PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Balai Besar Veteriner Maros, berawal dari Surat Keputusan Menteri Pertanian
Nomor 190/Kpts/Org/5/1975, tentang penetapan Laboratorium Tipe A sebagai Balai
Penelitian Penyakit Hewan. Pada tahun 1976 diresmikan oleh Prof. Dr. Tojib
Hadiwijaya selaku Menteri Pertanian. Selanjutnya dikeluarkan lagi SK MENTAN
Nomor 457/Kpts/OT210/8/2001 BPPH diganti menjadi Balai Penelitian dan
Pengujian Veterinar (BPPV) Regional VII Maros. Pada tanggal 30 Desember 2003
melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 629/Kpts/OT.140/12/2003 memberikan
keterangan bahwah dua dari tujuh BPPV yakni BPPV Yokyakarta dan Maros akan
berubah nama menjadi Balai Besar Veteriner (BBVet) yang sampai saat ini masih
digunakan.
Balai Besar Veteriner adalah sebuah lembaga yang bertanggung jawab dalam
bidang kesehatan hewan di Indonesia. Lembaga ini memiliki peran penting dalam
menjaga kesehatan hewan, mencegah penyebaran penyakit hewan, dan melindungi
masyarakat dari risiko penyakit yang dapat ditularkan oleh hewan. Balai Besar
Veteriner biasanya dilengkapi dengan laboratorium dan fasilitas lainnya untuk
melakukan pengujian, diagnosis, dan penelitian terkait kesehatan hewan. Lembaga ini
juga berperan sebagai rujukan bagi laboratorium veteriner di wilayah kerjanya.
Balai veteriner memiliki beberapa lab salah satunya laboratorium bakteriologi.
Laboratorium ini merupakan salah satu unit dari BBVet Maros yang bertugas
melaksanakan pengujian penyakit hewan yang disebabkan oleh bakteri dan jamur.
Beberapa contoh pengujian yang dilakukan seperti uji biologi untuk Bacillus
anthracis dan Pasteurella multocida, serta kultur dan identifikasi penyakit bakteri dan
jamur seperti B. anthracis (penyebab antraks) dan bakteri penyebab brucellosis.
Penyakit antraks adalah salah satu penyakit yang diuji oleh balai besar veteriner
Maros. penyakit merupakan salah satu penyakit yang bersifat zoonosis. Artinya
penyakit ini dapat menular kemanusia. Serangan penyakit ini dapat menyebabkan
kerugian besar secara ekonomi bagi peternak dan mengancam kesehatan manusia.
Penularan antraks terjadi ketika ternak tidak sengaja menelan pakan yang
terkontaminasi spora Bacillus anthracis. bakteri ini dapat memproduksi racun yang
menyebabkan kematian pada ternak (Bagenda dkk, 2018).
Infeksi bakteri antraks ditemukan sekitar 80% didalam darah dan 20% di limpa.
Kematian ternak disebabkan oleh Lethal Toxin (LT) dan Edema Toxin (ET) yang
dikeluarkan oleh Bacillus anthracis. (Martindah, 2017). Pengendalian dan
Pemberantasan Penyakit Hewan Menular (PHM), Kementerian Pertanian Republik
Indonesia, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016) telah
menjabarkan gejala umum serangan penyakit antraks pada ternak: (a) Ternak mati
mendadak. (b) Bentuk akut ditandai kondisi tubuh demam dengan kisaran suhu 40-
41ºC pada kondisi ini teknak akan terlihat depresi, gelisah, detak jantung lemah,
kejang-kejang hingga mati. (c) Bentuk kronis ditandai dengan adanya lesi atau luka
lokal yang biasanya terlihat pada tenggorokan dan lidah, akan tetapi tanda-tanda ini
lebih sering dijumpai pada ternak babi. (d) Bentuk kutan ditandai dengan adanya
pembengkakan di areah tubuh. gejalah ini cenderung nampak pada sapi dan kuda.
Keamanan pangan dari penyakit zoonosis seperti antraks menjadi tanggung jawab
utama seluruh pemangku kebijakan. Sejalan dengan hal tersebut Unit Pelayanan
Teknis BBVet Maros memiliki peran yang sama sebagai Unit Pelayanan Teknis di
bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian
yang memiliki tugas melaksanakan penyelidikan dan pengujian veteriner. dengan
wilayah pelayanan 8 Provinsi Indonesia Timur (Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, dan
Maluku Utara).
B. Rumusan Masalah
1. Fungsi laboratorium bakteriologi?
2. Pengujian dan Metode apa yang digunakan lab bakteriologi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Fungsi laboratorium bakteriologi?
2. Untuk mengetahui Pengujian dan Metode apa yang digunakan lab bakteriologi?
D. Manfaat
1. Mengetahui Fungsi laboratorium bakteriologi?
2. Mengetahui Pengujian dan Metode apa yang digunakan lab bakteriologi?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
PEMBAHASAN
A. Waktu dan Tempat
Kegiatan KP Terpadu yang berlokasi pada Balai Besar Veteriner Maros Jl. DR.
Ratulangi, Allepolea, Lau, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan mulai dilaksanakan
dari 19 Juni sampai 16 Agustus 2023.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada uji isolasi bakteri Bacillus anthracis berupa
masker, sarung tangan, bio-hazart cabinet, mikroskop, inkubator, autoclave,
centrifuge, freezer, refrigenerator, timbangan, cawan petri disposibel, tabung reaksi,
spidol, kaca preparat, penangas air, pengocok (shaker), waterbath, labu erlenmeyer,
kantong plastik. Sedangkan bahan yang digunakan adalah bubuk Media NA atau BA
dan sampel tanah. Alat dan bahan yang digunakan pada uji pewarnaan metode
Polychrome Methilen Blue yaitu masker, sarung tangan, object glass, pinset, pipet
pasteur, botol tempat penyimpanan zat pewarnaan, enlenmeyer, rak penampungan
bilasan air (cawan petri), rak pewarnaan. Bahan dan reagen yang digunakan adalah
methanol dan methilen blue, sedangkan sampel yang diuji berupa sampel preparat
ulas darah sapi.
C. Metode Kerja
a. uji isolasi bakteri
Preparasi sampel dilakukan dengan prosedur antara lain Menyiapkan BSC
(BioSafety Cabinet) sebagai tempat penegrjaan spesimen. Masukkan 10 gr contoh
jaringan, organ, tanah, tulang ataupun kulit kedalam wadah baik itu labu enlenmeyer
atau plastic sampel lalu tambahkan 100 ml saline. Tempatkan labu enlenmeyer pada
mesin pengocok (shaker) dan kocok selama 60 menit, setelah itu diamkan selama 10
menit sehingga terbentuk supernatant dan sedimen. Masukkan tabung tersebut ke
dalam Waterbath air bersuhu 65ºC selama 15 menit. Ambil sampel yang telah dingin
dari labu enlenmeyer kemudian dipindahkan ke tabung centrifuge sebanyak 25 ml
selanjunya sampel di sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Hasil
dari proses sentrifuge akan membentuk supernatan dan sedimen. Buang supernatan
dan proses lanjut sedimen yang tertinggal dalam tabung untuk selanjutnya diculture
pada media blood agar. Spesimen yang telah dipreparasi kemudian membentuk
sedimen selanjutnya akan dikultur ke media agar dengan terlebih dahulu menyiapkan
media kultur sebagai berikut, Keringkan media kultur dalam lemari pengering selama
15 menit. Lakukan pemberian label pada cawan petri yang telah berisi media sesuai
dengan jumlah sampel yang akan diisolasi. Goreskan secukupnya sampel ke cawan
petri yang terlah berisi media agar dengan menyesuaikan label sampel. Segera tutup
cawan petri kemudian masukkan ke dalam inkubator pada suhu 37 ℃, lalu diamkan
selama 24 jam kemudian hasil dapat dilihat.
b. Uji Polychrome Methilen Blue (PCMB)
Preparat ulas darah pada objek glass disusun sesuai dengan kode/label
epidemiologi sampel, dan dipastikan kode/label tidak luntur terkena air atau methanol.
Pengerjaan spesimennya dimulai dari Fiksasi preparat ulas darah dengan methanol,
diamkan hingga mengering kemudian susun rapi preparat ulas pad arak pewarnaan,
lalu tuangkan zat pewarna polychrome methylene blue diamkan 1 menit lalu bilas
dengan air, kemudian letakkan preparat diatas kertas atau tissue kering dan tunggu
hingga benar-benar kering, tambahkan oil emersi, periksa di bawah mikroskop
pembesaran 1000 Χ.
DAFTAR PUSTAKA
Adji, R.,S., & Lily, N. 2006. Pengendalian Penyakit Antraks: Diagnosis, Vaksinasi
dan Investigasi. Jurnal Wartazoa Vol. 16 (4): 198 – 205.
Bagenda, I., wiwik D., Dini, W.Y. (2018). Investigasi outbreak penyakit antraks di
kabupaten polewali mandar tahun 2016. Jurnal Jurnal Litbang. 1 (3).
Dhurup, M., Mafini, C., & Dumasi, T. (2014). The impact of packaging, price and
brand awareness on brand loyalty: Evidence from the paint retailing
industry. Acta Commercii, 14(1), 1-9.
WHO. (1998). Guidelines for the surveillance and control of anthrax in humans and
animals, 3`dEd. Departement of Communicable Disease Surveillance and
Response. World Health Organization.