Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

AL-QUR’AN SURAH AL-ANKABUT AYAT 69

Diajukan Guna Memenuhi Kebutuhan Dalam Mata Kuliah Tafsir Maudhu’i

PENYUSUN:
AHMAD FIRDAUS MUZAKKI
AFA EKA NUR ROMADONI
MUBARAK MUZAKKI ZUHDI
M.ROSYID RIDLA ABINNAWA
M.THOHIR MUCHARROR ASY-SYA’RONI

Dosen Pembimbing:
Dr. KH. AHMAD MUSTA’IN SYAFI’IE., M.Ag
Ma’had Aly Yusuf Mashar
Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng
Tahun Ajaran 2023-2024

1
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI............................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. MUNASABAH…………………………………………………………..3
B. PENAFSIRAN………………………………………………….………..5
1. TAFSIR AL – MISBAH…………………………………………...5
2. TAFSIR IBNU KATSIR…………...……….……………………...7
C. AKTUALISASI…………………………………………………………..8
PENUTUP
KESIMPULAN ……………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………........

2
PEMBAHASAN
Pembahasan ini merujuk pada Surat Al-Ankabut ayat 69 dapat dimulai dengan
menggambarkan konteks seorang santri dalam upaya mencari ilmu, kemudian menyelidiki ayat
tersebut untuk memahami perspektif agama terkait jihad dalam konteks tersebut. Dalam hal ini,
penekanan pada proses seorang santri dalam menuntut ilmu, juga dapat menjadi bagian penting
dari latar belakang, mencerminkan kompleksitas tersebut.
Surat Al-Ankabut ayat 69 dapat menjadi titik fokus untuk memahami konsep jihad dalam
Islam, dengan menekankan pada makna jihad sebagai usaha atau perjuangan seorang santri
dalam konteks mujahadah untuk mendapatkan ridho Allah, penafsiran ayat ini dapat
menggambarkan pentingnya perlawanan terhadap hawa nafsu dan upaya menjaga diri dari
kebodohan(yang belum diketahui).
Sementara itu, penting juga untuk menyoroti bahwa pemahaman jihad tidak selalu identik
dengan kekerasan ataupun peperangan yang seperti konflik saat ini yang dialami palestina, dan
melainkan juga mencakup aspek melawan hawa nafsu. Ini menjadi relevan dalam membahas
solusi untuk menyikapi seorang santri dalam upaya mencari ilmu di pesantren.
‫۝‬٦۹ ‫َو اَّلِذ ْيَن َج اَهُدوا ِفْيَنا َلَنْهِدَيَّنُهْم ُس ُبَلَنۖا َو إَّن هللا َلَم َع اْلمْح ِسِنْيَن‬
Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang
berbuat baik.

A. MUNASABAH
Ayat ini masih memiliki kesinambungan dengan ayat sebelumnya

‫۝‬٦۷ . ‫َاَو َلْم َيَر ْو ا َاَّنا َجَع ْلَنا َحَرًم ا ٰا ِم ًنا َّو ُيَتَخ َّطُف الَّناُس ِم ْن َح ْو ِلِه ْۗم َاَفِباْلَباِط ِل ُيْؤ ِم ُنْو َن َو ِبِنْع َم ِة ِهّٰللا َيْكُفُرْو َن‬
‫۝‬٦۸ . ‫َو َم ْن َاْظَلُم ِمَّم ِن اْفَتٰر ى َع َلى ِهّٰللا َك ِذ ًبا َاْو َك َّذ َب ِباْلَح ِّق َلَّم ا َج ۤا َء ٗه ۗ َاَلْيَس ِفْي َجَهَّنَم َم ْثًو ى ِّلْلٰك ِفِرْيَن‬
‫۝‬٦۹ . ‫َو اَّلِذ ْيَن َج اَهُد ْو ا ِفْيَنا َلَنْهِدَيَّنُهْم ُس ُبَلَنۗا َو ِاَّن َهّٰللا َلَم َع اْلُم ْح ِسِنْيَن‬
Artinya : “Tidakkah mereka memperhatikan, bahwa Kami telah menjadikan (negeri
mereka) tanah suci yang aman, padahal manusia di sekitarnya saling merampok. Mengapa
(setelah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat
Allah?. Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kebohongan
kepada Allah atau orang yang mendustakan yang hak ketika (yang hak) itu datang kepadanya?
Bukankah dalam neraka Jahanam ada tempat bagi orang-orang kafir? Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al-Ankabut : 67-69)

3
Ayat-ayat ini menyoroti keajaiban penciptaan Allah dan keadilan-Nya. Meskipun
sekitarnya dilanda kekacauan, Allah menjadikan kawasan tersebut, yang menjadi tempat ibadah
suci, aman. Mengapa, meski kebenaran telah terbukti, mereka masih cenderung kepada yang
salah dan menolak nikmat Allah?.Ayat tersebut menggambarkan kezaliman terbesar, yakni
menyebarkan kebohongan tentang Allah atau menolak kebenaran saat disampaikan.
Konsekuensinya, bagi orang yang menolak kebenaran, adalah tempat di neraka Jahanam.
Namun, bagi mereka yang berjuang mencari keridhaan Allah, yaitu orang-orang yang berjihad,
janji-Nya adalah menunjukkan jalan-jalan yang benar. Ini menjadi pengingat bahwa Allah
senantiasa bersama orang-orang yang berbuat baik.

4
B. PENAFSIRAN
1. Tafsir Al Misbah
‫۝‬٦۹ . ‫َو اَّلِذ ْيَن َج اَهُد ْو ا ِفْيَنا َلَنْهِدَيَّنُهْم ُس ُبَلَنۗا َو ِاَّن َهّٰللا َلَم َع اْلُم ْح ِسِنْيَن‬
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.
Setelah mengecam kaum musyrikin dan menjanjikan siksa neraka buat mereka, ayat di atas
memuji kaum mukminin dan menjanjikan jalan kemudahan dan kebahagiaan buat mereka.
Ayat di atas bagaikan menyatakan: Orang-orang yang Kami uji, tetapi enggan berjihad, dan
bermujahadah, tetapi mengikuti hawa nafsu mereka dan berfoya-foya dalam kelezatan dunia,
mereka itu mendapat nista dan siksa. Dan orang-orang yang berjihad mengarahkan
kemampuannya dan secara bersungguh-sungguh memikul kesulitan sehingga jihad mereka itu
berada pada sisi Kami, karena mereka melakukannya demi Allah, maka pasti Kami tunjuk
mereka jalan-jalan Kami, yakni Kami mengantar mereka menuju aneka jalan kedamaian dan
kebahagiaan. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta yakni membantu, melimpahkan
rahmat dan kasih sayang buat al-muhsinin yakni orang-orang yang selalu berbuat kebajikan.
Seperti antara lain penulis kemukakan ketika menafsirkan surah Al-Fatihah, bahwa kata
hidayah dalam berbagai bentuknya jika tidak disertai dengan kata ila, maka itu berarti memberi
kemampuan bagi obyek untuk melaksanakan petunjuk dimaksud. Atau dengan kata lain,
memberinya hidayah taufik sehingga mengantarnya - bukan sekadar menunjukkan-menuju arah
yang dituju. Demikian jugalah yang dimaksud ayat di atas.
Kata (‫ )ِفْيَنا‬fina terdiri dari kata ( ‫ )ِفْي‬fii yang mengandung makna wadah dan ( ‫ ) َنا‬na yang
merupakan kata ganti yang menunjuk Allah swt. Penggunaan kata fii dalam arti di atas memberi
kesan bahwa jihad mereka itu, mereka lakukan demi karena Allah, sehingga “tempat” yang
ditujunya adalah Allah, dan Allah swt. menempatkan usaha mereka itu dalam wadah yang
terpelihara, sehingga mereka akan menemukan hasilnya pada waktu yang sesuai.
Kata ( ‫ ) ُسُبَل‬subul adalah bentuk jamak dari kata ( ‫ )َس ِبيل‬sabil. Ketika menafsirkan ayat 6
surah al-Fatihah, penulis antara lain mengemukakan bahwa kata shirath berarti jalan lebar
bagaikan jalan tol yang dapat menelan si pejalan. Ia selalu digunakan al-Qur an dalam bentuk
tunggal, berbeda dengan kata sabil yang juga sering kali diterjemahkan dengan jalan. Tetapi dia
adalah jalan kecil dan digunakan oleh al-Qur’an dalam bentuk tunggal serta jamak. Di sisi lain,
kata shirath dikaitkan dengan Allah atau hamba-hamba-Nya yang taat, atau sesuatu yang haq,
berbeda dengan kata sabil yang juga sering kali diterjemahkan dengan jalan. Tetapi dia adalah
jalan kecil dan digunakan oleh al-Qur’an dalam bentuk tunggal serta jamak. Di sisi lain, kata
shirath dikaitkan dengan Allah atau hambahamba-Nya yang taat, atau sesuatu yang haq, berbeda
dengan kata dengan kata sabil yang juga sering kali diterjemahkan dengan jalan. Tetapi dia
adalah jalan kecil dan digunakan oleh al-Qur’an dalam bentuk tunggal serta jamak. Di sisi lain,
kata shirath dikaitkan dengan Allah atau hambahamba-Nya yang taat, atau sesuatu yang haq,
berbeda dengan kata dengan kata sabil yang juga sering kali diterjemahkan dengan jalan. Tetapi

5
dia adalah jalan kecil dan digunakan oleh al-Qur’an dalam bentuk tunggal serta jamak. Di sisi
lain, kata shirath dikaitkan dengan Allah atau hambahamba-Nya yang taat, atau sesuatu yang
haq, berbeda dengan kata dengan kata sabil yang juga sering kali diterjemahkan dengan jalan.
Tetapi dia adalah jalan kecil dan digunakan oleh al-Qur’an dalam bentuk tunggal serta jamak. Di
sisi lain, kata shirath dikaitkan dengan Allah atau hambahamba-Nya yang taat, atau sesuatu yang
haq, berbeda dengan kata dengan kata sabil yang juga sering kali diterjemahkan dengan jalan.
Tetapi dia adalah jalan kecil dan digunakan oleh al-Qur’an dalam bentuk tunggal serta jamak. Di
sisi lain, kata shirath dikaitkan dengan Allah atau hambahamba-Nya yang taat, atau sesuatu yang
haq, berbeda dengan kata (‫) َس ِبيل‬sabil yang dinisbahkan kepada Allah, seperti sabililldh, atau
kepada orang bertakwa seperti sabil al-muttaqin, dan ada juga yang dinisbahkan kepada setan
dan tirani (sabilath-thaghut) atau orang-orang berdosa (sabil al-mujrimin).

Penggunaan di atas menunjukkan bahwa shirath hanya satu, dan selalu bersifat benar dan
haq, Berbeda dengan sabil yang bisa benar bisa salah,bisa merupakan jalan orang-orang
bertakwa, bisa juga jalan orang-orang durhaka.Kepada ash-shirath bermuara pada semua sabil
yang baik. Perhatikan firman-Nya dalam QS. al-Ma’idah [5]: 16:

‫۝‬١٦ ‫َّيْهِد ْي ِبِه ُهّٰللا َمِن اَّتَبَع ِر ْض َو اَنٗه ُسُبَل الَّس ٰل ِم َو ُيْخ ِر ُجُهْم ِّم َن الُّظُلٰم ِت ِاَلى الُّنْو ِر ِبِاْذ ِنٖه َو َيْهِد ْيِه ْم ِاٰل ى ِصَر اٍط ُّم ْسَتِقْيٍم‬
Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-
Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap
gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.
Demikian, melalui jalan-jalan kedamaian, Allah mengantar manusia ke ash-Shirath al-
Mustaqim. Dari sini juga dipahami bahwa sabil adalah jalan-jalan yang relatif kecil di
bandingkan dengan ash-Shirath. Dan kalau ibadah dan ketaatan kepada Allah dinamai Shirath al-
Mustaqim oleh Q.S Yasin [36] : 61, begitu juga agama dinamainya demikian (QS. al-An‘am [6]:
161). Maka agaknya tidak keliru jika dikatakan bahwa rincian ajaran agama dan rincian ibadah
secara berdiri sendiri adalah sabilillah. Bersedekah adalah sabilillah,berperang pun demikian.
Berhaji, berpuasa, menuntut ilmu dan lain-lain kebajikan adalah aneka ragam dari sabilillah
Kembali ke ayat di atas, siapa yang bermujahadah, maka mereka itu akan diantar menuju
ke aneka subul itu, lalu ini pada gilirannya mengantar mereka menuju ash-Shirath al-Mustaqim.
Demikian akhir ayat yang menjadi penutup surah ini bertemu dengan awalnya. Bukankah
awal surah berbicara tentang keniscayaan ujian dan perlunya berjihad menghadapi ujian itu
sekaligus menyatakan bahwa: “Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya
adalah untuk dirinya sendiri. Benar, itu untuk kemaslahatan dirinya sendiri, yang terbukti bahwa
Allah mengantarnya menuju aneka jalan kedamaian dan kebahagiaan sesuai firman-Nya di atas:
Dan orang-orang yang berjihad pada Kami, pasti Kami tunjuki mereka jalan-jalan Kami, dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta al-muhsinin. Demikian Wa Allah A 'lam.

6
2. Tafsir Ibnu Katsir
‫َو اَّلِذ ْيَن َج اَهُد ْو ا ِفْيَنا‬
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami. (Al-'Ankabut: 69)
Mereka adalah Rasulullah Saw., para sahabatnya, dan para pengikutnya sampai hari kiamat.
‫ُس ُبَلَنا َلَنْهِدَيَّنُهم‬
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. (Al-'Ankabut: 69)
Yakni Kami benar-benar akan memperlihatkan kepada mereka jalan-jalan Kami di dunia dan
akhirat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Abul Hawari, telah menceritakan kepada kami Abbas Al-Hamdani Abu
Ahmad (seorang ulama dari kalangan penduduk' Akka) sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-
orang yang berbuat baik. (Al-'Ankabut: 69) Yaitu orang-orang yang mengamalkan ilmunya,
kelak Allah akan memberi mereka petunjuk terhadap apa yang tidak mereka ketahui sebelumnya.
Ahmad ibnu Abul Hawari mengatakan bahwa ia menceritakan hal tersebut kepada Abu Sulaiman
Ad-Darani, dan ternyata Abu Sulaiman merasa kagum dengan takwil ini. Lalu ia berkata, "Tidak
layak bagi seseorang yang mendapat inspirasi suatu kebaikan, lalu ia langsung mengamalkannya
sebelum ia mendengar hal yang mengukuhkannya dari asar. Apabila ia telah mendengar hal yang
mengukuhkannya dalam asar, barulah ia boleh mengamalkannya, dan hendaklah ia memuji
kepada Allah sehingga ucapannya selaras dengan apa yang terkandung di dalam kalbunya."
Firman Allah Swt.:
{ ‫}َو ِاَّن َهّٰللا َلَم َع اْلُم ْح ِسِنْيَن‬
Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Al-’Ankabut: 69)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Isa ibnu Ja'far Qadi Ar-Ray, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi,
dari Al-Mugirah, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Isa putra Maryam pernah berkata,
"Sesungguhnya kebaikan yang hakiki”

7
3. Aktualisasi

Konsep Jihad Kata jihad yang berasal dari kata jahd mengandung arti “sukar atau letih”.
Ada juga yang mengatakan bahwa jihad berasal dari kata juhd yang berarti “kemampuan”. Tetapi
ada pula yang mengatakan bahwa arti jihad adalah ujian atau cobaan, terutama bila dihubungkan
dengan ungkapan jahida bi al-rajul (seseorang sedang mengalami cobaan/ujian). Namun
demikian, secara umum makna bahasa jihad yang berasal dari kata jahada adalah berbuat sesuatu
secara sungguh-sungguh atau berjuang secara sungguh-sungguh. Jadi secara etimologis, kata
jihad bisa berarti berbuat sesuatu dengan sungguh-sungguh, sukar atau letih, kemampuan, serta
ujian atau cobaan. Berdasarkan kajian terhadap ayat-ayat Alquran, kata jihad dengan berbagai
bentuknya tercantum di dalamnya sebanyak empat puluh satu kali. Beberapa ayat Alquran yang
berkenaan dengan konsep jihad sesuai dengan arti etimologisnya, di antaranya adalah:

‫َو َج اِه ُد وا ىِف ِهللا َح قَ َهِجاِد ه‬


“Berjihadlah di (jalan) Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya” (Q.S. Al-Hajj: 78).

Menurut Ibn Katsir, ayat itu memerintahkan umat Islam untuk berjihad di jalan Allah
dengan jihad yang sebenarbenarnya, yakni jihad dengan harta benda, lisan, dan jiwa.6 Tafsir al-
Madinah al-Munawwarah memaknai ayat tersebut sebagai perintah berjihad di jalan Allah, yaitu
berperang melawan orangorang kafir dan membela diri dari serangan mereka jika mereka
menyerang negeri kaum muslimin. Dan kata “haqqa jihadih” dimaknai sebagai jihad yang ikhlas
karena Allah tanpa takut cercaan orang lain.7 Menurut Wahbah Zuhaili, perintah jihad pada ayat
tersebut adalah jihad dengan mengerahkan kemampuan untuk mencapai sesuatu. Berjihad di
jalan Allah dengan sebenar-benarnya maksudnya adalah melaksanakan perintah Allah dan
mengajak manusia kepada jalan-Nya dengan segala cara yang dapat mengantarkan kepada-Nya,
seperti dengan memberi nasihat, pendidikan, memerangi, mendidik adab, mencegah melakukan
sesuatu dan lain-lain.8 Dalam Pandangan Quraish Shihab, jihad sebagaimana diperintahkan pada
ayat di atas adalah dalam rangka menegakkan kalimat Allah dan mengharap ridla-Nya, sehingga
manusia bisa mengalahkan musuh dan hawa nafsu.

‫َو ِا ْن َهجَد اَك َعىل َأْن ُتِرْشَك ىِب َم اَلْيَس َكَل ِبه ِعٌمْل َفَال ُتِط ْع ُهَم ا َو َص اِح ُهْبَم ا ىِف ادلُ ْنَيا َمْع ُر وًفا‬

“Apabila keduanya (ibu bapak) berjihad (bersungguh-sungguh hingga letih memaksamu) untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu, yang tidak ada bagimu pengetahuan tentang itu,
jangan taati mereka, namun pergauli keduanya di dunia dengan baik…” (Q.S. Luqman: 15).

8
‫َاْم َح ِس ْبْمُت َأْن َتْد ُخ ُلوا اْلَج َّنَة َو َلَّم ا َيْع ِمَل ُهللا اِذَّل ْيَن َهجُد وا ِم ُنْمُك َو َيْعَمَل الٰص ِرِبْيَن‬
“Apakah kamu menduga akan dapat masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang yang berjihad
di antara kamu dan (belum nyata) orang-orang yang sabar” (Q.S. Ali Imran: 142).

‫اِذَّل ْيَن َيْلِم ُز ْو َن اْلُم َّط ِّو ِعَنْي ِم َناْلُم ْؤ ِمِنَنْي ْيِف الَّص َد ٰقِت َو اِذَّل ْيَن اَل ِجَيُد ْو َن إ اَّل ْهُج َد ْمُه َفَيْس َخ ُر ْو َن ِم ُهْنْم ِخَس َر هللا ِم ُهْنْم وَلُهْم َعَذ اٌب َأِلٌمْي‬
“Orang-orang munafik mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela
dan mencela juga orangorang yang tidak memiliki sesuatu untuk disumbangkan (kecuali sedikit)
sebesar kemampuan mereka. Orang-orang munafik menghina mereka. Allah akan membalas
penghinaan mereka, dan bagi mereka siksa yang pedih” (Q.S. At-Taubah: 79).

Secara berurutan, ayat-ayat di atas memiliki kesesuaian dengan makna ijtihad secara bahasa (usaha
sungguh-sungguh, letih atau sukar, ujian atau cobaan, dan kemampuan). Adapun makna jihad menurut
terminologi para ulama adalah mengerahkan segala kemampuan yang ada atau sesuatu yang dimiliki
untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan serta menentang segala kebatilan dan kejahatan dengan
mengharap ridla Allah swt. Dari pengertian ini maka jelaslah bahwa jihad mengandung arti yang luas dan
tidak hanya terbatas pada perjuangan fisik atau perlawanan bersenjata. Memang harus diakui bahwa
perjuangan fisik atau perlawanan bersenjata merupakan bagian dari jihad. Tetapi jelas bukan satu-
satunya. Lagi pula perjuangan fisik dan perlawanan senjata sebagai bagian dari jihad harus ditempatkan
pada konteks yang dapat dibenarkan secara syar’i.

Aktualisasi Jihad dalam Pendidikan


Aktulisasi jihad dalam pendidikan mengacu kepada landasan filsafat pendidikan, yang
meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi pendidikan. Secara ontologis, jihad yang dimaknai
sebagai usaha sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan, merupakan cara pandang pendidikan
tentang pentingnya usaha sungguh-sungguh, serius, terencana, dan sistematis untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan. Fakta bahwa dunia pendidikan dikelola asal-asalan menunjukkan
bahwa semangat jihad tidak melandasi pengelolaan pendidikan. Landasan ontologi pendidikan
tidak cukup hanya memperbincangkan hakikat manusia, hakikat peserta didik, hakikat pendidik,
hakikat pendidikan, hakikat belajar, hakikat kurikulum dan lain-lain, tetapi juga perlu
menjadikan jihad sebagai salah satu landasan pendidikan.
Aktualisasi jihad secara epistemologis mengacu kepada firman Allah, “Berjihadlah di jalan
Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya” (Q.S. Al-Hajj: 78), yang oleh Ibn Katsir dimaknai
sebagai perintah kepada umat Islam untuk berjihad dengan jihad yang sebenar-benarnya, yakni
jihad dengan harta benda dan jiwa. Mengerahkan harta dan jiwa untuk berjihad di dunia
pendidikan adalah spirit epistemologi pendidikan. Bahwa pendidikan perlu didukung oleh
kekuatan sumber dana dan motivasi kuat yang memungkinkan aktivitas pendidikan menjadi
bermakna. Sementara itu, secara aksiologis, jihad merupakan landasan nilai dan etik pendidikan.

9
Nilai-nilai dan etika luhur bukan hanya sebagai tujuan yang harus diwujudkan pendidikan, nilai-
nilai dan etika luhur itu sekaligus menjadi ruh penyelenggaraan pendidikan.
Pengertian jihad yang telah dijelaskan di atas, baik secara etimologis maupun terminologis,
menunjukkan keluasan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan makna yang luas tersebut,
maka konsep jihad pun memiliki beberapa macam jenis. Ar-Raghib Al-Isfahani dalam bukunya
Mu’jam Mufradât Al-Fâzh Alquran, menjelaskan bahwa jihad adalah mengerahkan segala tenaga
untuk mengalahkan musuh. Adapun musuh yang dimaksud di sini meliputi (1) musuh yang nyata
secara fisik, (2) musuh dalam bentuk setan, dan (3) musuh dalam bentuk nafsu yang ada pada
setiap manusia.
Salah satu aktualisasi jihad dalam pendidikan adalah memerangi musuh yang nyata secara
fisik. Jenis jihad inilah yang dikenal secara umum oleh umat Islam. Termasuk ke dalam jenis
jihad ini adalah berperang mengangkat senjata untuk mempertahankan agama (Islam) dan tanah
air. Perang mengangkat senjata untuk mempertahankan agama dan tanah air inilah yang dalam
serajah peradaban Islam sering disebut sebagai perang suci. Perang fisik yang dibenarkan adalah
untuk keperluan defensif. Umat Muslim dibenarkan melakukan jihad fisik dalam rangka
mempertahankan agama dan tanah air; melindungi nyawa, kehormatan, dan harta benda. Lagi
pula, dalam setiap peristiwa perang fisik, umat Islam diharamkan melakukan perusakan terhadap
tempat-tempat ibadah umat lain, dilarang membunuh anak-anak, perempuan, orang tua dan
orang-orang sipil lainnya. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa perusakan atau pembakaran
terhadap tempat-tempat ibadah non muslim tidak diperkenankan, baik pada waktu perang apalagi
pada saat damai.
Aktualisasi jihad dalam pendidikan juga diarahkan untuk melawan musuh setan, yang
dalam dunia pendidikan dapat dimaknai sebagai kebodohan, kemalasan, ketidakdisiplinan, dan
prasangka. Sumber dari segala kejahatan adalah setan yang memanfaatkan kelemahan nafsu
manusia. Dengan kelemahannya itu, tidak jarang manusia tergoda dan terjerumus ke dalam
perilaku-perilaku jahat, buruk dan tercela. Dalam sebuah ayat dijelaskan bahwa setan akan selalu
merayu dan menggoda manusia agar melenceng dari jalan kebenaran, yaitu melenceng dari jalan
Allah swt yang lurus.

‫قَاَل َفِب َام َأْغَو ْيَتِىن َألْقُع َد َّن َلُهْم ٰرِص َط َك اْلُمْس َتِقَمْي مُث َ ٰأَل ِتَيُهَّنْم ِم ْن َبِنْي َاْيِد ِهْي ْم َو ِم ْن َخ ْلِفِهْم َو َع ْن َاْيٰم ِهِن ْم َو َع ْن َثَم اِئِلِهْم َو َالِجَتُد َاْك َرَث ْمُه ٰش ِكِرْيَن‬
“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, maka saya akan benar-benar menghalangi
mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi (menggoda) mereka dari
muka dan belakang, dari kanan dan kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan
mereka bersyukur (taat)” (Q.S. Al-A’raf: 16-17).
Dalam menghadapi segala godaan dan rayuan setan, manusia dituntut untuk memiliki
kekuatan dan ketangguhan iman. Manusia diharuskan menyiapkan iklim dan suasana yang sehat
untuk menghalangi tersebarnya wabah dan virus yang diakibatkan oleh wabah setan. Termasuk
ke dalam jenis jihad adalah memerangi hawa nafsu buruk akibat dari rayuan dan godaan setan.

10
Bahkan memerangi hawa nafsu dan terhindar dari godaan setan adalah termasuk jihad yang lebih
berat dan besar.
Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa ketika Rasulullah bersama para sahabatnya
pulang dari suatu medan peperangan, beliau bersabda kepada para sahabatnya: “Kita sekarang
pulang dari melakukan jihad kecil (al-jihad al-asghar) untuk kemudian menuju jihad yang lebih
besar (al-jihad al-akbar). Ketika beliau ditanya apa yang dimaksud dengan jihad yang lebih
besar, beliau menjawab: “Jihad melawan hawa nafsu”.
Termasuk juga ke dalam aktualisasi jihad dalam pendidikan adalah menyuruh orang
untuk selalu berbuat baik dan mencegah mereka dari segala perbuatan munkar. Jihad dalam
pengertian ini berarti melaksanakan dakwah dan pendidikan Islam, yaitu menyebarkan ajaran-
ajaran Islam kepada setiap manusia, baik orang tua, pemuda, remaja maupun anak-anak. Jadi
jelaslah bahwa kegiatan dakwah Islam dan kegiatan pendidikan tiada lain adalah salah satu dari
realisasi jihad di jalan Allah.

PENUTUP
Kesimpulan
1. Dalam Tafsir Al-Misbah dijelaskan tentang penafsiran Q.S. Al-Ankabut:69, bahwasanya
Orang- orang yang diuji oleh Allah SWT, tetapi dia enggan berjihad, dan bermujahadah
juga mengikuti hawa nafsu mereka dan berfoya-foya dalam kelezatan dunia.
2. Dalam Tafsir Ibnu Katsir yang dimaksud Orang-orang yang berbuat baik adalah orang
yang mengamalkan ilmunya, dan Allah SWT akan memberi petunjuk mereka terhadap
apa yang mereka tidak ketahui sebelumnya.

11

Anda mungkin juga menyukai