Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 10. No.

2 Juli 216
2019

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN TERJADINYA INSOMNIA PADA REMAJA KARANG


TARUNA
SMOKING CONNECTION WITH THE OCCURRENCE OF INSOMNIAON YOUTH TEEN
ORGANIZATION
Johanes Fernando Nahak1, Firmina Theresia Kora2

INTISARI
Latar Belakang: Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang sangat lazim ditemui dalam kehidupan sehari-
hari. Berdasarkan hasil laporan Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) tahun 2008,
Indonesia berada di posisi peringkat ke-tiga setelah China dan India.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan merokok dengan terjadinya insomnia pada remaja karang
taruna di pedukuhan Blawong I Jetis Bantul.
Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan survey analitik dengan menggunakan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 34 orang yang merupakan remaja karang
taruna dengan sampel sebanyak 34 responden yang diambil dengan teknik total sampling, dengan analisa data
bivariat kendall’s tau.
Hasil Penelitian: hasil penelitian menunjukan bahwa kebiasaan merokok pada remaja karang taruna di
Pedukuhan Blawong I Jetis Bantul dengan kategori ringan sebesar 58,8%, kategori sedang sebesar 26,5%, dan
kategori berat sebesar 14,7%. Sedangkan kejadian insomnia dengan kategori Insomniatransient sebesar 17,6%.
Insomnia jangka pendek sebesar 58,8%, dan insomnia kronis sebesar 23,5%.
Kesimpulan: adahubungan antara merokok dengan terjadinya insomnia pada remaja karang taruna di
Pedukuhan Blawong I Jetis Bantul dengan nilai P Value sebesar 0,046.
Kata Kunci: merokok; insomnia; remaja

ABSTRACT
Background: Smoking is one habit that is so prevalent in our daily lives. Based on reports from the World Health
Organization or the World Health Organization (WHO) in 2008, Indonesia was ranked third after China and India.
Objective: To determine the relationship of smoking with occurrence of insomnia in adolescents youth in the
hamlet Blawong I Jetis Bantul.
Methods: The study was a quantitative use analytic survey with cross sectional approach. The population in this
study were 34 people who were teenagers youth with a sample of 34 respondents taken with total sampling
technique, with bivariate data analysis Kendall's tau.
Results: The results of the study showed that smoking on adolescent youth in the hamlet Blawong I Jetis Bantul
with 58,8% of mild, moderate category with 26.5%, and 14.7% by weight category. While the incidence of
transient insomnia Insomnia category of 17.6%. Short-term insomnia 58,8% and 23,5% of chronic insomnia.
Conclusions: No association between smoking and the occurrence of insomnia in adolescents youth in
Pedukuhan Blawong I Jetis Bantul with a P value of 0.046 Value.
Keywords: smoking, insomnia, adolescent

LATAR BELAKANG menurunkan terlebih menghilangkan


Merokok merupakan salah satu keinginan merokok. Karena itu, gaya
kebiasaan yang sangat lazim ditemui merokok ini menjadi suatu masalah
dalam kehidupan sehari-hari. Di mana- kesehatan, minimal sebagai faktor resiko
mana, kita dapat dengan mudah menemui yang mendukung terjadinya berbagai
orang merokok baik pria atau wanita, anak macam penyakit dan membawa kematian
kecil atau orang tua, tanpa terkecuali. Dari berjuta penduduk dunia2.
segi kesehatan, tidak ada satu titik yang Berdasarkan hasil laporan Badan
menyetujui atau melihat manfaat yang Kesehatan Dunia atau World Health
dikandung oleh rokok. Namun tidak Organization (WHO)7. Indonesia berada
mudah untuk mengendalikan, di posisi peringkat ke-tiga setelah China
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 10. No. 2 Juli 217
2019

dan India. China menduduki peringkat merokok sebanyak 11-20 batang per hari,
pertama dengan jumlah perokok sebesar sedangkan prevalensi yang merokok rata-
390 juta perokok, kemudian India rata 20-30 batang per hari dan lebih dari
menduduki peringkat ke-dua dengan 30 batang per hari masing-masing
jumlah perokok sebesar 144 juta perokok sebanyak 4,7% dan 2,1%. Saat ini
dan Indonesia menduduki peringkat ke- pemerintah dan banyak lembaga
tiga dengan jumlah perokok sebesar 65 masyarakat telah mengembangkan
juta perokok. berbagai upaya pengendalian tembakau
Indonesia menduduki posisi peringkat seperti tertuang dalam Undang-Undang
ke tiga dengan jumlah perokok terbesar di Republik Indonesia Nomor 36 Tentang
dunia setelah China dan India (WHO, Kesehatan Tahun 2009 Pasal 113, 114,
2008) dan tetap menduduki posisi 115 dan 199 mencakup ketetapan bahwa
peringkat ke-lima konsumen rokok tembakau adalah zat adiktif, pentingnya
terbesar setelah China, Amerika Serikat, peringatan kesehatan bergambar serta
Rusia dan Jepang tahun 2007. Secara peran PEMDA untuk mengembangkan
nasional prevalensi perokok tahun 2010 kawasan tanpa rokok (KTR). Bahkan
sebesar 34,7%. Prevalensi perokok dalam rangka mendukung pengembangan
tertinggi di Provinsi Kalimantan Tengah KTR telah dibuat Peraturan Bersama
(43,2%) dan terendah di Sulawesi Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam
Tenggara sebesar (28,3%), sedangkan Negeri Nomor 188/Menkes/Pb/I/2011
prevalensi perokok tinggi pada kelompok Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman
umur 25-64 tahun dengan rentangan 37,0- Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok9.
38,2%, sedangkan penduduk kelompok Pada tahun 2011 Global Adults
umur 15-24 tahun yang merokok tiap hari Tobacco Survey (GATS) Indonesia
sudah mencapai 18,6%. Prevalensi melaporkan data peningkatan jumlah
perokok enam belas kali lebih tinggi pada perokok umur >15 tahun di Indonesia
laki-laki (65,9%) dibandingkan dengan antara tahun 1995-2010 terjadi
perempuan hanya sebesar (4,2%). Juga peningkatan jumlah perokok laki-laki umur
tampak prevalensi yang lebih tinggi pada >15 tahun sebesar 12% antara tahun
penduduk yang tinggal di pedesaan, 1995 sampai tahun 2010 dan pada
tingkat pendidikan rendah, pekerjaan penduduk wanita meningkat sebesar
informal sebagai petani/nelayan/buruh dan 2,5%, sedangkan secara keseluruhan
status ekonomi rendah. Secara nasional terjadi peningkatan jumlah perokok
rata-rata jumlah batang rokok yang sebesar 17,5% (GATS, 2011). Provinsi
dihisap tiap hari oleh sebagian (52,3%) Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan
perokok adalah 1-10 batang. Sekitar dua provinsi dengan prevalensi perokok
dari lima perokok saat ini rata-rata sebesar 31,6% dan sebesar 66,1% masih
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 10. No. 2 Juli 218
2019

merokok di dalam rumah, sehingga selain penelitian6. Sampel dalam penelitian ini
tingginya jumlah perokok aktif, tinggi pula sudah homogen, yaitu remaja pria karang
jumlah perokok pasif di Yogyakarta. taruna di pedukuhan Blawong I Jetis
Prevalensi rumah yang bebas asap rokok Bantul sebanyak 34 orang.
di DIY baru mencapai 44,6% (Dinkes HASIL PENELITIAN
Provinsi DIY., 2011). 1. Analisa data univariat
METODE PENELITIAN Distribusi frekuensi berdasarkan usia
Tabel 4.1
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif
Distribusi frekuesni berdasarkan usia
menggunakan survey analitik yaitu pada remaja karang taruna di
Pedukuhan Blawong I Jetis, Bantul.
penelitian yang mencoba menggali
Kategori Jumlah Prosentase
bagaimana dan mengapa fenomena ini 13 – 16 Tahun 2 5,9 %
terjadi. Kemudian melakukan analisa 17 – 20 Tahun 13 38,2 %
21 – 24 Tahun 19 55,9 %
dinamika korelasi antara fenomena, Total 34 100 %
dengan pendekatan cross sectional yaitu Sumber: data primer 2016
dalam pelaksanaan penelitian antara Berdasarkan tabel 4.1 diketahui
variabel independen dan variabel bahwa responden yang berusia 13 – 16
dependen dilakukan secara bersama dan tahun sebanyak 2 orang (5,9%),
pada saat yang sama5. responden yang berusia 17 – 20 tahun
sebanyak 13 orang (38,2%), dan
POPULASI
responden yang berusia 21 -24 tahun
Populasi adalah keseluruhan subyek
sebanyak 19 orang (55,9%). Sehingga
penelitian. Subyek penelitian berupa
dari data tersebut dapat diketahui bahwa
benda. Semua benda yang memiliki sifat
kebanyakan responden berusia 21 – 24
(atribut) atau ciri, adalah subyek yang bisa
tahun (55,9%).
diteliti4. Populasi dalam penelitian ini
Distribusi frekuensi berdasarkan
adalah seluruh remaja pria karang taruna
kategori merokok
di pedukuhan Blawong I Jetis Bantul Tabel 4.2
Distribusi frekuesni berdasarkan
sebanyak 34 orang.
kategori merokok pada remaja karang
SAMPEL taruna di Pedukuhan Blawong I Jetis,
Bantul.
Sampel adalah bagian dari jumlah Kategori Jumlah Prosentase
dan karakteristik yang dimiliki oleh Ringan 20 58,8 %
Sedang 9 26,5%
populasi, untuk itu sampel yang diambil Berat 5 14,7%
dari populasi harus betul-betul Total 34 100 %
10
Sumber: data primer 2016
representatif atau mewakili . Sampel
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa
diambil secara total sampling, yaitu
remaja perokok dengan kategori ringan
merupakan cara pengambilan sampel jika
sebanyak 20 orang (58,8%), remaja
populasi digunakan sebagai sampel
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 10. No. 2 Juli 219
2019

perokok dengan kategori sedang N 34 34


*. Correlation is significant at the 0.05 level
sebanyak 9 orang (26,5%), dan remaja
(2-tailed).
perokok dengan kategori berat sebanyak Sumber: data sekunder 2016
5 orang (5 orang (14,7%). Sehingga dapat Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa
diketahui bahwa kebanyakan remaja nilai korelasi kendall’s tau_b sebesar
perokok berkategori ringan dengan jumlah 0,319 dengan nilai p value sebesar 0,046.
20 orang (58,8%). Karena α ˂ 0,05 sehingga Ho ditolak dan
Distribusi frekuensi berdasarkan Ha diterima dengan angka kemaknaan 5%
tingkat insomnia
yang artinya ada hubungan antara
Tabel 4.3
Distribusi frekuesni berdasarkan merokok dengan terjadinya insomnia pada
tingkat insomnia pada remaja karang
remaja karang taruna di Pedukuhan
taruna di Pedukuhan Blawong I Jetis,
Bantul. Blawong I Jetis Bantul.
Kategori Jumlah Prosentase
Ringan 6 17,6 % PEMBAHASAN
Sedang 20 58,8 % 1. Karakteristik responden
Berat 8 23,5 %
Total 34 100% Responden dalam penelitian ini
Sumber: data primer 2016 berusia 14 – 24 tahun yang tergabung
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui dalam ramaja karang taruna Pedukuhan
bahwa remaja yang mengalami insomnia Blawong I Jetis Bantul yang berjumlah 34
dengan kategori ringan berjumlah 6 orang orang. Dari jumlah tersebut, 20 remaja
(17,6%), remaja yang mengalami (58,8%) merupakan perokok ringan, 9
insomnia dengan kategori sedang remaja (26,5%) merupakan perokok
berjumlah 20 orang (58,8%), dan dan ringan, dan 5 remaja (14,7%) merupakan
remaja yang mengalami insomnia dengan perokok berat. Selain itu sebagian besar
kategori berat berjumlah 8 orang (23,5%). remaja yang merokok berada pada usia
Sehingga kebanyakan remaja yang 21-24 tahun.
mengalami insomnia berada pada kategori Dari tabel 4.4 tabulasi silang
sedang dengan jumlah 20 orang 58,8%). hubungan merokok dengan terjadinya
2. Analisa data bivariat insomnia pada remaja karang taruna di
Tabel 4.5 Pedukuhan Blawong I Jetis Bantul secara
Hasil korelasi kendal tautest hubungan
merokok dengan terjadinya insomnia garis besar terdapat 20 remaja yang
pada remaja karang taruna di merupakan perokok ringan dimana 4
Pedukuhan Blawong I Jetis Bantul.
Perokok Insomnia remaja merupakan insomnia ringan, 12
*
Kendall's Perokok Correlation 1.000 .319 remaja merupakan insomnia sedang, dan
tau_b Coefficient
Sig. (2-tailed) . .046
2 remaja merupakan insomnia berat.
N 34 34 Terdapat 9 remaja yang merupakan
*
Insomnia Correlation .319 1.000
Coefficient perokok sedang dimana 2 remaja
Sig. (2-tailed) .046 .
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 10. No. 2 Juli 220
2019

merupakan insomnia ringan, 4 remaja bisa menyebabkan insomnia, dimana


merupakan insomnia sedang, dan 3 menurut8, menyebutkan bahwa salah satu
remaja merupakan insomniaberat. Selain hal yang dapat menyebabkan insomnia
itu terdapat pula 5 remaja yang adalah nikotin. Nikotin adalah zat
merupakan perokok berat dimana 0 stimulant yang terdapat di dalam rokok.
remaja merupakan insomnia ringan, 2 Nikotin atau zat stimulant ini berfungsi
remaja merupakan insomnia sedang, dan untuk menekan kerja syaraf, yaitu syaraf
3 remaja merupakan insomnia berat. simpatik dan syaraf parasimpatik untuk
Dari data-data tersebut dapat tetap berkontraksi atau tetap bekerja.
digambarkan bahwa ada hubungan antara Sehingga asumsi bahwa semakin tinggi
merokok dengan terjadinya insomnia. Hal intensitas perilaku merokok seseorang,
ini dapat terlihat dari semakin berat maka akan semakin tinggi tingkat
kategori merokok remaja, semakin berat insomnia yang dideritanya (dalam hal ini
insomnia yang diderita, demikian pula berlaku bagi para perokok yang
sebaliknya semakin ringan kategori mengalami insomnia), memang benar
merokok pada remaja, semakin ringan terbukti adanya.
pula insomnia yang diderita Kemudian menurut Annahri1, dalam
2. Hubungan merokok dengan jurnalnya yang berjudul “Hubungan antara
terjadinya insomnia Perilaku Merokok dan Angka Kejadian
Hasil penelitian ini menunjukan Insomnia pada Mahasiswa Fakultas
bahwa intensitas perilaku merokok pada Kedokteran Universitas Lambung
remaja karang taruna yang merokok Mangkurat Banjarmasin”, hasilnya
sekaligus mengalami insomnia di menunjukkan bahwa ada hubungan
Pedukuhan Blawong I Jetis Bantul berada antara perilaku merokok dengan angka
pada kategori ringan. Hal ini berkorelasi kejadian insomnia. Penelitian yang
positif dan sejajar dengan tingkat insomnia dilakukannya itu sejalan dengan penelitian
pada remaja karang taruna yang merokok yang pernah dilakukan oleh Chien et al3,
sekaligus mengalami insomnia di tentang durasi tidur dan insomnia sebagai
Pedukuhan Blawong I Jetis Bantul yang faktor risiko penyakit kardiovaskular dan
berada pada kategori sedang. Hal ini penyebab kematian pada 3.430 pada etnik
dibuktikan dengan hasil uji kendall’s tau Cina di Taiwan. Dalam penelitian tersebut
corelations 0,319 dengan nilai p value = mereka menyimpulkan bahwa terdapat
0,046, yang artinya terdapat hubungan beberapa faktor yang mempengaruhi
yang bermakna antara merokok dengan durasi tidur dan insomnia, dan merokok
terjadinya insomnia. merupakan salah satu faktor penting yang
Sesuai dengan dugaan peneliti, sering ditemukan pada responden laki-
bahwa intensitas perilaku merokok terbukti laki. Pada penelitian tersebut juga
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 10. No. 2 Juli 221
2019

disimpulkan bahwa terdapat hubungan inilah yang menyebabkan seseorang


yang bermakna antara perilaku merokok mengalami insomnia.
dan kejadian insomnia (p < 0,0001). Hasil penelitian tersebut, pada
3
Chien et al dalam Annahri , dasarnya sesuai dengan hasil penelitian
menjelaskan bahwa dalam pengaturan yang peneliti lakukan. Secara garis besar,
homeostatis, zat penginduksi tidur yang kedua variabel, fenomena dan subyeknya
terakumulasi ketika seseorang dalam adalah sama, yang berbeda adalah lokasi
keadaan bangun dapat meningkatkan dan responden dalam penelitian, dan
aktivitas neuron-neuron yang mendorong tinjauan dari segi psikologis oleh
tidur sekaligus menurunkan aktivitas penelitian yang peneliti lakukan. Yaitu,
neuron-neuron yang menyebabkan ketika seseorang menghisap rokok maka
seseorang untuk terjaga. Terkait dengan nikotin yang terkandung dalam rokok akan
konsumsi rokok, terjadi peningkatan diserap oleh lidah dan diteruskan ke otak
aktivitas saraf dan terjadi pelepasan melewati batang otak yang disebut
noradrenalin. Pelepasan noradrenalin dengan hipotalamus. Hipotalamus ini
berhubungan dengan perubahan dari berfungsi memicu pengeluaran hormone
keadaan tidur menjadi terjaga. Saraf dopamine dan serotonin sesuai stimulus
noradrenergik lokus coeruleus yang sesuai bagi masing-masing hormon.
menunjukkan peningkatan aktivitas ketika Nikotin ini memicu pengeluaran hormon
seseorang terjaga dan turun ketika tidur. dopamine yang dapat mempengaruhi
Asetilkolin dilepaskan dari preganglionik kognitif dan afeksi seseorang, yaitu
saraf parasimpatis di medula adrenal dan meningkatkan konsentrasi atau
berinteraksi dengan reseptor nAChRs ketegangan, yang lama-kelamaan akan
pada sel kromafin untuk menghasilkan berujung pada rasa gelisah atau tidak
depolarisasi lokal sehingga terjadi tenang bila hormon dopamine yang
pelepasan noradrenalin. Pelepasan dikeluarkan tersebut kadarnya tinggi
noradrenalin menyebabkan terjadinya seiring banyaknya nikotin yang
respon simpatomimetik, yaitu aktivasi dikonsumsi. Konsentrasi atau ketegangan
kemoreseptor dari aorta dan badan yang dialami di area kognitif dan rasa
karotid, yang secara refleks menyebabkan gelisah yang dialami di area afeksi pada
vasokonstriksi, takikardi dan tekanan seseorang itulah yang membuat orang
darah tinggi. Pelepasan noradrenalin juga tersebut tidak bisa memasuki kondisi alam
bepengaruh pada sintesis melatonin di bawah sadarnya (unsconciousness),
otak, sehingga regulasi tidur-bangun dalam hal ini yang dimaksud adalah
menjadi terganggu. Terjadinya perubahan kondisi tidur. Seseorang tersebut akan
hemodinamik dan perubahan regulasi terjaga, atau terjebak dalam kondisi alam
sadarnya (consciousness). Padahal
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 10. No. 2 Juli 222
2019

secara biologis, tubuh dan matanya sudah Kejadian Insomnia pada Mahasiswa
merasa lelah dan mengantuk dan Fakultas Kedokteran Universitas
seharusnya membutuhkan kondisi tidur. Lambung Mangkurat. Banjarmasin :
Rangkaian proses psikologis tersebutlah Universitas LambungMangkurat. Jurnal
yang pada akhirnya disebut dengan Psikologi .http:// ejournal.unlam.ac
gangguan susah tidur atau insomnia. .id/index.php/bk/article/download/260/2

KESIMPULAN 17, (17 februari 2016).

Berdasarkan pada tujuan penelitian, 2. Bustan. (2015). Manajemen

pembahasan, dan hasil penelitian yang Pengendalian Penyakit Tidak Menular.

telah diuraikan pada bab sebelumnya, Jakarta: Rineka Cipta

maka dapat diambil kesimpulan sebagai 3. M. Annahri, M. 2013. Hubungan antara

berikut: Perilaku Merokok dengan Angka

1. Diketahuinya kebiasaan merokok pada Kejadian Insomnia pada Mahasiswa

remaja karang taruna di Pedukuhan Fakultas Kedokteran Universitas

Blawong I Jetis Bantul dengan kategori LambungMangkurat. Banjarmasin :

ringan sebesar 58,8%, kategori sedang Universitas Lambung Mangkurat.

sebesar 26,5%, dan kategori berat Jurnal Psikologi. http://ejournal.unlam.

sebesar 14,7%. ac.id/index.php/bk/article/download/260

2. Diketahuinya kejadian insomnia pada /217

remaja karang taruna di Pedukuhan 4. Machfoedz. (2014). Metodologi

Blawong I Jetis Bantul dengan kategori Penelitian (Kuantitatif & Kualitatif).

Insomniatransient sebesar 17,6%. Yogyakarta: Fitramaya

Insomnia jangka pendek sebesar 5. Notoatmodjo. (2012). Metodologi

58,8%, dan insomnia kronis sebesar Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

23,5%. Cipta.

3. Terdapat hubungan yang bermakna 6. Nursalam, S. (2008). Konsep dan

antara merokok dengan terjadinya Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

insomnia pada remaja karang taruna di Keperawatan Pedoman Skripsi, Thesis

Pedukuhan Blawong I Jetis Bantul Dan Instrumen Penelitian

dengan nilai P Value sebesar 0,046. Keperawatan. Jakarta: Salemba

Karena α ˂ 0,05, maka Ha diterima Medika.

dengan tingkat kemaknaan 0,05, dan 7. Putra. (2013). Hubungan Antara

Ho ditolak. Perilaku Merokok Dengan Tingkat


Insomnia. Jurusan Psikologi Fakultas
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
1. Annahri. (2013). Hubungan antara
Semarang.
Perilaku Merokok dengan Angka
Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 10. No. 2 Juli 223
2019

8. Rafknowledge. (2004). Insomnia dan


Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta :
Gramedia.
9. RISKESDAS, (2010). Masalah
Merokok Di Indonesia
10. Sugiyono, 2012. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif R&D. Alfabeta.
Bandung
11. Wawan& Dewi. (2011). Teori dan
Pengukuran Pengtahuan, Sikap,
Perilaku Manusia. Nuha Medika;
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai