Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

SIKAP PENGARUH SOSIAL DAN HUBUNGAN MANUSIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Dasar

Dosen Pengampu : Essy Zulfiani, S.Psi., M.H.Kes.

Disusun Oleh :

Iis Rizqi Zaqiyatun Nisa 23243091006

M. Sachrul Hisyam Somantri 23243091010

Nabila Anggun Aulannisa 23243091011

Gita Septadiana 23243091023

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM AL – IHYA KUNINGAN

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dan tanpa halangan
suatu apapun.

Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepadabimbingan kita Nabi besar Muhammad
SAW yang telah membawa umat islam seluruhnya dari dunia kebodohan menuju dunia keilmuan
yang penuh dengan pendidikan.

Makalah yang berjudul “SIKAP PENGARUH SOSIAL DAN HUBUNGAN


MANUSIA” ini saya susun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Dasar yang diberikan
oleh dosen pengampu dan untuk memberikan wawasan serta pengetahuan bagi pembaca
sekalian.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Essy Zulfiani, S.Psi., M.H.Kes. selaku dosen mata kuliah Psikologi Dasar;
2. Rekan-rekan Prodi Ilmu Gizi;

Penulis menyadari bahwa makalah ini mengandung kekurangan yang tanpa disadari oleh
penulis, maka dari itu penulis mengharapkan saran yang mengandung pendidikan. Penulis
memohon maaf apabila terdapat kekeliruan dalam penulisan makalah ini.

Kuningan, Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................2

BAB I.............................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.........................................................................................................................................4

1.1. Latar Belakang................................................................................................................................4

A. Sikap pengaruh sosial........................................................................................................................6

B. Hubungan Manusia............................................................................................................................6

BAB II............................................................................................................................................................7

PEMBAHASAN............................................................................................................................................7

1.1. Sikap Sosial.....................................................................................................................................7

1.2. Pengaruh Sosial...............................................................................................................................8

1.3. Tingkatan pengaruh sosial..............................................................................................................9

1.4. Penerima pengaruh sosial..............................................................................................................10

1.5. Bentuk bentuk pengaruh sosial.....................................................................................................11

1.6. Situasi terjadinya pengaruh sosial.................................................................................................18

3.1. Pengertian hubungan manusia......................................................................................................22

3.2. Tujuan hubungan manusia............................................................................................................23

3.3. Factor hubungan manusia.............................................................................................................23

3.4. Prinsip hubungan antar manusia...................................................................................................24

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan...................................................................................................................................25

3.2. Saran.............................................................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sikap dalam bahasa inggris disebut “anttitude” pertama kali diguakan oleh Herber
t Spencer (Ahmadi, abu.1991). yang menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu status
mental seseorang, menurut para ahli sosiologi dan psikologi perhattian pada sikap berakar
pada alasan perbedaan individual. Mengapa individual yang berbeda memperlihatkan tin
gkah laku yang berbeda didalam situasi yang sebagian besar gejala ini diterangkan oleh a
danya perbedaan sikap. Sedang menurut ahli sosiologi sikap memiliki pengertian yang le
bih besar untuk menerangkan perubahan sosial dan kebudayaan. Kita telah ketahui bahwa
orang yang berhubungan dengan orang lain tidak hanya berbuat begitu saja. Tetapi juga
menyadari perbuatan yang dilakukan dan menyadari pula situasi yang ada sangkut paut
nya dengan perbuatan itu. Kesadaran ini tidak hanya mengenai tingkah laku yang sudah
terjadi, tetapi juga tingkah laku yang yang sudah terjadi. Kesadaran individu yang menen
tukan perbuatan nyata dan perbuatan- perbuatan yang mungkin akan terjadi itulah yang
dinamakan sikap. Jadi sikap adalah suatau hal yang menentukan sikap sifat, hakekat, b
aik perbuatan sekarang maupun berbuatan yang akan datang.

Sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi secara positif atau secara negatif terhadap
objek- objek tertentu. Sebagaimana respon nyata lainnya, sikap berfungsi mengurangi ket
egangan yang dihasilkan oleh motif- motif tertentu fungsi ini dapat dilakukan dalam kesa
daran yang penuh dan bisa pula berupa bagian dari suatu proses yang tidak disadari. Den
gan demikian, tidak semua sikap merupakan tolok ukur untuk melihat motif tidak disadar
i yang mendasarinya. Dalam proses interaksi antar indivudu tidak terlepas dari adanya su
atu sikap social yang dilakukan oleh suatu individu yang berpengaruh pada kelangsungan
kehidupan social.

Pada dasarnya setiap individu adalah makhluk sosial yang tidak dapat terlepas dar
i pengaruh sosial (social influence) yang akan mempengaruhi bagaimana ia bertingkah la
ku dalam lingkungannya. Secara definitif, pengaruh sosial adalah usaha untuk mengubah
sikap, kepercayaan (belief), persepsi atau pun tingkah laku satu atau beberapa orang. Sep
erti definisi diatas, dapat dikatakan bahwa pengaruh sosial sangat berpengaruh terhadap d
iri individu dan dapat membuat individu mengubah suatu sikap, kepercayaan, persepsi ata
u pun tingkah lakunya agar dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Contoh pengaruh s
osial adalah perkelahian pelajar yang termasuk dalam konformitas. Konformitas adalah s
uatu bentuk pengaruh sosial yang di mana individu mengubah sikap dan tingkah lakunya
agar sesuai dengan norma sosial. Selain itu dalam pengaruh sosial juga terdapat complian
ce yaitu bagaimana terknik agar orang lain mengikuti permintaan yang kita ajukan dan m
ematuhinya dimana individu berperilaku karena aturan memiliki kekuatan yang kuat. Indi
vidu melakukan ini berdasarkan adanya kebutuhan dan keinginan dengan tuntunan atau k
eadaan sosial yang ingin bertahan hidup serta melakukan penyesuaian diri agar bisa diteri
ma di lingkungan hidupnya.

Pengaruh sosial amat kuat dan pervasif terhadap individu, karena hal inilah indivi
du berusaha untuk menahan control dirinya yang tidak sesuai dengan keingininan kelomp
ok sosialnya. Pengaruh sosial dapat mempengaruhi individu dalam mengambil sebuah ke
putusan agar dapat diterima oleh kelompok sosialnya. Pengaruh sosial dapat memberikan
dampak positif dan negatif terhadap perilaku, Masyarakat dapat terbentuk dengan tatanan
sosial yang teratur karena kecendrungan manusia untuk mengikuti norma-norma yang ber
laku di lingkungan sosial. Namun sayangnya, kecendrungan untuk mengikuti norma-nor
ma yang berlaku di lingkungan sosial tidak selalu berarti positif karena bisa saja suatu ind
ividu mengikuti normanorma yang berlaku dalam lingkungan sosial yang berprilaku nega
tif.

Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tid
ak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Sebagai makhluk sosial k
arena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomuni
kasikan pemikiran dan perasaannya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecua
li melalui medium kehidupan sosial. Esensinya manusia sebagai makhluk sosial pada das
arnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah kehidupan bersa
ma, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan. Manusia s
ebagai individu salalu berada di tengah-tengah kelompok individu yang sekaligus memat
angkannya untuk menjadi pribadi yang prosesnya memerlukan lingkungan yang dapat me
mbentuknya pribadinya. Namun tidak semua lingkungan menjadi faktor pendukung pemb
entukan pribadi tetapi ada kalanya menjadi penghambat proses pembentukan pribadi. Pen
garuh lingkungan masyarakat terhadap individu dan khususnya terhadap pembentukan in
dividualitasnya adalah besar, namun sebaliknya individu pun berkemampuan untuk mem
pengaruhi masyarakat. Kemampuan individu merupakan hal yang utama dalam hubungan
nya dengan manusia

1.2. Rumusan masalah

A. Sikap pengaruh sosial


1. Apa yang di maksud dengan sikap sosial?
2. Apa yang dimaksud dengan pengaruh sosial?
3. Apa saja tingkatan pengaruh sosial?
4. Siapa yang mengalami pengaruh sosial?
5. Apa bentuk bentuk pengaruh sosial?
6. Kapan pengaruh sosial terjadi?
B. Hubungan Manusia
1. Apa yang di maksud dengan Hubungan antar Manusia?
2. Apa Tujuan Hubungam antar manusia?
3. Apa factor hubungan manusia?
4. Apa prinsif hubungan antar manusia?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang di maksud dengan sikap sosial?
2. Untuk mengetahui dan memahami apa yang di maksud dengan pengaruh sosi
al?
3. Untuk mengetahui dan memahami apa penyebab terjadinya pengaruh sosial?
4. Untuk mengetahui dan memahami siapa yang mengalami pengaruh sosial?
5. Untuk mengetahui dan memahami dimana pengaruh sosial terjadi?
6. Untuk mengetahui dan memahami kapan pengaruh sosial terjadi?
7. Untuk mengetahui dan memahami apa yang di maksud dengan Hubungan an
tar Manusia?
8. Untuk mengetahui dan memahami apa Tujuan Hubungam antar manusia?
9. Untuk mengetahui dan memahami apa factor hubungan manusia?
10. Untuk mengetahui dan memahami apa prinsif hubungan antar manusia?

BAB II

PEMBAHASAN
1. SIKAP PENGARUH SOSIAL
1.1. Sikap Sosial

Sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam ke
giatan-kegiatan sosial. Maka sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan per
buatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Hal ini terjadi bukan saja
pada orang-orang lain dalam satu masyarakat.

Tiap-tiap sikap mempunyai 3 aspek

1. Aspek Kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. I


ni berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapa
n individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.
2. Aspek Afekit berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertent
u seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya yang ditujukan
kepada objek-ojek tertentu.
3. Aspek Konatif: berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk berbuatu s
esuatu objek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri da
n sebagainya

Di samping sikap sosial yang terdapat sikap individual, yaitu sikap yang hanya di
miliki oleh perseorangan, misalnya: Sikap atau kesukaan seseorang terhadap burung-buru
ng tertentu, seperti perkutut, parkit, merpati, dan sebagainya. Sikap sebagai tingkatan kec
enderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi.
Objek psikologi di sini meliputi: simbol, káta kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan seba
gainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objeic psikologi apabila ia
suka (like) atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memilik
i sikap yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka (dislike) atau sikapnya unf
avorable terhadap objek psikologi (Back, Kurt W., 1977, hal.3) John H. Harvey dan Willi
am P. Smith mendefinisikan sikap sebagai kesiapan merespons secara konsisten dalam be
ntuk positif atau negatif terhadap objek atau situasi. Sedangkan Genmgan mendefinisikan
bahwa pengertian attitude dapat diterjemahkan dengan kata sikap terhadap objek tertentu,
yang dapat merupakan sikap, pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai ol
eh kecenderungan unmk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi itu. Jadi attitu
de itu lebih diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal.

Meskipun ada beberapa perbedaan pcngertian tentang sikap, namun ada beberapa
ciri yang dapat disetujui. Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa sikap adalah
predisposisi yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal intensit
asnya, biasanya konsisten sepanjang wakru dalam situasi yang sama, dan komposisinya h
ampir selalu kompleks. Sehubungan dengan itu pula kami cenderung untuk mengemukak
an pengertian sikap sebagai berikut: Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya posit
if atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten.

1.2. Pengaruh Sosial

Pengaruh sosial merujuk pada perubahan sikap atau perilaku, sebagai hasil dari int
eraksi dengan orang lain. Pengaruh sosial juga berpengaruh pada perilaku komunikasi, ba
ik secara individual maupun komunikasi dalam kelompok.

Pengaruh sosial (social influence) adalah usaha yang dilakukan seseorang atau leb
ih untuk mengubah sikap, belief, persepsi atau tingkah laku orang lain. Ada 3 aspek penti
ng dalam pengaruh social, yaitu: konformitas (conformity), kesepakatan (compliance), da
n kepatuhan (obedience).

1.3. Tingkatan pengaruh sosial

Terdapat perbedaan tingkat pengaruh sosial dalam individu dalam hal ini terdapat
dua kemungkinan, kita mungkin sepenuhnya akan menerima pengaruh-pengaruh orang la
in tersebut (acceptence) atau adanya hanya melakukan perubahan secara persial (hanya u
ntuk memenuhi), tidak menerima pengaruh tersebut secara utuh (compliance).

2. Acceptance (penerimaan)

Perubahan yang terjadi dalam diri kita sebagai hasil dari pengaruh sosial
disebut dengan penerimaan (acceptance). Jika seseorang atau sebuah kelompok
meyakinkan kita untuk mempercayai dan bertindak seperti yang diinginkan mak
a perubahan yang kita lakukan sebagai hasil dari proses yang terjadi di dalam bat
in. Berikut merupakan bentuk-bentuk dari acceptance:

1. Identificaion (identifikasi)

Kita mungkin menerima pengaruh karena kita mengidentifikasi atau


memihak terhadap suatu kelompok, individu atau karena alasan tertentu. Ide
ntifikasi membantu mempertahankan hubungan interpersonal antara mereka
yang terlibat. Pada bentuk penerimaan ini, isi dari perubahan perilaku bukanl
ah suatu hal bagus bila dibandingkan dengan hasilnya. Contoh, anda memiha
k suatu kelompok sosial dan menerima aturan-aturan yang ada pada lembaga
tersebut meskipun anda belum mengetahui aturan-aturan itu secara menyelur
uh.

2. Internalization (internalisasi)
Bentuk penerimaan yang paling dalam adalah ketika seseorang mera
sa yakin untuk mempercayai perubahan sikap. Seorang telah di pengaruhi ol
eh keyakinan baru, menerima makna dan bentuk sosial. Contoh, ketika kita
bergabung dengan kelompok sosial dan kita menerima semua ketentuan yan
ada dalam dalam kelompok tersebut (internalisasi), bukan karena kita meras
a karena anggota tersebut sama dengan kita (identifikasi).

3. Compliance
Dalam beberapa hal, pengaruh sosial tidak terlalu berpengaruh pada diri
seseorang dan tidak juga merubah sikap orang tersebut. Ketika kita mengubah p
erilaku dari sebuah sikap secara utuh maka inilah yang disebut dengan complia
nce.
Adapun bentuk-bentuk compliance adalah sebagai berikut:
1. Conformity(konformitas)
Bentuk compliance yang paling banyak di teliti adalah conformitas, yait
u berubah sikap atau perilaku disebabkan karena pengaruh kelompok (gro
up pressure). Ada beberapa proses yang dapat menghasilkan sebuah perub
ahan, yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
2. Obedience (kepatuhan)
Bentuk yang paling menarik dari compliance adalah kepatuhan, dimana
pengaruh individu tersebut. Hal inilah yang mengarahkan kita kepada pen
garuh normatif.

4. Pengaruh Imformasional
Terkadang kita mengubah pikiran kita karena orang lain yang telah m
enunjukkan jalan atau cara yang baik atau mereka memberi informasi yan
g berguna. Pengaruh Imformasional tidak hanya mempengaruhi complianc
e saja, tetapi juga acceptance. Misalnya dalam suatu proyek penelitian yan
g anda ikuti, anda mendiskusikannya dengan teman-teman anda tentang re
ncana anda untuk menganalisa.

1.4. Penerima pengaruh sosial

Mengapa kita menuruti dan terkadang menerima pengaruh orang lain? Ada dua al
asan atau standar yang dikemukakan para ahli.

1. Pengaruh Normatif

Menurut teori pembandingan sosial, untuk memvalidasi atau mempertegas keyaki


nan sosial kita, kita merundingkan atau mengonsultasikannya dengan perilaku orang lain.
Jika pengamatan kita terhadap orang lain memberi suatu pedoman dalam berperilaku (nor
ma) kita mungkin akan terpengaruh untuk meniru tindakan tersebut. Standar atau norma s
osial yang didapat dari kepercayaan kita kepada orang lain akan mengarah pada pengaruh
normatif.
Contoh ketika anda hendak memutuskan kursus apa yang dipilih, mungkin anda
meminta saran dari teman. Lalu, berdasarkan saran teman itulah, Anda menentukan piliha
n, bukan berdasar kemauan anda sendiri. Ini seperti anda menyimpulkan “Orang – orang i
tu tidak mungkin salah”. Pengaruh normatif terutama bergantung pada isyarat/petunjuk s
osial, misalnya ukuran kelompok spsial atau status orang yang memberi pengaruh.

2. Pengaruh Informasional

Terkadang kita mengubah pikiran dan tindakan karena orang lain telah menunjuk
kan kita cara/jalan yang lebih baik atau mereka memberi informasi yang berguna. Pengar
uh informasi ini tidak hanya menghasilkan compliance, tetapi juga acceptance. Misalnya,
dalam suatu proyek penelitian yang anda ikuti, anda mendiskusikan dengan rekan – rekan
tentang rencana anda untuk menganalisis data. Kemudian, beberapa rekan menyarankan p
rosedur analisis data yang lebih efisien. Anda sadar bahwa saran itu tepat, lalu anda meng
ubah rencana anda. Rencana anda berubah karena anda telah terpengaruh oleh informasi
yang diberikan orang lain, bukan hanya sekedar mengikuti kemauan kelompok (seperti da
lam pengaruh normatif). Banyak bentuk konformitas (penyesuaian) yang melibatkan pen
garuh normatif dan informasi. Orang lain, melalui sifat kelompok sosial dan hubungan, m
emberi kita standar normatif, dan informasi baru, dimana keduanya dapat mempengaruhi
pikiran dan perilaku kita.

1.5. Bentuk bentuk pengaruh sosial

A. Konformitas (conformity)

Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial di mana individu mengubah si


kap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Seseorang be
rtingkah laku dengan cara-cara yang dipandang wajar atau dapat diterima oleh kelom
pok atau masyarakat kita. Tekanan untuk melakukan konformitas berakar dari adanya
kenyataan bahwa diberbagai konteks ada aturan-aturan eksplisit maupun implisit yan
g mengindikasikan bagaimana seharusnya atau sebaiknya kita bertingkah laku, yang d
isebut Norma sosial (social norms), dan aturan-aturan ini seringkali menimbulkan efe
k yang kuat pada kita. Norma bisa saja dinyatakan secara eksplisit (tertulis), contohny
a: larangan parkir di Jalan tol, larangan merokok di tempat umum, perintah untuk tida
k menginjak rumput di taman. Selain itu ada pula norma yang tidak diucapkan atau i
mplicit, contohnya: ketika Susi pergi kuliah dengan memakai tanktop, ada ketidaknya
manan dalam dirinya dengan perilakunya tersebut atau mungkin ketidaknyamanan dat
ang dari orang lain yang melihat cara berpakaian Susi tersebut. Walaupun dalam perat
uran kuliahnya tidak ada peratutan yang mengharuskan memakai baju berlengan, nam
un norma-norma implicit bekerja sehingga timbul ketidaknyamanan baik pada diri Su
si maupun orang lain yang berada di sekitarnya. Contoh lainnya dari norma implisit: p
eraturan tidak tertulis seperti, “jangan berdiri terlalu dekat dengan orang asing”, “pere
mpuan jangan duduk ngangkang”. Tanpa mempedulikan apakah norma social itu imp
lisit atau eksplisit, ada satu kenyataan yang jelas: sebagian besar orang mematuhi nor
ma-norma tersebut hampir setiap saat.

Selain itu norma juga dibagi menjadi norma deskriptif dan norma injungtif. N
orma deskriptif berupa saran atau himbauan untuk melakukan sesuatu—norma yang
mengindikasikam apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu, Conto
h norma deskriptif: himbauan kepala desa kepada warganya untuk melakukan 3M de
mi mencegah demam berdarah; atau ketika di jalan tol ada himbauan bagi kendaraan
yang berjalan lambat untuk berjalan di bahu kiri dan bagi kendaraan yang ingin mend
ahului dan melaju cepat untuk berjalan di lajur kanan. Norma deskriptif belum tentu d
ipatuhi, seperti misalnya belum tentu kendaraan di laju kanan semua melaju cepat, fak
ta dilapangan banyak kendaraan yang melaju lambat-lambat di jalur kanan, tapi tidak
dikenai sanksi.

Norma injungtif adalah berupa perintah atau larangan yang mengharuskan ora
ng untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu—norma yang menentukan apa yan
g harus dilakukan—tingkah laku apa yang diterima dan tidak diterima pada situasi ter
tentu.. Contoh: perintah membayar pajak untuk para wajib pajak, bagi yang tidak me
matuhi akan dikenai sanksi.

Terkadang kita tidak menyetujui konformitas ini karena konformitas membata


si kebebasan pribadi. Namun, ada dasar yang kuat berkenaan dengan konformitas: tan
pa konformitas, kita segera menyadari kita berhadapan dengan kekacauan social. Jadi,
pada berbagai situasi, konformitas memiliki fungsi yang sangat berguna.

Konformitas ada 2 jenis yaitu:

a) Konformitas public (public conformity)


Yaitu bila di depan umum seseorang menampilkan perilaku yang sama t
api belum tentu orang tersebut nyaman dengan perilakunya tersebut ata
u dengan kata lain ,melakukan atau mengatakan apa yang orang lain di s
ekitar kita katakana atau lakukan, Contoh: Rudi mentaati peraturan untu
k tidak merokok di tempat umum, namun karena Rudi adalah perokok b
erat, dia tidak nyaman dengan perilakunya itu sehingga sedapat mungki
n dia mencari tempat tersembunyi untuk merokok. Contoh lainnya adala
h: saat pemilu, banyak orang yang ikut arak-arakan kampanye partai X
karena banyaknya massa yang juga ikut kampanye partai X tersebut, pa
dahal belum tentu orang-orang tersebut berada di pihak partai X melain
kan hanya ikut-ikutan;

b) Penerimaan pribadi (private acceptance)


Yaitu bila seseorang menampilkan perilaku sesuai dengan penerimaan p
ribadinya sendiri yang membuatnya nyaman dengan perilaku tersebut d
an benar-benar merasakan atau berpiki seperti orang lain, Contoh: Susi t
idak merokok di tempat umum karena memang kesadaran dirinya sendir
i untuk tidak merokok, dan dia nyaman dengan perilakunya tersebut. Co
ntoh lainnya adalah: saat kampanye partai X, banyak massa yang ikut m
endukung. Tapi saat pemilu, ternyata mereka memilih pilihan yang berb
eda sehingga partai X kalah. Di sini, mereka mengikuti Private acceptan
ce mereka untuk memilih partai yang memang mereka dukung. Jadi, jan
gan mudah terkecoh dengan konformitas yang ditunjukkan di depan pub
lic karena belum tentu konformitas tersebut sesuai dengan penerimaan p
ribadi orang tersebut.

Konformitas tidak terjadi pada derajat yang sama di semua situasi. Ada 3 faktor y
ang mempengaruhi konformitas, yaitu:

1. Kohesivitas (cohesiveness)
Derajat ketertarikan yang dirasa oleh individu terhadap suatu kelompok. K
etika kohesivitas tinggi (ketika kita suka/kagum terhadap suatu kelompok), tek
anan untuk melakukan konformitas bertambah besar, dan juga sebaliknya. Co
ntoh: dalam 1 genk yang terdiri dari sahabat-sahabat yang sangat akrab yang k
oompak, ketika yang satu melakukan rebonding rambut, yang lainnya juga me
ngikuti;
2. Ukuran kelompok
Semakin besar kelompok tersebut, semakin besar pula kecenderungan kita
untuk ikut serta, bahkan meskipun itu berarti kita akan menerapkan tingkah la
ku yang berbeda dari yang sebenarnya kita inginkan;
3. Teori focus normative (normative focus theory)
Yaitu teori yang mengajukan bahwa norma akan mempengaruhi tingkah la
ku hanya bila norma tersebut menjadi focus dari orang yang terlibat pada saat
tingkah laku tersebut muncul. Dengan kata lain, orang akan mematuhi norma i
njungtif hanya jika mereka memikirkan tentang norma tersebut dan melihatny
a terkait dengan tindakan mereka. Norma mempengaruhi tingkah laku hanya ji
ka norma-norma tersebut penting bagi kita—ketika kita terfokus pada norma t
ersebut. Contoh: saya adalah mahasiswa di Administrasi Negara, Fakultas Ilm
u Sosial dan Ilmu Politik, UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Norma-norma y
ang berhubungan dengan etika pemerintahan menjadi focus saya dibanding no
rma lainnya. Contohnya, saya menjadi lebih terfokus pada norma melayani ma
syarakat.

Ada penyebab seseorang melakukan konformitas, antara lain:


1. Keinginan untuk disukai dan rasa takut pada penolakan.
Salah satu alasan penting mengapa kita melakukan konformitas adalah: kita belaja
r bahwa dengan melakukannya bisa membantu kita mendapatkan persetujuan dan peneri
maan yang kita dambakan. Sumber konformitas ini dikenal dengan pengaruh social norm
ative (normative social influence), karena pengaruh social ini meliputi perubahan tingkah
laku kita untuk memenuhi harapan orang lain. Untuk disukai dan diterima dalam suatu ke
lompok, kita cenderung melakukan konformitas agar sesuai dengan kelompok tersebut. S
elain itu, apapun yang dapat meningkatkan rasa takut kita akan memperoleh penolakan ol
eh kelompok tersebut juga akan meningkatkan konformitas;
2. Keinginan untuk merasa benar
Kita menggunakan opini dan tindakan mereka sebagai panduan opini dan tindaka
n kita. Tindakan dan opini orang lain menegaskan kenyataan social bagi kita, dan kita me
nggunakan semuanya itu sebagai pedoman bagi tindakan dan opini kita sendiri. Dasar ini
disebut pengaruh social informasional (informational social influence), karena hal tersebu
t didasarkan pada kecenderungan kita untuk bergantung pada orang lain sebagai sumber i
nformasi tentang berbagai aspek dunia social. Contoh: kita mengikuti trend rambut rebon
ding untuk keinginan merasa bahwa model rambut ini lah yang benar, yang memang seda
ng tren saat ini;
3. Membenarkan konformitas
konsekuensi kognitif dari mengikuti kelompok. Beberapa orang yang melakukan
konformitas melakukannya dengan sepenuh hati, mereka menganggap bahwa mereka sala
h dan orang lain benar dan dengan melakukan konformitas hanya akan menimbulkan dile
ma sementara. Namun banyak juga yang beranggapan penilaian mereka benar naming me
reka tidak mau menjadi berbeda sehingga mereka berperilaku tidak konsisten dengan beli
ef pribadi mereka. Sehingga untuk mengubah persepsi mereka pada situasi tersebut, mere
ka membenarkan konformitas.

Beberapa faktor penting yang membuat seseorang menolak konformitas:

1. Keinginan individuasi, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan individualitas kita. Kita ingin
menjadi seperti orang lain—tetapi tampaknya, tidak sampai pada titik di mana kita kehilanga
n identitas pribadi kita. Sebagian besar dari kita memiliki keinginan akan individuasi (individ
uation)—agar dapat dibedakan dari orang lain dalam beberapa hal. Hasil penelitian juga men
unjukkan bahwa konformitas memang lebih banyak terjadi di Negara yang memiliki budaya
kolektivis. Contoh: saat sedang tren rebonding, Susi justru mengikalkan rambutnya karena ia
ingin beda dari yang lain;
2. Keinginan mempertahankan kontrol terhadap kejadian-kejadian dalam hidupnya. Semakin k
uat kebutuhan individu akan control pribadi, semakin sedikit kecenderungan mereka untuk m
enuruti tekanan sosial;
3. Orang-orang yang tidak dapat melakukan konformitas. Ada beberapa orang yang memang tid
ak dapat melakukan konformitas karena alasan fisik, hukum atau psikologis. Contoh: orang y
ang homoseksual tidak bisa melakukan konformitas untuk mencintai orang lawan jenisnya; o
rang-orang cacat fisik yang tidak dapat melakukan aktifitas seperti orang kebanyakan.

Terkadang minoritas tidak selalu menjadi yang terpengaruh oleh mayoritas, tetapi
bisa juga terjadi hal yang sebaliknya yaitu minoritas berhasil mempengaruhi mayoritas pa
da kondisi tertentu:

a) Angggota kelompok minoritas harus konsisten dan harus bertahan pada


opininya sendiri dalam menentang opini mayoritas;
b) Anggota kelompok minoritas harus menghindari tampilan yang kaku da
n dogmatis (harus fleksibel);
c) Keseluruhan konteks sosial di mana kaum minoritas beroperasi adalah p
enting. Jika minoritas bertahan, pada akhirnya mereka bisa saja menang
dan menemukan bahwa pandangan mereka kini menjadi mayoritas. Ber
dasarkan penelitian Prislin, Limbert, dan Bauer (2000) Mayoritas yang d
ikalahkan mengalami reaksi negatif yang kuat, sementara minoritas yan
g baru saja menjadi kuat menunjukkan reaksi positif yang lebih lemah
(mereka dalam posisi yang rentan). Jika mereka tidak mengambil tinda
kan untuk memperkuat kemenangan mereka, mungkin saja pada kenyata
annya kemenangan itu akan berumur pendek.
B. Kesepakatan (compliance)

Bentuk perubahan social lainnyaa adalah kesepakatan (compliance), yaitu suat


u bentuk pengaruh sosial yang meliputi permintaan langsung dari seseorang kepada o
rang lain, atau usaha-usaha untuk membuat orang lain berkata ya terhadap berbagai m
acam permintaan. Ada 6 prinsip dasar compliance (Cialdini, 1994):

Pertemanan/rasa suka: kita lebih bersedia untuk memenuhi permintaa


n dari teman atau orang-orang yang kita sukai daripada permintaan dari or
ang asing atau orang yang tidak kita sukai. Contoh: sahabat kita sangat suk
a music country, bisa jadi nantinya kita juga menyukai music country;
Komitmen/konsistensi: sekali kita berkomitmen pada suatu tindakan,
kita akan lebih bersedia untuk memenuhi permintaan mengenai tingkah la
ku yang konsisten dengan tindakan tersebut daripada permintaan yang tida
k konsisten dengan tindakan tersebut;
Kelangkaan: kita lebih mungkin untuk memenuhi permintaan yang b
erpusat pada kelangkaan daripada terhadap permintaan yang sama sekali ti
dak terkait dengan isu tersebut. Contoh: ketika bensin langka, orang lebih
cenderung menjadi tertarik membeli bensin;
Timbal balik/resiprositas: kita lebih bersedia untuk memenuhi permin
taan dari orang yang sebelumnya telah memberikan bantuan atau kemudah
an bagi kita. Contoh: Susi melakukan sesuatu untuk Rudi karena Rudi per
nah membantu Susi sebelumnya;
Validasi sosial: kita lebih bersedia memenuhi permintaan untuk mela
kukan beberapa tindakan jika tindakan tersebut konsisten dengan apa yang
kita percaya dilakukan oleh orang lain yang mirip dengan kita;
Kekuasaan: kita lebih bersedia memenuhi permintaan dari seseorang
yang memiliki kekuasaan yang sah.
Prinsip pertemanan lebih dikenal dengan ingratiation—membuat oran
g lain menyukai kita sehingga mereka lebih bersedia untuk menyetujui per
mintaan kita. Ingratiation bisa dilakukan dengan cara rayuan atau memuji
orang lain dengan cara-cara tertentu. Cara lainnya adalah dengan memperi
ndah penampilan diri, mengeluarkan tanda-tanda nonverbal yang positif (s
eperti mengacungkan jempol) dan melakukan kebaikan-kebaikan kecil.
Sementara itu dalam prinsip komitmen ada 2 teknik yang bisa diguna
kan, yaitu:
a) foot-in-the-door technique yaitu suatu prosedur untuk memperole
h kesepakatan di mana pemohon memulai dengan permintaan yan
g kecil dan kemudian permintaan ini disetujui, meningkat ke per
mintaan lain yang lebih besa (yang memang mereka inginkan sej
ak awal). Contoh: saat datang ke mall, Susi ditawari sample gratis
sebuah kue dan Susi menyetujuinya dan mengambil sample terse
but, lalu kemudian Susi ditawari untuk membeli. Kemungkinan S
usi untuk menyetujui membeli besar karena sebelumnya dia suda
h berkomitmen mencoba sample;
b) Low ball technique yaitu suatu prosedur untuk memperoleh kesep
akatan di mana suatu penawaran atau persetujuan diubah (menjad
i lebih tidak menarik) setelah orang yang menjadi target menerim
anya. Contoh: Rudi ditawari membeli mobil, dank arena terbujuk
akan DP yang murah dan stok yang lengkap tersedia, Rudi pun m
enyetujui penawaran tersebut. Namun ternyata warna mobil yang
diinginkan Rudi tidak ada. Namun karena sudah menyetujui, Rud
i pun tetap memilih membeli mobil tersebut.

 Pada prinsip kelangkaan terdapat 2 teknik, yaitu:

a) jual mahal/ playing hard to get yaitu suatu teknik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kesepakatan dengan member
ikan kesan bahwa seseorang atau suatu objek adalah langka
dan sulit diperoleh. Contoh: teknik penjualan dengan mengat
akan bahwa produk itu adalah limited edition;
b) Deadline technique yaitu suatu teknik untuk meningkatkan k
esepakatan di mana orang yang menjadi target diberi tahu ba
hwa mereka memiliki waktu yang terbatas untuk mengambil
keuntungan dari beberapa tawaran atau untuk memperoleh s
uatu barang. Contoh: “laptop ini diskon 10% hingga akhir mi
nggu ini!” atau penawaran Ahung Sedayu Group yang meng
atakan “DP murah, diskon x%, hari naik besok!”
 Pada prinsip timbal balik ada 2 teknik, yaitu:
a) door-in-the-face yaitu suatu teknik yang dapat digunakan unt
uk meningkatkan kesepakatan di mana pemohon memulai de
ngan permintaan yang besar dan kemudian, ketika permintaa
n ini ditolak, mundur ke permintaan yang lebih kecil (yang
memang mereka inginkan sejak awal);
b) that’s-not-all yaitu suatu teknik untuk memperoleh kesepakat
an di mana pemohon menawarkan keuntungan tambahan kep
ada orang-orang yang menjadi target, sebelum mereka memu
tuskan apakah mereka hendak menuruti atau menolak permi
ntaan spesifik yang diajukan. Contoh: beli 2 dapat 1.
 Pique Technique yaitu suatu teknik untuk memperoleh kesepakatan di m
ana minat orang yang menjadi target di-pique (distimulasi) oleh permint
aan yang tidak umum. Sebagai akibatnya, mereka menolak permintaan s
ecara otomatis, seperti yang sering terjadi. Contoh: memasang harga Rp
9.900,00 terhadap produk yang berharga RP 10.00,00 supaya terkesan le
bih murah. Selain itu taktik lainnya dengan menempatkan oranglain pad
a suasana hati yang baik sebelum mengajukan permintaan.
C. Kepatuhan (obedience)

Bentuk lain dari pengaruh sosial adalah kepatuhan (obedience), yaitu keadaan
di mana seseorang pada posisi yang berkuasa cukup mengatakan atau memerintahkan
orang lain untuk melakukan sesuatu dan mereka melakukannya. Kepatuhan lebih jara
ng terjadi dari konformitas ataupun kesepakatan, karena bahkan orang-orang yang me
miliki kekuasaan dan dapat menggunakannya seringkali lebih memilih menggunakan
pengaruhnya melalui “velvet glove”—melalui permintaan dan bukannya perintah lan
gsung.

Kepatuhan yang merusak berarti tindakan yang berdasarkan kepatuhan it


u membahayakan orang lain atau dirinya sendiri. Penyebab kepatuhan yang
merusak yaitu:
1. Orang-orang yang berkuasa membebaskan orang-orang yang patuh dari tanggun
g jawab atas tindakan mereka. “saya hanya menjalankan perintah”, seringkali di
jadikan alasan bila sesuatu yang buruk terjadi;
2. Orang-orang yang berkuasa sering kali memiliki tanda atau lencana nyata yang
menunjukkan status mereka. Hal ini menimbulkan norma “Patuhilah orang yang
memegang kendali”. Norma ini adalah norma yang kuat, dan bila kita dihadapk
an dengannya, sebagian besar orang merasa sulit untuk tidak mematuhinya;
3. Adanya perintah bertahap dari figure otoritas. Perintah awal mungkin saja memi
nta tindakan yang ringan baru selanjutnya perintah untuk melakukan tindakan y
ang berbahaya;
4. Situasi yang melibatkan kepatuhan bisa berubah cepat. Cepatnya perubahan ini
menyebabkan kecenderungan meningkatnya kepatuhan.

Berikut ini cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kepatuhan yang
merusak:

a. Individu yang dihadapkan pada perintah dari figure otoritas dapat diing
atkan bahwa merekalah yang akan bertanggung jawab atas kerusakan a
papun yang dihasilkan;
b. Individu dapat disadarkan bahwa melebihi suatu titik tertentu, maka be
nar-benar mematuhi perintah yang merusak adalah tidak layak;
c. Individu dapat lebih mudah untuk melawan figure otoritas jika mereka
mempertanyakan keahlian dan motif dari figure-figur tersebut;
d. Cukup dengan mengetahui kekuatan yang dimiliki figure otoritas untuk
dapat memerintahkan kepatuhan buta bisa membantu melawan pengaru
h itu sendiri.

1.6. Situasi terjadinya pengaruh sosial

Situasi Sosial adalah suatu kondisi tertentu di mana berlangsung hubungan antara
individu yang satu dengan individu yang lain atau terjadi saling hubungan antara dua indi
vidu atau lebih.

Menurut M Sherif, situasi sosial dapat dibagi ke dalam dua golongan :

1. Situasi kebersamaan

Situasi kebersamaan didefinisikan sebagai suatu situasi berkumpul


nya sekumpulan individu secara bersama-sama. Situasi kebersamaan meni
mbulkan kelompok kebersamaan, yaitu suatu kelompok individu yang ber
kumpul pada suatu ruang dan waktu yang sama, tumbuh dan mengarahkan
tingkah laku secara spontan. Kelompok ini sering juga disebut massa atau
crowd. Menurut Kinch ciri-ciri massa adalah:

• Bertanggung jawab dalam waktu yang relatif pendek;


• Pesertanya berhubunga secara fisik (misal berdesak-desakan);
• Kurang adanya autran yang terorganisir;
• Interaksinya bersifat spontan.

Brown membagi kerumunan massa/ crowd menjadi dua golongan, yaitu Mobs
dan Audience. Mobs merupakan suatu kerumunan aktif yang meyebabkan kerusakan-
kerusakan, sedangkan audience merupakan terbentuknya kelompok karena adanya pe
nggerak yang sama.

2. Situasi kelompok sosial

Situasi kelompok sosial didefinisikan sebagai suatu situasi ketika terdapat dua
individu atau lebih mengadakan interaksi sosial yang mendalam satu sama lain. Situas
i kelompok sosial ini akan melahirkan terbentuknya kelompok sosial, artinya suatu ke
satuan sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih individu yang telah mengadakan in
teraksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu sudah terdap
at pembagian tugas, struktur, norma-norma tertentu.

Menurut Sherif kelompok sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri atas
dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif da
n teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan
norma – norma tertentu, yang khas bagi kesatuan sosial tersebut.

Sedangkan menurut Roland Freedman kelompok sosial adalah organisasi terdi


ri atas dua atau lebih individu yang tergantung oleh ikatan – ikatan suatu sistem ukura
n – ukuran kelakuan yang diterima dan disetujui oleh semua anggotanya. Menurut Par
k dan Burgess kelompok adalah sekumpulan orang yang memiliki kegiatan yang kons
isten. Sedangkan menurut Gidding kelompok sosial timbul karena adanya consciousn
ess of kind, kesadaran atas barang pada jiwa manusia. Menurut paham fungsionalism
e dalam antropologi yang dipelopori oleh Malinowski bahwa pertimbangan untuk me
mbentuk kelompok sosial adalah adanya fungsi, adanya tujuan dari pada kelompok so
sial. Tujuannya berupa tujuan bersama, misalnya pada kelompok berburu.

Jadi kelompok – kelompok sosial tersebut adalah himpunan atau satu kesatuan
manusia yang hidup bersama dan adanya hubungan diantara mereka. Hubungan terse
but antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan su
atu kesadaran untuk saling tolong – menolong serta adanya organisasi antara anggota
nya.

Kelompok sosial secara umum diikat oleh faktor-faktor berikut ini:


• Bagi anggota kelompok, suatu tujuan yang realistis, sederhana, dan memiliki nilai k
euntungan bagi individu;
• Masalah kepemimpinan dalam kelompok cukup berperan dalam menentukan kekuat
an ikatan antar anggota;
• Interaksi dalam kelompok secara seimbang merupakan alat perekat yang baik dalam
membina kesatuan dan persatuan anggota.

Adapun kelompok sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Terdapat motif-motif yang sama

Terbentuknya kelompok sosial itu adalah ialah karena bakal anggotanya berku
mpul untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dengan kegiatan bersama lebih muda
h dan dan dapat di capai dari pada atas usaha sendiri. Jadi, dorongan atau motif bersa
ma itu menjadi pengikat dan sebat utama terbentuknya kelompok sosial. Tanpa motif
yang sama antara sejumlah individu itu sukar sukar untuk terbentuk suatu kelompok s
osial.

Tetapi tidak hanya motif yang sam itu saja yang dapat mengikat dan membent
uk sejumlah orang menjadi suatu kelompok sosial, sebab adanya suatu motif yangg sa
ma itu harus disertakan kesadaran bahwa tujuan-tujuan tersebut haruslah dicapai deng
an kerja sama anatara orang-orang yang bermotif sama. Apabila tidak adanya kesadar
an tersebut, maka tujuan yang sama itu akan dikejar sendir-sendiri. Hal tersebut akan
menimbulkan suatu prcekcokan dan terpecahnya kelompok.

Tujuan-tujuan bersama yang diusahakan oleh kelompok sosial bermacam-mac


am jenisnya, misalnya keuntungan ekonomis seperti upada usaha koperasi dalam me
mberi barang konsumsi bersama. Dapat pula tujuan bersama itu berupa tujuan politik,
tujuan ilmiah, dan lainnya.

Setelah suatu kelompok terbentuk, biasanya lambat laun timbul pula motif-mo
tif baru kelompok serta tujuan-tujuan tambahan yang semuanya dapat memperkokoh
kehidupan kelompok itu. Hal ini dapat kita amati, misalnya, pada kelompok mahasis
wa dari sebuah fakultas yang baru didirikan. Mahasiswanya lalu membentuk kelompo
k sosial terdorong oleh tujuan bersama, yaitu untuk bekerjasama dalam menyelesaika
n persoalan-persoalan dalam menuntut pelajarannya. Titik berat dalam usaha bersama
mereka itu pada mulanya ialah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam hal belajar
di fakultas tersebut, misalnya mengusahakan buku-buku dan diklat-diklat bersama. T
etapi, sesudah satu atau dua tahun berdirinya fakultas, timbullah tujuan-tujuan tambah
an, yaitu merayakan dies natalis secara meriah, mengadakan pawai-pawai, dan lain-la
in, yang sebenarnya bukan lagi kegiatan-kegiatan khusus dari kelompok belajar yang
bertujuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar itu.

Timbulnya motif-motif baru kerap kali terjadi dalam kehidupan kelompok dan
mempunyai peranan yang khusus, yakni untuk memperoleh interaksi antara anggota k
elompok serta memperkuat kehidupan kelompok pada umumnya.
Pengaruh kehidupan kelompok yang makin kokoh terhadap kegiatan individu
anggotanya ialah, bahwa pada mereka akan timbul suatu sense of belongingness, yan
g ternyata mempunyai arti yang cukup mendalam pada kehidupan individu. Sense of
belongingness itu merupakan peranan sikap bahwa ia termasuk dalam suatu kelompo
k sosial, di dalamnya ia mempunyai peranan tugas sehingga ia pun merasa semacam k
epuasan dirinya bahwa ia berharga sebagai anggota kelompok tersebut. Kepuasannya
ialah bahwa, ia sebagai makhluk sosial di dalam kelompoknya telah memperoleh pera
nan sosial yang juga berdasarkan usaha-usahanya untuk menyumbangkan sesuatu de
mi kepentingan kelompoknya.

b. Terdapat reaksi-reaksi dan kecakapan yang berlainan antar anggota kelom


pok.

Dalam menguraikan pasal ini oleh Sherif dan kawan-kawan ditandaskan bahw
a situasi sosial, baik situasi kebersamaan maupun situasi kelompok, pada dirinya send
iri sudah mempunyai pengaruh berlainan terhadap tingkah laku individu dibandingka
n dengan kebiasaan tingkah laku individu itu dalam keadaan sendiri. Dalam hal itu ta
mpak betapa mudahnya berlangsungnya imitasi dan sugesti pada umumnya dalam sit
uasi tersebut. Demikian pula dalam terbentuknya kelompok sosial yang beralih dari s
uatu kebersamaan. Dengan demikian situasi sosial itu dapat merangsang reaksi-reaksi
berlainan dari individu-individu yang bakal menjadi anggota kelompok. Dari berlaina
n kecakapan-kecakapan atas dasar perbedaan-perbedaan dalam kemampuan-kemamp
uan antar anggoata kelompok yang dirangsang oleh situasi sosial itu, maka terjadilah
pembagian tugas yang khas antara anggota-anggotanya sesuai dengan kecakapannya
untuk turut merealisasikan tujuan kelompok secara kerja sama. Demikianlah lambat-
laun terjadi struktur kelompok yang khas serta norma-norma dan pedoman-pedoman
pelaksanaan kegiatan kelompok serta makin menegas berdasarkan reakasi-reaksi dan
kecakapan yang berlainan.

c. Terdapat penegasan struktur kelompok

Struktur kelompok ialah suatu sistem yang cukup tegas mengenai hubungan-h
ubungan anatara anggota-anggota kelompok berdasarkan peranan, status-status merek
a sesuai dengan sumbangan masing-masing dalam interaksi kelompok ke tujuannya.

Pembagian tugas-tugas dan koordinasi antara tugas-tugas tiap anggota lambat


laun akan akan terbina mengenai pengharapan-pengharapan yang timbal balik anatar
anggotan, bahwa tugas-tugas yang diserahkan masing-masing juga kan di selesaikan
dengan sebaik-baiknya. Nah kejelasan mengenai pembagian tugas-tugas itulah yang
akan mengarahkan pada penegasan fungsi dan peran para anggota-anggotanya.

d. Terdapat penegasan norma-norma kelompok


Bersamaan dengan terbentuknya struktur dalam interaksi kelompok, terbentu
klah norma-norma tingkah laku yang khas antara anggota-anggota kelompoknya. Nor
ma kelompok tersebut bukanlah norma statis atau angka rata-rata mengenai tingkah la
ku yang sebenarnya terjadi dalam kelompok itu, melainkan merupakan pedoman-ped
oman untuk mengatur pengalaman dan tingkah laku anggota kelompok dalam berma
cam-macam situasi sosial yang bersangkutan dengan kelompok.

Norma kelompok ialah pengertian yang seragam mengenai cara-cara tingkah l


aku yang patut dilakukan oleh anggota kelompok apabila terjadi sesuatu yang bersa
ngkutpaut dengan kehidupan kelompok. Norma dalam suatu kelompok ada yang tertu
lis dana ada juga yang tidak, biasanya sesuai jenis kelompoknya. Kalau kelompok res
mi pasti tertulis namun bila kelompok tak resmi maka kebanyakan tidaka tertulis. Jad
i norma-norma kelompok itu berkenaan dengan cara-cara tingkah laku yang diharapk
an dari semua anggota kelompok dalam keadaan yang berhubungan dengan kehidupa
n dan tujuan interaksi kelompok.

Norma kelompok informal biasanya terealisasikan dalam bentuk pengertian sa


tu sama lain terhadap prilaku yang ada. Sedangkan kelompok formal mempunyai nor
ma-norma tertulis tentang prilaku semua anggotanya.

Norma sosial merupakan adalah patokan umum mengenai tingkah laku dan si
kap individu anggota kelompok yang dikehendaki oleh kelompok mengenai bermaca
m-macam hal yang berhubungan dengan kehidupan kelompok yang melahirkan norm
a-norma tingkah laku dan sikap-sikap itu mengenai segala situasi yang dihadapi oleh
anggota-anggota kelompok.

2. HUBUNGAN ANTAR MANUSIA


3.1. Pengertian hubungan manusia

Hubungan antar manusia adalah kemampuan mengenali sifat, tingkah laku, pribadi s
eseorang. Ruang lingkup hubungan antar manusia dalam arti luas adalah interaksi antar s
eseorang dengan orang lain dalam suatu kehidupan untuk memperoleh kepuasan hati. Dal
am hal ini berusaha mencoba menemukan, mengidentifikasi masalah dan membahasanny
a untuk mencari pemecahannya. Hubungan antar manusia yang merupakan pelaksanaan k
etrampilan dimana seseorang belajar menghubungkan diri dengan lingkungan sosialnya.
Sedangkan menurut Hugo Cabot dan Joseph A Kahl (1967), hubungan antar manusia ada
lah suatu sosiologi kongrit karena meneliti situasi kehidupan, khususnya masalah "interak
si" dengan pengaruh psikologisnya. Hubungan antar manusia dalam arti luas adalah mene
mukan, mengidentifikasi masalah, dan membahasnya untuk mencari pemecahan.
3.2. Tujuan hubungan manusia

Tujuan hubungan antar manusia adalah agar tercapainya kehidupan yang harmonis yaitu
masing-masing orang saling bekerjasama dengan menyesuaikan diri terhadap satu dengan
yang lain dan memanfaatkan pengetahuan tentang factor social dan psikologis dalam pen
yesuaian diri manusia sedemikian rupa sehingga penyesuaian diri ini terjadi dengan serasi
dan selaras, dengan ketegangan dan pertentangan sedikit mungkin. Hal ini disebabkan kar
ena didalam masyarakat/lingkungan sosial, setiap orang mempunyai kepentingan dan har
apan yang berbeda-beda atau bersaing satu sama lain. Suksesnya hubungan antar manusia
sebagai akibat tidak mengabaikan sopan santun, ramah tamah, hormat menghormati dan
menghargai orang lain dan faktor etika. Hubungan antar manusia yang baik akan mengata
si hambatan-hambatan komunikasi, mencegah salah pengertian dan mengembangkan segi
konstruktif sifat tabiat manusia yang dipengarui oleh pembawaan dan lingkungan.

3.3. Factor hubungan manusia

1. Factor imitasi
Imitasi atau tiruan adalah keadaan seseorang yang mengikuti sesuatu diluar diriny
a. Sebelum mengikuti satu hal, ia harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Minat perhatian yang cukup besar terhadap hal yang akan diimitasi
b) Sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang diimitasi
c) Seorang meniru suatu pandangan atau tingkah laku karena akan memperoleh peng
hargaan social yang tinggi.
Dari syarat diatas, imitasi merupakan proses hubungan antar manusia yang menerang
kan tentang mengapa dan bagaimana dapat terjadi keseragaman dalam pandangan dan
tingkah laku.
2. Faktor sugesti
Sugesti adalah proses seorang individu menerima cara pandang atau pedoman ting
kah laku orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Persyaratan untuk memudahkan terja
dinya sugesti pada seseorang adalah sebagai berikut:
a. Hambatan berfikir, karena rangsangan emosional, proses sugesti yang terja
di pada orang tersebut secara langsung menerima tanpa mempertimbangka
n terlebih dahulu segala pengaruh atau pandangan orang lain.
b. Pikiran terpecah-pecah (disasosiasi), orang yang sedang mengalami pemik
iran yang terpecah-pecah, mudah terjadi sugesti.
c. Otoritas atau prestise, proses sugesti cenderung terjadi pada orang-orang y
ang sikapnya menerima pandangan tertentu dari seseorang yang memiliki
keahlian tertentu sehingga dianggap otoritas dalam keahlian tersebut atau
dari seseorang yang mempunyai prestise sosial yang tinggi.
d. Mayoritas orang akan mudah menerima pandangan ketika pandangan terse
but disokong oleh mayoritas atau sebagian besar golongan atau masyaraka
t. Penerimaan pandangan itu terjadi tanpa pertimbangan lebih lanjut.
e. Kepercayaan penuh penerima sikap atau pandangan tanpa pertimbangan le
bih lanjut dikarenakan pandangan tersebut sudah ada pada diri individu ya
ng bersangkutan.
3. Faktor identifikasi
Preses identifikasi berlangsung secara sadar (dengan sendiri) irrasional, berdasark
an perasaan, dan berkembang bahwa identifikasi beerguna untuk melengkapi system
norma dan citra-citra.
4. Faktor simpati
Simpati adalah persaan tertarik seseorang terhadap orang lain yang timbul atas da
sar penilaian perasaan dorongan utama yang memunculkan simpati adalah rasa ingin
mengerti dan bekerja sama dengan orang lain.

3.4. Prinsip hubungan antar manusia

1.Hindari kebiasaan menyalahkan orang lain/mengomeli

2.Berikan penghargaan yang tulus pada orang lain

3.Bangkitkan motivasi sukses pada diri orang lain

4. Berikan perhatian yang tulus

5.Hormati pendapat orang lain

6.Jadilah pendengar aktif


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam kehidupan, pengaruh sosial sangat berpengaruh terhadap diri individu dan
dalam bertingkah laku, seperti mengubah suatu sikap, kepercayaan, persepsi
ataupun tingkah lakunya agar dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Pengaruh
sosial terjadi dalam setiap lingkungan dimana individu berada. Terjadi ketika
individu mulai melakukan perubahan tingkah laku berdasarkan keputusan antara
kebutuhan dan keinginan dengan tuntutan atau keadaan sosial yang ada.

3.2 Saran

1. Bagi orang tua harus mau memperhatikan perkembangan kepribadian


anaknya dari segi pendidikan dan sosialnya.
2. Bagi pelaku pendidikan, pendidikan harus mampu meningkatkan dari
berbagai aspek termasuk aspek sosialnya.
3. Orang terdekatnya atau temannya harus mengajak untuk berkomunikasi
agar dirinya merasa tidak diasingkan.
DAFTAR PUSTAKA

Safuan, M.Psi,. (2017). Psikologi soasial 1. Diakses dari

psikologi-sosial1-fakultas-kedokteran-universitas-malikusalleh.pdf Pada tanggal 21 oktober


2023

sa’diyah El Daiyah,(2020). Human Relations diakses dari human relations.pdf pada tanggal 21 oktober
2023

M. Syaiffudi,. (2017). Pengaruh soasial 1. Diakses dari

http://catatanseorangpinggiran.blogspot.com/2017/04/makalah-pengaruh-sosial.html Pada
tanggal 21 oktober 2023

Mahdiayana ,dkk,. Hubungan antar manusia. Diakses dari

https://id.scribd.com/document/363258185/Makalah-Hubungan-Antar-Manusia Pada tanggal


21 oktober 2023

anonymous,. Sikap sosial. Diakses dari

http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2010/12/sikap-sosial.html Pada tanggal 21 oktober


2023

Ganang Adikarya,. Pengaruh social dalam psikologi. Diakses dari

https://www.academia.edu/28694164/Pengaruh_Sosial_Dalam_Psikologi Pada tanggal 21


oktober 2023
alwahida,. Hubungan Sikap sosial. Diakses dari

https://id.scribd.com/document/363258185/Makalah-Hubungan-sikap-sosial Pada tanggal 21


oktober 2023

Anda mungkin juga menyukai