kematian serangga.
d. Neonikotinoid
Pestisida ini mirip dengan nikotin, bekerja pada sistem saraf pusat serangga yang
menyebabkan gangguan pada reseptor post synaptic acetilcholin.
e. Fenilpirasol
Pestisida ini bekerja memblokir celah klorida pada neuron yang diatur oleh GABA,
sehingga berdampak perlambatan pengaruh GABA pada sistem saraf serangga.
f. Nabati
Pestisida nabati merupakan kelompok pestisida yang berasal dari tanaman.
g. Repelan
Repelan adalah bahan yang diaplikasikan langsung ke kulit, pakaian atau lainnya
untuk mencegah kontak dengan serangga.

2.2 Prinsip-Prinsip Penggunaan Pestisida

Untuk menghindarkan terjadinya hal – hal/efek sampingan yang tidak kita ingingkan

maka harus dipergunakan prinsip – prinsip pemakaian pestisida sebagai berikut :

1. Apabila pemanfaatan cara- cara pengendalian hama yang lain tidak memungkinkan lagi, maka
pemakaian pestisida baru dipilih sebagai alternatif yang terakhir.
2. Apabila teraksa harus kita pakai pestisida, pilihlah pestisida yang relatif tidak beracun, tidak
persisten, tidak meninggalkan residu pada bahan makanan maupun mengotori lingkungan
hidup.
3. Apabila pestisida sangat beracun (highly toxic pesticide) dan persisten maka pestisida itu
harus dipakai secara berganti – ganti dengan alternatif cara pemberantasan yang lain.
4. Apabila ternyata tidak ada alternatif lain, maka bila kita harus menggunakan pestisida yang
sangat kuat dan mempunyai efek residu yang tahan lama, maka pergunakanlah pestisida
tersebut sedikit mungkin dan selektif mungkin pada tempat dan waktu yang dipilih.

16
5. Pestisida ideal adalah pestisida yang memenuhi kriteria :
a. Mempunyai daya racun yang tinggi bagi hama sasaran.
b. Kurang beracun untuk manusia dan binatang yang menguntungkan atau serangga bukan
sasaran.
c. Berbau menarik bagi hama tetapi tidak mengganggu penciuman manusia.
d. Murah, mudah diperoleh dan siap pakai.
e. Secara kimiawi mempunyai sifat residu yang stabil pada hama sasaran.
f. Tidak stabil didalam alam, sehingga tidak mengotori lingkungan, membunuh hama
sasaran dan mudah diuraikan.
g. Tidak menimbulkan kerusakan/korosif terhadap benda – benda.
h. Tidak meninggalkan bercak – bercak/karatan untuk metal.
i. Mudah diolah menjadi formulasi yang diinginkan.

2.3 Peralatan Aplikasi Pestisida

2.3.1 Automatic Sprayer

Prinsip kerja alat penyemprot ini adalah memecah cairan menjadi butiran partikel halus
yang menyerupai kabut. Dengan bentuk dan ukuran yang halus ini maka pemakaian pestisida akan
efektif dan merata ke seluruh permukaan daun atau tajuk tanaman. Untuk memperoleh butiran
halus, biasanya dilakukan dengan menggunakan proses pembentukan partikel dengan
menggunakan tekanan (hydraulic atomization), yaitu cairan di dalam tangki dipompa sehingga
mempunyai tekanan yang tinggi, dan akhirnya mengalir melalui selang karet menuju ke alat

17
pengabut. Cairan dengan tekanan tinggi dan mengalir melalui celah yang sempit dari alat pengabut,
sehingga cairan akan pecah menjadi partikel-partikel yang sangat halus.

Kelebihan menggunakan alat ini adalah karena komponen yang digunakan relatif
sederhana untuk dioperasikan, fleksibel dan dengan perubahan sedikit dapat digunakan untuk
sasaran organisme yang lain. Sedangkan kekurangannya adalah droplet dihasilkan dalam kisaran
diameter yang luas mengakibatkan banyak pestisida yang terbuang dan penggunaan komponen
khususnya nosel yang mengharuskan seringnya penggantian alat (Widianto, 2001).

2.3.2 Semi-automatic Sprayer

Prinsip kerja dari alat ini adalah memecah cairan menjadi butiran partikel halus yang
menyerupai kabut. Dengan bentuk dan ukuran yang halus ini maka pemakaian pestisida akan
efektif dan merata ke seluruh permukaan daun atau tajuk tanaman. Biasanya dilakukan proses
pembentukan partikel dengan menggunakan tekanan (hydraulic atomization) untuk memperoleh
butiran halus, yaitu tekanan dalam tabung khusus dipompa sehingga mempunyai tekanan yang
tinggi, dan akhirnya mengalir melalui selang karet menuju ke alat pengabut bersama dengan
cairan. Cairan dengan tekanan tinggi dan mengalir melalui celah yang sempit dari alat pengabut,
sehingga cairan akan pecah menjadi partikel-partikel yang sangat halus.

Kelebihan dari alat ini adalah mampu menampung kapasitas air sampai 16-18 liter dan
terbuat dari logam besi. Sedangkan kekurangannya adalah komponen-komponen sprayer yang
sering mengalami kerusakan diantaranya ialah batang torak mudah patah, paking karet sering
sobek, katup bocor, ulir aus, selang penyalur pecah, nozzle dan kran sprayer mudah rusak, tabung
pompa bocor, dan tali gendong putus (Novizan, 2002).

18
2.3.3 Mist Blower

Prinsip kerja alat ini adalah menghembuskan cairan seperti pestisida menjadi butir-butir
kecil (droplet) oleh bantuan tenaga angin yang kuat dari blower, sehingga dapat dikatakan bahwa
mesin itu adalah mesin penyemprot dengan sistem tekanan angin. Karena dapat menghembuskan
cairan yang lebih sedikit dan lebih efektif, maka dapat menghemat tenaga kerja dan efesiensi
pemberantasan hama yang lebih besar. Kelebihan alat ini adalah lebih praktis karena mesin lebih
karena dapan menembus gulma di semak-semak yang dalam. Sedangkan kekurangan dari alat ini
adalah harganya yang mahal serta alat lebih berat (Endah, 2005).

2.3.4 Swing Fog

Swing fog bekerja berdasarkan prinsip semburan berpulsa. Campuran bahan bakar bensin
dan udara secara berseri dibakar dalam ruang pembakaran yang berbentuk khusus pada getaran
sekitar 90 pulsa per detik. Gas hasil pembakaran keluar melalui pipa yang lebih kecil dari ruang
pembakaran. Larutan bahan kimia diujung resonator, lewat arus pulsa gas, kemudian pecah

19
menjadi jutaan partikel kecil, dihembuskan ke udara dalam bentuk kabut tebal. Temperatur diujung
resonator, tempat cairan bahan kimia mengalir berkisar antara 40 sampai 60 derajat Celcius tanpa
mengurai komposisi bahan aktif, larutan bahan kimia yang terkena panas disini, tidak lebih dari 4
sampai 5 mili detik. Oleh sebab itu bahan kimia yang peka terhadap panas dapat dipakai.

Kelebihan swing fog ini adalah dapapt menjangkau area yang cukup luas. Sedangkan
kekurangan alat ini yaitu hanya efektif selama beberapa saat, asap fogging mudah menguap karena
udara terlalu panas, dapat mengganggu saluran pernapasan, dan efek toksin terhadap penyakitnya
idak bertahan lama (Djojosumarto, 2008).

2.3.5 Soil Injector

Prinsip kerja alat ini adalah diinjeksikan secara langsung ke dalam tanah, bisa digunakan
untuk pestisida dengan formulasi EC. Alat ini bekerja seperti halnya jarum suntik, namun yang
menjadi objek bidikan adalah tanah yang terkena hama yang terdapat dalam tanah. Kelebihan alat
ini yaitu dapat secara langsung membunuh organisme pengganggu yang berada dalam tanah.
Sedangkan kekurangannya yaitu dapat membunuh mikroorganisme tanah lainnya yang bermanfaat
(Pracaya, 2008).

2.3.6 Micron Ulva

Prinsip kerja alat ini yaitu komponen utamanya adalah piringan atau cakram yang berputar.
Cairan semprot dialirkan ke nozzle pada cakram tersebut. Selanjtunya cakram yang berputar itu

20
akan memecah cairan menjadi droplet oleh gaya sentrifugal. Pola semprotan berupa lingkaran,
ukuran dropletnya bervariasi tergantung pada kecepatan putaran cakram. Ukuran droplet untuk
mikron ulva sangat halus dan seragam. Enzimnya menggunakan baterai 1,5 volt memenuhi
sepanjang pipa (± 6 buah). Setelah saklar dihidupkan maka dinamo akan berputar sehingga kincir
juga berputar dan cairan keluar. Bahan untuk aplikasinya adalah ULV yaitu bahan aktif langsung,
tanpa air tetapi bentuknya sudah berupa cairan.

Kelebihan dari alat ini yaitu alat begitu simple dan ringan dan mudah digunakan.
Sedangkan kekurangannya adalah daya tampung yang sedikit menyebabkan sedikit pula luas lahan
yang bisa diaplikasikan dan harus mengisi lagi alat dengan pestisida (Djojosumarto, 2008).

2.4 Alat pelindung diri penyemprotan pestisida

Penggunaan APD sangat penting terutama dalam kedisplinan yang bertujuan supaya
terhindar dari kecelakaan di dunia pekerjaan. Di Indonesia, pekerjaan petani menjadi kelompok
kerja terbesar. Dinilai semakin menurun, namun faktanya sektor pertanian masih memiliki kurang
lebih 32.86% yang masih bekerja diantara jumlah angkatan kerja (Badan Pusat Statistik, 2017).
WHO melakukan survei secara global yang menghasilkan bahwa ada sebanyak 300 ribu kematian
yang disebabkan keracunan pestisida pertahunnya. Selain itu, kejadian ini umumnya terjadi pada
negara yang berpenghasilan rendah dan menengah. Adapun upaya yang dilakukan para petani
untuk mengurangi kerugian yakni dengan menggunakan berbagai macam pepstisida dengan alasan
supaya tanaman terhindar dari serangan hama. Pepstisida dapat terpapar melalui berbagai cara
seperti memlalui makanan dan minuman, melalui kulit, mulut hingga pernapasan.

Adapun jenis dan fungsi APD antara lain :

1. Baju lengan panjang tidak boleh memiliki lipatan- lipatan terlalu banyak, kalau perlu tidak usah
diberi kantong atau lipatan lengan erat leher harus di ikat menutup leher.

2. Celana panjang tidak boleh ada lipatan karena lipatan- lipatan itu akan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan partikel-partikel pestisida.

21
3. Pakaian terusan (Wepaak) merupakan pakaian kerja yang diinginkan karena bentuknya yang
dapat menutupi seluruh tubuh praktis dan lebih khusus lengan bajunya harus lengan panjang.

4. Sarung tangan (Gloves) bila pekerja menangani pestisida yang mempunyai konsentrasi tinggi
(highconcentrate) maka diperlukan sarung tangan neoprene.

Syarat-syarat sarung tangan yang digunakan bagi pekerja penyemprot adalah :

 Sarung tangan harus panjang sehingga menutupi bagian pergelangan tangan.

 Sarung tangan untuk menangani pestisida tidak boleh terbuat dari kulit karena pestisida
yang melekat akan sukar dicuci.

 Sarung tangan harus dipakai menutupi lengan baju bagian bawah. Agar kemungkinan
masuknya pestisida ke dalam tubuh melalui tangan dapat dicegah, atau kemungkinan
mengalirnya pestisida dapat dihindari.

5. Topi (hat) untuk mencegah masuknya racun melalui kulit kepala, maka diperlukan topi penutup
kepala. Beberapa persyaratan topi yang diperlukan adalah :

 Topi harus terbuat dari bahan yang kedap cairan (li kuidproof) dan tidak terbuat dari kain
atau kulit.

 Topi yang digunakan sedapat mungkin harus melindungi bagian kepala (tengkuk, mulut,
mata, dan muka) oleh karena itu topi harus berpinggiran lebar.

 Topi yang diperlukan harus bersifat kedap air dan tidak boleh terasa bila dipakai di bawah
terik matahari.

6. Sepatu boot (boots) sepatu boot sangat penting bila pekerja dengan jenis pestisida yang bersifat
debu (dust) atau manyemprot residual. Sepatu boot dapat terbuat dari neoprene.

22
7. Pelindung muka (fase shield) pelindung muka merupakan suatu pelindung yang terbuat dari
bahan transparan yang anti api tergantung pada ikatan kepala yang dapat disesuaikan, juga dapat
dengan mudah diturun naikkan didepan muka. Alat tersebut ringan dan dapat dipakai untuk bekerja
penyemprotan pestisida. Pelindung muka berguna untuk melindungi muka dari penetrasi pestisida.
Biasanya google ini terbuat dari bahan yang anti air, sehingga mukatidak terkena partikel dan
pestisida.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Beberapa jenis formulasi insektisida yang dapat dipergunakan langsung namun ada juga yang
memerlukan Pengenceran dengan air atau minyak Secara umun formulasi insektisida dapat
digolongkan kedalam 2 (dua) bentuk:

1. Formulasi cair (liquid formulations)

2. Formulasi kering (dry formulations)

Organofosfat merupakan jenis pestisida paling banyak digunakan di Indonesia maupun di


berbagai Negara di dunia. Dibanding organoklorin, degradasi dari senyawa ini di lingkungan jauh
lebih cepat, yaitu hanya beberapa minggu atau bulan, sementara senyawa organiklorin dapat
mencapai beberapa tahun.

Sejalan dengan pengembangan pemakaian pestisida organi maka penggunaannya racun hama
asal tumbuh-tumbuhan meningkat pula. Pestisida asal tumbuh-tumbuhan ini lebih disukai karena
umumnya memiliki daya racun bagi serangga dan kurang berbahaya bagii manusia.
Secarakimiawi, pestisida asal tumbuhan-tumbuhan ini lebih disukai karena umunya memiliki daya
racun kuat bagi serangga dan kurang berbahya bagi manusia. Secara kimiawi, pestisida asal
tumbuhan ini hanya terdiri dari unsu-unsu karbon, hidrogen dan oksigen saja. Sama sekali tidak
mengandung chlor didalamnya

24
DAFTAR PUSTAKA

Alat Pelindung Diri Melindungi Para Petani. (n.d.). Retrieved from


https://croplifeindonesia.or.id/alat-pelindung-diri-melindungi-para-petani/

Iffatunnada Khalishah, F. S. (n.d.). Penggunaan APD pada Petani yang Menggunakan Pestisida
ditinjau dari Aspek Health Belief Model. Retrieved from Penggunaan APD Petani yang
MenggunakanPestisida:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/viewFile/3127/pdf#:~:text=Menggunak
an%20masker%2C%20kacamata%2C%20baju%20pelindung,sarung%20tangan%20saat%20mel
akukan%20pencampuran.

Kuat Prabowo, Syamsuddin. 2019. Pengendalian Vektor dan Tikus.

25

Anda mungkin juga menyukai