Anda di halaman 1dari 6

SINDROM WEST (SPASME INFANTILE)

Nama
Email

Abstrak
Spasme infantile adalah sejenis sindrom epilepsi yang cocok untuk kelompok umur tertentu.
Hal ini ditandai dengan kejang yang mencakup fleksi, ekstensi, atau kombinasi kedua
gerakan, yang biasanya terjadi pada waktu yang bersamaan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui ciri-ciri kejang infantil sehubungan dengan gejala klinis, hasil
elektroensefalogram (EEG), dan pemeriksaan diagnostik lainnya. Meningkatkan ketepatan
teknik diagnostik dapat membantu identifikasi cepat dan penatalaksanaan selanjutnya.
Pemeriksaan MRI menunjukkan atrofi serebral ringan disertai gangguan mielinisasi ringan.
Hiperintensitas patologis diamati pada materi putih subkortikal periventrikular di area lobus
frontal pra-pusat/posterior di kedua sisi. Tidak ada kelainan yang ditemukan pada struktur
otak supratentorial lainnya, khususnya mengesampingkan lesi yang menempati ruang,
anomali kongenital, perdarahan, distrofi serebral/sklerosis/malasia, atau intensitas patologis
lainnya di daerah supra dan infra-tentorial, termasuk lobus temporal bilateral dan
hipokampus.
Kata Kunci: Aterosklerosis, Bortezomib, Histopatologi, Jantung

PENDAHULUAN
Spasme infantil merupakan suatu kondisi epilepsi yang bermanifestasi pada kelompok usia
tertentu dan ditandai dengan spasme yang melibatkan gerakan fleksi, ekstensi, dan kombinasi
gerakan fleksi-ekstensi yang terkadang terjadi secara bersamaan. Kejang fleksi sering kali
bermanifestasi secara bersamaan, berasal dari fleksi tiba-tiba leher, lengan, dan kaki ke arah
tubuh. Sebaliknya, spasme ekstensi biasanya muncul sebagai ekstensi pada batang tubuh dan
ekstremitas. Kejang campuran fleksi-ekstensi yang sering terjadi mengacu pada fenomena di
mana beberapa bagian tubuh menunjukkan fleksi sementara bagian lain menunjukkan
ekstensi (Curatolo P, 2005).

Istilah "kejang infantil" sering digunakan secara bergantian dengan "sindrom West", namun
penting untuk dicatat bahwa "kejang infantil" secara khusus merujuk pada serangan epilepsi
tonik singkat pada bayi. Di sisi lain, "sindrom Barat" adalah diagnosis klinis yang dibuat
ketika kejang infantil terjadi bersamaan dengan adanya hipsaritmia pada elektroensefalogram
(EEG). Sindrom West ditandai dengan adanya tiga gejala: (1) kontraksi tiba-tiba otot aksial
yang terjadi pada saat bersamaan, (2) ledakan aktivitas yang meluas dan cepat pada
electroencephalogram (EEG), dan (3) masalah perkembangan ( Pengasingan G, 2005).

Prevalensi kejang infantil bervariasi antara 2 hingga 3,5 kasus per 10.000 kelahiran hidup,
dengan kejadian lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan anak perempuan (rasio 60:40).
Tingkat kejadiannya adalah 0,15 hingga 0,20 per 1000 anak berusia 10 tahun atau lebih
muda. Kejang infantil biasanya terjadi paling sering antara usia 3 dan 7 bulan, dengan 93%
kasus terjadi sebelum usia 2 tahun. Namun, ada laporan timbulnya penyakit sejak lahir
hingga usia 4,5 tahun (Guerrini R dan Pellacani S, 2007) [3-4].

Asal mula kejang infantil dapat disebabkan oleh keadaan yang dapat diidentifikasi
(bergejala), atau tanpa penyebab yang jelas (idiopatik/kriptogenik). Beberapa penulis
menyoroti perbedaan antara kriptogenik dan idiopatik. Idiopatik berkaitan dengan
kecenderungan genetik, seperti latar belakang keluarga yang menderita epilepsi atau kejang
demam, atau pola genetik yang diamati pada EEG. Di sisi lain, kriptogenik mengacu pada
pasien yang memiliki faktor penyebab yang tidak dapat dibuktikan secara pasti. Insiden kasus
kriptogenik adalah sekitar 9-15%, sedangkan kasus lainnya bersifat simtomatik (Dulac O,
dkk, 2003).

Kejang infantil mungkin terkait dengan faktor risiko tertentu, yang dikategorikan menjadi
prenatal, perinatal, dan postnatal berdasarkan penyebabnya. Penyebab kerusakan otak dapat
dikategorikan menjadi tiga periode utama: prenatal, perinatal, dan postnatal. Penyebab
prenatal termasuk disgenesis serebral, hipoksia, dan infeksi TORCH. Penyebab perinatal
termasuk kerusakan otak hipoksia-iskemik, trauma, perdarahan intrakranial, dan infeksi.
Penyebab pascakelahiran antara lain meningitis, tuberous sclerosis, sindrom Sturge-Weber,
kelainan genetik, dan penyakit metabolik seperti fenilketonuria (Marsh ED dan Golden JA,
2009).

Temuan penelitian menunjukkan bahwa West Syndrome (Infantile Spasm) adalah kelainan
neurologis multifaset yang secara signifikan mengganggu kemajuan perkembangan anak.
Penelitian ini telah menghasilkan pemahaman komprehensif tentang beberapa aspek dari
kondisi ini, termasuk etiologi, proses patofisiologis, pendekatan terapeutik, dan efek jangka
panjang pada perkembangan anak.

METODE
Metode dan teknik pengumpulan data: (1) Observasi klinis melibatkan pemantauan secara
pribadi terhadap gejala, perilaku, dan reaksi individu yang menderita sindrom West. Ini
mungkin termasuk pemeriksaan kejang pada masa kanak-kanak, tingkah laku anak, dan
perubahan kondisi medis. (2) Mengumpulkan data dari rekam medis pasien, termasuk riwayat
penyakit, hasil tes diagnostik seperti EEG, catatan pengobatan, dan dokumen terkait lainnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Seorang bayi perempuan berusia 2 bulan dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya karena
mengalami sekitar 15 kejang setiap hari, masing-masing berlangsung sekitar 10 detik.
Penting untuk diperhatikan bahwa anak tersebut tetap sadar selama kejang dan tidak
mengalami demam. Tidak ada kasus batuk dan pilek. Tidak ada dispnea. Tidak ada cedera
kranial. Anak-anak hanya mengonsumsi ASI sejak lahir. Bocah tersebut telah mengalami
kejang sejak ia berusia 17 hari. Pada awalnya terjadinya kejang hanya dibatasi 7 kali per hari.
Namun seiring berjalannya waktu, frekuensi kejang semakin meningkat hingga mencapai 25
kali per hari dengan pola yang sama. Tidak ada riwayat kejang demam sebelumnya.
Berdasarkan penuturan orang tua, tidak ada satu pun anggota keluarga pasien yang
mengalami kondisi tersebut. Ibu pasien tidak mengalami demam, trauma, atau penggunaan
obat tertentu selama kehamilannya. Pasien merupakan anak keempat dari empat bersaudara,
yang dilahirkan melalui pembedahan karena induksi tidak berhasil ditolong oleh tenaga
medis profesional. Bayi tersebut lahir cukup bulan dengan berat lahir 3000 gram dan panjang
lahir 49 cm. Pasien menjerit segera setelah melahirkan. Catatan sejarah tentang vaksinasi
BCG dan polio yang mendasar. Perkembangan sejarah perkembangan motorik halus: Anak
sekarang tidak mampu mempertahankan fiksasi visual. Praktik kebersihan dan sanitasi
lingkungan yang efektif.

Pada pemeriksaan fisik, anak tersebut diketahui sadar dengan kondisi umum sakit sedang.
Tekanan darah diukur pada 90/70 mmHg, denyut nadi 110 kali per menit, dan laju
pernapasan 50 kali per menit. Suhu tubuh tercatat 36,6º C. Tidak ada tanda-tanda sianosis,
pucat, edema, atau penyakit kuning. Berat : 4800 gram. Panjang: 59 cm. Rasio berat badan
terhadap tinggi badan sebesar 79,3%, rasio ketebalan lipatan kulit trisep terhadap lingkar
lengan atas sebesar 96,72%, dan rasio berat badan terhadap ketebalan lipatan kulit trisep
sebesar 89,09%. Individu tersebut menunjukkan tanda-tanda malnutrisi dan memiliki kulit
hangat.

Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening yang terdeteksi. Bentuk tengkoraknya bulat
dan simetris, dengan keliling 37,5 cm, berada di bawah 2 standar deviasi norma Nellhaus.
Ubun-ubun besar berbentuk cekung. Menghilangkan rambut hitam mungkin sulit. Mata tidak
tampak cekung, terdapat air mata, konjungtiva tidak menunjukkan tanda anemia, sklera tidak
tampak kekuningan, pupil sama besar dan diameter 2 mm, serta refleks cahaya normal.
Daerah akral mengalami peningkatan suhu, pengisian kapiler memuaskan, refleks fisiologis
masih utuh, dan refleks patologis tidak ada.

Hasil tes EEG antara lain rekaman dilakukan tanpa premedikasi, tidak adanya upaya
hiperventilasi (HV), berkendara fotik positif, rekaman tidur alami, dan stimulasi fotik.

Gambar 1 Hasil pemeriksaan EEG


Penjelasan: Aktivitas otak menunjukkan pola yang disebut penekanan ledakan, dimana
terdapat periode aktivitas yang diikuti periode penekanan yang berlangsung selama 3-5 detik.
Yang terlihat adalah gelombang epileptiform multifokal. Pengamatan: Gambar-gambar
peredam ledakan terlihat jelas. EEG menunjukkan gelombang epileptiform multifokal yang
berhubungan dengan kejang infantil.

Kondisi pasien didiagnosis sebagai sindrom West, dengan kemungkinan diagnosis alternatif
sindrom Ohtahara, yang muncul saat anak berusia 2 bulan 5 hari. Pasien datang dengan gejala
kejang yang menyerang ekstremitas atas dan bawah. Pasien sudah menunjukkan gejala klinis
pada usia 17 hari. Dari sudut pandang epidemiologi, sindrom West jarang terjadi pada
individu pada kelompok usia ini, namun terdapat beberapa kasus terjadinya sindrom ini.
Puncak insiden sindrom West biasanya terjadi antara usia 3 dan 7 bulan, dengan 93% kasus
terjadi sebelum usia 2 tahun. Namun, ada juga laporan timbulnya penyakit ini terjadi sejak
lahir hingga usia 4,5 tahun.

Sindrom Ohtahara terlihat pada bayi baru lahir dan bayi selama tahap awal masa bayi.
Lombroso memverifikasi bahwa sindrom Ohtahara adalah pendahulu dari sindrom Barat.
Sindrom Ohtahara dan sindrom Barat saling berhubungan erat, dan banyak kasus sindrom
Ohtahara berkembang menjadi sindrom Barat. Dari semua kasus sindrom Ohtahara, 75%
akan berkembang menjadi sindrom West dan sindrom Lennox Gastaut. Secara khusus, 2,6%
kasus sindrom Ohtahara akan bertransisi menjadi sindrom Barat, dan 5,9% kasus sindrom
Barat akan berkembang lebih lanjut menjadi sindrom Lennox Gastaut.

Untuk diagnosis sindrom West pada pasien ini, tiga temuan utama diamati: gejala iktal yang
ditandai dengan pembengkokan lengan dan kaki, gambar EEG menunjukkan pola penekanan-
meledak, dan keterlambatan perkembangan motorik halus dan kasar.

Sindrom West ditandai dengan adanya tiga gejala: manifestasi iktal, manifestasi EEG, dan
kelainan perkembangan. Manifestasi iktal dapat muncul sebagai kontraksi otot, yang dapat
ditandai dengan fleksi, ekstensi, atau kombinasi keduanya, yang sering terjadi secara
bersamaan. Kejang saat menekuk sering kali muncul secara bersamaan, berasal dari
pembengkokan leher, lengan, dan kaki secara tiba-tiba ke arah badan. Pola
elektroensefalogram (EEG) yang khas pada sindrom Barat dikenal sebagai hipsaritmia. Hal
ini ditandai dengan ritme fundamental yang tidak teratur dan aktivitas gelombang lambat
yang persisten dengan amplitudo tinggi. Selain itu, terdapat aktivitas lonjakan dan gelombang
tajam yang meluas di beberapa area korteks otak. Namun, perlu dicatat bahwa pola
penekanan-ledakan juga dapat dilihat dalam rekaman tidur. Pada awal kejang, mungkin
terjadi penurunan kemampuan psikomotorik dan perilaku, meskipun keterlambatan
perkembangan mungkin sudah terjadi beberapa bulan sebelum timbulnya kejang.
Keterbelakangan psikomotor mungkin terlihat pada beberapa bayi dengan kejang sejak lahir.

Anak bungsu ini adalah anak bungsu dari empat bersaudara dan dilahirkan melalui intervensi
bedah karena induksi yang gagal. Bayi tersebut lahir cukup bulan dengan berat badan 3000
gram dan panjang 49 cm. Pasien menjerit segera setelah lahir. Tidak ada kasus penyakit ini di
antara anggota keluarga pasien, dan ibu tidak memiliki riwayat infeksi atau trauma selama
kehamilan. Penyebab kejang infantil dapat disebabkan oleh keadaan yang dapat diidentifikasi
(bergejala), atau dapat terjadi tanpa alasan yang jelas (idiopatik/kriptogenik). Beberapa
penulis menyoroti perbedaan antara kriptogenik dan idiopatik: Idiopatik mengacu pada suatu
kondisi yang disebabkan oleh kecenderungan turun-temurun, seperti riwayat keluarga dengan
epilepsi atau kejang demam, atau pola genetik EEG. Kriptogenik, di sisi lain, mengacu pada
orang-orang yang memiliki elemen penyebab mendasar yang tidak dapat dikonfirmasi. Kasus
kriptogenik mencakup sekitar 9-15% dari seluruh kasus, sedangkan kasus lainnya bersifat
simtomatik (Dulac O, dkk, 2003).

Pasien menerima suntikan ACTH intramuskular 0,5 mg dan mengonsumsi dua dosis obat
antiepilepsi asam valproat 50 mg secara oral untuk terapi. Temuan Mackay et al (2004),
analisis komprehensif terhadap 159 makalah, menyimpulkan bahwa ACTH berhasil
memberikan bantuan jangka pendek untuk kejang infantil. Selain itu, dalam uji coba yang
tidak memiliki kontrol dan menggunakan pendekatan label terbuka, asam valproat diberikan
dengan dosis 40 dan 100 mg/kg/hari selama 6 bulan. Pengobatan berhasil menghentikan
kejang infantil pada 73% dan mengatasi hipsaritmia pada 91% dari 22 orang yang diperiksa,
terdiri dari 18 orang dengan kejang infantil simtomatik dan 4 orang dengan kejang infantil
kriptogenik.

Pemeriksaan MRI menunjukkan atrofi serebral ringan dan kelainan mielinisasi ringan dengan
hiperintensitas abnormal pada white matter subkortikal periventrikular di daerah lobus frontal
pra-pusat/posterior di kedua sisi. Tidak ada kelainan yang diamati pada struktur otak lain di
atas tentorium, seperti lesi yang menempati ruang, anomali kongenital, perdarahan,
distrofi/sklerosis/malasia serebral, atau intensitas abnormal lainnya di daerah supra dan infra-
tentorial, termasuk lobus temporal. dan hipokampus bilateral.
Pasien didiagnosis mengidap sindrom West yang disertai malnutrisi dan mikrosefali. Ada
juga kemungkinan sindrom Ohtahara, yang sedang dipertimbangkan sebagai diagnosis
alternatif. Dilakukan pemberian Adrenocorticotropic hormone (ACTH) dosis 0,5 mg
intramuskular dua kali seminggu, asam valproat dosis 2 x 50 mg oral, dan piracetam dosis 2 x
125 mg oral.

KESIMPULAN
Prognosis sindrom West buruk berdasarkan mekanisme patogenik yang mendasari
penyakitnya. Meskipun MRI dapat membantu dalam menilai prognosis penyakit ini, penyakit
metabolik yang mendasari sindrom West juga dapat menunjukkan hasil MRI yang normal.

DAFTAR PUSTAKA

Curatolo P. Infantile Spasms (West’sSyndrome). Maria B editor. In: Current Management in


Child Neurology. 3 th ed. BC Decker Inc: 2005.p.134-8

Dulac O, Ballaban K, Moshe S. West Syndrome. 2003. Diakses: http://www. ilae-


epilepsy.org/ctf/west syndrome.html.

Exil G. Kejang. Dalam: Schwartz M editor. Pedoman Klinis Pediatri. Pendit B, Hartawan B,
Iqbal M, Yurita alih bahasa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.p.664-6

Guerrini R and Pellacani S. Infantile Spasms and West Syndrome: AnatomoElectroclinical


Patterns and Etiology. In: Guzzetta F, Bernardina B, Guerrini R editors. Progress in
Epileptic Spasm and West Syndrome. France: Editions John Libbey Eurotext;
2007.p.26- 37

Marsh ED and Golden JA. Developing An Animal Model for Infantile Spasms: Pathogenesis,
Problems and Progress. Disease Models & Mechanisms: 2009;2.p.

Anda mungkin juga menyukai