Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH HADIS AHKAM KETATANEGARAAN

tentang

“ZAKAT PERTANIAN, ZAKAT PERDAGANGAN, ZAKAT RIKAZ,


ZAKAT FITRAH”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 11:

Ummi Atika 1322007

Monikha Amelia 1322009

DOSEN PENGAMPU:

Gonsales, M. Ag

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYECH MUHAMMAD DJAMIL


DJAMBEK BUKITTINGGI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah yang Maha Esa, karna atas
limpahan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Gonsales


sebagai dosen pengampu mata kuliah Hadis Ahkam Ketatanegaraan yang
telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


banyak kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun
sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah
ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Bukittinggi, 28 November

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................................1

C. Tujuan Masalah ..........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Zakat Pertanian ..........................................................................................................3

B. Zakat Perdagangan .....................................................................................................6

C. Zakat Rikaz .................................................................................................................9

D. Zakat Fitrah ..............................................................................................................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...............................................................................................................17

B. Saran ........................................................................................................................ 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat adalah salah satu ibadah maliyah yang mendapat perhatian


besar dalam Islam. Menurut ajaran Islam, alam semesta dan seluruh isinya
adalah milik Allah SWT, termasuk yang menjadi hak milik manusia
sendiri. Berkat keadilan dan kasih sayangnya kepada manusia, maka alam
semesta dan seluruh isinya dipersiapkan untuk kesejahteraan manusia
dengan cara memelihara dan mengambil manfaatnya sebanyak mungkin,
dengan syarat tidak merusak atau mengganggu keseimbangan alam. Dalam
al-Qur'an disebutkan bahwa pada harta yang dimiliki seseorang,
didalamnya terdapat hak bagi orang lain. Hak yang utama berupa zakat,
sedangkan Islam juga menganjurkan agar manusia bersedekah, berqurban,
berwaqaf, berinfaq, berqurban, beraqiqah, senantiasa memuliakan tamu,
menghormati tetangga, serta mentaati aturan pemerintah demi
kemaslahatan umum dan ketangguhan negara.

Ajaran tentang zakat disamping terdapat dalam al-Qur'an, juga ada


hadis. Bahkan yang menjelaskan tentang kewajiban zakat, bahkan
merupakan rincian umum tentang zakat. Seperti halnya dalam hadis Nabi,
disana disebutkan berbagai macam zakat, batasan berzakat, masa
pengeluarannya serta hikmah mengeluarkan zakat. Oleh karenanya begitu
pentingnya peran hadis tentang zakat, sebab akan memperjelaskan hal-hal
terkait dengan perintah tersebut.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan zakat pertanian?


2. Apa yang dimaksud dengan zakat perdagangan?
3. Apa yang dimaksud dengan zakat rikaz?
4. Apa yang dimaksud dengan zakat fitrah?

C. Tujuan Masalah

Adapun tujuan masalahnya yaitu:

1. Mahasiswa/I mengetahui apa itu zakat pertanian.


2. Mahasiswa/I mengetahui apa itu zakat perdagangan.
3. Mahasiswa/I mengetahui apa itu zakat rikaz.

1
4. Mahasiswa/I mengetahui apa itu zakat fitrah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Zakat Pertanian

Zakat pertanian dalam Bahasa Arab biasanya disebut dengan istilah


zakat al-zuru wa al-tsimar (tanaman dan buah-buahan) atau al-nabit wa
al-kharij min al-ard (yang tumbuh dan kelaur dari bumi) yakni zakat hasil
bumi yang berupa biji-bijian, sayur-sayuran dan buah-buahan sesuai
dengan yang ditetapkan di dalam al-Qur'an dan hadis Nabi serta ijma'
ulama.

Para ulama berbeda pendapat dalam menjelaskan jenis tumbuhan


dan biji-bijian yang diwajibkan untuk ditunaikan zakatnya. Yusuf al-
Qaradhawi menyebutkan ada empat pendapat tentang jenis- jenis tersebut:

1) Mazhab Ibn Umar dan mayoritas ulama Salaf: jenis tanaman yang
diwajibkan pada empat jenis tanaman, yaitu gandum, sya'ir, dan buah-
buah dari kurma kering dan anggur kering.
2) Ulama Malikiyah dan Syafi'iyah: tanaman yang bisa disimpan dan
merupakan makanan pokok seperti gandum, padi, jagung, kurma dan
makanan pokok lainnya sesuai daerahnya.
3) Ulama Hanabilah: tanaman yang kering yang bisa ditimbang dan
ditakar serta tahan lama.
4) Ulama Hanafiyah: semua jenis tanaman yang diniatkan. untuk diambil
hasilnya.

Dari berbagai pendapat di atas, beberapa ulama Kontemporer


seperti Ibnu Arabi dan Yusuf al-Qaradhawi mengambil pendapat yang
keempat, yaitu pendapat Abu Hanifah. Pendapat ini juga dikuatkan oleh
lembaga-lembaga fikih dan muktamar-muktamar zakat Internasional.1

1
Abdul Bakir, Zakat Pertanian: Seri hukum zakat, (HIKAM PUSTAKA: Jakarta, 2021)
h, 3

3
Yusuf al-Qaradhawi menyebutkan bahwa zakat tanaman tidak
terbatas pada gandum dan kurma saja, atau tanaman yang lainnya.
Melainkan termasuk pada semua jenis tanaman, baik itu jeruk, mangga,
(Bakir 2021)apel dan lain sebagainya. Adapun hadis yang membatasi
zakat pertanian pada empat jenis makanan pokok saja menurutnya adalah
hadis dha'if sebab hadis tersebut terputus karena kedha'ifan beberapa
perawinya. Jadi hadis tersebut tidak bisa dijadikan sebagai landasan
hukum.

Begitu juga Ibnu Arabi, dia menyebutkan bahwa hadis zakat


pertanian bermakna umum, dalam artian semua jenis hasil pertanian
termasuk pula sayur-sayuran wajib dizakati. Adapun hadis yang
menyatakan bahwa sayur tidak wajib dizakati adalah hadis dha'if dari segi
isnadnya.

Salah satu hadis Nabi tentang zakat pertanian ini terdapat dalam
Imam Bukhari sebagai berikut:

ُ‫س ْبن‬ ُ ُ ََ ْ َ َ َ
ُ ‫ون‬ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ َّ َ َ َ ْ َ َ ُ ْ ُ َ َ َ َّ َ
:
‫ قال أخ َب ِ يب ي‬،‫هللا بن وه ٍب‬ ِ ‫ حدثنا عبد‬،‫حدثنا س ِعيد بن أ َِ يب مريم‬
َ َ
‫ ع ِن‬،‫َي ِزيد‬
ُ ‫ب َص هَّل ه‬ َّ
ِّ َ ‫الن‬ َ َُْ ُ َ َ َ ْ َ ‫ْ َْ ه‬ َ ْ َ ِّ ْ ُّ
‫اَّلل‬ ‫ ِ ِ ي‬،‫ض هللا عنه‬
‫ن‬ ‫ع‬ ‫يه ر ِ ي‬
ِ ‫ عن أ ِب‬،‫اَّلل‬
ِ ‫ عن س ِال ِم ب ِن عب ِد‬،‫الزه ِري‬
َ ِ ‫ َو َما ُس‬،‫ش‬ ُ ْْ ‫الع‬ َ َ ْ َ ُ ُ ُ َ َ َّ
ُ ‫ان َعريا‬ َ ‫َع َل ْيه َو َس هل َم َق‬
‫ق‬ ‫ي‬ ِ ‫يما َس َّم ِت السماء والعيون أو ك‬ َ ‫ ف‬: ‫ال‬
ِ ِ
ْ ُ ُ ْ ْ َّ
‫الع ْش‬ ‫ِبالنض ِح ِنصف‬

Artinya:

"Sa'id bin Abu Maryam menceritakan bahwa Abdullah bin Wahb


bercerita bahwa Yunus bin Yazit mengabarkan dari al-Zuhri dari Salim
bin Abdullah dari ayahnya ra dari Nabi saw beliau Bersabda: Pada
tanaman yang dialiri air hujan dan mata air zakatnya adalah 10% dan

4
pada tanaman yang dialiri dengan usaha (irigasi) zakatnya setengah dari
10% (yakni 5 %) dari penghasilan".

Pendapat Ulama terhadap hadis zakat pertanian

Para ulama sepakat bahwa kadar zakat pertanian sesuai dengan


yang disampaikan hadis Nabi, yakni sebanyak 10 % untuk hasil pertanian
yang hanya mengandalkan air hujan dan 5 % untuk hasil pertanian yang
mengandalkan irigasi, dll. Namun, yang menjadi perbedaan di antara
mereka adalah untuk kadar zakat buah-buahan dan sayur-sayuran yang
tidak tahan lama. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa tanaman yang
cepat busuk zakatnya 2,5% sebagaimana zakat emas dan perak. Namun,
menurut Yusuf al-Qardhawi zakatnya sama seperti zakat hasil pertanian
lainnya, yakni 10% atau pun 5%. Hal ini dipahami dari riwayat al-Sya'bi
bahwa orang yang menjual anggur maka wajib mengeluarkan zakat dari
hasil penjualannya sebanyak 10% atau setengahnya.

Apabila tanaman setengah tahunnya dialiri air hujan dengan hujan


dan setengah tahunnya lagi tanpa biaya, maka zakatnya adalah 3/4 dari
10% atau 7,5 %. Adapun Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa hal itu tidak
ada perbedaan. Jika dalam satu tahun itu setengah tahunnya menggunakan
biaya, maka dianggap menggunakan biaya seluruhnya. Apabila dalam
setahun itu lebih banyak menggunakan biaya daripada tidak, maka yang
dianggap adalah yang paling banyak. Misal, dalam satu tahun 7 bulan
menggunakan biaya dan sisanya tidak, maka zakatnya dianggap
sebagaimana zakat tanaman dengan biaya yaitu 5%. Sedangkan apabila
tidak diketahui kadarnya, maka diwajibkan zakat sebanyak 10% sebagai
bentuk berhati-hati. Karena sesungguhnya hukum asalnya adalah 10%
tersebut, namun berkurang karena ada biaya.

Yusuf al-Qardhawi menyebutkan bahwa biaya dapat berpengaruh


dalam syari'at, terkadang bisa menyedikitkan kadar yang wajib seperti
menyiram dengan alat tertentu, maka zakatnya hanya setengahnya saja.

5
Yusuf al-Qaradhawi mengutip dalam syarh al-Tirmidzi, dia menyebutkan
makna yang paling utama dari hadis tentang zakat pertanian ini adalah
sebagai bentuk perhatian terhadap fakir miskin. Terlebih lagi sebagai
bentuk rasa syukur atas karunia yang diberikan Allah. Inilah maksud yang
terkandung di dalam hadis Nabi tersebut.2

B. Zakat Perdagangan

Hampir seluruh ulama sepakat bahwa perdagangan itu harus


dikeluarkan zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan kewajiban
zakat. Perbedaan pendapat terjadi dalam menentukan persyaratannya.
Mazhab Hambali mengemukakan dua syarat zakat perdagangan. Pertama,
barang dagangan tersebut dimilikinya melalui kegiatan perdagangan yang
konkret, seperti dengan pem- belian. Kedua, ketika memiliki hartanya,
seseorang berniat melakukan perdagangan.3

Mazhab Hanafi menetapkan empat syarat. Pertama, harta


perdagangan itu mencapai nishab. Kedua, mencapai waktu satu tahun.
Ketiga, niat berdagang harus menyertai praktik perdagangan secara
konkret. Karena semata niat saja dianggap tidak cukup. Keempat, harta
benda yang ada (dimiliki) pantas untuk diperjualbelikan.

Mazhab Hambali menetapkan lima syarat terhadap kewajiban zakat


perdagangan. Pertama, zakat tidak berkaitan langsung dengan bendanya,
seperti pakaian dan buku-buku, tetapi dengan nilai dan harganya. Kedua,
barang dagangan tersebut dimiliki melalui pertukaran atau pergantian
barang-barang, misalnya melalui pembelian, bukan merupakan hasil
warisan, hibah dan yang sejenisnya. Ketiga, niat berdagang dinyatakan
ketika terjadi proses pembelian barang-barang tersebut. Keempat, nilai dan
harga barang tersebut dimilikinya sehingga dapat dilakukan penukaran
dengan barang, seperti dengan jual beli. Kelima, bagi yang menimbun
2
Ibid, h, 4-5
3
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam perekonomian modern, (GEMA INSANI: Jakarta,
2006) h, 45

6
barangnya (muhtakir) harta yang diperdagangkan mesti mencapai nishab
atau lebih, sedangkan untuk yang memutarkannya (mudir), zakat
perdagangan sudah menjadi wajib, meskipun hanya berjumlah satu
dirham.

Mazhab Syafi'i menetapkan enam syarat terhadap kewajiban zakat


perdagangan. Pertama, barang dagangan didapat melalui penukaran,
seperti pembelian dan bukan melalui (misalnya) kewarisan. Kedua,
pedagang hendaknya berniat melakukan perdagangan, ketika akan tukar-
menukar berlangsung, atau ketika berada di majelis akad. Dan jika tidak,
ia harus memperbaharui perdagangan. Ketiga, barang dagangan tidak
diniatkan untuk keperluan dan kepentingan diri sendiri (qunyah). Keempat,
mencapai waktu satu tahun, terhitung mulai dari kepemilikan harta atau
mulai dari pembelian. Kelima, semua barang dagangan tidak menjadi uang
yang kurang dari nishab.

Di samping perbedaan pendapat terjadi dalam menentukan


persyaratan zakat perdagangan seperti tersebut di atas, perbedaan pendapat
pun terjadi dalam menentukan sempurnanya (mencapainya) nishab.
Apakah di awal, akhir, pertengahan atau di sepanjang waktu perdagangan?
Terdapat tiga pendapat para ulama dalam hal ini, Pertama, karena zakat
perdagangan berkaitan dengan harga, maka yang paling memungkinkan
adalah pada akhir tahun saja, sebab sangat menyulitkan jika perhitungan
harga dilakukan sepanjang waktu. Berbeda dengan zakat pada benda-
benda lainnya yang nishabnya berkaitan dengan bendanya tersebut.
Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Maliki dan Imam Syafi'i. Kedua,
nishab itu diperhitungkan sepanjang tahun, sehingga jika dalam suatu
waktu kurang dari nishab, maka terputus pula pengertian nishab tersebut.
Pendapat ini dikemukakan oleh ats- Tsauri, Ahmad, Ishaq, Abu Ubaid,
Abu Tsur dan Ibnu Munzir. Ketiga, nishab itu diperhitungkan di awal dan
di akhir tahun. Apabila nishab telah sempurna pada kedua ujung ini, maka

7
zakat perdagangan wajib dikeluarkan. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu
Hanifah dan ashabnya.

Dalam membandingkan ketiga pendapat tersebut, Yusuf al-


Qaradhawi mengemukakan kecenderungan pendapatnya pada pendapat
pertama, yaitu pendapat Imam Malik dan Imam Syafi'i, dengan alasan
bahwa sesungguhnya persyaratan satu tahun terhadap nishab, tidak
memiliki dalil yang kuat, karena tidak ada nash yang sahih dalam bentuk
hadits marfu' (hadits yang berkaitan langsung dengan Rasulullah saw.).
Apabila harta perdagangan telah sempurna mencapai nishab pada akhir
tahun, maka pada saat itulah kewajiban zakat telah ada pada seorang
muslim. Demikianlah berlangsung setiap tahunnya, meskipun di tengah
tahun terjadi pengurangan pada ukuran nishab. Kita bisa juga melihat
sejarah di zaman Nabi Muhammad saw. ketika para petugas mengambil
zakat harta yang telah mencapai nishab, tidak pernah bertanya kepada
muzakki sejak kapan nishab ini secara sempurna terjadi, sudah berapa
bulan, dan sebagainya. Bila sudah mencapai satu tahun (berdasarkan
penanggalan Qamariyyah) mereka lalu mengambilnya.

Terdapat pula perbedaan pendapat di kalangan para ulama apakah


yang dikeluarkan zakatnya itu harus merupakan benda yang
diperdagangkan ataukah dalam bentuk uang.

Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i dalam salah satu pendapatnya
menyatakan bahwa pedagang diperkenankan memilih dua alternatif yang
tersedia, yaitu mengeluarkan bendanya atau memberikan uangnya.
Seorang pedagang kain, boleh berzakat dengan kainnya, atau juga boleh
berzakat dengan harganya dalam bentuk uang. Sementara itu Imam Syafi'i
dalam pendapatnya yang lain menyatakan bahwa mengeluarkan zakat
perdagangan itu, harus dalam bentuk komoditas yang diperdagangkan, dan
bukan dalam bentuk uang. Sedangkan Imam Ahmad bin Hambal

8
mewajibkan mengeluarkan zakat perdagangan dalam bentuk uang, bukan
dalam bentuk benda,

Mengomentari ketiga pendapat tersebut, Ibnu Taimiyah


menyatakan bahwa pendapat yang paling kuat, adalah pendapat yang
menyatakan bahwa zakat itu dikeluarkan dalam bentuk benda atau dalam
bentuk uang sangat dikaitkan dengan kebutuhan dan kemaslahatan dari
mustahik. Jika mustahik merasa lebih me- merlukan benda, misalnya kain,
maka berikanlah kain kepadanya. Dan jika ia membutuhkan uang untuk
keperluan yang lainnya, maka berikanlah uang kepadanya.

Adapun nisab zakat perdagangan mengikuti zakat emas dan perak.


Hadis Nabi yang menjelaskan tentang zakat tersebut adalah sebagai
berikut:

َ َ َ َ َ ْ َ ٌ َ َ َ َّ َ : َ َ َّ َ ُ ُ ْ ُّ َ َ َ َّ َ
‫ ع ِن‬،‫ ع ْن أ َِ يب ِإ ْس َحاق‬،‫ ع ْن ُسف َيان‬،‫يع‬ ‫حدثنا ع ِ يَّل بن محم ٍد قال حدثنا و ِك‬
ُ َ َ ْ َ ِّ ‫ه‬ ََ ُ
‫ « ِإ يب قد عف ْوت‬:‫هللا عل ْي ِه َو َسل َم‬
‫ه‬
‫اَّلل َصَّل‬
‫َ ْ َ َ َ َ َ َ ُ ُ ه‬ َ ْ
ِ ‫ قال رسول‬:‫ عن ع ِ يَّل قال‬،‫الح ِار ِث‬
‫يق‬ ‫ق‬ َّ ‫َع ْن ُك ْم َع ْن َص َد َق ِة ْال َخ ْيل َو‬
‫الر‬
ِ ِ ِ
َ‫ي د ْر َه َما د ْر َهما‬َ ‫ م ْن ُك ِّل َأ ْ َربع‬،‫َو َلك ْن َه ُاتوا ُرب َع ْال ُع ْْش‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ

Artinya:

"Sesungguhnya aku membebaskan dari kalian sedekah kuda dan


perak, akan tetapi berikanlah seperempat dari 10% nya (yaitu 2,5%) dan
pada 40 dirham (emas) zakatnya adalah satu dirham".

Raqiq yang dimaksud pada hadis di atas di antaranya adalah


perdagangan. Nisab zakat perdagangan adalah senilai 58 gr emas dengan
syarat telah mencapai haul (satu tahun).

C. Zakat Rikaz

9
Secara bahasa kata rikaz ‫ رگاز‬bermakna Sesuatu yang terpendam di
dalam tanah dan tersembunyi. Ada juga yang mengatakan bahwa makna
rikaz itu sama dengan makna kanz , yaitu:

Harta yang dipendam oleh manusia di dalam tanah

Selain makna itu, kata rikaz juga berasal dari kata rikz yang
artinya suara, yang tersembunyi, sebagaimana disebutkan di dalam Al-
Quran:

“Adakah kamu melihat seorangpun dari mereka atau kamu dengar


suara mereka yang samar-samar?” (QS. Maryam: 98)

Sedangkan secara istilah, jumhur ulama seperti mazhab Al-


Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al- Hanabilah mendefinisikan rikaz
sebagai:

Harta benda yang dipendam oleh orang-orang jahiliyah (bukan


muslim)

Jumhur ulama menetapkan bahwa yang dimaksud dengan rikaz


adalah benda-benda berharga peninggalan zaman kerajaan-kerajaan di
masa lalu yang tidak memeluk agama Islam. Benda-benda itu bisa saja
berbentuk emas, perak atau benda lain yang berharta seperti guci, piring,
marmer, logam, permata, berlian, kuningan, tembaga, ukiran, kayu dan
lainnya.

Semua itu termasuk jenis harta rikaz yang ada kewajiban zakatnya.
Namun mazhab Asy-Syafi'iyah dalam pendapatnya yang baru (qaul jadid)
hanya mengkhususkan emas atau perak saja yang termasuk rikaz. Di luar
emas dan perak dalam pandangan mazhab ini bukan termasuk harta rikaz.

10
Alasannya, karena rikaz termasuk al-mal al-mustafad yang didapat dari
dalam bumi, sehingga harus ada ketentuan dalam urusan zakatnya.4

Syariah Islam telah menetapkan bahwa zakat untuk rikaz adalah


seperlima bagian, atau senilai 20% dari total harta yang ditemukan.
Dasarnya sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Sallam:

“Zakat rikaz adalah seperlima”(HR. Bukhari)

Kriteria Harta Rikaz

Tidak semua benda berharga yang ditemukan begitu saja termasuk


harta rikaz, kecuali setelah terpenuhi beberapa kriteria berikut:

 Harta Yang Ditemukan

Rikaz adalah harta yang milik pihak lain yang ditemukan, baik
secara sengaja atau pun secara tidak sengaja. Baik dengan biaya modal
atau hanya karena tidak sengaja tersandung dan tiba-tiba menemukan.

Tetapi yang menjadi prinsip utama adalah bahwa harta itu bukan
harta pemberian orang yang diserahkan kepada yang menerimanya.
Prinsipnya dalam harta rikaz, tidak ada serahterima harta dari satu pihak
ke pihak lain. Yang ada, seseorang menemukan harta yang sudah tidak lagi
menjadi milik suatu pihak.

 Asalnya Milik Orang Kafir

Para ulama sepakat bahwa harta rikaz itu asalnya milik orang kafir
(jahiliyah). Sedangkan harta yang di masa lalu milik umat Islam, atau
termasuk peninggalan umat muslim terdahulu, tidak termasuk rikaz.

Maka bila seseorang menemukan harta karun dalam peti, namun


kemudian diketahui bahwa harta itu milik peninggalan kerajaan Islam di

4
Abdul Bakir, Zakat Rikaz, zakat ma’din, dan zakat al-fithr: seri hukum zakat, (HIKAM
PUSTAKA: Jakarta, 2021) h, 1

11
masa lalu, misalnya dari zaman Khalifah Harun Ar- Rasyid, maka harta itu
bukan termasuk rikaz.

Harta itu dahulu milik umat Islam, maka barang itu menjadi
luqathah atau barang temuan, dimana ada ketentuan hukum tersendiri
tentang masalah ini dalam syariah Islam. Tetapi intinya, tidak ada
ketentuan zakat dalam luqathah atau barang temuan.

 Pemiliknya Telah Meninggal

Syarat kedua adalah pemilik asli harta itu sudah meninggal dunia,
sehingga hak kepemilikan atas harta itu sebenarnya sudah hilang dengan
kematiannya. Demikian juga para ahli warisnya sudah tidak ada lagi.

Sedangkan harta berharga milik orang kafir yang ditemukan


seorang muslim, namun diketahui bahwa pemiliknya masih hidup, bukan
termasuk rikaz.Secara hukum syariah, harta itu milik yang bersangkutan.
Namun apakah boleh dimiliki, tergantung dari keadaannya.

Bila orang kafir pemiliknya termasuk kafir zimmi yang telah terikat
perjanjian damai dan hidup berdampingan, maka haram hukumnya bagi
seorang muslim untuk mengambil benda milik mereka, walaupun sempat
hilang.

Sebaliknya, bila status kekafirannya adalah kafir harbi, yaitu orang


kafir yang menghunuskan pedang untuk membunuh kita, maka bukan
hanya harta mereka yang halal bagi umat Islam, nyawa mereka pun juga
halal. Sebab yang sedang terjadi adalah peperangan yang masyru', dimana
peperangan itu memang menghalalkan darah dan harta.

 Ditemukan Bukan di Tanah Pribadi

Syarat ketiga adalah harta itu ditemukan di tanah yang bukan aset
milik pribadi seorang muslim, misalnya di jalanan umum, atau tanah yang
tidak bertuan, atau sebuah desa yang telah ditinggalkan penghuninya.

12
Bila seorang punya tanah pibadi yang luas, lalu di dalamnya dia
menemukan harta peninggalan dari zaman dahulu, maka dalam hal ini
bukan termasuk harta rikaz yang wajib dikeluarkan zakatnya.

D. Zakat Fitrah

Zakat fitrah menurut tiga imam (Malik, Syafi'i, Ahmad dan


jumhur) hukumnya fardhu berdasarkan hadits Nafi' dari Ibnu Umar,
Rasulullah saw memerintahkan untuk berzakat fitrah satu sha' kurma atau
satu sha' gandum.

Ibnu Umar berkata, "Kemudian orang-orang menjadikan nilainya


sebesar dua mud jerawut."

Asyhab al-Maliki, Ibnu Labban asy-Syafi'i dan Sebagian kalangan


zahiriah berpendapat zakat fitrah hukumnya sunnah. Mereka menyatakan
bahwa kata fardhu dalam hadits artinya sebatas bahasa. Yang
dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah arti bahasa. Fuqaha Ahnaf
mengemukakan pendapat moderat, "Hukumnya wajib. Dan wajib menurut
mereka merupakan pertengahan antara fardhu dan sunnah. Dan wajib
adalah hukum yang ditegaskan berdasarkan dalil dzanni sedangkan fardhu
adalah hukum yang ditegaskan oleh dalil qath'i. Zakat fitrah ditegaskan
oleh dalil dzanni, bukan dalil qathi. Abu Sa'id al-Khudri ra berkata,
"Rasulullah saw bersabda,

َ ُ ‫َ ه‬ ََ ‫َ ه‬ َ ََْ ْ َ
‫قد أفلح َم ْن ت َرَّك َوذك َر ْاس َم َ ِّرب ِه ف َصَّل ث َّم ُيق ِّس ُم‬

ْ ْ ‫ْ َ َْ ُ َ ْ ه‬
‫الفط َرة ق ْب َل أن َي ْعد َو ِإَل ال ُم َصَّل َي ْو َم ال ِفط َر ِة‬
ِ

”Sungguh beruntung orang yang membersihkan diri dan menyebut


nama Rabbnya kemudian shalat dan membagi zakat fitrah sebelum pergi
ke tempat shalat pada hari (raya) fitri'." (HR. Ibnu Marduwaih)

Diriwayatkan dari Ibnu Umar sesungguhnya Rasulullah saw


mewajibkan zakat fitrah bulan Ramadhan sebesar satu sha kurma atau satu

13
sha' gandum atas setiap orang merdeka maupun hamba, orang kecil
maupun orang dewasa, lelaki maupun perempuan dari kalangan
muslimin." (HR. Tujuh Imam). Baihaqi berkata, "Ahlul ilmi sepakat atas
wajibnya zakat fitrah karena itu tidak boleh ditinggalkan. Zakat fitrah
diwajibkan pada bulan sya'ban tahun kedua hijriah."5

Orang yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah

Zakat fitrah wajib atas orang muslim, merdeka dan memiliki


keleluasaan. Yaitu orang yang memiliki nishab lebih dari nafkahnya
pribadi dan nafkah keluarganya serta kebutuhan-kebutuhan asasinya. Ini
menurut Abu Hanifah. la memiliki landasan hukum dalam hadits, "Tidak
ada sedekah kecuali dari harta lebih." Sementara menurut Malikiyyah,
Syafi'iyyah, Hanabilah dan jumhur, tidak disyaratkan dalam wajibnya
zakat fitrah harus memiliki keleluasaan lebih dari nishab di luar
kebutuhannya bagi orang yang mengeluarkannya. Tapi bila yang
bersangkutan memiliki makanan lebih untuk dirinya sendiri, makanan
keluarga dan makanan orang-orang yang menjadi tanggungannya di hari
raya dan di malamnya, zakat fitrah wajib baginya dan yang bersangkutan
boleh memungut zakat dari orang lain bila fakir. Karena itu, yang
bersangkutan mengeluarkan zakat dan juga mendapatkannya pada saat
fakir. Pendapat mereka ini berlandaskan hadits lemah. dan sepertinya
mereka berpedoman pada hadits-hadits umum seperti hadits shahih Ibnu
Umar sebelumnya yang menunjukkan wajib tanpa menyinggung
kemiskinan dan kekayaan bagi orang yang wajib mengeluarkannya.
Sedangkan pengkhususan harus memiliki persediaan makanan dan dana di
hari raya nampaknya -wAllahu a'lam merupakan istimbath dari hal-hal
yang berkaitan dengan masalah dan kondisi yang memiliki kesamaan.

Kapan Zakat Fitrah Wajib Dikeluarkan

5
Hasan Ayub, Fikih Ibadah, (Cakra Lintas Media: Jakarta, 2010) h, 376

14
Waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah
diperdebatkan. Fuqaha Ahanf, Laits ibnu Sa'ad dan salah satu pendapat
Malik menyatakan, zakat fitrah wajib pada saat fajar hari raya 'idul fitri
terbit. Sementara Syafi'i, Ahmad dan Tsauri berpendapat, zakat fitrah
wajib pada saat matahari di akhir bulan Ramadhan terbenam karena hadits
menyebutkan, "Zakat fitrah diwajibkan karena Ramadhan." Zakat fitrah
wajib karena selesainya bulan Ramadhan dan hal itu terwujud dengan
terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhan.

Efek perbedaan pendapat nampak pada bayi yang lahir setelah


matahari terbenam di hari terakhir pada bulan Ramadhan dan sebelum
fajar pada hari raya. Fuqaha Ahnaf berpendapat bayi tersebut wajib
dizakati. Sementara fuqaha lain berpendapat tidak wajib dizakati. Dan
kaitannya dengan orang yang meninggal dunia setelah matahari terbenam
dan sebelum fajar. Fuqaha Ahnaf berpendapat, tidak wajib dizakati.
Sementara fuqaha lain berpendapat wajib dizakati karena pada matahari
terbenam orang yang bersangkutan masih hidup. Sementara orang yang
meninggal dunia sebelum matahari terbenam tidak wajib dizakati menurut
pendapat seluruh fuqaha. Dan bayi yang dilahirkan sebelum matahari
terbenam wajib dizakati menurut pandangan semua fuqaha.

Tempat Pembayaran Zakat Fitrah

Abu Hanifah, Malik dan Syafi'i berkata, "Zakat fitrah ditunaikan


dan dikeluarkan di tempat tinggal orang yang dizakati." Bila seseorang
mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri di Kairo misalnya, maka ia
harus memberikan zakat tersebut untuk kaum fakir miskin Kairo. Bila
anak-anaknya berada di Kuwait dan hendak membayarkan untuk mereka,
ia harus membayar zakat di manakah anak mereka berada, yaitu untuk
kaum fakir miskin Kuwait. Seperti itulah zakat dibayarkan di tempat
tinggal orang yang dizakati kecuali bila memang di negara lain ada kerabat
atau pihak yang lebih memerlukan.

15
Golongan Penerima Zakat Fitrah

Zakat dibagikan untuk golongan-golongan yang disebut dalam


surat at-taubah, yaitu firman Allah swt,

‫اب‬
َ ِّ
‫ق‬‫الر‬ ‫ف‬ ‫و‬ ُ ‫ي َع َل ْي َها َو ْال ُم َؤ هل َفة ُق ُل‬
َ ‫وب ُه ْم‬ َ ‫ات ل ْل ُف َق َراء َو ْال َم َساكي َو ْال َعامل‬
ُ َ َ َّ َ َّ
ِ ‫ِي‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ‫ِإنما الصدق‬
ٌ ‫يم َحك‬ ٌ ‫اَّلل َعل‬ُ ‫اَّلل ۗ َو ه‬‫َ َ ً َ ه‬ ‫ه‬
َّ ‫اَّلل َو ْابن‬ َ ‫ي َوف‬ َ ‫َو ْال َغارم‬
‫يم‬ ِ ِ ِ ‫يل ۖ ف ِريضة ِمن‬ ِ ِ ‫ب‬ ‫الس‬ ِ ِ ‫يل‬ ‫ب‬
ِ ِ ‫ي‬ ‫س‬ ِ ِِ
Artinya:

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,


orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana." (At-Taubah [9]: 60)

Kedelapan golongan inilah para penerima zakat berdasarkan


perintah Allah swt.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Zakat pertanian dalam Bahasa Arab biasanya disebut dengan istilah


zakat al-zuru wa al-tsimar (tanaman dan buah-buahan) atau al-nabit wa
al-kharij min al-ard (yang tumbuh dan kelaur dari bumi) yakni zakat hasil
bumi yang berupa biji-bijian, sayur-sayuran dan buah-buahan sesuai
dengan yang ditetapkan di dalam al-Qur'an dan hadis Nabi serta ijma'
ulama. Hampir seluruh ulama sepakat bahwa perdagangan itu harus
dikeluarkan zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan kewajiban
zakat. Perbedaan pendapat terjadi dalam menentukan persyaratannya.

Jumhur ulama menetapkan bahwa yang dimaksud dengan rikaz


adalah benda-benda berharga peninggalan zaman kerajaan-kerajaan di
masa lalu yang tidak memeluk agama Islam. Benda-benda itu bisa saja
berbentuk emas, perak atau benda lain yang berharta seperti guci, piring,
marmer, logam, permata, berlian, kuningan, tembaga, ukiran, kayu dan
lainnya.

B. Saran

Kami menyadari bahwasanya kami sebagai pemakalah masih


memiliki banyak kekurangan baik itu dalam segi penulisan ataupun dari
segi materi. Kami mohon kritik dan saran yang mendukung dari pembaca
agar tercapainya makalah yang sempurna. Dan semoga makalah kami bisa
bermanfaat bagi kita semua, dan menjadi wawasan kita dalam memahami
ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ayub, Hasan. Fikih Ibadah. Jakarta: CAKRA LINTAS MEDIA, 2010.

Bakir, Abdul. Zakat Prtanian:sri hukum zakat. Jakarta: HIKAM PUSTAKA,


2021.

—. Zakat rikaz, zakat ma'din, dan zakat al-fithr: seri hukum zakat. Jakarta:
HIKAM PUSTAKA, 2021.

Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam perekonomian modern. Jakarta: GEMA


INSANI, 2008.

18
19
20

Anda mungkin juga menyukai