Qawaidl Fiqhiyyah Kel-7
Qawaidl Fiqhiyyah Kel-7
Makalah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Oleh :
IMAM ABDUL
HANIF NIM :
22.13.01.14
MAULIA RAHMAWATI
NIM : 22.13.00.53
M AMINULLOH
NIM : 22.13.01.05
Alhamdulilah dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT, akhirnya makalah ini
dapat diselesaikan sesuai dengan deadline yang sudah ditentukan. Makalah ini berisikan
tentang Kaidah 16 17 & 18 (Kitab Mabadi Awwaliyah)
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Yusni Amru Ghazali
selaku dosen mata kuliah Qawaidl Fiqhiyyah yang telah memberi kesempatan dan
kepercayaannya kepada kami untuk membuat dan menyelesaikan makalah ini. Sehingga
kami memperoleh banyak ilmu, informasi dan pengetahuan selama kami membuat dan
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kepada seluruh rekan kami yang membantu
Setelah itu kami berharap semoga makalah ini berguna bagi pembaca meskipun
terdapat banyak kekurang sempurnaan di dalamnya. Akhir kata kami meminta maaf
sebesar- besarnya kepada pihak pembaca maupun pengoreksi jika terdapat kesalahan
dalam penulisan, penyusunan maupun kesalahan lain yang tidak berkenan di hati pembaca
mupun pengoreksi, karena hingga saat ini kami masih dalam proses belajar. Oleh karena
Penyusun
Kelompok 7
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................II
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................III
BAB I.......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................................................3
A. Kaidah Ke-16................................................................................Error! Bookmark not defined.
B. Kaidah Ke-17................................................................................Error! Bookmark not defined.
C. Kaidah Ke-18...................................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III.....................................................................................................Error! Bookmark not defined.
PENUTUP...............................................................................................................................................5
A. Kesimpulan..................................................................................................................................5
B. Saran............................................................................................................................................5
I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dharar adalah merasakan sakit bahkan berbentuk kesulitan yang sangat menentukan
eksistensi manusia, karena jika ia tidak diselesaikan, maka akan mengancam agama, jiwa,
nasab, harta serta kehormatan manusia. Dharar tidak dapat dihilangkan dengan dharar yang
lain adalah seseorang tidak boleh menghilangkan bahaya pada dirinya dengan menimbulkan
bahaya pada diri orang lain. Persoalan furu’iyyah yang menjadi pengecualian sub kaidah ini
adalah setiap hal yang mengandung dua dharar, namun dharar yang kedua yang akan
dijadikan alternatif lebih berat. Atau permasalahan dimana dua mafsadah yang dihadapi
memiliki kadar yang setara.
Ilmu fiqh merupakan ilmu yang selalu hangat dibincangkan, Ia juga merupakan ilmu
yang tidak henti-hentinya untuk dibahas dan dikaji dari berbagai sudut pandang dan aspek,
karena bahasan fiqh adalah kajian terhadap berbagai problematika yang selalu berkembang
mengikuti situasi dan kondisi zaman. Hal ini sangat jelas terlihat dari keberadaan interaksi
sosial yang terjadi ditengah- tengah masyarakat berimplikasi pada persolan-persoalan atau
kasus-kasus aktual, di mana sebelumnya tidak pernah terjamah dan dibahas secara detail
dalam berbagai literature kitab-kitab fiqh. Kondisi ini tentunya membutuhkan solusi kongkrit
dari para ahli hukum Islam untuk mencoba menganalogikan kasus yang ada dalam nash atau
dalam teks literature kitab klasik maupun kontemporer untuk menetapkan status hukumnya
terhadap masalah baru. Kegiatan ini merupakan suatu yang sangat sulit yang membutuhkan
perangkat ilmu untuk melakukan istinbath yang lazimnya disebut ilmu ushul al-fiqh dan
qawaid al- fiqhiyyah.
Fiqh mempunyai ciri khas yang mampu memadukan kondisi samawi dan kondisi
bumi yang selalu dihadapkan dengan fenomena aktual. Dengan demikian memahami fiqh
yang hanya sebatas mengandalkan paradigma ilmu sosial akan bermuara kepada kesimpulan
yang tidak benar. Namun demikian, melihat fiqh hanya sebagai sesuatu yang sakral juga
merupakan tindakan yang tidak bijaksana. Cara demikian merupakan bentuk pengingkaran
terhadap kenyataan sejarah, kenyataannya bahwa pada awal perkembangannya terdapat fiqh
Iraq dan fiqh Madinah bahkan Qaul Qadim dan Qaul Jadid yang lahir dari Imam Syafi'i,
membuktikan
1
bahwa faktor sosial budaya di samping faktor kapasitas keilmuan masing-masing mujtahid,
memberikan pengaruh cukup kuat terhadap perkembangan fiqh.2 Dengan gambaran di
tersebut terlihat jelas bahwa apapun bentuk upaya yang dilakukan untuk pengembangan fiqh
dituntut untuk memiliki wawasan dan pengetahuan tentang watak bidimensional antara unsur
sakral dan unsur duniawi.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. KAIDAH 16
ض ُر ْو َر ِة يقدر
أُ ِب لل- لقاعدة السادسة عشرة
ِبَقَد ِرها ْي ما ح
األمثلة:
Misalnya :
و الوليد لم يعدل إلى. من استشير في خاطب واكتفي التعريض كقوله ال يصلح لك لم يجز له العدول إلى التصريح وكذلك إذا كنز: منها
اإلثنين وهل ّم ج ّرا
2. Siapa orang yang memberi isyarat pada orang yang berkhutbah padahal cukup
dengan kalimat sindiran seperti ucapan “kamu tidak benar”, maka tidak boleh baginya
berpindah kepada kalimat yang jelas, dan begitu pula apabila cukup dengan satu tidak
boleh berpindah ke yang kedua dan begitu pula seterusnya.
لو قصد أجنبي امرأة وجب أن يستر جميع ساعدها وال يكشف إال ما ال بّد منه لقصد: منها.
3. Jika seseorang bertujuan (mengobati/menyuntik) seorang perempuan maka wajib
baginya menutupi semua lengan perempuan itu dan tidak boleh membukannya kecuali
pada bagian yang menjadi tujuannya itu.
بالثالث. إذا قلنا يجوز تعدد الجمعة لعسر االجتماع في مكان واحد لم يجز إال بقدر ما يندفع فلو اندفع بجمعتين لم يجز: منها
5. Boleh menambah tempat sholat Jumát karena tidak muat pada satu tempat, dengan
perkiraan dapat menghilangkan alasan tidak muat itu, dan jika dengan dua tempat
sholat Jumát telah terpenuhi maka tidaklah boleh membuat tempat yang ketiga.
2. KAIDAH 17
ْو
م ْن ال حا دْ َت ْن- القاعدة السابعة عشرة
َر ِة
َ َ جة
ِزل ِزلة ال ض
ُر
KAIDAH KETUJUUH BELAS – Kebutuhan Itu Kadang Menempati Posisi Darurat
3
: األمثلة:
Misalnya
4
ةŸ لعموم الحاج. بيع الدين بالدينŸ Ÿ شرعت الجعالة والحوالة على خالف القياس لما في الجعالة من الجهالة وما في الحوالة من ي: منها
إلى ذلك
1. Hukum diperbolehkannya syari’at Jiálah (sayembara) dan Hiwalah (mengalihkan
hutang) menyalahi qiyas, karena dalam sayembara adanya unsur ketidaktahuan,
sedangkan dalam hukum hiwalah adanya unsur seseorang memperjualbelikan hutang
dengan hutang karena banyaknya kebutuhan orang kepada hal tersebut.
ه أخرجهŸ رط لبيعŸŸو شŸŸد لناس فلŸ Ÿتي البŸŸ يجوز بيع المغيبات في األرض عند بعضهم كا لفت والفجل والبصل لمصلحة العامة ال: منها
كŸŸيئا باعه ففي ذلŸ يئا كلما أخرج شŸŸيئا فشŸ ه شرع وإن منـع بيعه إال شŸ Ÿدفعة واحدة كان في ذلك من المشقة وفساد أموال ما ال يأتي ب
ومŸ ارع وال تقŸŸه الشŸ Ÿك مما ال يوجبŸŸال يخفى وذل. ترى ماŸ الح المشŸ ك األموال ومصŸŸاب تلŸŸل مصالح أربŸ Ÿمن الحرج والمشقة وتعطي
مصالح الناس بذلك البتة اهـ زاد المعاد
4. Menurut sebagian ulama: diperbolehkan menjual (sayuran, dll) yang masih berada
di dalam tanah, seperti : lobak dan bawang karena kemashlahatan umum bagi
manusia, karena jika disyaratkan pada penjualnya untuk mengeluarkannya dari
tanah sekaligus, maka itu menjadi susah dan rusaknya (sayuran, dll) yang tidak
dibeli, dan jika ia menjualnya dengan cara sedikit sedikit, maka juga akan
menjadikannya kesusahan dan hilangnya kemashlahatan baginya.
3. KAIDAH 18
ّ ِخ
ف ِه َما م سدتَا ْ ي
ض َرا ًرا ِبا أ
ُه تَ َعا- القاعدة الثامنة عشرة
َ ْ
َر ذَا ف ِن وع أع َما
ْر ِت َكا ب
ظ ر ض
ُم
KAIDAH KEDELAPAN BELAS – Ketika Terdapat Dua Kemafsadatan Maka Hindari
Yang Lebih Besar Mudharatnya Dengan Melakukan Yang Lebih Ringan Mafsadatnya
: األمثلة:
Misalnya
يجوز شق بطن الم ّيت إذا كان في بطنه ولد ترحي حياته: منها.
1. Boleh membelah perut mayit jika di dalamnya terdapat seorang anak yang
diperkirakan hidup.
5
شرع في الدين القصاص الحدود وقتال قاطع الطريق: منها.
3. Disyari’atkannya dalam agama hukum qishash, hudud, membunuh, dan merampok.
6
يجوز للمضطر أخذ طعام الغير قهـرا: منها.
4. Boleh bagi orang yang dalam keadaan darurat mengambil makanan orang lain
dengan paksa.
لو وجد المضطر ميتة وطعام غائب فاألصح أنه يأكل الميتة ألنها مباحة بالنص وطعام الغير باإلجتهاد: منها.
6. Apabila orang yang dalam keadaan darurat menemukan bangkai dan makanan milik
orang lain, maka pendapat yang lebih shahih menyatakan lebih baik memakan
bangkai, karena memakan bangkai itu hukumnya mubah dengan dasar nash
sedangkan memakan makanan orang lain itu hanya dasar ijtihad.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaidah 16, 17., dan 18 dalam qawaid fiqhiyyah menggaris bawahi prinsip-prinsip
penting dalam pemahaman hukum Islam:
Kaidah 16 : " Sesuatu Yang Diperbolehkan Karena Darurat Maka Cukup Sekedarnya
Saja , ketika darirat maka yang haram di perbolehkan akan tetapi jangan berlebihan
hanya sekedarnya saja,
Kaidah 18 : " Ketika Terdapat Dua Kemafsadatan Maka Hindari Yang Lebih Besar
Mudharatnya Dengan Melakukan Yang Lebih Ringan Mafsadatnya
Sama halnya seperti supir bis yang rem nya blong maka di di sajikan dengan 2 hal
yang harus dia ambil.
B. Saran
7
Kaidah kaidah di atas menjelaskan tentang dhorurot dll, sampainya seseorang pada
sebuah batas di mna dia kalau tidak mengkonsumsi sesuatu yang di larang maka dia akan
binasa.
Atau keadaan ini memperbolehkan seseorang merubah keadaan dari yang haram
menjadi yang halal, dalam kondisi tertentu tpi harus di garis bawahi bukan untuk berlebihan
hanya sekedarnya saja
Daftar isi
Mabadi awaliyah, abdul hakim