Anda di halaman 1dari 23

PENGENALAN PENGAMBILAN SAMPEL FESES

(Laporan Praktikum Biokonservasi)

Oleh

Tomuan Harry Brossy Simamora

2217061123

PROGRAN STUDI S1 BIOLOGI TERAPAN

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

2023
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 3
1.2 Tujuan Percobaan ........................................................................................... 4
1.3 Manfaat ........................................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 6
III. METODE PERCOBAAN ................................................................................. 10
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................................ 10
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................. 10
3.3 Diagram alir .................................................................................................. 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 13
4.1 Hasil Pengamatan ......................................................................................... 13
4.2 Pembahasan .................................................................................................. 15
V. KESIMPULAN .................................................................................................. 18
5.1 Simpulan ....................................................................................................... 18
5.2 Saran ............................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 19
LAMPIRAN ............................................................................................................... 21

2
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konservasi spesies satwa liar sering kali membutuhkan praktik-praktik yang


sangat menuntut seperti pelestarian dan restorasi habitat, perlindungan
satwa, relokasi satwa, penangkaran, dan pengembangbiakan kembali. Untuk
populasi satwa yang kekurangan data, sulit untuk merancang langkah-
langkah konservasi yang efisien karena tidak ada informasi yang cukup
tentang status ekologi, demografi dan genetik mereka . Strategi pengambilan
sampel non- invasif seperti mengumpulkan sampel feses dapat memberikan
informasi penting tentang pola makan, beban alostatik, reproduksi,
keragaman genetik, dan dinamika populasi hewan. Setelah sampel
dikumpulkan, penanda genetik seperti mtDNA dan mikrosatelit dapat
digunakan untuk menilai variabilitas genetik, memperkirakan tingkat
perkawinan sedarah dan kekerabatan, serta menghitung jumlah dan ukuran
populasi efektif. Data yang diperoleh dari studi genetik konservasi tersebut
memberikan informasi penting untuk tindakan konservasi yang efisien.

Pengambilan sampel non-invasif memungkinkan peneliti untuk


mengumpulkan sampel di lapangan tanpa mengganggu hewan atau

3
membahayakan kesehatannya, dan berpotensi menjadi sarana untuk
mendapatkan materi genetik dari banyak individu. Sebagai contoh, mungkin
dapat dilakukan untuk mengumpulkan sampel feses dari area yang luas
dengan biaya dan upaya yang masuk akal. Keberhasilan genotipe dari
sampel yang dikumpulkan secara non-invasif bergantung pada beberapa
faktor seperti durasi paparan tinja terhadap sinar matahari dan kelembapan,
karena hal ini mempengaruhi kecepatan degradasi DNA, keberadaan
inhibitor PCR, jumlah DNA dalam sampel yang berasal dari spesies yang
diteliti, dan panjang fragmen DNA (alel) yang akan diamplifikasi. Beberapa
faktor ini sulit untuk dikontrol, seperti jumlah inhibitor atau paparan kondisi
lingkungan dan penuaan sampel sebelum pengumpulan, kecuali jika ada
defekasi. Faktor lain seperti prosedur pengumpulan, penyimpanan dan
penanganan sampel berada di bawah kendali peneliti (Mengu dkk., 2019).

1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari praktikum atau percobaan ini diantaranya adalah

1. Mengidentifikasi satwa yang diambil dari feses yang menjadi tanda


tidak langsung satwa tersebut.

2. Mengetahui kesehatan satwa melalui feses yang diambil.

3. Mengetahui sebaran satwa dilihat dari sebaran temuan feses.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari percobaan ini adalah

1. Untuk mengetahui hewan pemiliki feses yang ditemukan.

4
2. Untuk mengetahui hewan yang sedang sakit dan dapat memberikan
penanganan pertama.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengambilan sampel non-invasif memungkinkan peneliti untuk


mengumpulkan sampel di lapangan tanpa mengganggu hewan atau
membahayakan kesehatannya, dan berpotensi menjadi sarana untuk
mendapatkan materi genetik dari banyak individu. Sebagai contoh, mungkin
dapat dilakukan untuk mengumpulkan sampel feses dari area yang luas
dengan biaya dan upaya yang masuk akal. Keberhasilan genotipe dari
sampel yang dikumpulkan secara non-invasif bergantung pada beberapa
faktor seperti durasi paparan tinja terhadap sinar matahari dan kelembapan,
karena hal ini mempengaruhi kecepatan degradasi DNA, keberadaan
inhibitor PCR, jumlah DNA dalam sampel yang berasal dari spesies yang
diteliti, dan panjang fragmen DNA (alel) yang akan diamplifikasi. Beberapa
faktor ini sulit untuk dikontrol, seperti jumlah inhibitor atau paparan kondisi
lingkungan dan penuaan sampel sebelum pengumpulan, kecuali jika ada
defekasi. Faktor-faktor lain seperti prosedur pengumpulan, penyimpanan
dan penanganan sampel berada di bawah kendali peneliti (Deniz dkk., 2019).

Sampel diambil dengan cara consecutive sampling dan pada keseluruhan


sampel dilakukan 3 pemeriksaan yaitu dengan metode natif, sedimentasi
biasa, dan sedimentasi Formol-Ether. Variabel bebas dari penelitian ini
adalah metode sedimentasi biasa/gravitasi dan metode sedimentasi Formol

6
Ether. Variabel terikat dari penelitian ini adalah metode natif (gold
standard). Hasil pemeriksaan dianalisis dengan uji diagnostik dan uji
komparatif McNemar. Sensitivitas yang lebih baik didapatkan oleh metode
sedimentasi Formol-Ether pada pengamatan terhadap keseluruhan spesies
STH. Pemeriksaan spesies T. trichiura tidak bisa didapatkan angka
sensitivitasnya dikarenakan jumlah sampel positif dari keseluruhan sampel
yang telah diteliti sangat kurang. Pada uji statistik didapatkan nilai p>0,05
sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan proporsi yang
bermakna antara kedua metode Sedimentasi (Triani, dkk. 2023).

Pengambilan sampel dilaksanakan dengan prosedur pebgambilan sampel.


Satwa dipuasakan selama 12 jam sebelum melaksanakan medical check-uo.
Satwa kemudia dipindahkan ke kandang jepit untuk mempermudah
penanganan dilakukannya anesteesi. Selanjutnya spesimen feses yang pada
cotton swab dipindahkan ke dalam tabung eppendorf steril 1,5 ml yang
berisi media transport Stuart Transport Medium, kemudian tabung berisi
feses disimpan di dalam coolboc. Pemeriksaan terhadap spesimen swab
rektal selanjutnya dilakukan di Laboratorium (Setyaningrum, dkk., 2023)

DNA/Deoxyribonucleic Acid pada hewan dapat digunakan sebagai bukti yang


bisa diambil dari material biologis dari hewan yang diduga ditemukan di
lokasi. Kekerasan, pencurian, serangan hewan predator, pertarungan anjing,
kecelakaan lalu lintas, dan kerusakan property adalah contoh dari
kemungkinan tindakan criminal dan masalah perdata yang mana hewan dapat
terlibat secara langsung sebagai pelaku atau korban. Sampel DNA mampu
membantu menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan identitas jasad
hewan peliharaan yang menjadi korban. DNA juga dapat diperoleh saat
terjadinya transfer material biologis secara sekunder, seperti melalui rambut.
banyak jenis material biologis yang berpotensi menghasilkan DNA yang bisa

7
diuji. Semua sampel yang diambil untuk diproses harus ditangani secara tepat
sesuai dengan standar protokol. Hal ini termasuk menyimpan sampel pada
tempat yang aman dan diberi label, ditempatkan dalam wadah tahan rusak dan
pada kondisi penyimpanan yang sesuai. Bila feses masih basah, segera ditaruh
pada kontainer anti bocor dan dibekukan pada suhu -20°C. Feses basah dapat
dikeringanginkan dan disimpan pada kantung kertas atau kontainer yang
terdapat aliran udara. Bila sebuah sampel darah diperlukan, lebih baik sampel
diambil oleh dokter hewan. Jarum suntik yang baru dan steril harus digunakan
untuk masing-masing hewan guna mencegah kontaminasi silang. Dengan
volume antara 0.5 mL dan 1.0 mL, seluruh darah diperlukan harus dikirimkan
ke dalam tabung yang mengandung antikoagulan. Antikoagulan yang cocok
antara lain EDTA dan natrium sitrat. Setelah pengumpulan DNA, tabung
harus dikocok berputar seperti angka delapan (Haryo, dkk., 2021).

Laju kerusakan hutan yang sangat cepat telah terjadi terutama di daerah tropis
di negara-negara berkembang di mana daerah ini meru- pakan kantong
keanekaragaman hayati yang tinggi. Selain itu, dampak pemanasan global
telah memacu kita untuk men- cari jalan keluar bagaimana cara yang paling
cepat dan tepat untuk mengungkapkan keanekaragaman hayati di dunia
sebelum mengalami kepunahan. Keterbatasan ahli taksonomi yang hanya
dapat mengidentifikasi ketika spesimen masih dalam bentuk utuh dan dalam
keadaan dewasa menyebabkan persoalan semakin panjang dalam
mengungkapkan ke- anekaragaman hayati. Suatu kenyataan bahwa dalam
proses pengambil- an sampel akan banyak ditemukan organisme yang belum
dewasa dan terkadang rusak menjadi serpihan-serpihan yang sangat sulit
dikenali bentuk aslinya. Sehingga untuk menghadapi hal di atas diperlukan
sebuah cara yang lebih cepat dan akurat, yaitu metode DNA barcode.
Walaupun demikian, dengan teknik ini saja tidak mungkin bisa mengetahui

8
nama dan identitas spesies tanpa bantuan taksonomiwan/wati, maka cara ini
harus terus dikembangkan ( Syamsul dan Malia. 2018).

9
III. METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada senin tanggal 20 November 2023, di


Laboratorium Ekologi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah masker, marker,
hand sanitizer, plastik ziplock, label nama, stik kayu, meteran, tabung
vacuntainer, parafilm/isolasi, plastik, box penyimpanan, GPS, suntikan,
mangkok, saringan, mortar dan kamera. Sedangkan untuk bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah feses sapi basah, feses sapi setengah
kering dan feses kering.

3.3 Diagram alir

1. Swab

10
Feses basah, feses setengah kering, feses kering.

Diambil feses sedikit menggunakan stick dan


dimasukkan ke dalam tabung vacuntainer.

Diisolasi dan diberi label nama lalu dikocok


sebanyak 5-10 kali.

Hasil

2. Grinding

Feses basah, feses setengah kering, feses kering

Diambil sampel sedikit dan diletakkan dalam mortar


lalu ditambahkan akuades 2ml

Digerus hingga sampel larut dan disaring ke dalam


mangkok

Dimasukkan ke dalam tabung vacuntainer


menggunakan suntik lalu disolasi dan diberi label
nama

11
Hasil

12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Berdasarkan perlakuan yang dilakukan maka didapat hasil

1. Feses basah
No. Perlakuan Hasil Gambar
1. Feses basah diambil Feses dengan
menggunakan stick dan metode swab, air
dimasukkan ke dalam tabung berubah menjadi
vacutniner, setelah itu keruh hitam dan
diisolasi dan diberi label terdapat
nama lalu dikocok 5-10 kali. gumpalan
2. Feses basah diambil sedikit Feses dengan
dan dimasukkan ke dalam metode grinding,
mortar digerus di mortar air berubah
dibantu air dan alu, setelah menjadi keruh
tergerus disaring lalu hitam dan tidak
dituangkan ke dalam tabung terdapat
vacunntainer, diisolasi dan gumpalan.
diberi nama menggunakan
label nama.

13
2. Feses setengah kering
No. Perlakuan Hasil Gambar
1. Feses setengah kering Feses dengan
diambil menggunakan stick metode swab, air
dan dimasukkan ke dalam menjadi keruh
tabung vacutniner, setelah itu hitam dan
diisolasi dan diberi label terdapat
nama lalu dikocok 5-10 kali. gumpalan.
2. Feses setengah kering Feses dengan
diambil sedikit dan metode grinding,
dimasukkan ke dalam mortar air menjadi hitam
digerus di mortar dibantu air dan lebih kental.
dan alu, setelah tergerus
disaring lalu dituangkan ke
dalam tabung vacunntainer,
diisolasi dan diberi nama
menggunakan label nama.

3. Feses kering
No. Perlakuan Hasil Gambar
1. Feses kering diambil Feses dengan
sedikit dan dimasukkan ke metode grinding,
dalam mortar digerus di air menjadi
mortar dibantu air dan alu, hitam dan
setelah tergerus disaring terdapat serat
lalu dituangkan ke dalam atau benang.
tabung vacunntainer,
diisolasi dan diberi nama
menggunakan label nama.

14
2. Feses kering diambil Feses dengan
menggunakan stick dan metode swab, air
dimasukkan ke dalam menjadi hitam
tabung vacutniner, setelah dan teksture
itu diisolasi dan diberi feses yang
label nama lalu dikocok 5- menggumpal.
10 kali.

4.2 Pembahasan

Isolasi DNA hewan dilakukan untuk memisahkan DNA dari partikel lain
seperti lipid, protein, dan polisakarida. Salah satu metode isolasi DNA hewan
adalah metode lisis jaringan. Metode ini melibatkan penghancuran jaringan
hewan untuk melepaskan DNA. Salah satu teknik lisis jaringan adalah dengan
menggunakan mortar dan prestel, serta inkubasi pada suhu tertentu. Kelebihan
metode lisis jaringan adalah dapat menghasilkan DNA yang lebih baik,
sementara kekurangannya adalah kemungkinan terjadi kerusakan DNA.

Isolasi DNA hewan memiliki beberapa manfaat, antara lain untuk analisis
molekuler dan rekayasa genetika seperti genom editing, transformasi, dan
PCR Proses isolasi DNA dari sumber jaringan hewan melibatkan tahapan lisis
sel atau jaringan yang efektif, denaturasi kompleks nukleoprotein, dan
inaktivasi nuklease Isolasi DNA juga penting untuk mendapatkan DNA
berkualitas tinggi yang diperlukan dalam berbagai aplikasi biologi molekuler,
seperti kloning DNA, sekuensing, dan elektroforesis Selain itu, isolasi DNA
hewan juga memungkinkan untuk mempelajari teknik isolasi genom dari
sumber jaringan, yang dapat berguna dalam penelitian ilmiah dan aplikasi di
berbagai bidang(Hariyadi, dkk., 2018)

15
Metode swab dan grinding merupakan dua metode yang umum digunakan
dalam proses isolasi DNA hewan. Metode swab dilakukan dengan cara
mengambil sampel DNA dari permukaan organ atau jaringan hewan
menggunakan swab. Swab ini kemudian digunakan untuk mengumpulkan
sampel DNA dengan cara menggosokkan pada permukaan yang diinginkan.
Metode ini memiliki kelebihan karena prosesnya non-invasif dan cepat,
namun kekurangannya adalah kuantitas DNA yang dihasilkan mungkin lebih
sedikit dibandingkan dengan metode lisis jaringa Sementara itu, metode
grinding dilakukan dengan menghancurkan jaringan hewan untuk melepaskan
DNA. Salah satu teknik lisis jaringan adalah dengan menggunakan mortar dan
prestel, serta inkubasi pada suhu tertentu. Kelebihan metode lisis jaringan
adalah dapat menghasilkan DNA yang lebih baik, namun kekurangannya
adalah kemungkinan terjadi kerusakan DNA (Triasih, dkk., 2020).

Metode swab dan grinding memiliki kelebihan dan kekurangan masing-


masing:
Kelebihan metode swab di antaranya, proses non-invasif dan cepat serta
Cocok untuk pengambilan sampel dari permukaan organ atau jaringan hewa
Kekurangan metode swab, kuantitas DNA yang dihasilkan mungkin lebih
sedikit dibandingkan dengan metode lisis jaringan serta Variasi hasil yang
disebabkan oleh pemilihan lokasi dan tekanan yang digunakan
Kelebihan metode grinding, dapat menghasilkan DNA yang lebih baik serta
Cocok untuk isolasi DNA dari jaringan hewa
Kekurangan metode grinding, Kemungkinan terjadi kerusakan DNA serta
Memerlukan peralatan khusus seperti mortar, prestel, dan inkubasi pada suhu
tertent (Triasih, dkk., 2020).

Jenis sampel yang bisa diisolasi secara molekuler meliputi berbagai macam
sumber jaringan hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Proses isolasi DNA

16
dari berbagai sumber ini melibatkan tahapan lisis sel, pengikatan DNA,
pencucian DNA, dan elusi dengan menggunakan kit ekstraksi DNA. Beberapa
contoh jenis sampel yang dapat diisolasi secara molekuler antara lain:

Jaringan hewan : Meliputi jaringan otot, hati, ginjal, jantung, dan lainnya.
Proses isolasi DNA dari jaringan hewan melibatkan tahapan lisis jaringan
untuk melepaskan DNA Tumbuhan: Contohnya daun, akar, batang, bunga,
dan biji. Isolasi DNA dari tumbuhan juga melibatkan tahapan lisis sel dan
ekstraksi DNA.
Mikroorganisme : Seperti bakteri, virus, dan fungi. Proses isolasi DNA dari
mikroorganisme juga melibatkan tahapan lisis sel dan ekstraksi DNA.
Proses isolasi DNA dari berbagai sumber ini penting untuk berbagai aplikasi
biologi molekuler, seperti kloning DNA, sekuensing, PCR, dan elektroforesis.
Selain itu, isolasi DNA juga mendukung penelitian ilmiah dan aplikasi di
berbagai bidang, termasuk konservasi genetik dan deteksi penyakit pada
organisme tersebut (Adhiyanto dkk., 2021).

17
V. KESIMPULAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka didapat kesimpulan bahwa :


1. Feses yang basah memiliki lebih banyak DNA yang masih utuh dibanding
feses yang setengah kering dan kering.
2. Selain digunakan untuk analisis DNA, feses hewan juga bisa digunakan
untuk identifikasi penyakit pada hewan.
3. Pengambilan feses harus memiliki izin dan harus dengan pengawasan,
dikarenakan feses bisa menjadi daerah teritori hewan.

5.2 Saran

1. Pengambilan feses hewan ini dapat dilanjutkna higga identifikasi DNA.


2. Pengambilan feses hewan ini bisa dilakukan dalam skala luas, seperti di
alam.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adhiyanto, C., Hendarmin, L., & Puspitaningrum, R. (2020). Pengenalan


Dasar Teknik Bio-Molekuler. Yogyakarta. DEEPUBLISH.

Hariyadi, S., Narulita, E., & Rais, M. A. (2018, October). Perbandingan


Metode Lisis Jaringan Hewan dalam Proses Isolasi DNA Genom
pada Organ Liver Tikus Putih (Rattus novergicus). In Proceeding
Biology Education Conference (Vol. 15, No. 1, pp. 689-692).

Haryo, A. Dwi, S. H dan Yuliana, R. 2021. Dasar Forensik Veteriner.


Universitas Brawijaya Press. Malang.

Mengu D.I.O., Rans J.F., Hofer H. dan Forster D.,W. (2019). Pengambilan
sampel feses non-invasif mengungkap organisasi spasial dan
meningkatkan Ukuran keragaman genetik untuk penilaian
konservasi spesies teritorial Lynx Kaukasia sebagai contoh kasus
Spesies. Plos One.1(1), 1-34.

Setyaningrum A., Mahatmi H., dan Widyastuti S.K., (2023). Isolasi dan
Identifikasi Enterococcus sp. dari Feses Lutung Jawa (Trachypitecus
auratus) di Javan Langur Center. Indonesian Medicus Veterinus.
12(1) : 12-21

Syamsul, M. A Z dan Malia, D. P. 2018. DNA Barcode Fauna Indonesia.


Kencana Prenadomedia Group. Jakarta.

19
Triani, E., Ramdhani, D., Yuliyani, E. A., Suwitasari, P., & Handito, D.
(2023). Perbandingan Pemeriksaan Feses Antara Metode
Sedimentasi Dan Metode Formol-Ether Dalam Mendeteksi
Helminthiasis Pada Anak-Anak Di Pesisir Pantai. Prosiding
Saintek, 5, 13-17.

Triasih, D., Dewi, R. R., Erwanto, Y., & Fitrianto, N. A. (2020).


Perbandingan Metode Isolasi pada Deteksi Kulit Sapi, Kerbau,
Kambing, dan Babi sebagai Bahan Baku Rambak Kulit. Jurnal
Triton, 11(1), 37-44.

20
LAMPIRAN

21

Anda mungkin juga menyukai