Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

    Membayar zakat adalah salah satu dari lima rukun Islam. Oleh karena itu, mengamalkannya
adalah sebuah kewajiban bagi siapapun yang telah memenuhi persyaratannya. Meski demikian,
tak sedikit dari umat Islam yang belum mengetahui secara eksplisit perihal zakat. Kebanyakan
mereka hanya mengetahui sabatas zakat fitrah saja.

      Padahal di dalam Islam, selain zakat fitrah dikenal juga adanya zakat mal. Dalam zakat mal
pun masih terbagi lagi menjadi beberapa jenis zakat yang tentunya memiliki cara hitung yang
berbeda-beda. Perbedaan jenis  dan cara hitung ini tentunya tak lantas membuat seorang muslim
untuk enggan mempelajarinya, apalagi mengamalkannya.

      Di antara jenis zakat mal yang memiliki tuntunan langsung dari al-Qur’an dan hadis
Rasulullah adalah zakat pertanian. Tentang wajibnya mengeluarkan zakat pertanian, para ulama
sepakat. Hanya saja terdapat beberapa ulama fikih memiliki pendapat yang berbeda dalam
menggambarkan zakat pertanian karena berbedanya corak pemikiran mereka.

      Pada makalah yang singkat ini penulis berusaha untuk menjelaskan tentang zakat pertanian
serta penulis mencoba menyusun dari berbagai mazhab tentang zakat pertanian.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan dalil wajib dari zakat pertanian ?


2. Apa saja syarat zakat tanaman dan tumbuhan ?
3. Berapa nishab zakat pertanian ?
4. Apa saja buah-buahan dan biji-bijian yang disepakati wajib zakat ?
5. Bagaimana zakat untuk madu ?
6. Apa saja buah-buahan yang tidak wajib zakat ?
7. Bagaimana zakat dari mencampurkan buah-buahan yang diperoleh dalam setahun ?
8. Bagaiman zakat dari buah-buahan yang dijual sebelum dipetik dan zakat harta tumbuh-
tumbuhan ?
9. Bagaimana zakat dari penghasilan di tanah wakaf ?
10. Bagaimana zakat dari penghasilan di tanah sewa ?
11. Bagaimana zakat atas tanah berpajak ?
12. Bagaimana zakat tumbuh-tumbuhan yang perkongsikan ?
13. Bagaimana perhitungan dalam zakat tumbuhan dan biji-bijian ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dan dalil wajib dari zakat pertanian.


2. Untuk mengetahui syarat zakat tanaman dan tumbuhan.
3. Untuk mengetahui nishab zakat pertanian.
4. Untuk mengetahui buah-buahan dan biji-bijian yang disepakati wajib zakat.
5. Untuk mengetahui zakat untuk madu.
6. Untuk mengetahui buah-buahan yang tidak wajib zakat.
7. Untuk mengetahui zakatnya mencampurkan buah-buahan yang diperoleh dalam setahun.
8. Untuk mengetahui zakat dari buah-buahan yang dijual sebelum dipetik dan zakat harta
tumbuh-tumbuhan..
9. Untuk mengetahui zakat dari penghasilan di tanah wakaf.
10. Untuk mengetahui zakat dari penghasilan di tanah sewa.
11. Untuk mengetahui zakat atas tanah berpajak.
12. Untuk mengetahui zakat tumbuh-tumbuhan yang perkongsikan.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Zakat Pertanian dan Dalil Wajibnya

      Zakat pertanian atau Zakat zira’ah adalah salah satu zakat mal yang dikenakan pada produk
pertanian, setiap panen dan mencapai nishab. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an :

‫ت َوالنَّ ْخ َل َوال َّزرْ َع ُم ْختَلِفًا أُ ُكلُهُ َوال َّز ْيتُونَ َوالرُّ َّمانَ ُمتَ َشابِهًا َو َغ ْي َر ُمتَ َشابِ ٍه ۚ ُكلُوا‬ ٍ ‫ت َو َغ ْي َر َم ْعرُو َشا‬
ٍ ‫ت َم ْعرُو َشا‬ٍ ‫َوهُ َو الَّ ِذي أَ ْن َشأ َ َجنَّا‬
َ‫ْرفِين‬ ْ
ِ ‫ْرفُوا ۚ ِإنَّهُ اَل يُ ِحبُّال ُمس‬ َ ‫ثَ َم ِر ِه إِ َذا أَ ْث َم َر َوآتُوا َحقهُ يَوْ َم َح‬ ‫ِم ْن‬
ِ ‫صا ِد ِه ۖ َواَل تُس‬ َّ

“….. Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah
kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan.” (QS. Al-An’am : 141)

      Ayat ini menjelaskan bahwa zakat pertanian ditunaikan ketika panen, maka zakat pertanian
tidak dikenal haul (hitungan satu tahun). Allah berfirman :

‫إِاَّل أَ ْن‬ ‫آخ ِذي ِه‬ َ ِ‫ض ۖ َواَل تَيَ َّم ُموا ْال َخب‬
ِ ِ‫يث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُونَ َولَ ْستُ ْم ب‬ ِ ْ‫لَ ُك ْم ِمنَ اأْل َر‬ ‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّما أَ ْخ َرجْ نَا‬ ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ ْنفِقُوا ِم ْن طَيِّبَا‬
‫تُ ْغ ِمضُوا فِي ِه ۚ َوا ْعلَ ُموا أَ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌ†د‬

“Hai orang-orang yang beriman, infakkankanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan
ketauhilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah : 267).

      Maksud Infak dalam ayat ini, menurut Ali bin Abi Thalib, Ubaidah As-Salmani dan Ibnu
Sirin yaitu zakat yang diwajibkan. Sedangkan makna “apa yang Kami keluarkan dari bumi”
yakni tanaman, barang tambang dan harta temuan. (Tafsir Al-Qurthubi 3/320)
 

B.    Syarat Zakat Tanaman dan Buah-buahan

Syarat-syarat umum zakat antara lain islam, berakal, baligh, merdeka. Sedangkan terdapat
syarat-syarat khusus dari masing-masing mazhab.

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa di samping syarat-syarat umum diatas, ada tambahan syarat
yang lain, yaitu :

1. Tanah yang ditanami merupakan tanah usyriyah.


2. Adanya tanaman yang tumbuh dari tanah tersebut
3. Yang tumbuh dari tanah tersebut adalah tanaman yang sengaja ditanami oleh
penanamnya dan dikehendaki pembuahannya.

Mazhab Maliki mengajukan dua syarat tambahan, yaitu :

1. Yang tumbuh dari tanah tersebut adalah biji-bijian dan tsamarah (seperti kurma, anggur,
dan zaitun). Zakat tidak diwajibkan atas fakihah (seperti buah apel, delima) begitu pula
sayur-mayur baik tanaman di tanah kharajiyyah maupun bukan tanah kharajiyyah.
2. Tanaman yang tumbuh dari tanah tersebut mencapai nishab yaitu 5 wasaq (653 kg). 1
wasaq = 60 sha’= 4 mudd.

Mazhab Syafi’i menambahkan tiga syarat tambahan, yaitu :

1. Tanaman yang tumbuh di tanah tersebut adalah tanaman yang menjadi makanan yang
mengenyangkan, bisa disimpan dan ditanam.
2. Tanaman tersebut telah mencapai nishab yaitu 5 wasaq.
3. Tanah tersebut merupakan tanah yang dimiliki oleh orang tertentu.

Mazhab Hambali menambahkan tiga syarat, yaitu :

1. Tanaman tersebut bisa disimpan, bertahan lama, bisa ditakar, bisa dikeringkan dan
ditanami oleh manusia.
2. Tanaman yang tumbuh dari tanah tersebut mencapai nishab yaitu 5 wasaq.
3. Tanaman yang telah mencapai nishab tersebut dimiliki oleh seorang yang merdeka dan
muslim pada waktu zakat diwajibkan.

     Orang yang memiliki tanaman atau buah-buahan yang layak makan yang diperoleh melalui
pembelian, warisan, mahar, khulu’, penyewaan atau upah, tidak wajib mengeluarkan zakatnya
sebab dia tidak memiliki harta tersebut ketika zakat diwajibkan.

     Buah-buahan yang dipetik dari tanah yang mubah tidak wajib dikeluarkan zakatnya, baik
tanaman tersebut tumbuh ditanah yang dimiliki oleh diri sendiri maupun benihnya diambil dari
tanah mati sebab buah-buahan tersebut tidak bisa dimiliki kecuali setelah diambil pada waktu
zakat diwajibkan, bauh-buahan tersebut belum dimiliki.

C.    Nishab Zakat Pertanian

      Jika biji-bijian (Zuru’ atau tanaman yang dapat dibuat roti, seperti kacang, beras, kedelai dan
lain-lain) atau Tsimar (kurma dan anggur) atau buah-buahan telah sampai 5 wasaq atau seberat
652,8 (dibulatkan menjadi 653 kg), maka wajib dikeluarkan zakatnya 10% bila disiram dengan
air hujan dan 5% jika memindahkan air dari tempat lain dengan kendaraan atau yang lainnya
(pompa air) atau airnya membeli. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits dari Ibnu ‘Umar,
Rasulullah sha’llallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ح نِصْ فُ ْال ُع ْش ِر‬


ِ ْ‫ َو َما ُسقِ َى بِالنَّض‬، ‫ت ال َّس َما ُء َو ْال ُعيُونُ أَوْ َكانَ َعثَ ِريًّا ْال ُع ْش ُر‬
ِ َ‫فِي َما َسق‬

“ Tanaman yang diairi dengan air hujan atau dengan mata air atau dengan air tada hujan, maka
dikenai zakat 1/10 (10%). Sedangkan tanaman yang diairi dengan mengeluarkan biaya, maka
dikenai zakat 1/20 (5%).”

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, “Sesungguhnya Rasulullah bersabda :

 ٌ‫ص َدقَة‬ ٍ ‫س أَوْ ُس‬


َ ‫ق‬ َ ‫َولَي‬
ِ ‫ْس فِي َما ُدونَ َخ ْم‬

 “Tidak ada kewajiban zakat di bawah 5 wasaq kurma.” (HR. Al-Bukhari)

       Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa zakat hasil pertanian dan perkebunan tidak wajib
dikeluarkan kecuali telah mencapai nishab tertentu yaitu 5 wasaq (653 kg). Menurut Imam
Syafi’i 1 wasaq = 60 sha’ = 130,5 kg. Sebagaimana Nabi menentukan kadar 1 sha’ sesuai dengan
ukuran sha’ Madinah pada zamannya.

      Sedangkan menurut Imam Hanafi 1 wasaq = 195,69 kg. (1 sha’ = 4 mud = 8 rithl = 1028,57
dirham = 3,362 liter = 3261 gram). Ada juga yang menentukan 1 sha’ = 2,176 kg, berarti nishab
zakat pertanian adalah 5 wasaq = 5  60 (sha’’)  2,176 kg = 300  2,176 = 652,8 kg lalu dibulatkan
menjadi 653 kg.

D.    Buah-buahan dan Biji-bijian yang Disepakati Wajib Zakat

Abu Musa Al-Asy’ari mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda :

َّ ‫الَتَأ ُ ُخ ِذ ال‬
ِ ‫ اَل َّش ِعي ِْر َو ْال َح ْنطَ ِة َوال َّزبِ ْي‬: ‫ص َدقَةَ إِالَّ ِم ْن هَ ِذ ِه ْاألَرْ بَ َع ِة‬
‫ب َوالتَّ َم ِر‬

 “Janganlah kamu mengambil zakat, melainkan dari shinf (jenis) empat ini : sya’ir, hanthah,
zabib dan tamar”
      Dari penjelasan tersebut, kita mendapat pengertian bahwa buah-buahan yang disepakati
wajib zakat oleh segenap ulama ialah gandum, sya’ir, tamar dan zabib. Dari pendapat Ibnu
Hazm, kita mendapat keterangan bahwa yang disepakati benar-benar oleh segenap golongan
ialah ialah gandum, sya’ir dan tamar.

      Menurut Imam Hanafi, tanaman wajib dizakati apabila penanamannya bertujuan untuk
mengembangkan barang tersebut supaya mendapat keuntungan dari hasil tanamannya, dan beliau
tidak membatasi terhadap jenis tanaman.

      Imam Maliki, Syafi’i dan Hambali sepakat bahwa jenis tanaman yang wajib dizakati adalah

1. Gandum
2. Jagung (Putih dan Kuning)
3. Padi (Semua Jenis)
4. Anggur (Semua Jenis)
5. Kurma (Semua Jenis)
6. Kedelai (Semua Jenis)

E.     Zakat Madu

    Menurut mazhab Hanafi dan Hanbali zakat madu adalah sepersepuluh.12 Hanya saja Abu
Hanifah berpendapat bahwa kewajiban mengeluarkan zakat madu dari tanah yang wajib
dikeluarkan zakatnya sebanyak sepersepuluh baik mengambilnya banyak atau sedikit dan tanah-
tanah yang selain itu tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Mazhab Hanbali mengatakan bahwa
nisab zakat madu adalah sepuluh afraq.

    Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan bahwa menurut pendapat yang benar madu
tidak wajib dizakati karena tidak adanya nash dari Rasulullah. Sedangkan menurut pendapat
yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad bahwa madu itu wajib dizakati, prosentasenya
sepuluh persen karena madu diambil tanpa tenaga dan tanpa biaya.
     Mazhab Maliki dan Syafi’i mengatakan bahwa madu tidak perlu dikeluarkan zakatnya
berdasarkan dua hal berikut ini. Pertama, apa yang diriwayatkan oleh Turmudzi, “Nabi SAW
tidak pernah menganjurkan untuk mengeluarkan zakat sedikit pun.” Dan apa yang dikatakan oleh
ibn al-Mundzir, “sesungguhnya tidak ada satu riwayat pun atau ijma’ yang mengharuskan
pengeluaran zakat didalam madu.” Kedua, sesungguhnya madu adalah cairan yang keluar dari
binatang, seperti halnya susu. Menurut ijma’, susu tidak diharuskan untuk dikeluarkan zakatnya.

     Abu ‘Ubayd menegaskan bahwa penghasilan madu hanya dianjurkan untuk mengeluarkan
sedekahnya dan tidak boleh menahan diri untuk mengeluarkan sedekah tersebut.

F.    Buah-Buahan Yang Tidak Wajib Dizakati

1. Dalil dari Alqur’an

‫يث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُونَ َولَ ْستُ ْم بِآ ِخ ِذي ِه إِاَّل أَ ْن‬


َ ِ‫ض َواَل تَيَ َّم ُموا ْالخَ ب‬
ِ ْ‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّما أَ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِمنَ اأْل َر‬ ِ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا أَ ْنفِقُوا ِم ْن طَيِّبَا‬
‫تُ ْغ ِمضُوا فِي ِه َوا ْعلَ ُموا أَ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌ†د‬

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
(QS. Al-Baqarah :267)

2. Dalil dari As-sunnah. Diriwayatkan oleh Ibnu Umar bahwa, Nabi saw bersabda,

‫ح نِصْ فُ ْال ُع ْشر‬


ِ ْ‫ت ال َّس َما ُء َو ْال ُعيُونُ أَوْ َكانَ َعثَ ِريًّا ْال ُع ْش ُر َو َما ُسقِ َي بِالنَّض‬
ْ َ‫فِي َما َسق‬

“Tanaman yang tumbuh karena curah hujan atau aliran  mata air maka miqdar zakat yang harus
ditunaikan adalah sepersepuluh. Sedang jika tanaman tumbuh dengan disirami maka miqdar
yang harus ditunaikan adalah setengahnya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari). Dan diriwayatkan
Jabir dari Nabi saw bahwa beliau bersabda,

‫ت اأْل َ ْنهَا ُر َو ْال َغ ْي ُم ْال ُع ُشو ُر َوفِي َما ُسقِ َي بِالسَّانِيَ ِة نِصْ فُ ْال ُع ْش ِر‬
ْ َ‫فِي َما َسق‬

“Tanaman yang tumbuh karena aliran sungai, curahan mendung maka kewajiban zakat yang
harus ditunaikan adalah sepersepuluh. Sedang jika disirami (oleh pemiliknya) maka zakat
setengahnya.” (Diriwayatkan oleh Muslim)

3. Menurut Ijma’ kaum muslimin

Adapun menurut ijma’ bahwa umat islam telah sepakat secara global atas wajibnya membayar
zakat terhadap segala sesuatu yang tumbuh dari bumi sepersepuluh atau setengahnya. Tapi
mereka berselisih mengenai perinciaannya.

Perselisihan para mazahib mengenai zakat tanaman dan buah-buahan


a.      Mazhab Ibnu Umar dan Thoifah dari kalangan salaf.

      Mereka berpendapat bahwa, zakat hanya diwajibkan pada empat macam bahan pokok. Ibnu
Umar dan sebagian dari kalangan tabi’in dan orang-orang yang datang setelahnya berpendapat
bahwa,

“Tidak ada kewajiban zakat sedikitpun dari biji-bijian yang tumbuh, selain biji gandum dan
jewawut. dan tidak ada kewajiban zakat sedikitpun dari buah-buahan yang tumbuh, selain kurma
dan anggur kering.” Pendapat ini diambil dari riwayat Ahmad, Musa bin Tholhah, Ibnu Abi
Laila, Ibnu Mubarok, Abi Ubaid dan hal ini disepakati oleh Ibrahim dan beliau menambahinya
dengan jagung. Mereka berhujah dengan perkataan Rosulullah saw, yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dan Darut Qutni dari Amru bin Syuaib dari bapaknya bahwa kakek berkata,

ُّ ‫ب َو‬
‫الذ َر ِة‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ال َّز َكاةَ فِي هَ ِذ ِه ْال َخ ْم َس ِة فِي ْال ِح ْنطَ ِة َوال َّش ِع‬
ِ ‫ير َوالتَّ ْم ِر َوال َّزبِي‬ َ ِ ‫إِنَّ َما َس َّن َرسُو ُل هَّللا‬

“Sesungguhnya Rosulullah Saw, mewajibkan zakat pada lima jenis tanaman: biji gandum,
jewawut, kurma kering, anggur yang sudah dikeringkan dan jagung.”(Diriwatakan Oleh Ibnu
Majah)

     Mereka juga berhujah dengan hadist yang diriwayatkan At-Thabrani dan Hakim dari Abi
Burdah Dari Abi Musa dan Mu’ad bahwa Rosulullah ketika mengutus keduanya ke negri yaman,
untuk mengajarkan ilmu dien kepada mereka, maka rosulullah menyuruh keduanya supaya tidak
mengambil shodaqoh kecuali terhadap empat jenis tanaman, biji gandum, jewawut, kurma kering
dan anggur yang sudah dikeringkan. Mereka berpendapat bahwa selain empat macam tersebut
tidak ada nash, ketetapan ijma’ atau pun kesamaan makna yang mewajibkannya.

b.      Mazhab Imam Malik dan Syafi’i

      Zakat diwajibkan untuk setiap tanaman yang dijadikan makanan pokok dan bisa disimpan.
Imam Malik dan Syafi’i berpendapat bahwa zakat diwajibkan untuk setiap tanaman yang
dimakan, bisa disimpam dan bisa dikeringkan dari biji-bijian ataupun dari jenis buah-buahan,
seperti gandum, jewawut, jagung, beras, dan jenis yang semisalnya.

      Maksud dari (Muqtat) adalah sesuatu yang dijadikan oleh manusia sebagai makanannya,
mereka hidup dengan mengkomsusinya baik dalam kondisi ikhtiyar dan bukan pada kondisi
dhoruroh. Maka dari itu tidak ada zakat menurut mazhab Malik dan Syafi’i pada kelapa, laos,
bandak, dan fustaq dan jenis yang semisalnya. Meskipun jenis-jenis diatas bisa disimpan, akan
tetapi bukan dijadikan makanan pokok bagi manusia sekitarnya. dengan demikian zakat tidak
berlaku pada buah apel, delima dan sejenisnya yang tidak bisa dikeringkan dan tidak bisa
disimpan. Mereka berhujah dengan hadist Mu’ad bin Jabal, bahwa Rosulullah bersabada,

‫قأما القثاء والبطيخ والرمان والقصب والحضر فعفو عفا عنه رسول هللا‬

“Adapun mentimun, batih, delima, bambu dan sayur-sayuran itu merupakan jenis tanaman yang
dimaafkan (dibiarkan). (Diriwayatkan oleh Baihaqi didalam sunan Al-kubro). Kemudian beliau
berkata, hadist-hadist dibawah ini semuanya mursal kecuali jika diriwayatkan dari berbagai jalur,
sehingga satu sama lain saling menguatkan.

c.      Mazhab Imam Ahmad

     Zakat diwajibkan untuk setiap tanaman  yang bisa dikeringkan, mampu bertahan lama dan
bisa ditakar

  Telah dinukil dari Imam Ahmad beberapa perkataan dan yang paling jelas yaitu sebagaimana
telah disebutkan didalam kitab Al-mugni bahwa zakat diwajibkan ketika terkumpulnya sifat-sifat
diantaranya, bisa ditakar, bertahan lama, dan bisa dikeringkan dari biji-bijian dan buah-buahan
yang ditanam oleh manusia dilahannya. Baik yang berbentuk makanan pokok seperti: gandum,
jewawut, sayur-sayuran, acar, beras, jagung, tembakau. Atau dari biji-bijian seperti: kacang
tanah, kacang kedelai. Atau dari rempah-rempah atau bumbu-bumbuhan seperti: jintan putih atau
bentuk jintan yang lain. Atau dari benih seperti, benih rami, mentimun. Atau dari biji sayur-
sayuran seperti: biji lobak dan kol.

      Zakat juga diwajibkan terhadap buah-buahan seperti, kurma, kismis, mismis yang
dikeringkan dan juga buah badam, kacang tanah dan kemiri.

Dalil yang dijadikan hujah adalah keumuman perkataan Rosulullah dalam sabdanya.

‫ح نِصْ فُ ْال ُع ْشر‬


ِ ْ‫ت ال َّس َما ُء َو ْال ُعيُونُ أَوْ َكانَ َعثَ ِريًّا ْال ُع ْش ُر َو َما ُسقِ َي بِالنَّض‬
ْ َ‫فِي َما َسق‬

“Tanaman yang tumbuh karena curah hujan atau aliran  mata air maka miqdar zakat yang harus
ditunaikan adalah sepersepuluh. Sedang jika tanaman tumbuh dengan disirami maka miqdar
yang harus ditunaikan adalah setengahnya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari). Dan perkataan Muadz,

‫خذ الحب من الحب‬

“Ambilah (zakat) dari biji-bijian dari tumbuhan yang berbiji” (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan
Ibnu Majah).

Dengan demikian zakat wajib pada semua jenis tanaman yang termasuk  lafadz ini.

d.      Mazhab Abu Hanifah

      Zakat berlaku pada setiap tanaman  yang dihasilkan bumi. Abu Hanifah berpendapat bahwa
diwajibkan zakat sepersepuluh atau setengahnya pada setiap tanaman yang dihasilkan oleh bumi.
Maksudnya petani tersebut memang menanam tanaman tersebut dan mengembangkannya
dilahannya sebagaimana kebiasaan yang  telah berlaku ditengah-tengah masyarakat.

      Pengecualian dari macam diatas terletak pada kayu, rumput, dan bambu karena jenis tersebut
manusia tidak menanamnya dilahannya. Maka dari itu Daud Adzohiri dan sahabat-sahabatnya
selain Ibnu Hazm berkata bahwa setiap yang tumbuh harus dizakati dan tidak ada pegecualian.
Ini adalah pendapat An-Nakho’i dalam salah satu riwayatnya dan Umar bin Abdul Aziz,
Mujahid, dan Hamad bin Sulaiman. Dengan demikian mazhab Abu hanifah dan para sahabatnya
mewajibkan zakat pada tebu, kunyit, kapas, katun, dan yang semisal dari keduanya, meskipun
tidak termasuk sesuatu yang bisa dijadikan makanan pokok.

      Wal hasil menurut pendapat Abu Hanifah bahwa diwajibkan mengeluarkan sepersepuluh dari
buah semuanya. seperti, Apel, peer, buah plum, mismis, tiin, dan diwajibkan juga mengeluarkan
sepersepuluh dari sayur-sayuran, seperti mentimun, semangka, melon, terong, lobak dan lobak.
Mereka berhujah dengan keumuman firman Allah yang berbunyi,

‫يث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُونَ َولَ ْستُ ْم بِآ ِخ ِذي ِه إِاَّل أَ ْن‬


َ ِ‫ض َواَل تَيَ َّم ُموا ْالخَ ب‬
ِ ْ‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّما أَ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِمنَ اأْل َر‬ ِ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا أَ ْنفِقُوا ِم ْن طَيِّبَا‬
‫تُ ْغ ِمضُوا فِي ِه َوا ْعلَ ُموا أَ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌ†د‬

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
(QS. Al-Baqarah :267) dan firman Allah Ta’ala,

َ‫ت َوالنَّ ْخ َل َوال َّزرْ َع ُم ْختَلِفًا أُ ُكلُهُ َوال َّز ْيتُونَ َوالرُّ َّمانَ ُمتَ َشابِهًا َو َغ ْي َر ُمتَ َشابِ ٍه ُكلُوا‬ٍ ‫ت َو َغ ْي َر َم ْعرُو َشا‬
ٍ ‫ت َم ْعرُو َشا‬ ٍ ‫وهُ َو الَّ ِذي أَ ْن َشأ َ َجنَّا‬
ِ ‫ْرفُوا إِنَّهُ اَل يُ ِحبُّ ْال ُمس‬
َ‫ْرفِين‬ َ ‫ِم ْن ثَ َم ِر ِه إِ َذا أَ ْث َم َر َو َءاتُوا َحقَّهُ يَوْ َم َح‬
ِ ‫صا ِد ِه َواَل تُس‬

“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon
korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk
dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermaca-macam itu)
bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan
zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berlebih-lebihan.” (QS. 6:141)

Disini nash-nash diatas tidak ada perincian antara disimpan atau tidak bisa disimpan, yang bisa
dimakan dan tidak bisa dimakan dan yang bisa dijadikan makanan pokok atau tidak bisa
dijadikan makanan pokok melainkan lafadz yang digunakan umum.

G.    Mencampurkan Buah-Buahan Yang Diperoleh Dalam Setahun

      Ar-rafi’i mengatakan “tidak ada perselisihan mengenai tidak digabungkan buah- buahan yang
dihasilkan dalam tahun kedua , kepada yang dihasilkan dalam tahun pertama untuk
mnyempurnakan nishab, baik keluar buah pada tahun kedua, sebelum memetik buah tahun
pertama maupun sesudahnya. Kalau seseorang memiliki pohon kurma yang mengeluarkan buah
dua kali setahun, maka buah panen kedua tidak digabungkan pada hasil panen pertama.

      Apabila berlainan waktu masaknya saja, lantaran berlainan macamnya, atau berlainan udara,
maka jika keluar buah yang kedua sesudah nyata buah yang pertama lebih baik maka menurut
zhahir nash Asy-Syafi’i digunakan yang kedua kepada yang pertama; karena dipandang buah itu
diperoleh dalam satu tahun. Inilah pendapat yang dishahihkan oleh Ar-Rafi’i dalam Al-Muharrar
dan oleh An-Nawawi.
     Gandum tidak boleh dicampurkan kepada sya’ir dan tamar juga tidak dapat dicampurkan pada
keduanya. Demikian pendapat Sufyan, Muhammad ibn Hasan dan Syafi’i. Laits ibn Sa’ad dan
abu Yusuf mengatakan, “digabungkan semua yang dikeluarkan bumi, setengahnya kepada
setengah. Maka apabila dari semuanya terkumpul 5 wasaq, dikeluarkanlah zakatnya.

“barangsiapa mempunyai beberapa sawah di beberapa tempat, maka hendaklah penghasilannya


dikumpulkan dan dizakati jika sudah sampai nishab.”

H.     Menjual Buah-Buahan Sebelum Dipetik Dan Zakat Harta Tumbuh-Tumbuhan

      Malik mengatakan, “barangsiapa menjual tumbuh-tumbuhan ketika buah-buahan tersebut


telah baik (hampir masak) dan kering dalam kelopaknya, maka zakat tumbuh-tumbuhan tersebut
wajib bagi pemiliknya dan bukan bagi pembelinya. Tidak boleh menjual buah-buahan sebelum
kering dalam kelopaknya.

      Asy-Syafi’i mengatakan “ tidak boleh menjual digirik dan dibersihkan.” Malik mengatakan,
“barang siapa menjual kebunnya sedang dalamnya ada tanaman yang belum nyata baiknya, maka
zakatnya diwajibkan untuk pembelinya. Akan tetapi, jika telah nyata baik dan telah boleh
menjualnya, maka zakatnya bagi penjual, kecuali jika disyaratkan terhadap si pembeli.

      Apabila seorang mati meniggalkan tanaman yang dipusakakan oleh warisnya, maka jika
masa itu tanaman telah kering, wajib diambil zakatnya jika sampai nishab. Tapi jika waktu ia
mati, tanaman tersebut masih hijau, maka zakatnya terhadap si waris. Jika sampai bagian
masing-masing yang menerima pusaka satu nishab. Jika tidak, maka tidak wajib zakat.

      Apabila seorang menjual padinya, maka tidak dikenakan zakat terhadap harga padi sebelum
sampai setahun dimiliki. Tapi jika padi itu disimpan untuk diperniagakan, maka wajib atasnya
mengeluarkan zakat dari harganya apabila telah sampai setahun ia menyimpan, jika ia saudagar
mutakhir dan jika ia saudagar mudir, hendaklah ia hargakan padinya sesudah satu tahun dari hari
ia keluarkan zakatnya.

I.    Zakat Penghasilan di Tanah Wakaf

      Menurut mazhab Hanafi, kepemilikan merupakan syarat diwajibkannya zakat tersebut.


Oleh karena itu, tanah yang tidak ada pemiliknya, yakni tanah wakaf, zakatnya adalah
sepersepuluh.

َ ‫… َواَتُوْ ا َحقَّهُ يَوْ َم َح‬


…‫صا ِد ِه‬

“ … dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya … “  (QS. Al-An’am:141)

     Karena sepersepuluh dikenakan atas sesuatu yang menghasilkan, dan bukan atas tanah itu
sendiri, kepemilikan tanah atau tidaknya berada pada satu kondisi, dan tidak menjadi syarat atas
kewajiban mengeluarkan zakat.
      Menurut mazhab Maliki, pemberi wakaf atau pengelolanya menanggung kewajiban untuk
mengeluarkan zakat atas harta wakaf. Jika pemiliknya telah mengalihkan tanggungjawabnya
kepada penerima wakaf sehingga penerima wakaf itu yang menanami tanahnya, maka penerima
wakaflah yang berkewajiban mengeluarkan zakat jika masing-masing jenis harta wakaf itu telah
mencapai nishab. Jika tidak mencapai nishabnya, dia tidak wajib mengeluarkan zakatnya, selama
dia tidak memiliki harta lain yang sama jenisnya yang dapat digabungkan dengannya sehingga
dapat mencapai nishabnya.

     Menurut mazhab Syafi’i, tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat utuk buah-buahan dan
padi-padian yang berasal dari tanah wakaf untuk masjid, jembatan, atau panti-panti (al-ribathat),
orang fakir dan miskin karena tanah-tanah itu tidak ada pemiliknya yang pasti.

      Menurut mazhab Hanbali, wajib zakat atas padi-padian dan tanaman yang diwakafkan
untuk orang yang telah ditentukan, jika masing-masing jenis itu mencapai nishabnya. Tidak
diwajibkan zakat atas tanah wakaf yang penerimanya tidak ditentukan.

J.    Zakat Penghasilan Di Tanah Sewa

      Menurut Abu Hanifah, zakat tanah sewaan dibebankan kepada orang yang menyewa
karena dialah yang menanggung biaya atas tanah itu, misalnya biaya untuk buruh dan pajak.
Karena dia memperoleh uang sewanya, dia dianggap menanami sendiri tanahnya.

      Mazhab Maliki dan Syafi’i tidak sependapat dengan Abu Hanifah, mereka mengatakan
kewajiban zakat atas tanah sewaan dibebankan kepada penyewa karena tanah yang menghasilkan
diwajibkan zakatnya sebesar sepersepuluh, dan yang menikmati hasil tanah itu adalah pihak
penyewa. Oleh karena itu, pihak penyewa dibebani untuk membayar zakat sebesar sepersepuluh ,
dan dia dianggap sebagai peminjam (al-mustair).

      Jumhur ulama mengatakan jika ada orang yang menyewa sebidang tanah, lalu
menanaminya, atau dia meminjam tanah kemudian menanaminya, dengan tanaman yang
berbuah, maka hasil atas tanah itu dikenakan zakat. Kewajiban mengeluarkan zakat sepersepuluh
dibebankan kepada penyewa atau orang yang meminjam tanah itu, bukan kepada pemiliknya
karena sesungguhnya zakat sepersepuluh itu diwajibkan atas tanaman, yang sebelumnya digarap
oleh pemiliknya, yang kini meminjamkan atau menyewakannya.

      Tidak adil bila kewajiban zakat dibebankan kepada pemilik tanah, sebab zakat dikenakan
atas tanamannya. Dengan demikian dia tidak berkewajiban mengeluarkan zakat karena dia tidak
menanami tanahnya.

K.     Zakat Atas Tanah Berpajak (Al-Kharajiyyah)

Ada dua macam tanah menurut Abu Hanifah;

      Tanah  Al –‘Usyriyyah adalah tanah yang wajib dikeluarkan zakatnya sebesar sepersepuluh,
yang didalamnya terkandung muatan makna ibadah.
a.       Tanah Arab yang membentang di kawasan al-Udzayb (sebuah dusun di Kufah) sampai ke
perbatasan Yaman dan Aden. Karena Rasulullah saw. dan para khulafa Rasyidin setelahnya tidak
pernah mengambil pajak (al-kharaj) atas tanah-tanah tersebut. Ini menunjukkan bahwa tanah-
tanah itu adalah tanah ‘usyriyyah (wajib dizakati sepersepuluh).

b.      Tanah yang penduduknya masuk islam dengan penuh kesadaran. Oleh karena itu, tanah
tersebut dianggap tanah islam.

c.       Tanah yang dibuka secara paksa dengan menundukkan penduduknya dan dibagi-bagi
sebagia tanah rampasan perang bagi kaum muslimin.

d.      Tanah yang berada dikawasan negeri kaum muslimin yang dipakai untuk kebun dan
disirami dengan air yang mengharuskan zakat sepersepuluh. Jika tanah itu disiram dengan air
yang mengharuskan membayar pajak, tanah itu termasuk tanah pajak.

      Tanah Al-Kharajiyyah adalah tanah yang diwajibkan pembayaran pajaknya karena pada
mulanya tanah-tanah itu milik orang kafir yang dibuka secara paksa oleh pasukan kaum muslim,
kemudian Imam memberikan tanah itu kepada pemiliknya kembali untuk dimanfaatkan setelah
pemilik tanah itu dikenal kewajiban membayar upeti karena mereka tidak mau masuk islam.
Tanah tersebut dikenai pajak, baik pemiliknya masul islam maupun tidak setelah itu, misalnya
tanah di pinggiran wilayah Irak, Mesir, dan Syiria.

Adapun menurut jumhur ulama, tanah berpajak itu ada tida macam;

1.      Tanah yang dibuka oleh pasukan kaum muslim dan tidak dibagikan kepada mereka.

2.      Tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya karena takut kepada pasukan muslim.

3.      Tanah yang diberikan oleh pemiliknya kepada kaum muslim

      Menurut jumhur ulama tanah yang diharuskan membayar zakat sepersepuluh, tidak harus
membayar pajak karena ia merupakan hak milik pemiliknya. Tanah seperti ini yang berada di
wilayah yang ditundukkan, ada lima macam, yaitu;

1.      Tanah yang penduduknya masuk islam, seperti kota Madinah al-Munawwarah, Juwatsi
yang termasuk wilayah Bahrain.

2.      Tanah mati yang dibuka oleh kaum Muslim dan dipelihara oleh mereka, seperti Bashrah
yang dibangun pada zaman kekhalifahan Umar r.a., pada tahun delapan belas, setelah
diwakafkannya tanah pinggiran di Irak.

3.      Tanah yang telah dibuatkan kesepakatan oleh pemiliknya bahwa tanah itu milik mereka
dan mereka menyanggupi untuk membayar pajaknya, seperti tanah di Yaman.

4.      Tanah yang dibagikan oleh para Khulafa Rasyidin di pinggiran wilayah Irak untuk dimiliki
orang-orang tertentu.
5.      Tanah yang dibuka secara paksa oleh pasukan muslim dan dijadikan rampasan perang
(ghanimah), seperti separuh wilayah Khayar (empat blok dari Madinah yang memanjang sampai
ke arah Syam).

      Ada dua macam pajak yaitu pajak wajib (kharaj al-wazhifah) dan pajak dari bagi hasil
(kharaj muqasamah). Pajak wajib (kharaj al-wazhifah) adalah pajak yang wajib dikeluarkan atas
tanah, baik tanah itu dimanfaatkan maupun tidak dimanfaatkan pemiliknya. Adapun pajak bagi
hasil (kharaj al-muqasamah) adalah pajak yang dipotong (diambilkan) dari hasil panen, misalnya
dengan mengambil separuh, sepertiga, atau seperempat bagian dari seluruh hasil panen.

      Para ulama sepakat bahwa tanah berpajak yang dimiliki oleh orang bukan muslim harus
dibayar pajaknya dan tidak usah diambil zakat sepersepuluhnya karena sepersepuluh adalah
kewajiban yang dibebankan atas tanah yang dimiliki orang muslim.

      Menurut mazhab Hanafi, tanah berpajak hanya diwajibkan membayar pajaknya dan tidak
diwajibkan membayar zakat penghasilan sebesar sepersepuluh. Pajak dan zakat sepersepuluh
tidak dapat terjadi dalam satu tanah.

Menurut tiga Imam fikih yang lain, tanah berpajak harus membayar zakat sepersepuluh
disamping keharusan membayar pajaknya.

L.     Zakat Tumbuh-tumbuhan Yang Perkongsikan

      Menurut Asy-Syafi’i, Apabila terkumpul dari beberapa dari beberapa orang kongsi lima
wasaq, maka mereka wajib mengeluarkan zakat.

      As-Zarqani mengatakan, menurut Asy-Syafi’i, orang yang berkongsi terhadap tanaman,


emas, dan perak dan binatang mengeluarkan zakat sebagai zakat orang-perorangan. Sedangkan
Malik,  Ahmad dan Abu Tsaur mengatakan, bahwa wajib zakat mereka jika masing-masingnya
mempunyai nishab.

G.    Contoh Penghitungan Zakat Tanaman dan Tumbuhan

1)      Zakat Perorangan

      Bapak Alan adalah seorang petani, ia memiliki sawah yang luasnya 2 Ha dan ia tanami padi.
Selama pemeliharaan ia mengeluarkan biaya sebanyak Rp 5.000.000,-. Ketika panen hasilnya
sebanyak 10 ton beras. Berapakah zakat hasil tani yang harus dikeluarkannya?

Jawab:

Ketentuan zakat hasil tani:

Nishab 653 kg beras

Tarifnya 5%
Waktunya: Ketika menghasilkan (Panen)

Jadi zakatnya:

Hasil panen 10 ton = 10.000 kg (melebihi nisab) 10.000 x 5% = 500 kg

Jika dirupiahkan:

Jika harga jual beras adalah Rp10.000,-   maka ,

10.000 kg x Rp10.000 = Rp100.000.000

100.000.000 x 5% = Rp5.000.000,-

Maka zakatnya adalah 500 kg beras atau Rp5.000.000

2)      Zakat Milik Bersama

     Pak Ahmad adalah seorang pemilik tanah. Sedangkan Pak Hamid penyewa tanah untuk
ditanami dengan akad bagi hasil pertanian dan benih berasal dari Pak Hamid. Ketika panen,
tanah pak Ahmad menghasilkan 3 ton beras. Sedangkan system pengairannya berasal dari
pembelian air disel. Sedangkan bagi hasilnya adalah: 40: 60. 40% untuk Pak Ahmad dan 60%
untuk Pak Hamid. Jadi berapakah zakat yang dikeluarkan oleh Pak Ahmad dan Hamid?

Jawab:

Ketentuan zakat hasil tani:

Nishab 653 kg beras

Tarifnya 5%

Waktunya: Ketika menghasilkan (Panen)

Jadi zakatnya:

Hasil panen 3 ton = 3.000 kg

Bagi hasilnya 40% untuk Pak Ahmad dan 60% untuk Pak Hamid

Pak Ahmad 3.000kg x 40% = 1.200kg

(melebihi nisab) 1200kg x 5% = 60 kg

Jika dirupiahkan:
Jika harga jual beras adalah Rp10.000,- maka,

 1.200 kg x Rp10.000 = Rp12.000.000

12.000.000 x 5% = Rp600.000,-

Maka zakat Pak Ahmad adalah 60 kg beras atau Rp600.000

Pak Hamid 3.000kg x 60% = 1.800kg

(melebihi nisab) 1800kg x 5% = 90 kg

Jika dirupiahkan:

Jika harga jual beras adalah Rp10.000,- maka

1.800 kg x Rp10.000 = Rp18.000.000

18.000.000 x 5% = Rp900.000,-

Maka zakat Pak Hamid adalah 90 kg beras atau Rp900.000.

BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

1.      Zakat pertanian atau Zakat zira’ah adalah salah satu zakat mal yang dikenakan pada produk
pertanian, setiap panen dan mencapai nishab. Salah satu dalil wajibnya adalah QS. Al-An’am :
141.

2.      Syarat-syarat umum zakat antara lain islam, berakal, baligh, merdeka. Sedangkan terdapat
syarat-syarat khusus dari masing-masing mazhab berbeda.

3.      Jika biji-bijian atau buah-buahan telah sampai 5 wasaq atau seberat 652,8 (dibulatkan
menjadi 653 kg), maka wajib dikeluarkan zakatnya 10% bila disiram dengan air hujan dan 5%
jika memindahkan air dari tempat lain dengan kendaraan atau yang lainnya (pompa air) atau
airnya membeli.

4.      Imam Maliki, Syafi’i dan Hambali sepakat bahwa jenis tanaman yang wajib dizakati adalah
Gandum, Jagung (Putih dan Kuning), Padi (Semua Jenis), Anggur (Semua Jenis), Kurma (Semua
Jenis), Kedelai (Semua Jenis). Dan buah-buahan yang disepakati wajib zakat oleh segenap ulama
ialah gandum, sya’ir, tamar dan zabib.
5.      Menurut mazhab Hanafi dan Hanbali zakat madu adalah sepersepuluh. Mazhab Hanbali
mengatakan bahwa nisab zakat madu adalah sepuluh afraq. Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
mengatakan bahwa menurut pendapat yang benar madu tidak wajib dizakati.  Menurut Madzhab
Imam Ahmad bahwa madu itu wajib dizakati. Mazhab Maliki dan Syafi’i mengatakan bahwa
madu tidak perlu dikeluarkan. Abu ‘Ubayd menegaskan bahwa penghasilan madu hanya
dianjurkan untuk mengeluarkan sedekahnya dan tidak boleh menahan diri untuk mengeluarkan
sedekah tersebut.

6.      Untuk buah-buahan yang tidak perlu dizakati, masing-masing mazhab masih mengandung
perselisihan. Dalilnya ada dari Al-qur’an, As-sunnah dan Ijma’ kaum muslim.

7.      Hasil panen yang di campur harus memiliki jenis tanaman sama dan panen pertama dengan
selanjutnya masih dalam waktu satu tahun.

8.      Ketika buah-buahan tersebut telah baik (hampir masak) dan kering dalam kelopaknya,
maka zakat tumbuh-tumbuhan tersebut wajib bagi pemiliknya dan bukan bagi pembelinya. Jika
tanaman yang belum nyata baiknya, maka zakatnya diwajibkan untuk pembelinya.

9.      Zakat buah-buahan-bji-bijian yang ditanam ditanah wakaf, wajib zakat jika diwakafkan
untuk orang yang telah ditentukan, dan tidak wajib zakat jika tanah tersebut tidak ada pemiliknya
yang pasti. Dalam hal ini, masing-masing mazhab memiliki pendapatnya masing-masing.

10.  Zakat penghasilan di tanah sewa sewaan dibebankan kepada orang yang menyewa.

11.  Para ulama sepakat bahwa tanah berpajak yang dimiliki oleh orang bukan muslim harus
dibayar pajaknya dan tidak usah diambil zakat sepersepuluhnya karena sepersepuluh adalah
kewajiban yang dibebankan atas tanah yang dimiliki orang muslim.

12.  Untuk perhitungan zakat disesuaikan dengan nishabnya dan ketentuan akad diawal ketika
tumbuhan dan biji-bijian yang dizakati milik bersama.

B.     Saran

Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dari susunan,
tulisan, maupun bahasa yang kami sajikan. Sehingga setelah membaca makalah ini, pembaca
disarankan untuk membaca sumber lain yang relefan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
kita semua  untuk menambah wwasan dan pengetahuan. Dan marilah kita merealisasikan zakat
dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan kewajiban umat muslim. Tidak hanya zakat fitrah,
namun juga zakat mal, dalam hal ini zakat  tumbuhan dan biji-bijian.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin. 2011. Dalil-Dalil Keutamaan Zakat, Infak dan Sedekah Dilengkapi Dengan Tinjauan
Dalam Fiqh 4 Madzab.Tangerang Selatan: Elex Media Komputindo.
Al-Zuhayly, Wahbah. 2008. Zakat: Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: Remaja Rosdaka.

Ash-Shiddieqy, Hasby. 2010. Pedoman Zakat. Semarang: PT. Pusaka Rizky Putra.

Mannan, Abdul. 2007. Fiqih Lintas Madzhab. Kediri: PP. Al Falah.

Anda mungkin juga menyukai