Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TEORI CULTURE CARE LEININGER


Kelompok 5

Dosen pembimbing :
Firman Hidayat, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.J

Disusun oleh :

1. Nurul khamidah (C1019036)


2. Olifia Siska (C1019037)
3. Prila Auli Solicha (C1019038)
4. Putri Eka Anggraeni (C1019039)
5. Putri Nur Afni (C1019040)
6. Resti Prasticia (C1019041)
7. Rindiani (C1019042)
8. Rizki Yulia Amanda (C1019043)
9. Salsa Fuji Intani M (C1019044)
10. Syahril Ikhlaludin (C1019048)
11. Yudha Shandi Winahyu (C1019053)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI MANDALA

HUSADA SLAWI 2020-2021


A. Definisi
Teori Leininger adalah tentang culture care diversity dan universality, atau
yang lebih dikenal dengan transcultural nursing. Berfokus pada nilai-nilai budaya,
kepercayaan, dan pelayanan kesehatan berbasis budaya, serta di dalam teorinya
membahas khusus culture, culture care, diversity, universality, ethnohistory.Tujuan
penggunaan keperawatan transcultural adalah mengembangkan sains dan pohon
keilmuan yang humanis, sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan
yang spesifik dan universal.
Bahasan yang khususdalamteoriLeininger, antara lain adalah :
1. Culture
Apa yang dipelajari, disebarkandannilai yang diwariskan, kepercayaan,
norma, cara hidup dari kelompok tertentu yang mengarahkan anggotanya untuk
berfikir, membuat keputusan, serta motif tindakan yang diambil.
2. Culture care
Suatu pembelajaran yang bersifat objektif dan subjektif yang berkaitan
dengan nilai yang diwariskan, kepercayaan, danmotif cara hidup yang membantu,
menfasilitasi atau memampukan individu atau kelompok untuk mempertahankan
kesejahteraannya, memperbaiki kondisi kesehatan, menangani penyakit, cacat,
atau kematian.
3. Diversity
Keanekaragaman dan perbedaan persepsi budaya, pengetahuan, dan adat
kesehatan, serta asuhan keperawatan.
4. Universality
Kesamaan dalam hal persepsi budaya, pengetahuan praktik terkait konsep
sehat dan asuhan keperawatan.;
5. Ethnohistory
Fakta, peristiwa, kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, budaya,
lembaga, terutama sekelompok orang yang menjelaskan cara hidup manusia
dalam sebuah budaya dalam jangka waktu tertentu.

Penerapan Teori Madeleine Leininger dalamKeperawatan:


1. Riset (Research)
Teori Leininger telah diuji coba kan menggunakan metode penelitian
dalam berbagai budaya.Teori transcultural nursing ini, merupakan satu-satunya
teori yang yang membahas secara spesifik tentang pentingnya menggali budaya
pasien untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Edukasi (Education)
Di Indonesia sendiri, sangat penting untuk menerapkan teori transcultural
nursing dalam system pendidikannya. Karena kelak, saat para perawat berhadapan
langsung dengan klien, mereka tidak hanya akan merawat klien yang mempunyai
budaya yang sama dengan dirinya. Bahkan, mereka juga bias saja menghadapi
klien yang berasal dari luar negara Indonesia.
3. Kolaborasi (Colaboration)
Dalam mengaplikasikan teori Leininger di lingkungan pelayanan
kesehatan memerlukan suatu proses atau rangkaian kegiatan sesuai dengan latar
belakang budaya klien. Hal ini akan sangat menunjang ketika melakukan
kolaborasi dengan klien, atau pun dengan staf kesehatan yang lainnya.
4. PemberiPerawatan (Care Giver)
Perawat sebagai care giver diharus kan memahami konsep
teori Transcultural Nursing. Karena, bila hal tersebut diabaikan oleh perawat,
akan mengakibatkan terjadinya cultural shock atau culture imposition. Cultural
shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu
beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya.
B. Etiologi
Maksud dari culture care theory adalah untuk membantu para peneliti dan
dokter menemukan, mendokumentsikan, mengetahui, dan menjelaskan saling
ketergantungan antara perawatan dan fenomena budaya sambil mencatat perbedaan
dan kesamaan antara dan diantara budaya. Teori dirancang untuk membantu
membimbing perawat peneliti dalam menemukan makna,, pola, ekspresi dan praktik
baru terkait dengan budaya perawatan yang telah mempengaruhi kesehatan dan
kesejahteraan individu, keluarga, dan kelompok budaya. Diproses penemuan, baik
persamaan (commonality) maupun keragaman (perbedaan) yang dapat diidentifikasi
sebagai modalitas budayayang spesifik untukmemberikan perawatan yang sesuai
secara budaya terkait dengan tujuan kesehatan atau kesejahteraan yang diinginkan.
Pendapat leininger bahwa budaya dan pengetahuan perawatan adalah paling
holistik dalam artian merencanakan dan memahami orang mereka adalah pusat dan
penting untuk pendidikan dan praktik keperawatan leininger menyatakan bahwa
keperawatan transkultural adalah bagian yang paling penting baik dalam bidang studi
formal yang relevan dan sangat menjanjikan penelitian dan praktik karena kita hidup
didunia multikultur prediksinya adalah di mana pengetahuan dan kompetensi
keperawatan terkait budaya akan sangat penting Sebagai panduan untuk semua
keputusan dan tindakan keperawatan yang efektif dan hasil yang diharapkan.
Tujuan dari culture care theory adalah untuk memberikan perawatn yang
kongruen dengan budaya, yang berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan orang
atau membantu mereka menghadapi kecacatan, berduka, atau kematian menggunakan
tiga model keputusan dan tindakan perawatan budaya.
Pada akhirnya, tujuan dari culture care theory adalah untuk membangun
batang tubuh pengetahuan keperawatan transkultural guna menyediakan praktek
perawatan terbaik oleh generasi perawat dimasa mendatang didunia global
(McFarlan, Marilyn R; Wehbe-Alamah, 2019)
C. Jurnal

Judul Pengalaman Perawat Kamar Bedah dalam Penerapan


Keperawatan Transkulural di Bali, Indonesia: Studi Deskriptif
Analisis Kualitatif-Kuantitatif.
Jurnal Jurnal Keperawatan
Volume & Halaman Volume 13 Nomor 2 & Halaman 147-158
Tahun Juni 2021
Penulis Nyoman Agus Jagat Raya1 *, I Wayan Winarta2 , I Wayan
Rosdiana2 , I Wayan Purnata2 , Ni Komang Widiari2
Abstrak Kompetensi perawat bedah dalam penerapan keperawatan
transkultural sangat diperlukan untuk menghindari dampak
negatif selama pelayanan dan pemberian asuhan keperawatan
perioperatif yang profesional. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran pengalaman perawat kamar bedah
dalam penerapan keperawatan transkultural di Bali, Indonesia.
Rancangan penelitian adalah deskriptif cross-sectional dengan
metode campuran sekuensial eksploratori yang dilakukan
September sampai Desember 2020. Penelitian diawali dengan
pendekatan kualitatif melalui wawancara dalam Diskusi
Kelompok Terfokus sebanyak 11 partisipan dan dilanjutkan
dengan pengisian kuisioner Gambaran Pengalaman Penerapan
Keperawatan Transkultural terhadap 106 perawat kamar bedah
di Provinsi Bali. Analisis tematik digunakan dalam penelitian
kualitatif dan analisis statistik deskriptif digunakan untuk
penelitian kuantitatif. Dua tema didapatkan dalam penelitian
ini. Tema pertama adalah fenomena transkultural di kamar
bedah dengan 89 (84%) responden menyatakan pasien
meminta organ yang telah dioperasi untuk dibawa pulang.
Tema kedua adalah kompetensi perawat kamar bedah dalam
penerapan keperawatan transkultural dengan komunikasi
adalah kompetensi yang terpenting (M = 3,77 ± SD = 0,42).
Ketidakpahaman perawat kamar bedah terhadap isu agama,
adat, budaya, dan sosial dari pasien dan keluarga pasien
memiliki risiko terjadinya konflik di tatanan keperawatan
perioperatif. Edukasi dan pelatihan tentang keperawatan
transkultural menjadi pertimbangan penting dalam
meningkatkan kompetensi perawat kamar bedah.
Pendahuluan Era globalisasi seperti saat ini menjadi tantangan bagi dunia
keperawatan perioperatif untuk memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif ditengah pesatnya arus
kemajuan teknologi pembedahan. Perawat kamar bedah tidak
hanya bekerja dengan alat bedah dan teknologi di ruang
operasi, namun harus tetap memperhatikan pasien yang
dimulai dari tahapan preoperasi hingga pascaoperasi.
Kebutuhan pasien dalam menjalani operasi tidak hanya
dilayani kebutuhan fisik pasien, namun juga kebutuhan
psikologis dan sosial, sehingga pasien tidak merasa cemas
dalam menjalani suatu pembedahan (Arakelian, Swenne,
Lindberg, Rudolfsson, & van Vogelsang, 2017). Kebutuhan
tersebut dapat dikaji dari latar belakang budaya, kepercayaan,
nilai, norma, gaya hidup, dan kehidupan sosial pasien.
Perbedaan latar belakang dalam konteks lintas budaya atau
transkultural menjadi hal yang harus diperhatikan perawat
kamar bedah dalam mempersiapkan pasien menjalani suatu
pembedahan. Memahami keragaman latar belakang terkait
budaya, norma, nilai, kepercayaan, dan kehidupan sosial telah
menjadi isu dan bahasan penting dalam keperawatan
transkultural berdasarkan teori Leininger tentang perawatan
budaya (culture care theory) dengan konsep Sunrise Model.
Teori ini melihat suatu permasalahan kesehatan pasien
berdasarkan perbedaan dan keragaman budaya secara
universal, sehingga dapat menjadi landasan dalam penerapan
penelitian ini yang akan dibawa dalam implementasi
keperawatan, salah satunya di tatanan keperawatan perioperatif
(McFarland & Alamah, 2019). Konsep teori ini menjadi salah
satu acuan bagi perawat kamar bedah dalam memahami
perbedaan budaya pasien guna memberikan asuhan
keperawatan perioperatif yang profesional dan mencegah
konflik dengan pasien dan keluarga pasien menjelang atau
setelah pembedahan.
Keberagaman nilai, norma, agama, adat, budaya, dan
kehidupan sosial dari warga negara Indonesia dan adanya
warga negara asing menginisiasi peneliti untuk menjadikan
Bali sebagai lokasi penelitian, sehingga tujuan penelitian ini
untuk mengetahui gambaran pengalaman perawat kamar bedah
dalam penerapan keperawatan transkultural di Bali, Indonesia
dapat tercapai.
Metode Penulisan Penelitian deskriptif cross-sectional dengan metode campuran
sekuensial eksploratori digunakan dalam penelitian ini.
Pendekatan metode campuran sekuensial eksploratori adalah
metode penelitian kualitatif yang dilakukan terlebih dahulu dan
melakukan analisis data, kemudian menggunakan temuan
tersebut untuk penelitian kuantitatif (Creswell, 2016).
Rancangan kualitatif menggunakan wawancara diskusi
kelompok terfokus (focus group discussion/ FGD) dan
selanjutnya rancangan kuantitatif menggunakan survei
kuisioner.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data
demografi, pertanyaan semistruktur, dan kuisioner. Pertanyaan
semi-struktur disusun oleh peneliti. Pertanyaan-pertanyaan
semi-struktur telah melalui uji validitas oleh tiga orang ahli
bidang keperawatan untuk menilai setiap item pertanyaan.
Nilai validitas ditentukan dengan skala indeks validitas konten
(scale content validity index/ S-CVI) dengan total skor 1,00
dan dinyatakan valid (Polit & Beck, 2017).
Proses pengumpulan data diawali dengan diterbitkannya izin
etik dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar (No.
1776/UN14.2.2.VII/LT/2020). Peneliti menggunakan Google
Form untuk menyebarkan kuisioner dan telah diatur untuk
mengisi informed consent sebelum responden melanjutkan
mengisi kuisioner secara daring. Data dari karakteristik
demografi dan kuisioner Pengalaman Penerapan Keperawatan
Transkultural dianalisis menggunakan aplikasi statistik
deskriptif yaitu menggunakan frekuensi, persentase, rata-rata,
dan standar deviasi.
Hasil Penelitian Studi kualitatif dengan diskusi kelompok terfokus (FGD)
dilakukan kepada 11 partisipan dengan 7 laki-laki dan 4
perempuan. Partisipan merupakan kepala ruangan kamar bedah
(55%) dan wakil kepala ruangan (45%). Asal partisipan dari
Kota Denpasar (5), Kabupaten Badung (4), Karangasem (1),
dan Buleleng (1). Hasil analisis tematik memperoleh dua tema
yaitu (a) fenomena transkultural di kamar bedah dan (b)
kompetensi perawat kamar bedah dalam penerapan
keperawatan transkultural. Fenomana transkultural di kamar
bedah diperoleh dari beberapa kategori, seperti isu agama,
adat, tradisi, budaya, dan sistem pelayanan di kamar operasi.
Seluruh responden berasal dari seluruh kabupaten/kota yang
ada di Bali. Dominan responden berjenis kelamin laki-laki
(55,7%) dengan rentang usia 41-50 tahun (33%) dan beragama
Hindu (94,3%). Sebagian besar responden memiliki level
pendidikan D3/D4 keperawatan (59,5%) dengan lama bekerja
paling dominan adalah 1-5 tahun dan lebih dari 10 tahun,
masing-masing 38,7%. Spesialisasi bedah para responden
didominasi bedah umum (57,5%) dan sebagian besar sebagai
tim perawat bedah instrumen atau sirkuler di kamar bedah
(76,4%).
Berdasarkan hasil survei kuisioner dari Tema 1 tentang
fenomena transkultural di kamar bedah didapatkan tiga
pengalaman dominan oleh responden yaitu pasien meminta
organ yang telah dioperasi untuk dibawa pulang (84%), pasien
dipercikan dan meminum air suci (tirta) sebelum dilakukan
operasi (52,8%), dan tradisi mendoakan bayi segera setelah
lahir di ruang operasi (27,4%). Sementara itu, pengalaman dari
Tema 1 yang sangat jarang dialami oleh responden yaitu pasien
dan/atau keluarga tidak menerima aturan/prosedur medis yang
berlaku dengan alasan bertentangan dengan budaya dan
keyakinan yang dianut (2,8%) (Tabel 2). Tema 2 tentang
kompetensi perawat kamar bedah dalam penerapan
keperawatan transkultural didapatkan tiga skor rata-rata
tertinggi yaitu kemampuan komunikasi menjadi hal terpenting
dalam penerapan kompetensi transkultural (M = 3,77 ± SD =
0,42); kemampuan menjelaskan tentang aturan RS dan
prosedur medis melalui KIE dan informed consent (M = 3,75 ±
SD = 0,45); dan kemampuan menghargai dan menghormati
setiap kepercayaan, agama, budaya, nilai, dan norma yang
dianut oleh pasien (M = 3,66 ± SD = 0,48). Sementara itu, skor
rata-rata paling rendah dari Tema 2 yaitu tidak menerima
negosiasi di luar standar operasional prosedur rumah sakit (M
= 2,04 ± SD = 0,70).
Simpulan Fenomena transkultural di kamar bedah menjadi hal sensitif
karena berkaitan dengan agama, adat, tradisi, budaya yang
masih dipegang teguh oleh pasien termasuk ketika menjalani
proses pembedahan, salah satunya membawa pulang organ
tubuh yang telah dibedah untuk dibawa dilakukan upacara
adat, dikubur, atau dibuang ke laut. Oleh karena itu,
kompetensi perawat kamar bedah dalam penerapan
keperawatan transkultural menjadi sangat penting untuk
mencegah dan meminimalisir konflik. Komunikasi menjadi
kompetensi yang utama, selain kompetensi lainnya seperti
menghormati perbedaan budaya, manajemen konflik,
penerapan transkultural dalam proses keperawatan, dan etika
profesi. Dengan demikian, edukasi dan pelatihan tentang
keperawatan transkultural menjadi pertimbangan penting
dalam meningkatkan kompetensi perawat kamar bedah. Selain
itu, penelitian selanjutnya mengenai keperawatan transkultural
di Indonesia sangat diperlukan mengingat keberagaman
budaya, agama, adat, istiadat masyarakat Indonesia yang cukup
banyak, dengan mengacu pada hasil penelitian ini sebagai data
dasarnya.

D. Daftarpustaka
Johnson, Betty M & Pamela B. Webber. (2005). Theory and Reasoning in
Nursing. Virginia: Wolters Kluwer
Sagar, Priscilla Limbo. (2014). Transculural Nursing Education Strategies. United
States: Spinger Publishing Company.
Yunus Elon.,dkk. (2021). Teori Dan Model Keperawatan. Jakarta: Yayasan Kita
Menulis
Abidin, A. (2013). Makna Simbolik Ritual Ngobur Tamoni (Studi Etnografi Ritual
Ngobur Tamoni di Kelurahan Pajagalan, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep).
Retrieved Juli 20, 2020 from http://repository.unair.ac.id/id/eprint/16330

Aliche, J., Ifeagwazi, C., Chukwuorji, J., & Eze, J. (2020). Roles of religious
commitment, emotion regulation and social support in preoperative anxiety. Journal
of Religion and Health, 59, 905-919. doi: 10.1007/s10943-018-0693-0.
Arakelian, E., Swenne, C., Lindberg, S., Rudolfsson, G., & van Vogelsang, A.
(2017). The meaning of person-centered care in the perioperative nursing context
from the patient's perspective: An integrative review. Journal of Clinical Nursing,
26(17-18), 2527-2544. doi:10.1111/jocn.13639.

Beitz, J. (2019). Addressing the perioperative nursing shortage through education: A


perioperative imperative. AORN Journal, 110(4), 403-414. doi: 10.1002/aorn.12805.

Brown, M. (2018). Perioperative nursing and communication challenges aboard the


Africa Mercy. AORN Journal, 108(3), 321-324. doi: 10.1002/aorn.12357.

Chang, T., Chen, C., & Chen, M. (2017). A study of interpersonal conflict among
operating room nurses. The Journal of Nursing Research, 25(6), 400-410. doi:
10.1097/jnr.0000000000000187.

Creswell, J. (2016). Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan


Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Eriksson, J., Lindgren, B., & Lindahl, E. (2020). Newly trained operating room
nurses’ experiences of nursing care in the operating room. Scandinavian Journal of
Caring Sciences, 34, 1074-1082. doi: 10.1111/scs.12817.

Anda mungkin juga menyukai