net/publication/361923295
CITATION READS
1 81
6 authors, including:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Jacobus Cliff Diky Rijoly on 12 July 2022.
Puji dan sykur kami persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan kasih dan berkatnya penyusunan master plan pengurangan
angka kemisikan Kota Ambon 2016-2020 dapat diselesaikan dengan baik.
Angka kemiskinan Kota Ambon menurut data BPS Kota Ambon sampai
tahun 2019 sebesar 4,57%. Angka ini mengalami penurunan dari tahun
2018 yakni sebesar 4,72%. Kondisi ini menunjukan bahwa progesifitas pem
bangunan Kota Ambon menunjukan trend yang positif sehingga berdampak
pada penurunan angka kemiskinan. Untuk itu perlu dilakukan pemetaan dan
perencanaan program yang lebih fokus dan terukur melalui penyusunan
suatu master plan sebagai dokumen perencanaan dalam rangka menyajikan
data dan informasi yang konprehensif serta terintegratif pada semua sector
strategis guna percepatan penanggulangan kemiskinan di Kota Ambon.
Semoga master plan pengurangan angka kemiskinan kota ambon 2016-
2020 ini dapat menjadi penduan yang tepat dalam usaha menyelesaikan
berbagai persoalan kemiskinan di kota ambon melalui afirmasi kebijakan
dan akselerasi program serta dukungan anggaran yang maksimal.
iv
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2. Maksud dan Tujuan...................................................................................... 5
1.3. Dasar Hukum.................................................................................................. 6
1.4. Kedudukan dan Ruang Lingkup.............................................................. 8
1.5. Sistematika Penulisan.................................................................................. 8
vi
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
LAMPIRAN–LAMPIRAN............................................................................................................. 139
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
2
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Tabel 1.1
Jumlah Keluarga, Total Jiwa, Jumlah Keluarga Miskin dan Jiwa Miskin
Per Kecamatan Tahun 2010–2014
Penduduk Total Penduduk Miskin
Kecamatan
Jumlah Jumlah Jumlah
Jumlah Keluarga
Jiwa Kelurga Jiwa
1 2 3 4 5
Nusaniwe 21095 90761 3257 14412
Sirimau 28150 113291 2975 11073
Teluk Ambon 8409 34916 1652 6744
T. A. Baguala 11722 53732 2056 9814
Leitimur Selatan 2373 9647 499 2061
2014 71749 302347 10439 44104
2013 70627 296754 10441 43888
Ambon 2012 70000 295868 10144 42208
2011 68146 288362 10141 40767
2010 66882 281835 10523 45071
Sumber :Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Kelurga Berencana Kota Ambon, 2015.
Berdasarkan pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa dari segi jumlah,
penduduk miskin ( jiwa) di Kota Ambon pada empat tahun terakhir dari tahun
2010-2014 cenderung mengalami peningkatan seiring bertambahnya jumlah
penduduk ( jiwa) pada tiap tahun, namun berdasarkan presentase dari total
penduduk tiap tahun maka pada tahun 2011–2013 mengalami kenaikan jum
lah penduduk miskin dan pada tahun 2014 mengalami penurunan jumlah
penduduk miskin sebesar 0,2 persen dari tahun 2013. Menurut catatan
Badan Pusat Statistik Kota Ambon Tahun 2015 jumlah penduduk miskin
pada lima tahun terakhir di Kota Ambon (penduduk yang berada di bawah
garis kemiskinan) seperti pada tabel dibawah ini.
3
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Tabel 1.2
Penduduk Miskin di Kota Ambon, Tahun 2010–2014
Tahun Penduduk Miskin
Jumlah (000) %
2010 25,60 7,67
2011 23,40 6,83
2012 22,00 5,98
2013 16,90 4,42
2014 16,89 4,23
4
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
5
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
6
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
7
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
b. Ruang Lingkup
Secara umum, ruang lingkup dokumen strategi penanggulangan
kemiskinan daerah Kota Ambon adalah melakukan identifikasi
faktor-faktor penyebab kemiskinan di Kota Ambon dan strategi
penanggulangannya.
8
BAB II
9
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
2.2. Topografi
Topografi Kota Ambon terletak di Pulau Ambon adalah bagian dari
kepulauan Maluku yang merupakan pulau busur vulkanis, sehingga secara
10
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
umum Kota Ambon memiliki wilayah yang sebagian besar terdiri dari daerah
berbukit dan berlereng. Kondisi topografi wilayah Kota Ambon, meliputi
wilayah daratan berbukit sampai berlereng terjal dengan kemiringan di
atas 20 % sebesar 73% wilayah; sedangkan wilayah daratan lainnya yang
cenedrung datar atau landai dengan kemiringan kurang dari 20% sebesar
17% wilayah; serta sisa sekitar 10% adalah pantai, pesisir dan teluk.
Keadaan topografi Kota Ambon secara umum dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Topografi relatif datar dengan ketinggian 0-100 meter dan kemiringan
0-10% terdapat di kawasan sepanjang pantai dengan radius antara 0300
meter dari garis pantai.
2) Topografi landai sampai miring dengan ketinggian 0-100 meter dan
kemiringan 10-20% terdapat pada kawasan yang lebih jauh dari garis
pantai (100 meter kearah daratan).
3) Topografi bergelombang dan berbukit terjal dengan ketinggian 0-100
meter dan kemiringan 20-30% terdapat pada kawasan perbukitan.
2.3. Klimatologi
Iklim di Kota Ambon adalah iklim tropis dan iklim musim, karena letak
Pulau Ambon dikelilingi oleh laut. Iklim Kota Ambon sangat dipengaruhi
oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu musim
Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim selalu
diselingi oleh musim pancaroba yang merupakan transisi dari kedua musim
tersebut. Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai
dengan bulan Maret, dimana bulan April merupakan masa transisi ke musim
Timur. Sedangkan musim Timur berlangsung dari bulan oktober, dimana
bulan November merupakan masa transisi ke musim Barat.
Klasifikasi iklim di Kota Ambon tergolong tipe iklim B menurut Schmidth
dan Ferguson (1951), yang dicirikan oleh rataan bulan kering(curah hujan <
60 mm) adalah 1,67 bulan dan bulan basah (curah hujan > 100 mm) adalah
9,58 bulan dengan nilai Q sebesar 17,4%. Selama tahun 2008–2012, curah
hujan tahunan tertinggi di Kota Ambon terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar
5.041,2 mm dengan 226 hari hujan (Gambar II.3). Rata-rata bulan basah
(musim hujan) dengan curah hujan di atas 200 mm terjadi pada bulan Maret,
11
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
12
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
13
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
14
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
15
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
16
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
2.8. Inflasi
Inflasi memberikan indikasi adanya kenaikan harga-harga secara umum
dan terus menerus selama periode tertentu, meskipun kenaikan harga-harga
tersebut tidak secara bersamaan. Laju inflasi Kota Ambon dalam kurun waktu
5 (lima) tahun terakhir sangat berfluktuatif, dimana inflasi terendah terjadi
pada tahun 2006 dimana inflasi rata-rata adalah 4,80%, sedangkan inflasi
tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 9,34%.
Sumbangan terbesar terhadap inflasi Kota Ambon menurut komoditas
dalam 2 (dua) tahun terakhir digambarkan pada tabel II.7. Sumbangan
terbesar inflasi tahun 2009 menurut kelompok komuditas adalah bahan ma
kanan sebesar 19,01 persen, diikuti oleh kelompok makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau sebesar 6,35 persen serta kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan sebesar 4,31 %, kelompok komoditas yang
mengalami deflasi adalah kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga.
Tahun 2010, penyumbang inflasi terbesar adalah kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan sebesar 17,70 %, diikuti oleh kelompok bahan
makanan sebesar 11,82 %.
17
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
anak terlantar dan 364 anak nakal, namun pada bidang kesejahteraan sosial
Kota Ambon memfokuskan pada pencapaian indeks pembangunan manusia
(IPM) yang dilihat dari aspek pendidikan, kesehatan, tingkat kemiskinan,
dan agama.
2.10. Pendidikan
Angka rata-rata lama sekolah merupakan salah satu indikator yang
dipakai untuk mengukur indeks pembangunan manusia selain meng
gambarkan kualitas SDM. Rata-rata lama sekolah digunakan untuk meng
indentifikasi jenjang kelulusan penduduk di suatu daerah. Rata-rata lama
sekolah penduduk usia sekolah di Kota Ambon telah mencapai 11,18 tahun di
tahun 2013, angka ini terus berkembang dari tahun 2009 yang baru mencapai
10,90 tahun. Dengan capaian di tahun 2013 tersebut, Kota Ambon dalam
waktu dekat akan mampu menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar
dua belas tahun. Angka kelulusan, disamping APK dan APM, pembangunan
bidang pendidikan dari aspek mutu, juga diukur dengan indikator Tingkat
Kelulusan UAN pada berbagai jenjang pendidikan.
Tingkat kelulusan pada tahun 2006, untuk jenjang pendidikan SD/MI
sebesar 100 persen, sementara pada jenjang SMP/MTs sebesar 96,30 persen
dan jenjang SMA/MA/SMK sebesar 96,89 persen. Tingkat kelulusan pada tiap
jenjang pendidikan menunjukkan perkembangan yang positif dari tahun ke
tahun dan pada tahun 2010, tingkat kelulusan SD/MI tetap mencapai 100
persen, sementara untuk jenjang pendidikan SMP/MTs tingkat kelulusan
mencapai 99,86 persen dan jenjang pendidikan SMA/MA/SMK mencapai
99,92 persen. Makin meningkatnya tingkat kelulusan pada setiap jenjang
pendidikan menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Kota Ambon makin
meningkat.
2.11. Kesehatan
Kinerja pembangunan bidang kesehatan di Kota Ambon sampai dengan
tahun 2010, yang diukur melalui perkembangan indikator-indikator derajat
kesehatan masyarakat sebagai berikut :
Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI), pada tahun 2006 tercatat
182/100.000 Kelahiran Hidup atau 9 orang, terus menurun sampai
18
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
2.12. Kemiskinan
Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran, sehingga penduduk miskin adalah penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis
kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Kota Ambon tahun 2013 berdasarkan
Data BPS Kota Ambon berjumlah 16.900 jiwa. Jumlah tersebut mengalami
penurunan bila dibandingkan dengan jumlah di tahun 2012 sebanyak 22.000
jiwa. ika dilihat dalam prosentase, penduduk miskin di Kota Ambon sejak
tahun 2009 sampai tahun 2013 adalah seperti pada Gambar II.15, yang
menunjukan trend penurunan. Jika dibandingkan dengan pencapaian MDG’s,
maka proporsi penduduk miskin Kota Ambon tahun 2013 sebesar 4,42%
19
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Tabel 2.1
Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Maluku Menurut Kabupaten/Kota
Tahun 2005–2014
Maluku Tenggara
Barat 45.29 46.25 44.15 40.17 37.23 33.93 30.13 28.45 29.75 28.56
Maluku Tenggara 36.73 37.84 35.98 32.9 30.71 30.7 27.16 26.03 25.06 24.21
Maluku Tengah 37.14 38.21 36.03 32.61 30.48 28.41 25.15 24.05 22.15 21.41
Buru 33.00 33.34 31.34 29.17 27.57 24.82 22.00 19.78 18.51 17.55
Kepulauan Aru 37.58 38.45 36.88 41.08 38.77 34.96 30.96 28.57 27.34 26.33
Seram Bagian
Barat 37.78 39.59 37.85 35.19 33.11 30.08 26.7 25.35 24.63 23.79
Seram Bagian
Timur 39.98 40.18 39.83 36.98 34.67 31.44 27.94 25.92 24.49 23.4
Maluku Barat
Daya *) *) *) *) *) 39.22 34.49 32.55 29.25 28.33
Buru Selatan **) **) **) **) **) 21.82 19.33 18.29 17.05 16.59
Kota Ambon 6.56 7.43 6.51 7.92 7.61 7.67 6.83 5.98 4.42 4.23
Tual ***) ***) ***) ***) 30.42 32.01 28.17 25.66 23.28 22.31
MALUKU 32.28 33.03 31.14 29.24 27.29 25.32 22.45 20.76 19.27 18.44
20
BAB III
DASAR TEORI
21
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
22
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
23
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
24
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
melak ukan studi yang didasarkan pada survei atas 100 desa selama
periode Agustus 1998 hingga Oktober 1999 dengan temuan bahwa ter
dapat hubungan negative yang sangat kuat antara pertumbuhan dan
kemiskinan, pertumbuhan tidak mengurangi kemiskinan secara permanen,
pertumbuhan secara kontemporer dapat mengurangi kemiskinan, pengu
rangan ketimpangan mengurangi kemiskinan secara signifikan, dan
memberikan hak atas properti serta memberikan akses terhadap kapital
untuk golongan masyarakat miskin dapat mengurangi kesenjangan,
merangsang pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan.
Studi dari Strauss dalam Kuncoro (2004) menggunakan Indonesian
Family Life Survey (IFLS) untuk meneliti dimensi yang berbeda dari
kesejahteraan masyarakat Indonesia setelah krisis. Hasil studi ini memper
lihatkan bahwa pada akhir tahun 2000, hampir tiga tahun setelah krisis
ekonomi, kesejahteraan individu dalam IFLS tampak tidak lebih memburuk
dibandingkan dengan sebelum krisis pada akhir tahun 1997 dilihat dari
berbagai dimensi standar hidup masyarakat. Malah sebagian masyarakat
justru menjadi lebih baik setidaknya seperti yang terlihat dari tingkat
kemiskinan yang lebih rendah dan pengeluaran per kapita yang lebih tinggi.
Secara kuatitatif, program-program yang dilaksanakan pemerintah
telah berhasil memperkecil angka kemiskinan. Namun, harus pula diakui
bahwa keberhasilan kuantitatif berdasarkan data statistik belum sepenuhnya
merekam realitas kemiskinan secara komprehensif. Beberapa faktor pe
nyebab tidak optimalnya upaya-upaya formal pemberantasan kemiskinan
antara lain: program-program itu direncanakan oleh pemerintah atas dasar
persepsi dan asumsi yang keliru terhadap sebab-sebab munculnya kemis
kinan. Pemerintah dan para perencana pembangunan kerap terpasung pada
perspektif datar dan nalar umum yang melihat sebab-sebab kemiskinan ber
kaitan dengan aspek budaya malas, hidup yang konsumtif dari orang miskin.
Perencanaan program penanggulangan kemiskinan dilakukan secara
serentak baik dari segi bentuk dan model pelaksanaannya tanpa memper
hatikan berbagai varian sosiologis dan kultural yang menyeret dan
25
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
26
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
sektor privat dan infrastruktur, energi, transportasi, air dan sanitasi, informasi
dan komunikasi, serta pertambangan.
27
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
28
BAB IV
METODE KAJIAN
29
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
30
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
a. Strenght (S)
Yaitu analisis kekuatan, situasi ataupun kondisi yang merupa
kan kekuatan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini.
Yang perlu di lakukan di dalam analisis ini adalah setiap perusahaan
atau organisasi perlu menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan
di bandingkan dengan para pesaingnya. Misalnya jika kekuatan
perusahaan tersebut unggul di dalam teknologinya, maka keung
gulan itu dapat di manfaatkan untuk mengisi segmen pasar yang
membutuhkan tingkat teknologi dan juga kualitas yang lebih maju.
b. Weaknesses (W)
Yaitu analisis kelemahan, situasi ataupun kondisi yang meru
pakan kelemahan dari suatu organisasi atau perusahaan pada saat
ini. Merupakan cara menganalisis kelemahan di dalam sebuah
perusahaan ataupun organisasi yang menjadi kendala yang serius
dalam kemajuan suatu perusahaan atau organisasi.
c. Opportunity (O)
Yaitu analisis peluang, situasi atau kondisi yang merupakan
peluang diluar suatu organisasi atau perusahaan dan memberikan
peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan. Cara ini adalah
untuk mencari peluang ataupun terobosan yang memungkinkan
suatu perusahaan ataupun organisasi bisa berkembang di masa
yang akan depan atau masa yang akan datang.
d. Threats (T)
Yaitu analisis ancaman, cara menganalisis tantangan atau
ancaman yang harus dihadapi oleh suatu perusahaan ataupun
organisasi untuk menghadapi berbagai macam faktor lingkungan
31
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
32
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Jumlah nilai dari total setiap faktor-faktor yang ada akan dipro
yeksikan ke grafik strategi (Gambar 4.2.) untuk menentukan strategi
yang akan digunakan.
33
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Dimana:
Y = Tingkat Kemiskinan
α = Intercept/konstanta
β1 β2 β3 = Koefisien Regresi
X1 = Indeks Pembangunan Manusia
X2 = Tingkat Pengangguran
X3 = Pendapatan regional
μ = error term
34
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
b. Produk Domestik suatu wilayah merupakan nilai seluruh produk dan jasa
yang diproduksi di wilayah tersebut tanpa memperhatikan apakah faktor
produksinya berasal dari wilayah tersebut atau tidak. Pendapatan yang
timbul oleh adanya kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan
domestik. Sedangkan yang dimaksud dengan wilayah domestik atau
region adalah meliputi wilayah yang berada di dalam wilayah geografis
region tersebut. Dumairy ( 2016) mengatakan pengangguran adalah
istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja,
bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang
sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran
umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari
kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang
mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam
perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan
pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan
timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
35
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
1. Uji t
Uji t atau uji parsial dilakukan untuk melihat apakah masing-masing
variabel bebas (independent variable) secara parsial berpengaruh pada
variabel terikatnya. Probability t-statistik menunjukkan besarnya pe
ngaruh nyata untuk masing-masing variabel. Apabila probability untuk
masing-masing variabel bebas bernilai lebih kecil dari taraf nyata (prob
< α), maka dapat disimpulkan variabel bebas tersebut berpengaruh
nyata.
Begitu pula sebaliknya, jika probability lebih besar dari tarafnyata
(prob > α), maka variabel bebas tersebut tidak memengaruhi Kemiskinan
Kota Ambon.
2. Uji F
Probability F-statistic digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh secara keseluruhan dari variabel bebas (independent variabel)
terhadap Kemiskinan Kota Ambon. Hipotesis untuk melakukan uji
F-statistik adalah :
H0 : semua αi = 0, artinya tidak ada variabel bebas yang berpengaruh
terhadap Kemiskinan Kota Ambon.
H1 : αi ≠ 0, artinya minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh
terhadap Kemiskinan Kota Ambon.
Apabila probability F-statistic kurang dari taraf nyata (prob < α),
maka kesimpulannya adalah tolak H0, artinya minimal ada satu variabel
36
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
4. Uji Ekonometrika
a. Heteroskedastisitas
37
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
b. Autokorelasi
5. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan karena data yang digunakan kurang dari 30. untuk
melihat apakah error term mendekati distribusi normal. Kriteria uji yang
digunakan:
1. Jika diperoleh nilai probabilitas Jarque Bera ≥ taraf nyata (α), maka
model tidak memiliki masalah normalitas masalah normalitas atau
dapat dikatakan error term terdistribusi secara normal.
2. Jika diperoleh nilai probabilitas Jarque Bera ≤ taraf nyata (α), maka
model memiliki masalah normalitas atau dapat dikatakan error term
tidak terdistribusi secara normal.
6. Uji Multikolinearitas
38
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
39
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
40
BAB V
41
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
42
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
43
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
44
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
45
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
46
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
47
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
48
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
49
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Tabel 5.2.
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Menurut Kebutuhan Hidup
di Provinsi Maluku Tahun 2011-2015
Rata-Rata Kebutuhan
Jenis Kebutuhan Hidup Layak
(KHM/ Rp)
Makanan Dan Minuman Rp. 728,345.00
Sandang Pangan Rp. 231,814.00
Perumahan Dan Fasilitas Rumah Tangga Rp. 874,115.00
Lain-Lain Rp. 520,068.00
2015 Rp. 2,289,155.00
2014 Rp. 2,158,469.00
2013 Rp. 2,055,285.00
2012 Rp. 1,606,077.00
2011 Rp. 1,738,676.00
Sumber: Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Provinsi Maluku Tahun 2015
4. Investasi Rendah
Salah satu penentu percepatan pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi adalah Investasi, karena sebagai salah satu variabel makro
ekonomi Investasi memiliki multiplier effect yang dapat ikut menum
buhkan perekonomian di wilayah sekitar pertumbuhan. Kota Ambon
sebagai ibu kota provinsi yang merupakan pusat pertumbuhan dan
perdagangan memiliki semua syarat yang dibutuhkan investor untuk
menamkan modalnya baik sebagai bentuk investasi baik itu investasi
fisik maupun non fisik melalui skema Penanaman Modal Asing maupun
Penanaman Modal dalam Negeri, Investasi di Kota Ambon dapat di lihat
pada tabel di bawah ini:
50
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Tabel 5.3.
Rencana Dan Realisasi Penyebaran Proyek Penanaman Modal Asing
Menurut Bidang Usaha Di Kota Ambon Tahun 2015
RENCANA REALISASI
Bidang Usaha
Investasi Investasi
Proyek (US$ TKI TKA Proyek (US$ TKI TKA
000) 000)
Perikanan 0 0 0 0 1 0 117 278
Perdagangan dan
0 0 0 0 2 0 235 0
Reparasi
Listrik, Gas, dan Air 0 0 0 0 3 0 115 0
Transportasi,
Gudang, dan 0 0 0 0 1 3230,70 0 0
telekomunikasi
Sumber: BPMD Provinsi Maluku,2015
Tabel 5.4.
Rencana dan Realisasi Proyek Penanaman Modal
dalam negeri menurut Bidang usaha di Kota Ambon Tahun 2015
RENCANA REALISASI
Bidang Usaha
Investasi Investasi
Perusahaan (Juta Rp) TKI TKA Perusahaan (Juta Rp) TKI TKA
Perkebunan 0 0 0 0 0 0 0 0
Industri Kayu 0 0 0 0 0 0 0 0
Industri Kimia 0 0 0 0 0 0 0 0
industri Lainnya 0 0 0 0 0 0 0 0
Pengangkutan 0 0 0 0 0 0 0 0
Perhubungan
Darat 0 0 0 0 0 0 0 0
Jasa Lainnya 0 0 0 0 0 0 0 0
Perikanan 0 0 0 0 0 0 0 0
Perdagangan
Besar 0 0 0 0 1 2000 45 0
Sumber: BPMD Provinsi Maluku 2015
51
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
5. Kondisi Politik
52
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Kebebasan Sipil yang sebesar 92.77 pada 2010 dan meningkat menjadi
96.22 pada 2011. Indikator yang diukur dalam aspek ini adalah Ke
bebasan Berkumpul dan Berserikat, Kebebasan Berpendapat, dan Kebe
basan Berkeyakinan, serta Kebebasan dari Diskriminasi. Aspek ke- 1
terdiri dari 11 variabel yang seluruhnya diukur pada pada pendataan
yang dilakukan di tahun 2010–2011. Untuk aspek hak politik, pada
2010 capaian Provinsi Maluku sebesar 52.05 dan turun menjadi 48.12
pada 2011.
Aspek hak politik terdiri atas dua indikator, yaitu hak memilih
dan dipilih dan Partisipasi Politik dalam Pengambilan Keputusan dan
Pengawasan. Aspek kedua dalam IDI ini diukur dengan melihat per
kembangan dari tujuh variabel. Aspek ketiga, yaitu Lembaga Demokrasi
juga meningkat. Peningkatannya cukup tinggi, yaitu dari sebelumnya
sebesar 66,30 pada 2010 menjadi 69,89 pada 2011. Aspek Lembaga
Demokrasi terdiri atas lima indikator dan 12 variabel. Selengkapnya pada
Grafik 4.2. Sementara itu dalam dua tahun terakhir nilai indeks terus
menurun. Penurunan paling tajam terjadi pada 2012 dari sebelumnya
68,38 menjadi 59,68. Penurunan nilain indeks ini sebagian besar diduga
disebabkan karena terus menurunnya nilai aspek ke-2, yaitu Lembaga
Demokrasi dari tahun ke tahun. Untuk memahaminya, kita perku melihat
indikator pembentuk aspek tersebut sehingga kita bisa mengetahui di
indikator apa pelemahan demokratisasi secara konsisten terjadi.
Terus menurunnya nilai indeks untuk aspek Hak-Hak Demokrasi
dapat diduga disebabkan oleh masih rendahnya jumlah perempuan yang
menjadi anggota DPRD di kabupaten/kota. Selain itu, meningkatnya
jumlah demonstrasi yang berakhir ricuh (terjadi pemukulan, pembakaran,
pengerusakan, pemblokiran jalan, baku pukul) ikut menarik ke bawah
nilai aspek ini. Penurunan terbesar dalam satu tahun terakhir (2012
dibandingkan 2011) terjadi pada aspek Kebebasan Sipil. Hal tersebut
mengindikasikan terjadinya penurunan terhadap kebebasan masyarakat.
Turunnya nilai Kebebasan Sipil dapat diduga disebabkan oleh adanya
pernyataan pejabat pemerintah yang dinilai diskriminatif dan juga ada
nya peraturan di kabupaten yang “mencampuri” urusan keagamaan
masyarakat.
53
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
6. Kondisi Pendidikan
Kota Ambon sebagai ibu kota provinsi mememiliki infrastruktur
penunjang pendidikan yang lengkap, dari jenjang pendidikan anak usia
dini hingga pendidikan tinggi. Grafik perkembangan tingkat pendidikan
di Kota Ambon.
54
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
55
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
56
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
KLASTER I
KELOMPOK PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
BANTUAN SOSIAL TERPADU BERBASIS KELUARGA.
Penjelasan
Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis
bantuan dan perlindungan sosial bertujuan untuk melakukan
pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan
kualitas hidup masyarakat miskin. Fokus pemenuhan hak dasar
ditujukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin
untuk kehidupan lebih baik, seperti pemenuhan ha katas pangan,
pelayanan kesehatan, dan pendidikan.
Karakteristik
Karakteristik program pada kelompok program penanggu
langan kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan sosial
adalah bersifat pemenuhan hak dasar utama individu dan rumah
tangga miskin yang meliputi pendidikan, pelayanan kesehatan,
pangan, sanitasi dan air bersih. Ciri lain dari kelompok program ini
adalah mekanisme pelaksanaan kegiatan yang bersifat langsung
dan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat miskin.
Cakupan
Cakupan program pada kelompok program penanggulangan
kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan sosial dititikberatkan
pada pemenuhan hak dasar utama. Hak dasar utama tersebut
57
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Penerima Manfaat
Penerima manfaat pada kelompok program penanggulangan
kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan sosial ditujukan
pada kelompok masyarakat sangat miskin yang bersifat rentan,
akan tetapi juga karena mereka belum mampu mengupayakan
dan memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.
KLASTER II
KELOMPOK PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT.
Penjelasan
Upaya penanggulangan kemiskinan tidak cukup hanya de
ngan memberikan bantuan secara langsung pada masyarakat
miskin karena penyebab kemiskinan tidak hanya disebabkan
oleh aspek-aspek yang bersifat materialistik semata, akan tetapi
juga karena kerentanan dan minimnya akses untuk memperbaiki
kualitas hidup masyarakat miskin dapat keluar dari kemiskinan
dengan menggunakan potensi dan sumberdaya yang dimilikinya.
Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pember
dayaan masyarakat merupakan sebuah tahap lanjut dalam proses
penanggulangan kemiskinan. Pada tahap ini, masyarakat miskin
mulai menyadari kemampuan dan potensi yang dimilikinya
untuk keluar dari kemiskinan. Pendekatan pemberdayaan sebagai
instrument dari program ini dimaksudkan tidak hanya melakukan
penyadaran terhadap masyarakat miskin tentang potensi dan
58
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Karakteristik
Karakteristik program pada kelompok program penanggu
langan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat adalah
sebagai berikut:
59
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Cakupan
Cakupan program pada kelompok program penanggulangan
kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dapat diklasifi
kasikan berdasarkan:
a. Wilayah
Kelompok berbasis dilakukan pada wilayah perdesaan,
silayah perkotaan, serta wilayah yang dikategorikan sebagai
wilayah tertinggal.
b. Sektor
Kelompok program berbasis pemberdayaan masyarakat
menitikberatkan pada penguatan kapasitas masyarakat miskin
dengan mengembangkan berbagai skema program berda
sarkan sektor tertentu yang dibutuhkan oleh masyarakat di
suatu wilayah.
Penerima Manfaat
Penerima kelompok program berbasis pemberdayaan ma
syarakat adalah kelompok masyarakat yang dikategorikan miskin.
Kelompok masyarakat miskin tersebut adalah yang masih mem
punyai kemampuan untuk menggunakan potensi yang dimilikinya
walaupun terdapat keterbatasan.
60
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
KLASTER III
KELOMPOK PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
BERBASIS PEMBERDAYAAN USAHA EKONOMI MIKRO
DAN KECIL
Penjelasan
Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
usaha mikro dan kecil adalah program yang bertujuan untuk
memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha
berskala mikro dan kecil. Aspek penting dalam penguatan adalah
memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat miskin untuk
dapat berusaha dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Karakteristik
Karakteristik program pada kelompok program penanggu
langan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil
adalah:
61
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Cakupan
Cakupan program kelompok program berbasis pemberdayaan
usaha mikro dan kecil dapat dibagi atas 3 (tiga), yaitu: (1) pem
biayaan atau bantuan permodalan; (2) pembukaan akses pada
permodalan maupun pemasaran produk; dan (3) pendampingan
dan peningkatan keterampilan dan manajemen usaha.
Penerima Manfaat
Penerima manfaat dari kelompok program berbasis pember
dayaan usaha mikro dan kecil adalah kelompok masyarakat ham
pir miskin yang kegiatan usahanya pada skala mikro dan kecil.
Penerima manfaat pada kelompok program ini juga dapat ditujukan
pada masyarakat miskin yang belum mempunyai usaha atau terlibat
dalam kegiatan ekonomi.
62
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
63
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
KK miskin Kota Ambon berjumlah 12.325 KK. (Diolah dari Data TNP2K
Kota Ambon, 2017).
Berdasarkan realitas kondisi kemiskinan yang ditemukan di masya
rakat, maka strategi penanggulangan kemiskinan Kota Ambon ang
dianalisis berdasarkan indikator kemiskinan yakni :
64
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Kecamatan Sirimau
Kecamatan Sirimau merupakan kecamatan yang 90 %
wilayah administratif Desa/Kelurahan/Negeri berada tepat di
pusat Kota Ambon, dimana merupakan pusat pemerintahan,
perekonomian, pendidikan, sosial budaya, dan politik. Seba
gaimana ciri wilayah pusat perkotaan dengan berbagai
aktivitas tersebut membuat masyarakatnyapun cenderung
berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil maupun swasta.
Kecamatan Sirimau terdiri dari 14 desa/kelurahan/negeri,
yakni yakni Kelurahan Karang Panjang, batu Meja, Batu
Gajah, Ahusen, Honipopu, Uritetu, Rijali, Amantelu, Waihoka,
Pandan Kasturi dan Negeri Batu Merah. Masyarakat miskin
dominan terkonsentrasi pada aktivitas pekerjaan sebagai
pengemudi mobil angkutan/pribadi, pengemudi ojek, pe
ngemudi becak, tukang parkir, kios kecil-kecilan, kuli ba
ngunan, buruh kasar. Sementara 3 desa/negeri lainnya
seperti Negeri Soya, Negeri Hative Kecil dan Desa Galala
yang berada pada daerah pegunungan dan pesisir, memiliki
karakteristik mata pencaharian secara spesifik. Negeri Soya
yang terletak di pegunungan dengan hasil sumber daya alam
pertanian/perkebunan secara musiman milik pribadi warisan
leluhur warga sedangkan Negeri Hative Kecil dan Desa Galala
menempati wilayah pesisir, dimana aktivitas melaut mencari
hasil perikanan spesies tuna maupun cakalang menjadi
mata pencaharian andalan warga miskin. Secara umum,
65
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
MASALAH KHUSUS
MASALAH UMUM WILAYAH NEGERI
PEGUNUNGAN & PESISIR
1. Bantuan Pemerintah Langsung 1. Bergantung pada hasil
Tunai belum merata tersentuh sumber daya alam.
oleh keluarga miskin. 2. Memiliki sumber daya
2. Lapangan pekerjaan alam yang dapat
sempit, mengakibatkan dipasarkan secara luas
pengangguran. namun akses untuk
3. Sebagian masyarakat memiliki pemasaran sangat
keterampilan khusus, namun terbatas, akibatnya
tidak dapat dikembangkan hasilnya hanya
karena keterbatasan modal. dapat di pasarkan
4. Memiliki usaha kios kecil- di pasar tradisional
kecilan, namun pendapatan dengan harga yang
dapat mencukupi kebutuhan disesuaikan.
pangan (makan) keseharian.
Metode Klaster I.
Realitas sebagian masyarakat miskin Kecamatan Sirimau
diperhadapkan dengan masalah bantuan sosial terpadu
berbasis keluarga. Bantuan dimaksud berupa Bantuan Lang
sung Tunai (BLT) dimana bantuan tersebut secara kolektif
tidak diperuntukan bagi semua masyarakat miskin di keca
66
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
67
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
68
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Kecamatan Nusaniwe
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 dan survei
Tata Guna Tanah Tahun 1980 menyebutkan luas wilayah
kecamatan 88,35 Km2 dengan wilayah administrative meliputi 8
(delapan) kelurahan dan 5 (lima) desa definitif yakni Kelurahan
Silale, Kelurahan Waihaong, Kelurahan Urimesing, Kelurahan
Mangga Dua, Kelurahan Kudamati, Kelurahan Wainitu,
Kelurahan Benteng, Kelurahan Nusaniwe, Negeri Urimesing,
Negeri Amahusu, Negeri Nusaniwe, Negeri Seilale, Negeri
Latuhalat. (BPS Kota Ambon, 2016).
Secara topografis wilayah kecamatan Nusaniwe berada
pada daerah pesisir dan juga pegunungan. Jarak wilayah
Kecamatan Nusaniwe dengan pusat Kota Ambon 0,75 Km.
Kecamatan Nusaniwe teridentifikasi menjadi 3 wilayah yakni
wilayah dekat pusat perkotaan (Kelurahan Nusaniwe, Kelurahan
Benteng, Kelurahan Kudamati, Kelurahan Urimensing,
Kelurahan Waihaong dan Kelurahan Silale ), wilayah pesisir
(Negeri Latuhalat, Negeri Seilale, Negeri Nusaniwe, sebagian
Negeri Urimesing [dusun Serie] ), wilayah pegunungan (Negeri
Urimesing/dusun Tuni, Mahia, dan Kusuh-Kusuh Sereh ).
Melalui gambaran topografis, Kecamatan Nusaniwe tidak
terlepas dari kondisi kemiskinan. Data sensus BPS Kota Ambon
Kecamatan Nusaniwe memiliki jumlah penduduk sebanyak
107.275 jiwa dengan jumlah keluarga miskin sebanyak 3.640
KK. Permasalahan kemiskinan pada wilayah ini tidaklah
berbeda jauh dengan wilayah kecamatan lain di Kota Ambon
pada wilayah kelurahan dekat pusat Kota maupun negeri
pegun ungan dan pesisir. Permasalahan dimaksud dapat
dijelaskan pada tabel di bawah ini.
69
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
70
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
71
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Tabel 5.7.
Permasalahan Bidang Kemiskinan dan Ketenagakerjaan
Di Kecamatan Teluk Ambon Baguala
MASALAH KHUSUS
MASALAH UMUM WILAYAH NEGERI
BERPOTENSI
1. Bantuan Pemerintah 1. Bantuan
Langsung Tunai dalam rangka pengembangan
pemberantasan kemiskinan, potensi pemerintah
belum merata tersentuh oleh tidak tepat sasaran
keluarga miskin. [bantuan budidaya
2. Lapangan pekerjaan sempit, perikanan di desa
akibatnya pengangguran Waiheru].
meningkat.
72
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Klaster I.
Penanggulangan Kemiskinan Bantuan Sosial Terpadu
Berbasis Keluarga berorientasi pada Bantuan Langsung Tunai
(BLT) bagi masyarakat miskin namun belum tersentuh bantuan
dimaksud.
Klaster II.
Penanggulangan Kemiskinan pada klaster II berorientasi
pada setiap wilayah kelurahan/desa/negeri untuk pengem
bangan kemampuan atau keterampilan masyarakat melalui
pelatihan-pelatihan khusus oleh lembaga terkait sesuai dengan
bidang keterampilan, sehingga hasilnya dapat dikembangkan
sebagai sumber pendapatan tetap.
Pada masalah khusus wilayah berpotensi, yakni melakukan
pendiklatan secara terstruktur bagi perkembangan ilmu pe
ngetahuan dan teknologi di bidang pertanian bagi petani
tradisional, sehingga bantuan pemerintah tepat sasaran sesuai
dengan potensi yang dimiliki desa tersebut.
73
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Klaster III.
Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pember
dayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil berorientasi pada
peningkatan usaha kios-kios penjualan sembako. Penang
gulangan ini bertujuan untuk membuka akses peminjaman
modal usaha dalam rangka peningkatan usaha yang telah
dilaksanakan.
74
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
KLASTER II.
Metode klaster ini lebih berorientasi pada pengembangan
masyarakat miskin berbasis pemberdayaan masyarakat. Pem
berdayaan berkaitan dengan potensi pribadi untuk dikem
bangkan lewat beragam usaha untuk peningkatan taraf hidup.
Misalnya pada kelurahan/desa/negeri di pesisir dapat me
manfaatkan hasil tangkapan perikanan untuk diolah begitupun
wilayah pada daerah pertanian, sehingga perlu diidentifikasi
75
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
KLASTER III.
Strategi penanggulangan yang berorientasi pada program
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil menjadi bagian
terpenting bagi masyarakat miskin di Kecamatan Teluk Ambon.
Hal ini tergambar pada aktivitas kelompok usaha yang telah
dibentuk oleh pemerintah Kota Ambon dan LSM, namun
kelompok tersebut tidak berkembang karena diperhadapkan
dengan keterbatasan SDM untuk pengelolaan/manajemen
kelomp ok dimaksud. Oleh sebab itu substansi klaster III
berorientasi untuk pemberian modal usaha, akses pasar dan
persiapan SDM dalam bentuk pelatihan dan pendampingan
keterampilan pengelolaan kelompok usaha.
76
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
77
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Klaster II.
Pada klaster ini masyarakat diidentifikasi secara kompleks
akan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, sehingga
melalui hal ini dapat dibentuk usaha mandiri baik bersifat
individu maupun kelompok.
Klaster III.
Masyarakat Kecamatan Leitimur Selatan perlu mendapat
intevensi penanggulangan kemiskinan. Intervensi yang
dimaksudkan berupa bantuan Pemerintah Kota Ambon terha
dap akses permodalan untuk peningkatan usaha melalui
keteramp ilan tertentu yang dimiliki masyarakat maupun
hasil-hasil sumber daya alam yang tersedia, perluasan
akses pasar terhadap hasil sumber daya alam pertanian
[buah-buahan] sehingga bukan saja dipasarkan pada pasar
tradisional tetapi dapat menembus pasar nasional maupun
international. Strategi ini berkaitan dengan kegiatan diklat dan
pendampingan bagi masyarakat dalam pengeloaan mana
jemen kelompok-kelompok usaha agar berlangsung secara
berkelanjutan.
2. Bidang Kesehatan
Bidang kesehatan merupakan indikator kemiskinan mencakup
pelayanan kesehatan berupa ketersediaan gedung pelayanan
kesehatan (puskesmas, posyandu, rumah sakit dan sejenisnya),
peralatan kesehatan dan tenaga medis (perawat, mantri, dokter
dan sejenisnya). Ketersediaan sarana dan prasarana disediakan
oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini terlihat
pada peningkatan anggaran bidang kesehatan sebesar 83,2 % dari
APBN tahun-tahun sebelumnya (www.kemenkeu.go.id).
Pembangunan kesehatan di Kota Ambon belum maksimal teru
tama di puskesmas yang tersebar pada kelurahan/desa/negeri. Hal
ini terlihat dari minimnnya ketersediaan peralatan medis, namun
disisi lain pelayanan tenaga medis dan dokter pada setiap jam
78
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
79
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Metode Klaster I.
3. Bidang Pendidikan
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara.
Manusia adalah faktor produksi aktif sedangkan sumber daya
alam merupakan faktor produksi pasif. Manusia adalah pelaku
pembangunan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimili
kinya dituntut untuk mencari dan mengelola sumber daya alam.
Fenomena ini menunjukkan bahwa pengembangan dan pening
katan kualitas sumber daya manusia mutlak diperlukan untuk lebih
menjamin kesinambungan serta keberhasilan pembangunan.
Sejalan dengan itu, berbagai upaya dilakukan pemerintah
untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia Antara
lain melalui pembangunan bidang pendidikan yang sekaligus
dilakukan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan tujuan nasional
80
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
• Partisipasi Sekolah
Angka partisipasi sekolah merupakan proporsi penduduk
yang masih sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dalam
kelompok umur sekolah. Semakin tinggi angka partisipasi
sekolah pada suatu daerah atau wilayah maka semakin banyak
anak yang mengenyam pendidikan pada umur tertentu.
Angka partisipasi sekolah penduduk berumur 7–24 tahun
hanya 0,56% laki-laki dan 0,80% perempuan yang tidak ber
sekolah. Secara umum di Kota Ambon hanya 0,67% penduduk
usia 7–12 tahun yang tidak bersekolah. Sementara pada
kelompok umur 13–15 tahun, 100% penduduk perempuan di
Kota Ambon masih bersekolah. Hal ini menunjukkan kondisi
yang sangat baik karena tidak ada penduduk perempuan
yang tidak mengenyam pendidikan. Sedangkan penduduk
laki-laki pada usia tersebut masih terdapat 2,97% yang tidak
bersekolah. Jika dilihat keseluruhan, masih terdapat 1,42%
penduduk usia 13–15 tahun di Kota Ambon yang tidak meng
enyam pendidikan.
Pada penduduk usia 16–18 tahun, APS Kota Ambon
adalah 88,18%. Angka tersebut menunjukkan bahwa masih
ada 11,82% penduduk yang tidak bersekolah lagi. Jika dilihat
berdasarkan jenis kelamin, maka terlihat bahwa penduduk
yang tidak bersekolah kebanyakan adalah laki-laki. Hal ini bisa
terjadi biasanya dikarenakan laki-laki pada usia 16–18 tahun
banyak yang putus sekolah untuk beralih masuk ke dunia kerja
meskipun belum tamat SMA. Permasalahan tersebut harus
menjadi perhatian pemerintah dan pihak lain agar didapatkan
81
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
• Partisipasi Murni
Angka partisipasi murni adalah proporsi penduduk pada
kelompok umur jenjang pendidikan tertentu yang masih berse
kolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan kelompok
umurnya terhadap penduduk pada kelompok umur tersebut.
Angka partisipasi murni menunjukkan seberapa banyak pen
duduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas
pendidikan sesuai pada jenjang pendidikannya. Jika persentase
partisipasi murni adalah 100, menunjukkan bahwa seluruh
anak usia sekolah dapat bersekolah tepat waktu.n
Angka partisipasi murni penduduk Kota Ambon pada
tahun 2015 secara keseluruhan adalah 89,11%, artinya dari
100 penduduk usia 7–12 tahun, 89 orang bersekolah di bangku
SD. Semakin tinggi jenjang pendidikannya, maka semakin kecil
nilai APM untuk jenjang pendidikan tersebut. Menurunnya nilai
APM disebabkan karena banyak hal, diantaranya adalah terlalu
dini untuk masuk dalam jenjang pendidikan tertentu, tinggal
kelas sehingga tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan
selanjutnya, adanya murid usia sekolah dari luar Kota Ambon,
ataupun dikarenakan putus sekolah.
Jika kita lihat berdasarkan jenis kelamin, terlihat bahwa
penduduk perempuan Kota Ambon yang bersekolah sesuai
dengan jenjang pendidikannya lebih sedikit persentasenya
dibandingkan penduduk laki-laki berdasarkan nilai APM-nya.
Pada jenjang pendidikan Perguruan Tinggi terjadi kondisi
yang sebaliknya, lebih besar persentase penduduk perempuan
usia 19–24 tahun yang bersekolah dibandingkan penduduk
laki-laki.
82
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
83
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Kecamatan Sirimau
Melalui perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) Pemerintah lebih memfokuskan pada peningkatan
sumber daya manusia, sehingga sarana dan prasarana pendi
dikan di Kota Ambon tidaklah kalah bersaing dengan daerah
lainnya di Indonesia. Hal ini nampak pada ketersediaan fasilitas
belajar yang berkompetensi bagi anak-anak di Kecamatan
Sirimau. Bukan hanya kondisi fisik sarana pendidikan tetapi
ketersediaan tenaga pengajar serta proses pembelajaran yang
terjadipun tidak kalah kualitasnya. Sehingga terkesan bagi
anak-anak di Kecamatan Sirimau pelayanan pendidikan oleh
para guru mereka sangatlah baik.
Keberhasilan pendidikan tentunya diiringi dengan pening
katan sarana dan prasarana yang bisa menunjang baik dari
pemerintah maupun swasta. Sebagaimana letak keberadaan
wilayah Kecamatan Sirimau berada di pusat Kota Ambon
menjadi keuntungan tersendiri bagi masyarakat setempat.
Keberuntungan dimaksud melalui ketersediannya sarana dan
84
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
85
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Kecamatan Nusaniwe
Sarana Pendidikan yang berada di wilayah Kecamatan
Nusaniwe juga sangat lengkap mulai dari Pendidikan anak
usia dini hingga pendidkan menengah atas ada di wilayah
ini, begitu juga ketersediaan tenaga pendidik yang lebih
dari cukup untuk mengcover wilayah Kecamatan Nusaniwe,
penyelenggaraan Pendidikan juga berjalan dengan baik di
Kecamatan Nusaniwe sehingga tidak ada alasan bagi anak
usia sekolah untuk tidak mendapatkan layanan Pendidikan.
Di Kecamatan Nusaniwe, perkembangan jumlah sekolah
selama tahun 2013 sampai 2015 tidak ada penambahan
gedung sekolah. Untuk jenjang Sekolah Dasar (SD), jumlah
sekolah sebanyak 55 unit, murid sebanyak 11.229 orang dan
jumlah guru sebanyak 982 orang, dengan ratio murid terhadap
guru sebesar 11,43. Sekolah Lanjutan Pertama (SMP) sebanyak
11 unit, jumlah murid 4.701 orang dan guru 425 orang,
sehingga ratio murid terhadap guru sebesar 11.06. Jumlah
SMU/K tahun 201 sebanyak 11 buah, murid 4.398 orang dan
86
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
87
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
88
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
89
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Tabel 5.8.
Permasalahan Yang terjadi Dalam Bidang Pendidikan di 5 Kecamatan
Kota Ambon beserta Strategi Penanganannya Berdasasarkan
Klaster TNP2K
Kecamatan Strategi Penangan
Sirimau : Kartu Indonesia Pintar KLASTER I
(KIP) yang belum terdistribusi Kelompok Program
pada seluruh murid yang berasal Penanggulangan Kemiskinan
dari keluarga miskin. Bantuan Sosial Terpadu
Berbasis Keluarga.
Nusaniwe : Kartu Indonesia KLASTER I
Pintar (KIP) yang belum Kelompok Program
terdistribusi pada seluruh murid Penanggulangan Kemiskinan
yang berasal dari keluarga Bantuan Sosial Terpadu
miskin. Berbasis Keluarga.
Teluk Ambon Baguala : Kartu KLASTER I
Indonesia Pintar (KIP) yang Kelompok Program
belum terdistribusi pada seluruh Penanggulangan Kemiskinan
murid yang berasal dari keluarga Bantuan Sosial Terpadu
miskin. Berbasis Keluarga.
90
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
91
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
• Kualitas Perumahan
Kualitas rumah tinggal sangat ditentukan oleh kualitas
bahan bangunan yang digunakan yang secara nyata mencer
minkan tingkat kesejahteraan penghuninya. Oleh karena itu,
aspek kesehatan dan kenyamanan bahkan estetika bagi seke
lompok masyarakat tentu sangat menentukan dalam pemi
lihan rumah tinggal. Kualitas bahan bangunan yang digunakan
dapat dilihat dari atap, dinding dan lantai yang digunakan.
Kriteria rumah yang layak dan sehat untuk dijadikan tem
pat tinggal adalah apabila rumah tersebut memiliki atap terluas
berupa beton atau genteng, dinding terluas yang terbuat dari
tembok atau kayu serta lantai terluas bukan berupa tanah.
World Health Organization (WHO) menentukan, salah satu
kriteria rumah sehat adalah rumah yang memiliki luas lantai
per kapita minimal 10 m2. Sedangkan menurut Pedoman
Umum Rumah Sederhana Sehat, kebutuhan ruang per kapita
dihitung berdasarkan aktifitas dasar manusia di dalam rumah
92
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
93
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
94
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Fasilitas Perumahan
Indikator ini menunjukkan kelengkapan, kelayakan
dan fasilitas perumahan. Semakin lengkap fasilitas suatu
rumah, maka anggota rumah tangga yang menempati
rumah tersebut akan semakin nyaman. Fasilitas peru
mahan ditinjau dari beberapa segi, antara lain sumber
air minum, sumber penerangan dan fasilitas buang air
besar baik dari segi penggunaan, jenis maupun tempat
penampungan tinja.
95
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Fasilitas Penerangan
Fasilitas perumahan lain yang tidak kalah penting
yaitu fasilitas penerangan. Dari berbagai macam sumber
pen erangan seperti listrik, petromak/aladin, pelita/
sentir/obor dan lain-lain, sumber penerangan yang
paling ideal adalah sumber penerangan yang berasal
dari listrik karena cahaya yang dihasilkan lebih terang
dibandingkan sumber penerangan lainnya. Selain itu,
sumber penerangan yang berasal dari listrik lebih praktis,
modern dan tidak menimbulkan polusi sehingga menja
dikan listrik sebagai sumber penerangan yang memiliki
nilai lebih tinggi dari sumber yang lain. Rumah tangga
yang menggunakan listrik dianggap mempunyai tingkat
kesejahteraan yang lebih baik. Ketersediaan listrik di suatu
daerah selain dimanfaatkan sebagai sumber penerangan
juga digunakan sebagai fasilitas penunjang untuk akses
informasi khusunya media elektronik seperti radio, televisi,
internet dan sebagainya. Dengan adanya informasi yang
didapat, secara tidak langsung juga dapat menambah
96
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
97
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Kecamatan Sirimau
Ketersediaan infrastruktur dasar meliputi Rumah Tinggal,
MCK, Air Bersih dan Listrik merupakan hal yang tidak kalah
penting. Infrastruktur penunjang ini secara ideal haruslah
dimiliki oleh setiap rumah tangga secara pribadi, sehingga
masyarakat merasakan akan pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Menurut data BPS Kota Ambon tahun 2015 jumlah keluarga
yang kondisi perumahan dan lingkungannya tidak layak pada
Kecamatan Sirimau sebanyak 357 keluarga.
Sebagian keluarga miskin di Kecamatan Sirimau memiliki
status tempat tinggal rumah pribadi dan sebagiannya bukan
di rumah pribadi. Namun tempat tinggal mereka berstatus
kontrak dan menumpang di rumah orang tua atau kerabat.
Kebanyakan masyarakat yang tinggal di rumah yang berstatus
kontrak kondisi fisik rumahnya dikategorikan kurang layak
(non beton).
98
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Kecamatan Nusaniwe
Dari sisi ketersediaan infrastruktur dasar di wilayah Nusa
niwe terdapat kesenjangan antara penduduk berpendapatan
tinggi dengan penduduk berpendapatan rendah di mana,
terdapat beberapa wilayah yang memiliki penduduk dengan
99
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
100
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
101
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
memiliki sumur dan air sumur maupun air tanah yang dapat
digunakan untuk minum, mencuci dan memasak, namun
masih ada juga yang mengkonsumsi air minum dengan me
manfaatkan sumber air sungai disekitar tempat tinggal, hal
ini dikarenakan bantuan pipa air bersih belum menjangkau
tempat tinggal mereka sehingga mereka mengambil air sungai
pada tengah malam setelah dianggap sepi. Dan ini merupakan
kebutuhan utama yang sangat membantu masyarakat
sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk
membeli air bersih.
Kondisi rumah dari keluarga miskin di Kecamatan Teluk
Ambon memiliki kondisi dibawah standar rata-rata yaitu
terletak di bagian gunung memiliki dinding triplek maupun
papan dan setengah permanen. Untuk lantai rumah hampir
semuanya berlantai semen dan di bagian dapur lantainya ha
nya tanah. Atap mereka rata-rata memiliki atas senk. Untuk
kepemilikan rumah sebagian besar milik sendiri tapi ada juga
bangunannya milik pribadi tetapi tanahnya milik saudara
mereka. Mereka sangat berharap ada respon baik dari peme
rintah kota. Permasalahan yang timbul juga karena tanah
tempat tinggal mereka merupakan milik bersama keluarga
dan membutuhkan biaya yang cukup besar dalam pengurusan
sertifikat. Terkait dengan tanah Negara jalan keluar ditempuh
pemerintah desa yaitu berkoordinasi dengan pemerintah kota
dalam hal ini BPN Kota Ambon untuk Prona, tetapi sampai
sekarang belum ada solusi yang dikeluarkan oleh BPN Kota
Ambon.
Menurut data BPS Kota Ambon tahun 2015 jumlah ke
luarga yang kondisi perumahan dan lingkungannya tidak layak
pada Kecamatan Telum Ambon sebanyak 185 keluarga.
Sumber penerangan yang dimiliki keluarga miskin
sumbernya dari PLN. Tetapi ada juga beberapa keluarga
miskin yang karena keterbatasan ekonomi sehingga mereka
tidak bisa membayar tagihan listrik sehingga pihak PLN
102
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
103
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Tabel 5.9.
Permasalahan Yang terjadi Dalam Bidang Infrastruktur Dasar di Kota
Ambon beserta Strategi Penanganannya Berdasasarkan Klaster TNP2K
Strategi
Kecamatan
Penanganannya
Sirimau : KLASTER II
a. Kepemilikan rumah, dan juga Kelompok Program
kondisi rumah yang tidak layak. Penanggulangan
b. Terbatasnya ketersediaan MCK Kemiskinan Berbasis
umum. Pemberdayaan
c. Ketersediaan air bersih yang Masyarakat.
belum memadai sehingga
sebagian masyarakat
mengeluarkan biaya lebih untuk
membeli air bersih.
Nusaniwe : KLASTER II
1. Kepemilikan rumah, dan juga Kelompok Program
kondisi rumah yang tidak layak. Penanggulangan
2. Status kepemilikan lahan/tanah Kemiskinan Berbasis
yang masih menjadi masalah Pemberdayaan
sengketa. Masyarakat.
3. Terbatasnya ketersediaan MCK
umum.
4. Ketersediaan air bersih yang
belum memadai sehingga
sebagian masyarakat
mengeluarkan biaya lebih untuk
membeli air bersih.
Teluk Ambon Baguala : KLASTER II
1. Kepemilikan rumah, dan juga Kelompok Program
kondisi rumah yang tidak layak. Penanggulangan
2. Terbatasnya ketersediaan MCK Kemiskinan Berbasis
umum. Pemberdayaan
3. Kemampuan membayar biaya Masyarakat.
pemasangan dan juga tagihan
listrik yang mahal.
Teluk Ambon : KLASTER II
1. Kepemilikan rumah, dan juga Kelompok Program
kondisi rumah yang tidak layak. Penanggulangan
2. Terbatasnya ketersediaan MCK Kemiskinan Berbasis
umum. Pemberdayaan
3. Status kepemilikan lahan/tanah Masyarakat.
yang masih menjadi sengketa.
4. Kemampuan membayar biaya
pemasangan dan juga tagihan
listrik yang mahal.
104
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
5. Ketahanan Pangan
Secara umum, pengeluaran rumah tangga dibagi ke dalam
dua kategori, yiatu pengeluaran untuk konsumsi makanan dan
non makanan. Ada suatu teori yang menyatakan bahwa semakin
tinggi tingkat pendapatan rumah tangga, maka akan semakin
kecil proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap
seluruh pengeluaran rumah tangga atau akan semakin besar
proporsi pengeluaran untuk konsumsi non makanan terhadap
seluruh pengeluaran rumah tangga. Berdasarkan teori tersebut,
dapat dilihat peningkatan kesejahteraan melalui pergeseran pola
pengeluaran masyarakat, yaitu pergeseran pengeluaran untuk
konsumsi makanan ke pengeluaran untuk konsumsi non makanan.
Dapat dikatakan bahwa rumah tangga semakin sejahtera apabila
persentase pengeluaran untuk konsumsi makanan lebih kecil
dibandingkan dengan persentase pengeluaran untuk konsumsi
non makanan.
Pada tahun 2014, rata-rata total pengeluaran per kapita
penduduk Kota Ambon sebesar Rp.1.194.589,- dengan pengeluaran
untuk konsumsi makanan sebesar Rp.557.524,- dan pengeluaran
untuk konsumsi non makanan sebesar Rp.637.065,-. Pada tahun
2015, rata-rata total pengeluaran per kapita sebulan penduduk
di Kota Ambon mengalami penurunan dari tahun sebelumnya
yaitu sebesar Rp.1.141.704,- dimana untuk konsumsi makanan
sebesar Rp. 531.307,- dan untuk konsumsi non makanan sebesar
Rp.610.397,-. Hal ini mengindikasikan penurunan tingkat kesejah
teraan penduduk Kota Ambon ataupun adanya ketimpangan
105
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Kecamatan Sirimau
Kebutuhan pangan menjadi hal mendasar bagi setiap
manusia, karena menyangkut dengan keberlansungan hidup
secara jasmani. Demikian pula bagi masyarakat Kecamatan
Sirimau. Setiap masyarakat baik yang dikategorikan keluarga
miskin maupun tidak, kebutuhan akan pangan/makan setiap
harinya tetap tersedia. Namun mungkin berbeda dalam
106
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Kecamatan Nusaniwe
Dari sisi ketahanan pangan juga tidak ada masalah pada
wilayah Kecamatan Nusaniwe. Dekatnya wilayah ini ke pusat
ekonomi menjadikan pemenuhan kebutuhan pangan juga
aman, dari sisi pertanian memang masih terdapat wilayah yang
memiliki lahan bercocok tanam, namun kebanyakan lahan itu
di gunakan untuk pemenuhan kebutuhan pangan pribadi dan
bukan untuk sebagai sumber pendapatan.
Para kepala keluarga ini mereka tidak memiliki kemampuan
berwirausaha dan keterampilan lainnya sehingga membuat
107
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
108
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
109
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Tabel. 5.10.
Permasalahan Yang terjadi Dalam Bidang Ketahanan Pangan
di Kota Ambon beserta Strategi Penanganannya
Berdasasarkan Klaster TNP2K
Kecamatan Strategi Penanganannya
Sirimau : KLASTER I
1. Harga SEMBAKO yang Kelompok Program
relative mahal. Penanggulangan Kemiskinan
2. Program RASKIN yang Bantuan Sosial Terpadu
masih belum berjalan Berbasis Keluarga.
dalam tahun ini.
3. Tidak memiliki
kemampuan berwirausaha KLASTER III
sehingga tidak ada Kelompok Program
pemasukan tambahan Penanggulangan Kemiskinan
untuk memenuhi Berbasis Pemberdayaan Usaha
kebutuhan hidup. Ekonomi Mikro Dan Kecil
110
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Nusaniwe : KLASTER I
1. Harga SEMBAKO yang Kelompok Program
relative mahal. Penanggulangan Kemiskinan
2. Program RASKIN yang Bantuan Sosial Terpadu
masih belum berjalan Berbasis Keluarga.
dalam tahun ini.
3. Tidak memiliki
kemampuan berwirausaha KLASTER III
sehingga tidak ada Kelompok Program
pemasukan tambahan Penanggulangan Kemiskinan
untuk memenuhi Berbasis Pemberdayaan Usaha
kebutuhan hidup. Ekonomi Mikro Dan Kecil
Teluk Ambon Baguala : KLASTER I
1. Harga SEMBAKO yang Kelompok Program
relative mahal. Penanggulangan Kemiskinan
2. Program RASKIN yang Bantuan Sosial Terpadu
masih belum berjalan Berbasis Keluarga.
dalam tahun ini.
3. Tidak memiliki
kemampuan berwirausaha KLASTER III
sehingga tidak ada Kelompok Program
pemasukan tambahan Penanggulangan Kemiskinan
untuk memenuhi Berbasis Pemberdayaan Usaha
kebutuhan hidup. Ekonomi Mikro Dan Kecil
Teluk Ambon : KLASTER I
1. Harga SEMBAKO yang Kelompok Program
relative mahal. Penanggulangan Kemiskinan
2. Program RASKIN yang Bantuan Sosial Terpadu
masih belum berjalan Berbasis Keluarga.
dalam tahun ini.
3. Tidak memiliki
kemampuan berwirausaha KLASTER III
sehingga tidak ada Kelompok Program
pemasukan tambahan Penanggulangan Kemiskinan
untuk memenuhi Berbasis Pemberdayaan Usaha
kebutuhan hidup. Ekonomi Mikro Dan Kecil
Leitimur Selatan : KLASTER I
1. Harga SEMBAKO yang Kelompok Program
relative mahal. Penanggulangan Kemiskinan
2. Program RASKIN yang Bantuan Sosial Terpadu
masih belum berjalan Berbasis Keluarga.
dalam tahun ini.
111
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Tabel 5.11.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kota Ambon
Berdasarkan Klaster TNP2K
KECAMATAN
BIDANG T.A. Leitimur Teluk
Sirimau Nusaniwe
Baguala Selatan Ambon
Kemiskinan & Klaster I, Klaster I,
Klaster II, III Klaster II, III Klaster II, III
Ketenagakerjaan II, III II, III
Kesehatan Klaster I Klaster I Klaster I Klaster I Klaster I
Pendidikan Klaster I Klaster I Klaster I Klaster I Klaster I
Infrastruktur Dasar Klaster II Klaster II Klaster II Klaster II Klaster II
Ketahanan Pangan Klaster
Klaster I, III Klaster I, III Klaster I, III Klaster I, III
I, III
112
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Tabel 5.13.
Analisis SWOT Bidang Kesehatan di Kota Ambon
113
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Tabel 5.11
Analisis SWOT Bidang Pendidikan di Kota Ambon
114
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Tabel 5.12.
Analisis SWOT Bidang Infrastruktur Dasar di Kota Ambon
115
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
116
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Tabel 5.13.
Analisis SWOT Bidang Ketahanan Pangan di Kota Ambon
117
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
5
Series: Residuals
Sample 2005 2015
4 Observations 11
Mean -5.47e-15
3 Median 0.135232
Maximum 3.553814
Minimum -2.442500
2 Std. Dev. 1.561861
Skewness 0.782050
Kurtosis 3.812320
1
Jarque-Bera 1.423709
Probability 0.490733
0
-3 -2 -1 0 1 2 3 4
118
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
24
22
20
4
18
2 16
14
0
-2
-4
05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15
119
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Tabel. 5.15.
White Heteroskedacity Test
Tabel 5.16.
Autocorelation test (BG-Serial correlation LM test)
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.145431 Prob. F(2,5) 0.3895
Obs*R-squared 3.456310 Prob. Chi-Square(2) 0.1776
120
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Dari hasil regresi diatas dapat dilihat Nilai Chi square hitung (χ2),
sebesar 3.456310 pada kelambanan (Lag) 2 kita menerima hipotesis nol
karena tingkat signifikansi α lebih besar dari 5% yaitu 17.76% Berda
sarkan uji LM ini berarti model tidak mengandung Autokorelasi.
Tabel 5.17.
Hasil Uji MWD
Nilai Tabel t α
Variabel Nilai Statistik t Probabilitas
(=5%)
Z1 2.156323 1.812 0.0680
121
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
LOG(POVERTY)=-0.135387508284*LOG(HDI) + 0.608953507034*LOG
(UNEMPLOYMENT) – 0.0327232201217*LOG (REGINCOME) +
4.57233579091.
Y= β0+ β1 X1 + β2 X2+e
122
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Artinya ketika IPM, Pengangguran dan PDRB bernilai nol, maka nilai
kemiskinan adalah sebesar 4.57233579091. hal ini menunjukan bahwa
variable lain di luar model masih berpotensi mempengaruhi Kemiskinan
walaupun nilainya tidak terlalu signifikan yaitu 4.57%. Sementara itu,
dari hasil regresi tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1. Indeks Pembangunan Manusia Kota Ambon meningkat sebesar 1%,
maka secara rata-rata, Tingkat Kemiskinan akan menurun sebesar
0.135387508284 %.
2. Jika Tingkat pengangguran meningkat sebesar 1%, maka secara
rata-rata, maka tingkat kemiskinan (pertumbuhan Ekonomi) Akan
meningkat Sebesar 0.608953507034 %.
3. Jika PDRB kota Ambon meningkat sebesar 1% maka, tingkat
kemiskinan di kota ambon akan turun sebesar 0.0327232201217
4. koefisien determinasi (R square) sebesar 0.785024 yang dapat
diinterpretasikan bahwa 78.50 % model mampu menjelaskan
variasi variabel dependen Kemiskinan, Sedangkan sisanya sebesar
dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian sedangkan
koefisien determinasi (adjusted R square) sebesar 0.692891 yang
dapat diinterpretasikan bahwa 69.28 % model mampu menjelaskan
variasi variabel dependen kemiskinan. Sedangkan sisanya sebesar
30.72 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.
123
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
124
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
125
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
126
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesim
pulan sebagai berikut :
127
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
128
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
129
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
pencapaian IDI sebesar 68,38 dan pada 2012 terjun bebas menjadi
59,68. Di saat yang sama, nilai IDI secara nasional juga menunjukkan
tren menurun yaitu sebesar 65,48 (tahun 2011) menjadi 62,63 (tahun
2012). Aspek politik menjadi salah satu aspek yang menentukan
kemiskinan di provinsi maluku dikarenakan, karakteristik masyarakat
yang masih gampang terpengaruh pola pikirnya oleh pihak lain, maka
ketika terjadi konflik kepentingan elit, maka dapat ikut mempengaruhi
situasi keamanan masyarakat pada umumnya. (6) Kondisi Pendidikan,
secara umum kondisi pendidikan di kota Ambon sangat baik di mana
hanya 0.21 % dari penduduk kota Ambon yang tidak/ belum sekolah
sisanya 15.69% memutuskan untuk tidak bersekolah lagi, dan 84.31%
masyarakat kota Ambon masih bersekolah atau sedang mengikuti
pendidikan. fenomena kemiskinan di kota Ambon yang di sebabkan
oleh sektor pendidikan di karenakan paradigma serta kebiasaan sosial
masyarakat di kota Ambon di mana penduduk usia produktif setelah
menyelesaikan pendidikan menengah atas cenderung untuk tidak
melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, fenomena ini tercermin dari
data pendidikan terakhir di mana hanya 13.34 % yang memiliki ijazah
pendidikan tinggi (Diploma, S1,S2,dan S3) dan sementara masyrakat
yang menamatkan pendidikan menengah atas berjumlah 48.94% atau
hampir 50% penduduk kota Ambon hanya memiliki tingkat pendidikan
menengah atas. Hal tersebut mengakibatkan daya saing sdm untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak juga ikut berkurang, sebagian besar
penduduk yang hanya memiliki ijazah SMA dan sederajat hanya mampu
bekerja pada sektor-sektr informal seperti ojek sehingga tidak mampu
meningkatkan taraf hidupnya
130
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
pendidikan dan motivasi masyarakat untuk bekerja yang rendah. Hal ini
juga terjadi pada masyarakat miskin dengan pekerjaan musiman, antara
lain tukang bangunan, tukang ojek, supir bantu, pekerja serabutan,
petani, dan nelayan. Jenis pekerjaan ini hanya terjadi pada waktu
tertentu, sehingga pendapatan warga bersifat temporer. Pendapatan
masyarakat musiman berkisar antara Rp. 300.000,–Rp. 1.500.000,-.
Kisaran pendapatan ini tidak mencukupi kebutuhan warga yang tidak
menentu waktunya. Selain pekerjaan musiman, masyarakat miskin
juga memiliki pendapatan harian antara lain pengemudi motor ojek
dan supir dan kondektur bantu yang pendapatannya tidak mencukupi
kebutuhan keluarga. Pemerintah telah membantu masyarakat miskin
melalui program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras Miskin
(Raskin). Bantuan pemerintah tersebut dirasakan mereka sangat mem
bantu, namun sebagian masyarakat yang dikategorikan miskin tidak
mendapat bantuan tersebut, sehingga menimbulkan kecemburuan
sosial di masyarakat. Untuk semester pertama tahun 2017, bantuan-
bantuan tersebut belum diterima masyarakat miskin. (2) Bidang
Kesehatan, Pembangunan kesehatan di Kota Ambon belum maksimal
terutama di puskesmas yang tersebar pada kelurahan/desa/negeri. Hal
ini terlihat dari minimnnya ketersediaan peralatan medis, namun disisi
lain pelayanan tenaga medis dan dokter pada setiap jam kerja dapat
terpenuhi. Masyarakat yang membutuhkan pelayanan di puskesmas
umumnya yang mengalami penyakit ringan seperti batuk, infulensa,
diare yang dapat ditangani dengan obat-obatan generik dan yang tidak
tertangani dan membutuhkan pengobatan secara serius, akan dirujuk
melalui surat rujukan ke RSUD atau RSKD. Keberadaan puskesmas di
Kota Ambon belum seluruhnya berada di masing-masing kelurahan/
desa/negeri. Masih terdapat 1 (satu) Unit Puskesmas yang melayani 2
(dua) hingga 3 (tiga) kelurahan/desa/negeri, tidak menjadi persoalan
mendasar bagi masyarakat. Oleh sebab keberadaan puskesmas untuk
melayani kelurahan/desa/negeri yang berdekatan, sehingga akses
masyarakat terhadap puskesmas dapat dijangkau. Permasalahan
krusial terjadi pada masyarakat miskin di Kota Ambon, yakni sebagian
131
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
132
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
133
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
134
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
6.2. Rekomendasi
Dari uraian kesimpulan diatas, maka dapat dirumuskan sejumlah
rekomendasi strategis dalam usaha untuk mengurangi angka kemiskinan
di Kota Ambon yakni :
135
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
136
DAFTAR PUSTAKA
137
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Deininger, K. dan L.Squire (1996), “A New Data Set for Measuring Income
Inequality”, The World Bank Economic Review, No.10.
Esmara, Hendra. 1986. Politik Perencanaan Pembangunan: Teori Kebijaksanaan
dan Praktek. Gramedia. Jakarta
Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics.Third Edition. McGraw Hill
International Editions.
Kanbur, Ravi and Lyn Squire. 1999. The Evolution of Thinking about Poverty:
Exploring The Interactions. http://kanbur.dyson.cornell.edu/papers.
htm
Irawan P. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuntitatif untuk Ilmu–Ilmu Sosial.
Mankiw, N.Gregory.2000.Teori Makro Ekonomi.Ed.4, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Mills Edwin S, E. M. Pernia (ed.)”Introduction and Overview”,, Urban Poverty
in Asia: A Survey of Critical Issues (New York and Hong Kong: Oxford
University Press, 1994), pp. 1-51.
Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta :Ghalia Indonesia.
Rangkuti. F. 2006.Teknik Mengukur dan Stategi Meningkatkan Kepuasan
Pelanggan.Jakarta : Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ravallion, Martin, and Shaohua Chen (1997), “What Can New Survey Data
Tell Us About Changes in Distribution and Poverty.” The World Bank
Economic Review. 11(2).
Thee Kian Wie. 1981. Pemerataan Kemiskinan Ketimpangan. Jakarta: Sinar.
Harapan
Todaro, Michael. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit
Erlangga Edisi Kedelapan, 2004
www.maluku.bps.go.id diakses tanggal 4 Mei 2017
www.ambonkota.bps.go.id diakses tanggal 4 Mei 2017
www.kemenkeu.go.id diakses tanggal 15 Mei 2017
138
LAMPIRAN–LAMPIRAN
139
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
140
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
141
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
142
PROFIL PENULIS
143
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
terhadap implementasi kinerja industri roti di Kota Ambon. Selain itu penulis
juga terlibat sebagai Tim penyusun Rencana Umum Kelistrikan Daerah
(RUKD) Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2007 serta Tim penyusun
Master plan pengurangan angka kemiskinan Kota Ambon 2016-2020.
Selain sebagai dosen, saat ini penulis juga sebagai Ketua DPC GAMKI Kota
Ambon dan Ketua Umum Institue for Development of Ecomic and Public
Policy (INDEPP).
144
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
145
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
Meidylisa Patty,SE.,M.Si
Meidylisa Patty lahir di Ambon 1 Mei 1977.
Menyelesaikan pendidikan S1 pada Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kristen
Petra Surabaya dan S2 pada Program Studi
Magister Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran
Bandung dengan konsentrasi Akuntansi. Penulis
adalah dosen tetap pada Program Studi Akuntansi
Politeknik Negeri Ambon sejak tahun 2006
sebagai pengajar mata kuliah akuntansi keuangan,
perpajakan dan sistem informasi akuntansi dan menjadi tutor online di
Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka. Hasil penelitian dan pengabdian
masyarakat yang telah dipublikasikan di jurnal nasional dan internasional
(2018-2020) antara lain, Akuntabilitas dana desa dalam upaya pemberdayaan
masyarakat dan pembangunan desa, pengaruh good governace dan budaya
organisasi terhadap kualitas laporan keuangan, pengembangan sistem
informasi keuangan Yayasan Heka Leka, dan Money and Community. Selain
kegiatan akademis, sepanjang tahun 2017-2019 penulis terlibat bersama
Yayasan Hahesi Maluku dan Balai Latihan Masyarakat Ambon dalam
pelatihan sistem akuntansi Badan Usaha Milik Desa di Maluku dan Maluku
146
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
Utara. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi antara lain sebagai wakil
ketua bidang riset dan pengembangan DPC GAMKI Kota Ambon dan sebagai
bendahara umum Institute for Development of Economy and Public Policy
(INDEPP).
147
Kerjasama Gamki Kota Ambon dan BAPPEDA-LITBANG Kota Ambon
148
Mengurai Kemiskinan di Kota Ambon
149