Anda di halaman 1dari 19

Kerjasama Lahan

Pertanian
Oleh :

Ulfa Muallifah (202031029)


Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya tugas makalah
yang berjudul “Kerjasama Lahan Pertanian” ini sebagai syarat yang menunjang nilai mata kuliah
Fiqih Mu’amalah. Makalah ini berisi penjelasan pengertian kerjasama dan apa saja bentuk
kerjasama dalam lahan pertanian yang diperbolehkan dalam islam.
Penulisan makalah ini tentu tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ustadz Dr. Arijulmanan,
M.H.I, selaku dosen mata kuliah Fiqih Mu’amalah atas bimbingan dan arahannya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan didalam makalah ini. Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat membawa membawa manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca, sehingga
menambah wawasan para pembaca dan juga dapat memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Mu’amalah.

Bogor, 11 November 2021


Penulis,

Ulfa Muallifah
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………...2
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………….3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kerjasama…………………………………………………………………….4
B. Bentuk Kerjasama Lahan Pertanian Dalam Islam………………………………………..5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………...11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...12
ii
01
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Meski dibekali akal
pikiran untuk memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi manusia tidak dapat hidup sendiri
tanpa bantuan manusia lain. Salah satu cara manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan melakukan kerja sama. Setiap manusia selalu melakukan kerja
sama dengan manusia lain dalam berbagai bidang kehidupan. Kerja sama antar
sesama manusia berarti setiap manusia saling membantu satu sama lainnya dalam
melaksanakan suatu kegiatan untuk mewujudkan tujuan bersama.

Agama Islam mengajarkan manusia untuk saling bekerjasama. Semua manusia


diciptakan Allah dalam keadaan lemah dan berkekurangan, maka dari itu manusia
memerlukan bantuan orang lain. Begitujuga dalam mengolah lahan pertanian, tidak
semua orang bisa mengolah lahannya sendiri, ada juga yang tidak memiliki lahan.
Oleh karena itu dalam hal ini diadakannya kerjasama dalam mengolah lahan
pertanian untuk dapat mensejahterakan hidup dan dapat memenuhi kebutuhannya
masing-masing.

1
B. Rumusan Masalah

01
Apa Pengertian
Kerjasama?

02
Apa Saja Bentuk Kerjasama
Lahan Pertanian dalam Islam?

2
C. Tujuan Penulisan

Mengetahui Pengertian
Kerjasama

01 02

Mengetahui Apa Saja Bentuk


Kerjasama Lahan Pertanian
dalam Islam

3
02
Pembahasan
A. Pengertian Kerjasama
● Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kerja sama adalah kegiatan atau usaha
yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah dan sebagainya) untuk mencapai
tujuan bersama.
● Menurut Kamus Oxford kerja sama adalah bekerja bersama menuju akhir yang sama.
● Soerjono Soekanto menyatakan kerja sama merupakan suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.
● Basrowi menyatakan kerja sama merupakan proses sosial di mana di dalamnya terdapat
aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu
dan saling memahami terhadap aktivitas masing-masing.
● Pamudji mengartikan kerja sama adalah pekerjaan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan melakukan interaksi antar individu yang melakukan kerja sama sehingga tercapai
tujuan yang dinamis. Menurut Pamudji, ada tiga unsur yang terkandung dalam kerja sama
yaitu, orang yang melakukan kerja sama, adanya interaksi dan adanya tujuan yang sama.
● Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan kerja sama adalah bentuk hubungan
antara manusia yang satu dengan manusia lainnya yang saling berinteraksi dan saling
menguntungkan untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat
tiga prinsip dalam kerja sama yaitu, berorientasi pada tercapainya tujuan yang baik,
memperhatikan kepentingan bersama dan saling menguntungkan.
4
B. Bentuk Kerjasama Lahan Pertanian dalam Islam
1. Muzara’ah
Secara etimologi, muzara’ah berarti kerjasama di bidang pertanian antara pihak
pemilik tanah dan petani yang akan menggarap lahan. Secara terminologi, terdapat beberapa
definisi muzara’ah yang dikemukakan ulama fiqih.
Ulama Malikiyah, mendefinisikan muzara’ah sebagai perserikatan dalam pertanian.
Ulama Hanbaliah, mendefinisikan muzara’ah merupakan penyerahan tanah pertanian kepada
petani untuk digarap dan hasilnya dibagi berdua.
Ulama Syafi’I, mendefinisikan muzara’ah merupakan pengelolaan tanah oleh petani dengan
imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan penggarap tanah.
Ulama Hanafiyah, muzara’ah ialah akad untuk bercocok tanam dengan sebagian yang keluar
dari bumi.
Jadi muzara’ah yaitu kerjasama antara pemilik tanah dan penggarap tanah dengan
perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama, sedangkan benih (bibit)
tanaman berasal dari pemilik tanah.

5
a. Dasar Hukum Muzara’ah
Muzara’ah hukumnya diperselisihkan oleh para fuqaha. Imam Abu Hanafiah dan Zufar,
Imam Asy-Syafi’I tidak membolehkannya, akan tetapi sebagian Syafi’iyah membolehkannya, dengan
alasan kebutuhan (hajah). Dengan landasan hadist Nabi SAW berikut :

ِ ِ
َ ‫اللْه َعلَيْ ْه َو َسلَّ َْم ََنَى َع ِْن ال همَز َار َع ْة َواََمَْر ِِبملهَؤ‬
ْ‫اجَرِة‬ ّ ‫صلَّى‬ ِّْ ‫الله َعن ْهه اَ َّْن َر هسو هْل‬
َ ‫الل‬ ّْ ‫اك َر ِض َْي‬
ِْ ‫َّح‬ ِْ ِ‫و َعنْ ََثب‬
َ ‫ت ب ِْن الض‬

“Dari Tsabit bin Adh-Dhahlak, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW


melarang untuk melarang untuk melakukan muzara’ah, dan memerintahkan untuk
melakukan muajarah (sewa-menyewa). (HR. Muslim)
Menurut jumhur ulama yang terdiri dari Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, Malik, dan
Dawud Azh-Zhahiri, muzara’ah itu hukumnya boleh, seperti hadist Nabi SAW berikut :

ْ‫ج ِمن َها ِمنْ ََثَرْ اَوْ َزرع‬


ْ‫الله َعلَي ِْه َو َسلَّ َْم َْعا َم َْل اَه َْل َخي ََْب بِ َشط ِْر َما ََي هر ه‬
ّْ ‫صلَّى‬ ِّْ ‫الله َعن هه َما اَ َّْن َر هسو هْل‬
َ ‫الل‬ ّْ ‫َع ِْن اب ِْن عه َمَْر َر ِض َْي‬

“Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW melakukan kerjasama (penggarapan tanah)
dengan penduduk Khaibar dengan imbalan separuh dari hasil yang keluar dari tanah
tersebut, baik nuah-buahan maupun tanaman.” (Muttafaq ‘alaih)
6
Imam Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Ja’far, “Tidak ada satupun di Madinah
kecuali penghuninya mengelola tanah secara muzara’ah dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4”. Hal ini telah
dilakukan oleh Sayyidina Ali, Sa’ad bin Abi Waqash, Ibnu Mas’ud , Umar bin Abdul Aziz, Qasim, Urwah,
keluarga Abu Bakar, dan Keluarga Ali bin Abi Thalib.

b. Rukun Muzara’ah dan Sifat Akadnya


Menurut Hananfiah, rukun muzara’ah adalah ijab dan qabul, yaitu berupa pernyataan
pemilik tanah , “saya serahkan tanah ini kepada Anda untuk digarap dengan imbalan separuh dari hasilnya”,
dan pernyataan penggarap “saya terima atau saya setuju”. Sedangkan menurut jumhur ulama, sebagaimana
dalam akad-akad yang lain, rukun muzara’ah ada tiga, yaitu :
• Aqid, yaitu pemilik tanah dan penggarap tanah
• Ma’uqu ‘alaih atau objek akad, yaitu manfaat tanah dan pekerjaan penggarap
• Ijab dan qabul
Menurut Hanbaliah, dalam akad muzara’ah tidak diperlukan qabul dengan perkataan,
melainkan cukup dengan penggarapan secara langsung atas tanah. Dengan demikian, qabulnya dengan
perbuatan (bil fi’li). Adapun sifat akad muzara’ah menurut Hanafiah, sama dengan akad syirkah yang lain,
yaitu termasuk akad yang ghairu lazim (tidak mengikat).
Menurut Malikiyah, apabila sudah dilakukan penanaman bibit maka akad menjadi lazim (mengikat). Akan
tetapi, menurut pendapat yang mu’tamad (kuat) di kalangan Malikiyah, semua syirkah amwal hukumnya
lazim dengan telah terjadinya ijab dan qabul.
7
c. Syarat-syarat Muzara’ah

• Pemilik dan penggarap tanah harus orang yang sudah baligh dan berakal
• Benih yang akan ditanam harus jelas dan akan menghasilkan
• Syarat yang menyangkut tanah pertanian adalah sebagai berikut :
Tanah yang akan digarap harus jelas bahwa akan menghasilakan, tidak boleh tanah yang tandus
dan kering.
Batas-batas tanah itu jelas.
Tanah diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk digarap dan pemilik tanah tidak boleh ikut
menggarap tanah.
• Syarat yang menyangkut hasil panen sebagai berikut :
Pembagian hasil panen harus jelas.
Hasil panen benar-benar milik bersama orang yang berakad, tanpa boleh ada pengkhususan.
Pembagian hasil panen harus ditentukan : setengah, sepertiga, atau seperempat, dari awal akad,
sehingga tidak timbul perselisihan dikemudian hari, dan penentuannya tidak boleh berdasarkan jumlah
tertentu secara mutlak, contohnya satu kwintal untuk pekerja, atau satu karung, karena kemungkinan hasil
seluruh panen jauh dibawah itu atau dapat juga jauh melampaui jumlah itu.
• Syarat yang menyangkut jangka waktu juga harus dijelaskan sejak akad, karena akad muzara’ah
mengandung makna akad al-ijarah (sewa-menyewa) dengan imbalan sebagian hasil panen. Oleh karena
itu, jangka waktunya harus jelas.
8
d. Berakhirnya Akad Muzara’ah

Beberapa yang menyebabkan berakhirnya akad muzara’ah yaitu :


• Habis masa muzara’ah
• Salah seorang yang melakukan akad meninggal dunia
• Adanya udzur. Menurut Ulama Hanafiyah, diantara udzur yang menyebabkan batalnya muzara’ah
diantaranya yaitu :
Tanah yang sedang digarap terpaksa dijual, misalnya untuk membayar hutang.
Penggarap tidak dapat mengolah tanah. Seperti sakit, dsb.

e. Hikmah Muzara’ah
Sebagian orang ada yang memiliki hewan ternah, memiliki sawah dan dapat menggarap dan
mengembangkan sawahnya. Tetapi jika seseorang memiliki hewan ternak dan tidak memiliki lahan untuk
ditanami ataupun sebaliknya, maka dengan muzara’ah kita belajar untuk saling bekerjasama demi bisa
memnuhi kebutuhan masing-masing. Kerjasama dalam muzara’ah, dimana pemilik lahan menyerahkan
lahan dan bibit, sedangkan penggarap tanah mengelola dan bekerja menggunakan hewan ternaknyadan akan
mendapatkan bagiannya masing-masing, maka yang terjadi adalah kemakmuran bumi, dan semakin luasnya
daerah pertanian yang merupakan sumber kekayaan terbesar.

9
2. Mukhabarah

Mukhabarah adalah bentuk kerjasama antara pemilik tanah dan


penggarap tanah dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah
dan penggarap menurut kesepakatan bersama, sedangkan biaya dan benihnya
berasal dari penggarap tanah.
Secara garis besar, pengertian muzara’ah dan mukhabarah adalah sama, yang
membedakan antara muzara’ah dengan mukhabarah hanya terletak dari benih
tanaman dan biaya perawatan tanaman. Dalam muzara’ah benihnya berasal dari
pemilik tanah, jadi penggarap hanya menggarap tanah saja tanpa memikirkan biaya
dan lain-lain. Sedangkan dalam mukhabarah, benih tanaman berasal dari penggarap
tanah, jadi pemilik tanah hanya memberikan tanahnya saja untuk digarap.

10
03
Penutup
A. Kesimpulan
kerja sama adalah bentuk hubungan antara manusia yang satu dengan
manusia lainnya yang saling berinteraksi dan saling menguntungkan untuk mencapai
tujuan bersama.
Bentuk kerjasama lahan pertanian didalam islam ada 2 yaitu yang
dikenal dengan istilah muzara’ah dan mukhabarah.
Muzara’ah adalah kerjasama antara pemilik tanah dan penggarap tanah dengan
perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama, sedangkan
benih (bibit) tanaman berasal dari pemilik tanah.
Sedangkan mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik tanah dan penggarap tanah
dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama,
sedangkan benih (bibit) tanaman berasal dari penggarap tanah.
Kedua bentuk kerjasama dalam mengolah lahan pertanian ini memiliki
tujuan yang sama yaitu untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing dan untuk
mensejahretakan hidup.

11
Daftar Pustaka
Nugraha, Yoni. Jujun Kurnia. Muhammad Saleh. Muhammad Habib. 2017. “Sistem Bagi
Hasil Pengelolaan Lahan Pertanian dalam Perspektif Ekonomi Islam”. Jurnal. 19-20.

Saputra, Ariansyah Jaya. 2016. “Kerjasama Pengelolaan Lahan Pertanian dalam Perspesktif
Ekonomi Islam”. Skripsi. Palembang: Universitas Raden Fatah.

Fimela. 2021. “Mukhabarah Adalah Bentuk Kerjasama Kepemilikan Sawah”. Diakses 7


April 2021. Jakarta.

http://jurnal.iailm.ac.id/index.php/mutawasith/article/download/154/134/

12
Jazakumullahu
Khairan !

Anda mungkin juga menyukai