Anda di halaman 1dari 11

Resume materi pai

Nama : Chamid widyarta

Nim : 20610041

1. Pengertian Ilmu Kalam


Ilmu Kalam adalah cabang ilmu dalam tradisi keilmuan Islam yang berfokus pada
pembahasan dan pertahanan rasional tentang keyakinan agama. Secara harfiah, "Kalam"
berasal dari bahasa Arab yang berarti "ucapan" atau "bicara". Dalam konteks ilmu Kalam,
istilah ini merujuk pada kajian dan analisis rasional terhadap prinsip-prinsip kepercayaan
agama dalam Islam.
Ilmu Kalam berkembang pada awal abad ke-8 Masehi sebagai respons terhadap tantangan
filosofis dan teologis yang dihadapi oleh umat Islam pada masa itu. Tujuan utama ilmu
Kalam adalah untuk mempertahankan keyakinan ajaran Islam melalui argumen rasional dan
logika, serta menanggapi kritik-kritik terhadap ajaran tersebut.
Beberapa masalah yang dibahas dalam ilmu Kalam antara lain:
1. Keberadaan Allah: Ilmu Kalam membahas argumen-argumen tentang eksistensi Allah,
seperti argumen kosmologis, ontologis, dan teleologis. Tujuannya adalah untuk membuktikan
secara rasional bahwa Allah adalah sumber dan pencipta segala sesuatu.
2. Atribut Allah: Ilmu Kalam juga membahas atribut-atribut Allah, seperti keesaan,
keabadian, pengetahuan, kekuasaan, dan lain-lain. Diskusi ini melibatkan analisis filosofis
dan teologis tentang sifat-sifat Allah yang dinyatakan dalam Al-Quran dan tradisi Islam.
3. Kebebasan dan Takdir: Ilmu Kalam mempertimbangkan hubungan antara kebebasan
manusia dan takdir Allah. Hal ini melibatkan pemikiran tentang konsep determinisme dan
kebebasan pilihan dalam Islam.
4. Nubuwwah (kenabian): Ilmu Kalam juga membahas tentang nabi dan kenabian dalam
Islam, termasuk argumen-argumen yang menegaskan keabsahan kenabian Muhammad serta
kebenaran wahyu yang dia terima.
Ilmu Kalam menggunakan metode dan alat analisis seperti logika, filsafat, bahasa, dan
retorika untuk membangun argumen dan memahami keyakinan agama secara rasional. Para
sarjana Kalam berusaha menjaga keseimbangan antara pemahaman teks-teks religius dan
argumen-argumen rasional dalam memperkuat dan mempertahankan ajaran agama Islam.

2. Penyebab Munculnya Ilmu Kalam


Munculnya Ilmu Kalam dalam tradisi keilmuan Islam dapat dikaitkan dengan beberapa
faktor dan penyebab yang meliputi:

1. Konteks Tantangan Intelektual: Pada awal perkembangan Islam, umat Muslim dihadapkan
pada tantangan intelektual dari berbagai bidang, termasuk filsafat Yunani, teologi Kristen,
dan sekte-sekte agama lainnya. Munculnya Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu merupakan
respons terhadap tantangan tersebut dan kebutuhan untuk membela keyakinan agama Islam
dengan argumen yang rasional dan logis.

2. Perkembangan Pemikiran Filsafat Islam: Dalam periode awal Islam, terjadi interaksi
antara pemikiran filsafat Yunani, terutama Aristoteles dan Neoplatonisme, dengan ajaran
Islam. Pemikiran ini merangsang pengembangan pendekatan rasional dalam pemahaman
agama, dan Ilmu Kalam muncul sebagai wadah untuk mengintegrasikan filsafat dengan
keyakinan agama Islam.

3. Perbedaan Pemahaman Teologis: Ada perbedaan pemahaman teologis di kalangan umat


Muslim pada masa itu. Beberapa perdebatan dan perbedaan muncul terkait dengan atribut
Allah, keberadaan takdir, dan masalah keadilan Ilahi. Ilmu Kalam muncul sebagai upaya
untuk membahas dan merespons perbedaan tersebut dengan menggunakan metode rasional.

4. Kritik Eksternal terhadap Islam: Agama Islam mendapatkan kritik dari luar yang datang
dari pemikiran non-Muslim, baik dari filsafat, teologi Kristen, atau agama-agama lainnya.
Ilmu Kalam tampil sebagai bentuk tanggapan terhadap kritik-kritik tersebut dan sebagai cara
untuk mempertahankan keyakinan Islam melalui argumentasi rasional.

5. Pengaruh Akademis Persia dan Helenistik: Munculnya Ilmu Kalam juga dipengaruhi oleh
pengaruh akademis Persia dan Helenistik dalam dunia intelektual Islam. Terdapat elemen-
elemen dari tradisi filsafat Persia dan filsafat Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab dan digabungkan dengan tradisi intelektual Islam, membentuk dasar bagi Ilmu Kalam.

3. Aliran Dan Ilmu Kalam

1. Khowarij

Khawarij adalah kelompok politik dan teologis yang muncul pada awal sejarah Islam.
Mereka memiliki keyakinan yang radikal dan sering kali dianggap sebagai kelompok
ekstremis. Namun, Khawarij tidak memiliki satu pemimpin tunggal, karena gerakan
ini terdiri dari berbagai faksi dan kelompok yang memiliki pandangan yang berbeda.

Pada awal munculnya Khawarij, mereka menentang kebijakan politik yang dijalankan
oleh para khalifah pertama dalam sejarah Islam, yaitu Abu Bakar dan Umar bin
Khattab. Mereka berpendapat bahwa kepemimpinan seharusnya jatuh pada orang
yang paling saleh dan bukan berdasarkan keturunan atau pemilihan.

a. Beberapa kelompok Khawarij yang terkenal antara lain:


a. Kelompok Azariqah: Mereka adalah salah satu kelompok Khawarij yang paling
radikal. Mereka menganggap bahwa setiap dosa besar secara otomatis menjadikan
seseorang kafir, dan mereka mengizinkan pembunuhan terhadap orang-orang
yang mereka anggap sebagai musuh Islam, termasuk para sahabat Nabi
Muhammad sendiri.

b. Kelompok Najdiyah: Mereka adalah kelompok Khawarij yang berasal dari daerah
Najd di Arab Saudi. Mereka memiliki keyakinan bahwa orang-orang yang
melakukan dosa besar tetap di dalam agama Islam, tetapi mereka menganggap
bahwa pemerintahan dan kepemimpinan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang
yang paling saleh.

c. Kelompok Ibadi: Kelompok Ibadi adalah salah satu kelompok Khawarij yang
masih bertahan hingga saat ini. Mereka berbeda dengan kelompok Khawarij
lainnya karena mereka tidak menggunakan kekerasan sebagai cara untuk
memperjuangkan keyakinan mereka. Ibadi memiliki pandangan politik dan
teologis yang berbeda, dan mereka memiliki imam-imam yang terpilih sebagai
pemimpin.

b. Ajaran pokok khowarij

Ajaran pokok Khawarij dapat diidentifikasi melalui beberapa prinsip utama yang
seringkali dikaitkan dengan gerakan tersebut. Berikut adalah beberapa ajaran
pokok Khawarij:

1. Takfir (Pengkafiran): Khawarij mengadopsi pendekatan yang sangat keras


terhadap takfir, yaitu menyatakan orang Muslim yang berbuat dosa besar secara
otomatis menjadi kafir. Mereka cenderung menggunakan kriteria yang ketat dan
sering kali berlebihan dalam menyatakan orang lain sebagai kafir. Hal ini
memungkinkan mereka untuk membenarkan kekerasan terhadap orang-orang
yang dianggap sebagai musuh Islam.

2. Keadilan dan Kepemimpinan: Khawarij menekankan pentingnya keadilan dan


kepemimpinan yang berdasarkan kualitas moral dan ketakwaan, bukan
berdasarkan keturunan atau pemilihan. Mereka berpendapat bahwa hanya orang-
orang yang paling saleh dan taat yang berhak memimpin kaum Muslimin.

3. Penolakan terhadap Pemerintahan yang Tidak Sempurna: Khawarij menolak


pemerintahan atau pemimpin yang mereka anggap tidak memenuhi standar
keadilan dan ketakwaan yang mereka tetapkan. Mereka berpendapat bahwa jika
pemerintahan atau pemimpin tidak mematuhi tuntutan moral dan agama, maka
mereka harus digulingkan atau dianggap sebagai musuh Islam.

4. Perang melawan Pemerintah dan Muslim Lainnya: Khawarij dikenal karena


sering menggunakan kekerasan dan perang untuk mencapai tujuan mereka.
Mereka memandang bahwa jika pemerintah atau pemimpin dianggap tidak
memenuhi standar keadilan dan ketakwaan, maka perang sah dilakukan terhadap
mereka. Selain itu, mereka juga tidak ragu untuk melancarkan serangan terhadap
kelompok Muslim lain yang tidak sepaham dengan mereka.

5. Kebangkitan Akhir Zaman: Beberapa kelompok Khawarij mempercayai


kebangkitan akhir zaman atau khuruj (pemberontakan). Mereka berpendapat
bahwa pada akhir zaman, seorang pemimpin yang adil dan saleh akan muncul
untuk memulihkan keadilan dan memerangi ketidakadilan.

c. Ada beberapa sekte atau faksi Khawarij yang mencuat dalam sejarah Islam.
Berikut adalah beberapa sekte Khawarij yang terkenal:

1. Azariqah: Azariqah adalah salah satu faksi Khawarij yang paling radikal.
Mereka muncul pada masa pertengahan abad ke-7 Masehi dan dikenal karena
pandangan mereka yang ekstrem. Mereka memandang bahwa setiap dosa besar
menjadikan seseorang secara otomatis kafir. Mereka juga membenarkan
pembunuhan terhadap para sahabat Nabi Muhammad dan menyebabkan
perpecahan dan kekacauan di dalam umat Muslim.

2. Najdiyah: Najdiyah adalah faksi Khawarij yang berasal dari daerah Najd di
Arab Saudi. Mereka memiliki pandangan bahwa dosa besar tidak menjadikan
seseorang secara otomatis kafir, tetapi mereka menganggap bahwa kepemimpinan
hanya boleh diberikan kepada orang-orang yang paling saleh dan taat. Mereka
tidak setuju dengan pemerintahan yang ada pada masa itu dan terlibat dalam
pemberontakan.

3. Ibadiyah: Ibadiyah adalah sekte Khawarij yang masih ada hingga saat ini,
terutama di Oman. Ibadiyah memiliki pandangan yang berbeda dengan sekte
Khawarij lainnya. Mereka menganggap bahwa dosa besar tidak menjadikan
seseorang kafir dan mereka menolak penggunaan kekerasan sebagai cara untuk
memperjuangkan keyakinan mereka. Ibadiyah juga mengembangkan pandangan
teologis dan politik yang khas.

Perlu dicatat bahwa Khawarij memiliki banyak kelompok dan faksi lainnya yang
muncul dalam sejarah Islam. Setiap kelompok ini dapat memiliki perbedaan
dalam pandangan dan praktik, tetapi pada umumnya, mereka berbagi beberapa
prinsip utama yang telah disebutkan sebelumnya.

2. Aliran Murijah

a. Aliran Murjiah dalam sejarah Islam tidak memiliki satu pemimpin tunggal yang
diakui secara universal. Karena Murjiah adalah aliran teologis yang meliputi
berbagai pendapat dan variasi, tidak ada tokoh sentral yang secara khusus
dianggap sebagai pemimpin aliran Murjiah secara keseluruhan.
Namun, ada beberapa tokoh terkenal dalam sejarah Islam yang dikaitkan dengan
aliran Murjiah atau mempengaruhi perkembangannya. Beberapa di antaranya
adalah:

1. Hasan al-Basri (642-728 M): Hasan al-Basri adalah seorang tokoh penting pada
awal abad ke-8 M dan dianggap sebagai salah satu pendiri aliran Murjiah. Dia adalah
seorang ulama dan sufi yang terkenal karena pendekatannya yang toleran dan
penekanan pada rahmat Allah dalam masalah iman.

2. Ibrahim al-Nakha'i (d. 715 M): Ibrahim al-Nakha'i adalah seorang ulama
terkemuka yang juga dikaitkan dengan aliran Murjiah. Dia adalah seorang mujtahid
yang dikenal karena penekanannya pada pentingnya iman dalam menentukan status
seseorang dan sikap toleransinya terhadap perbedaan pendapat.

3. Bishr al-Marrisi (768-845 M): Bishr al-Marrisi adalah seorang sufi terkenal yang
terkait dengan aliran Murjiah. Dia menekankan pentingnya keimanan dan kecintaan
kepada Allah dalam praktik spiritual, serta penekanan pada rahmat Allah dan
penundaan penilaian dalam masalah iman.

Penting untuk dicatat bahwa aliran Murjiah tidak memiliki pemimpin yang seragam
dalam sejarah Islam. Meskipun beberapa tokoh dianggap berpengaruh dalam
pengembangan aliran Murjiah, aliran ini lebih dikenal karena pandangan teologisnya
daripada keberadaan tokoh sentral yang menonjol.

b. Aliran Murjiah memiliki beberapa pikiran pokok yang menjadi ciri khasnya.
Berikut adalah beberapa pikiran pokok yang dikaitkan dengan aliran Murjiah:

1. Penundaan Penilaian (Irjā'): Aliran Murjiah meyakini bahwa penilaian akhir


terkait status iman dan kafir seseorang adalah hak prerogatif Allah semata.
Mereka berpendapat bahwa penilaian tersebut ditangguhkan hingga hari kiamat.
Dalam pandangan Murjiah, manusia tidak memiliki otoritas mutlak untuk
menghakimi iman atau kekafiran seseorang.

2. Prioritas Iman: Murjiah menekankan bahwa iman adalah faktor utama dalam
menentukan status seseorang di hadapan Allah. Mereka berpendapat bahwa iman
adalah keyakinan dalam hati yang diperkuat oleh kesaksian lisan. Amal perbuatan
yang baik adalah bukti eksternal dari iman tersebut, tetapi status iman seseorang
tidak dapat dipastikan melalui pengamatan manusia semata.

3. Hubungan antara Iman dan Amal Perbuatan: Murjiah mengajarkan bahwa amal
perbuatan adalah buah dan hasil dari iman yang ada dalam hati seseorang.
Mereka tidak menganggap bahwa amal perbuatan secara langsung menentukan
status iman seseorang, tetapi lebih sebagai bukti nyata atau manifestasi dari iman
yang ada. Oleh karena itu, mereka menekankan bahwa kebenaran iman
seharusnya ditelusuri melalui penilaian terhadap keyakinan dan keyakinan dalam
hati seseorang.
4. Rahmat Allah: Murjiah menekankan rahmat Allah yang meliputi seluruh
makhluk-Nya. Mereka meyakini bahwa Allah memiliki otoritas penuh dan
pengetahuan yang luas dalam menentukan status akhir individu. Murjiah
menekankan bahwa rahmat Allah melampaui dosa dan kesalahan individu, dan
bahwa-Nya lah yang akan memutuskan nasib akhir manusia.
5. Sikap Toleransi: Aliran Murjiah cenderung memiliki sikap toleransi terhadap
perbedaan pendapat teologis. Mereka berpandangan bahwa isu-isu yang tidak
jelas atau saling bertentangan dalam agama harus dihadapi dengan sikap yang
lebih luas dan sabar. Sikap ini didasarkan pada keyakinan bahwa penilaian akhir
akan dibuat oleh Allah sendiri.

3. Aliran Qodariyah

Aliran Qadariyah, juga dikenal sebagai al-Qadariyyah atau Qadariya, adalah salah
satu aliran teologis dalam sejarah Islam yang berfokus pada masalah takdir (qadar)
dan kehendak bebas manusia. Aliran ini memiliki pandangan yang khas terkait
dengan masalah predestinasi dan peran kehendak manusia dalam menentukan
tindakan dan nasibnya.

Pemahaman pokok Aliran Qadariyah meliputi hal-hal berikut:

1. Kehendak Bebas Manusia: Aliran Qadariyah meyakini bahwa manusia memiliki


kehendak bebas yang memungkinkan mereka untuk membuat pilihan dan
bertanggung jawab atas tindakan mereka. Mereka berpendapat bahwa manusia
memiliki kebebasan dalam memilih di antara berbagai tindakan yang tersedia, dan
bahwa kehendak manusia tidak terikat secara mutlak oleh takdir atau predestinasi.

2. Keterbatasan Ilmu Manusia: Qadariyah mengajarkan bahwa Allah memberikan


manusia ilmu yang terbatas tentang masa depan. Meskipun Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu, manusia memiliki keterbatasan dalam memahami takdir dan masa
depan. Oleh karena itu, manusia tidak dapat dengan pasti mengetahui apa yang akan
terjadi dalam hidup mereka, dan kehendak mereka tetap bebas dalam membuat
pilihan.

3. Kebebasan untuk Berkarya dan Bertindak: Aliran Qadariyah menekankan


pentingnya kebebasan manusia untuk berbuat dan bertindak. Mereka meyakini bahwa
manusia memiliki tanggung jawab moral dan harus bertanggung jawab atas tindakan
mereka. Meskipun Allah mengetahui apa yang akan terjadi, manusia masih
bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan mereka sendiri.

4. Penolakan Predestinasi Mutlak: Qadariyah menolak konsep predestinasi mutlak,


yaitu pandangan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini telah ditentukan
secara pasti oleh Allah sejak awal. Mereka berpendapat bahwa Allah memberikan
manusia kebebasan dan tanggung jawab dalam memilih tindakan mereka, dan takdir
ditentukan berdasarkan pilihan manusia tersebut.

5. Penolakan Jabar (Determinisme): Aliran Qadariyah menolak pandangan


determinisme yang menganggap bahwa semua tindakan manusia ditentukan secara
mutlak oleh faktor-faktor di luar kendali manusia. Mereka meyakini bahwa manusia
memiliki kehendak bebas untuk membuat pilihan, dan tidak sepenuhnya ditentukan
oleh kondisi dan lingkungan.

Aliran Qadariyah telah menjadi subjek perdebatan teologis dalam sejarah Islam,
dengan pandangan dan penekanan yang berbeda-beda di antara penganutnya.
Pandangan ini juga sering berhubungan dengan aliran teologis lainnya, seperti aliran
Jabariyah yang menganggap bahwa semua tindakan manusia ditentukan oleh takdir
Allah.

4. Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah, juga dikenal sebagai al-Jabariyyah atau Jabariya, adalah salah satu
aliran teologis dalam sejarah Islam yang memiliki pandangan yang berbeda terkait
dengan masalah takdir (qadar) dan kehendak bebas manusia. Aliran ini memiliki
pandangan deterministik yang menekankan dominasi mutlak takdir Allah terhadap
semua tindakan dan peristiwa.

Berikut adalah beberapa poin penting terkait dengan aliran Jabariyah:

1. Predestinasi Mutlak: Aliran Jabariyah meyakini bahwa takdir atau predestinasi


Allah mencakup segala sesuatu yang terjadi di dunia ini secara mutlak. Mereka
berpendapat bahwa semua tindakan manusia, baik yang baik maupun yang buruk,
ditentukan dan diawasi oleh takdir Allah, dan manusia tidak memiliki kehendak bebas
yang sebenarnya.

2. Penyangkalan Kehendak Bebas Manusia: Jabariyah menolak konsep kehendak


bebas manusia. Mereka berpendapat bahwa segala tindakan manusia ditentukan oleh
takdir Allah, dan manusia hanya sebagai "pengikut" yang menjalankan perintah takdir
tersebut.

3. Penekanan pada Ketentuan dan Kuasa Allah: Aliran Jabariyah menekankan


kekuasaan dan kehendak Allah sebagai yang mutlak. Mereka meyakini bahwa Allah
menentukan segala sesuatu, termasuk tindakan dan peristiwa dalam hidup manusia,
tanpa memperhatikan kehendak dan pilihan manusia.

4. Tidak Ada Tanggung Jawab Manusia: Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak
memiliki tanggung jawab moral terkait dengan tindakan mereka, karena semua
tindakan ditentukan oleh takdir Allah. Dalam pandangan mereka, manusia hanyalah
"alat" atau "kendaraan" yang digunakan oleh Allah dalam mengeksekusi takdir-Nya.
5. Penolakan Hukuman dan Pembebasan Manusia: Aliran Jabariyah cenderung
menolak konsep hukuman dan pembebasan manusia berdasarkan pilihan dan
perbuatan mereka. Mereka berpendapat bahwa takdir Allah tidak dapat diubah oleh
upaya manusia, dan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana dan
keputusan-Nya.

5. Aliran mu’tazilah
Aliran Mutazilah, juga dikenal sebagai al-Mu'tazilah, adalah salah satu aliran teologis
dalam sejarah Islam yang muncul pada abad ke-8 Masehi. Aliran ini memiliki ciri
khas dalam pemikiran teologis dan filsafat Islam, serta berfokus pada masalah tauhid
(keesaan Allah) dan konsep keadilan Ilahi.

Pokok akidah aliran mu’tazilah

1. Tauhid dan Keadaan Manusia: Mutazilah meyakini bahwa tauhid atau keesaan
Allah adalah prinsip sentral dalam agama Islam. Mereka mengajarkan bahwa Allah
adalah tunggal dalam keberadaan, sifat, dan perbuatan-Nya. Mutazilah juga
menekankan bahwa manusia memiliki kemampuan rasional untuk memahami
keberadaan Allah dan sifat-sifat-Nya melalui akal dan nalar.

2. Keadilan Ilahi: Aliran Mutazilah menekankan prinsip keadilan Ilahi, yang berarti
Allah adil dalam segala perbuatan dan keputusan-Nya. Mereka berpendapat bahwa
Allah tidak akan berbuat tidak adil atau sewenang-wenang terhadap makhluk-Nya.
Mutazilah meyakini bahwa manusia memiliki kebebasan untuk bertindak, dan bahwa
keadilan Allah menuntut adanya tanggung jawab moral dan imbalan atau hukuman
yang sesuai atas tindakan manusia.

3. Akal dan Nalar: Mutazilah memberikan penekanan besar pada penggunaan akal
dan nalar dalam memahami agama dan mencapai kebenaran. Mereka meyakini bahwa
akal adalah alat yang penting untuk memahami ajaran agama dan untuk membedakan
antara yang benar dan yang salah. Dalam pandangan Mutazilah, agama dan
rasionalitas tidak saling bertentangan, tetapi sejalan dan saling mendukung.

4. Pembelaan Rasionalitas: Mutazilah dikenal sebagai aliran teologis yang sangat


rasionalistik. Mereka menggunakan argumen rasional, logika, dan filsafat untuk
membela keyakinan agama dan memahami ajaran Islam secara kritis. Mereka
menolak keyakinan buta secara taqlidi (mengikuti tanpa pemikiran kritis) dan
mengajak untuk memahami agama melalui landasan intelektual.

5. Perdebatan Teologis: Aliran Mutazilah terlibat dalam perdebatan teologis yang


sengit dengan aliran-aliran teologis lainnya pada masa itu, terutama dengan aliran
Ahlussunnah Wal Jamaah dan aliran Syi'ah. Mereka membela pandangan-pandangan
mereka dengan argumen rasional dan logika, dan sering kali berusaha membangun
jembatan antara agama dan filsafat.
6. Aliran As Ariyah

Aliran Ash'ariyah, juga dikenal sebagai al-Asy'ariyyah, adalah salah satu aliran
teologis dalam sejarah Islam yang muncul pada abad ke-9 Masehi. Aliran ini
mendapat namanya dari pendirinya, Abu al-Hasan al-Asy'ari, seorang teolog Muslim
terkenal. Aliran Ash'ariyah memiliki pemikiran dan pandangan yang berbeda dengan
aliran Mutazilah dalam beberapa hal.

Berikut adalah pokok pikiranya:

1. Tauhid dan Keberadaan Allah: Aliran Ash'ariyah meyakini tauhid (keesaan Allah)
sebagai prinsip sentral dalam agama Islam. Mereka meyakini bahwa Allah adalah
tunggal dalam keberadaan, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-Nya. Namun, dalam
memahami sifat-sifat Allah, aliran Ash'ariyah mengadopsi pendekatan ta'wil
(penafsiran figuratif) dan berkeyakinan bahwa sifat-sifat Allah tidak bisa dipahami
secara harfiah atau menyerupai makhluk-Nya.

2. Keterbatasan Akal dan Peran Wahyu: Aliran Ash'ariyah mengakui pentingnya akal,
tetapi mereka juga berpendapat bahwa akal manusia memiliki keterbatasan dalam
memahami hakikat Allah dan realitas spiritual. Mereka meyakini bahwa pemahaman
yang utuh tentang Allah hanya dapat diperoleh melalui wahyu yang dinyatakan dalam
Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad. Wahyu adalah sumber utama untuk
memahami ajaran dan sifat Allah.

3. Predeterminasi dan Kehendak Bebas: Ash'ariyah mengajarkan bahwa Allah


mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi dan bahwa takdir ditentukan oleh-Nya.
Namun, mereka berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak bebas dalam
tindakan mereka, yang diberikan kepada mereka oleh Allah. Mereka mengakui bahwa
manusia bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan mereka, meskipun takdir Allah
tetap ada.

4. Penolakan Antropomorfisme: Aliran Ash'ariyah menolak pemahaman harfiah atau


antropomorfik tentang sifat-sifat Allah. Mereka berpendapat bahwa sifat-sifat Allah
tidak dapat disamakan dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Dalam pandangan mereka,
Allah tidak terikat oleh ruang, waktu, atau sifat fisik, dan tidak bisa disamakan
dengan apa pun dalam ciptaan-Nya.

5. Pembelaan terhadap Aqidah Sunni: Ash'ariyah adalah salah satu aliran utama
dalam aqidah Sunni dan memainkan peran penting dalam membela ajaran Sunni
terhadap pemikiran dan aliran-aliran teologis lainnya, terutama dalam perdebatan
dengan aliran Mutazilah. Mereka menggunakan argumen rasional, logika, dan wahyu
untuk mempertahankan keyakinan aqidah Sunni, termasuk keesaan Allah, sifat-sifat-
Nya, dan kehendak bebas manusia.
7. Aliran Maturidiyah
Aliran Maturidiyah, juga dikenal sebagai al-Maturidiyyah, adalah salah satu aliran
teologis dalam Islam yang mengacu pada pemikiran dan pandangan Imam Abu
Mansur al-Maturidi (wafat sekitar tahun 944 Masehi). Aliran ini merupakan salah
satu aliran teologis utama dalam tradisi Sunni.
a. Pemimpin Aliran Maturidiyah
Aliran Maturidiyah tidak memiliki pemimpin tunggal yang diakui secara universal
atau tokoh sentral yang dianggap sebagai pemimpin aliran tersebut. Aliran
Maturidiyah lebih dikenal karena pemikirannya dan ajaran-ajaran yang diajarkan
daripada pemimpin yang menonjol.

Namun, Imam Abu Mansur al-Maturidi (wafat sekitar tahun 944 Masehi), seorang
teolog Muslim terkenal, dianggap sebagai pendiri aliran Maturidiyah dan tokoh
sentral dalam perkembangan pemikiran ini. Karya tulisnya, seperti "Kitab at-Tawhid"
dan "Kitab Ta'wilat al-Qur'an", memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk
pemikiran aliran Maturidiyah.

Selain Imam Abu Mansur al-Maturidi, ada juga pemikir-pemikir lain dalam tradisi
Maturidiyah yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan aliran ini.
Misalnya, beberapa ulama terkenal seperti Imam al-Juwayni (wafat tahun 1085
Masehi) dan Imam al-Baydawi (wafat tahun 1286 Masehi) adalah tokoh-tokoh
penting dalam menyebarkan pemikiran Maturidiyah dan menjelaskan ajaran-ajaran
aliran ini.

b. Pokok pemikiran Aliran Maturidiyah

Pemikiran dan ajaran pokok aliran Maturidiyah meliputi hal-hal berikut:

1. Tauhid dan Keesaan Allah: Aliran Maturidiyah meyakini tauhid sebagai prinsip
sentral dalam agama Islam. Mereka meyakini bahwa Allah adalah tunggal dalam
keberadaan, sifat-sifat, dan perbuatan-Nya. Aliran Maturidiyah menghindari
pemahaman literal atau antropomorfik terhadap sifat-sifat Allah, dan berpendapat
bahwa sifat-sifat Allah tidak menyerupai makhluk-Nya.

2. Aqidah Sunni: Aliran Maturidiyah merupakan aliran teologis yang berada


dalam tradisi Sunni. Mereka mempertahankan ajaran pokok aqidah Sunni, seperti
keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat,
dan takdir. Aliran ini berupaya menjaga dan mempertahankan kesepakatan aqidah
yang diakui dalam tradisi Sunni.
3. Keterbatasan Akal dan Peran Wahyu: Aliran Maturidiyah mengakui pentingnya
akal dalam memahami agama, tetapi mereka juga menyadari keterbatasan akal
manusia dalam memahami hakikat Allah dan realitas spiritual. Wahyu yang
dinyatakan dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad dianggap sebagai
sumber utama untuk memperoleh pengetahuan tentang ajaran dan sifat Allah.

4. Penolakan Determinisme Mutlak: Maturidiyah menolak pandangan


determinisme mutlak yang menyatakan bahwa semua tindakan manusia
ditentukan secara absolut oleh takdir Allah. Mereka mengakui bahwa manusia
memiliki kehendak bebas dalam tindakan mereka, yang diberikan oleh Allah.
Sementara takdir Allah ada, manusia tetap bertanggung jawab atas pilihan dan
tindakan mereka.

5. Peran Rasionalitas: Aliran Maturidiyah menekankan penggunaan akal dan rasio


dalam memahami dan mengkaji ajaran agama. Mereka menggunakan argumen
rasional dan logika untuk memperkuat keyakinan aqidah Sunni dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan teologis. Maturidiyah mencoba menyatukan akal dan
wahyu dalam memahami ajaran agama.

Penting untuk dicatat bahwa pemikiran dalam aliran Maturidiyah terus


berkembang dalam sejarah dan terdapat variasi interpretasi di antara para pemikir
Maturidiyah. Aliran ini merupakan salah satu aliran teologis yang dihormati
dalam tradisi Sunni dan telah memberikan kontribusi penting dalam
pengembangan pemikiran Islam.

Anda mungkin juga menyukai