Anda di halaman 1dari 3

Menuju Tata Kelola BPR yang Baik

Seperti kita ketahui bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan peraturan nomor
4/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Perkerditan Rakyat (BPR) pada tanggal 31
Maret 2015. Peraturan OJK ini berlaku sejak diundangkan, yaitu pada tanggal 1 April 2015.

Dengan demikian sektor industri BPR harus segera mengimplementasikan peraturan tersebut dalam
setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. BPR perlu menyesuaikan
struktur organisasinya dan menyiapkan perangkat-perangkatnya mengingat ada kewajiban
penyampaian laporan pelaksanaan tata kelola setiap tahun yang harus disampaikan kepada OJK.

Penerapan tata kelola yang baik pada sektor perbankan, khususnya Bank Perkreditan Rakyat
semakin dibutuhkan seiring dengan semakin meningkatnya volume usaha dan semakin meningkat
pula risikonya. Oleh karena itu penerapan tata kelola dimaksudkan untuk:

Melindungi pemangku kepentingan (stake holders)

Meningkatkan kinerja bank

Meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

Penerapan tata kelola juga mencakup nilai-nilai etika yang berlaku umum pada perbankan, sehingga
diharapkan industri perbankan, khususnya BPR semakin dipercaya oleh masyarakat.

Prinsip-Prinsip Tata Kelola

Tata Kelola yang dimaksud pada POJK nomor 4/POJK.03/2015 adalah tata kelola BPR yang
menerapkan prinsip-prinsip:

Keterbukaan (transparency)

Akuntabilitas (accountability)

Pertanggungjawaban (responsibility)

Independensi (independency)

Kewajaran (fairness)

Penerapan Tata Kelola BPR

Penerapan Tata Kelola sebagaimana dimaksud pada POJK tersebut paling sedikit harus diwujudkan
dalam bentuk sebagai berikut:
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;

pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;

kelengkapan dan pelaksanaan tugas atau fungsi komite;

penanganan benturan kepentingan;

penerapan fungsi kepatuhan, audit intern, dan audit ekstern;

penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern;

batas maksimum pemberian kredit;

rencana bisnis BPR;

transparansi kondisi keuangan dan non keuangan.

Secara garis besar, penerapan tata kelola pada BPR dibedakan berdasarkan besar kecilnya BPR yang
diukur dengan modal inti, yaitu modal inti paling sedikit Rp. 50 miliar dan modal inti kurang dari Rp.
50 miliar. Pada BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp. 50 miliar wajib memiliki Direksi
minimal 3(tiga) orang, dimana salah satunya adalah Direktur Kepatuhan, sementara BPR yang
memiliki modal inti kurang dari Rp. 50 miliar boleh hanya memiliki 2(dua) Direksi, dengan syarat
salah satu Direksinya wajib menjalankan fungsi kepatuhan.

Pada BPR yang memiliki modal inti paling sedikit Rp. 50 miliar juga diwajibkan membentuk:

Satuan Kerja Audit Intern

Satuan Kerja Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko

Satuan Kerja Kepatuhan

sementara itu, BPR dengan modal inti kurang dari Rp. 50 miliar wajib menunjuk Pejabat Eksekutif
yang melaksanakan:

Fungsi Audit Intern

Fungsi Manajemen Risiko

Fungsi Kepatuhan

PE fungsi Audit Intern bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama

PE fungsi Kepatuhan bertanggung jawab kepada Direksi yang membawahkan Fungsi Kepatuhan. PE
fungsi Kepatuhan harus independen terhadap operasional BPR (dalam hal ini penyaluran kredit dan
penghimpunan dana). Seorang PE Kepatuhan dapat merangkap pekerjaan bidang SDM, Manajemen
Risiko dan APU-PPT.
Perangkat-perangkat yang wajib disiapkan adalah Pedoman dan tata tertib kerja yang paling sedikit
harus memuat:

1. Etika kerja
2. Waktu kerja
3. Peraturan rapat
4. baik bagi Direksi, Dewan Komisaris maupun Komite-Komite yang dibentuk.

Penerapan Manajemen Risiko

BPR wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif, yang disesuaikan dengan tujuan, kebijakan
usaha, ukuran, dan kompleksitas usaha serta kemampuan BPR dengan berpedoman pada
persyaratan dan tata cara sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan yang mengatur mengenai
penerapan manajemen risiko bagi BPR, yang dalam hal ini adalah Peraturan nomor 13/POJK.03/2015
ten

Anda mungkin juga menyukai