Anda di halaman 1dari 42

0

PENGARUH FAKTOR HYGIENE DAN MOTIVASI TERHADAP


KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA
PT. SINAR KENCANA MULTI LESTARI CABANG BATURAJA

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Ekonomi (S.E)
Pada Program Studi (S1) Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Baturaja

RONALDI
1211273
MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BATURAJA
2017
1

PENGARUH FAKTOR HYGIENE DAN MOTIVASI TERHADAP


KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA
PT. SINAR KENCANA MULTI LESTARI CABANG BATURAJA

1. Latar Belakang

Kepuasan kerja karyawan dalam suatu perusahaan sangat penting

peranannya dalam rangka menciptakan kinerja yang optimal. Karyawan yang

memiliki kepuasan tinggi dalam pekerjaannya memiliki kinerja yang lebih baik

dalam menjalankan tugasnya dari pada mereka yang merasa tidak puas atas

pekerjaannya. Dengan pengaturan dan pengelolaan manajemen sumber daya

manusia secara professional, diharapkan karyawan dapat bekerja secara produktif.

Untuk pengelolaan karyawan secara professional harus dimulai sejak perekrutan

karyawan, penyeleksian, pengklasifikasian, penempatan karyawan sesuai bidang,

penataran dan pengembangan kariernya sehingga kompensasi yang diberikan

layak dan adil.

Menurut Handoko (2001:193) kepuasan kerja adalah sikap positif ataupun

negatif dari emosional karyawan memandang pekerjaannya baik yang ditunjukan

dalam keadaan menyenangkan atau tidak. Sedangkan menurut Wibowo

(2012:502) kepuasan atau ketidakpuasan dalam teori dua faktor dinyatakan

sebagai bagian dari variabel yang berbeda. Ketidakpuasan pada teori ini tidak

disebabkan oleh pekerjaan terkait, melainkan disebabkan oleh kondisi lingkungan

di sekitar dari pekerjaan, baik dalam bentuk pengupahan, kualitas, keamanan,

kondisi pekerjaan, pengawasan kerja serta jalinan hubungan yang berlangsung

dengan individu lain.


2

Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh banyak faktor dan ada

beberapa teori mengenai kepuasan kerja yang dikemukakan oleh para ahli. Teori

kepuasan kerja yang popular antara lain adalah teori kepuasan kerja yang

dikemukakan oleh Herzberg. Herzberg dalam Luthans (2006:283) mengemukakan

teori dua faktor yang terdiri dari : faktor motivator dan faktor hygiene.

Faktor motivasi berhubungan dengan aspek-aspek yang terkandung dalam

pekerjaan itu sendiri atau disebut juga sebagai aspek intrinsik dalam pekerjaan.

Faktor-faktor yang termasuk di sini adalah keberhasilan melakukan tugas,

pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemungkinan untuk

pengembangan, kesempatan untuk maju. Faktor kedua adalah faktor hygiene yaitu

faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan, berhubungan dengan job

context atau aspek ekstrinsik pekerja, yang terdiri dari : kondisi kerja, hubungan

antar pribadi, kebijaksanaan perusahaan dan pelaksanaannya, teknik pengawasan,

upah/gaji (Herzberg dalam Luthans, 2006:283).

Herzberg dalam Robbins (2006:212) menyimpulkan dari hasil

penelitiannya bahwa orang-orang yang merasa puas cenderung menghubungkan

kepuasan mereka pada aspek instrinsik pekerjaan atau faktor motivator. Karyawan

yang merasa tidak puas cenderung menghubungkan ketidakpuasan mereka dengan

aspek ekstrinsik pekerjaan atau faktor hygiene.

Herzberg dalam Robbins (2006:213) berpendapat bahwa proses untuk

membuat karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja memiliki dua tahap. Pada

tahap pertama manajer harus memastikan bahwa faktor hygiene telah memadai.

Gaji dan keamanan harus mencukupi, kondisi kerja harus aman, supervisi teknis
3

harus mencukupi, dll. Manajer yang menyediakan faktor-faktor hygiene secara

memadai belum dapat merangsang motivasi karyawan tetapi hanya memastikan

karyawan tidak merasakan ketidakpuasan atau berada pada titik nol landasan

motivasi. Manajer harus menyediakan faktor-faktor penggerak motivasi kepada

karyawan pada tahap kedua seperti pencapaian dan pengakuan, sehingga akan

menghasilkan kepuasan dan motivasi yang tinggi.

Kepuasan kerja karyawan merupakan masalah yang harus dihadapi oleh

perusahaan, dimana organisasi harus lentur dan efisien supaya dapat berkembang

dengan pesat. Bagi organisasi kepuasan karyawan berarti output yang ada dan

harus dipertahankan, meskipun jumlah pekerjaannya sedikit perusahaan

diharapkan mampu menjaga ataupun memotivasi karyawan agar produktifitasnya

stabil karena hal tersebut sangat mendoronng karyawan dalam melaksanakan

tugasnya agar prestasi kerja dan kinerja dalam organisasi bisa terpenuhi.

Karyawan akan bekerja secara optimal apabila dengan bekerja mereka dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya perusahaan harus benar-benar

memperhatikan tingkat kebutuhan karyawan. Kepuasan kerja yang tinggi dapat

tercipta apabila karyawan merasa senang dan nyaman dalam bekerja. Dengan

demikian karyawan mendapatkan apa yang diperolehnya dan dengan kepuasan

kerja yang tinggi tersebut perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang

diinginkan (Handoko, 2001:194).

Salah satu gejala yang menyebabkan kurang baiknya kondisi kerja suatu

organisasi adalah rendahnya kepuasan kerja. Sebaliknya kepuasan kerja yang

tinggi merupakan indikasi efektivitas manajemen, yang berarti bahwa organisasi


4

telah dikelola dengan baik. Seringkali pihak manajemen berupaya meningkatkan

kepuasan kerja karyawan melalui perbaikan gaji dan upah, hal tersebut mungkin

masih bisa diterima pada taraf tertentu karena dengan gaji tersebut karyawan

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi kenyataannya gaji yang tinggi tidak

selalu membuat seorang karyawan memperoleh kepuasan terhadap pekerjaannya.

Oleh karena itu pihak manajemen perlu mengetahui faktor-faktor apa saja

yang dapat mempengaruhi kepuasan karyawan. Dengan mengetahui kepuasan

karyawan diharapkan pihak manajemen memperoleh jawaban mengenai faktor-

faktor apa saja yang sekiranya mempengaruhi kepuasan kerja karyawan sehingga

perusahaan dapat meningkatkan kepuasan kerja para karyawannya, yang pada

akhirnya dapat membantu perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuannya yang

sudah ditargetkan (Wibowo, 2012: 502).

Berdasarkan hasil observasi diketahui jika PT. Sinar Kencana Multi

Lestari Cabang Baturaja tidak bisa hanya menekankan pada faktor hygiene untuk

meningkatkan kepuasan kerja para karyawannya, perusahaan juga menekankan

pada prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kesempatan

untuk berkembang dan kemajuan yang merupakan unsur-unsur dari faktor

motivasi untuk membuat karyawan puas dalam bekerja. PT. Sinar Kencana Multi

Lestari Cabang Baturaja menurut data intern perusahaan memiliki 50 orang

karyawan yang mnempati jabatan seperti adminitrasi (admin), gudang, pemasaran

(sales), apoteker. Mayoritas karyawan yaitu sebanyak 50 karyawan yang ada

ditempatkan sebagai karyawan dinas luar atau agen dan bekerja dengan jadwal

kerja yang fleksibel.


5

Rendahnya kepuasan kerja karyawan PT. Sinar Kencana Multi Lestari

Cabang Baturaja diakibatkan oleh mutu kerja yang rendah dalam hal ini berkaitan

dengan karyawan yang kurang tepat dalam pemanfaatan waktu, kurangnya

keterampilan dan buruknya kepribadian dalam melakukan pekerjaan yang

dilakukan oleh karyawan, permasalahan tersebut diduga disebabkan motivasi

kerja yang rendah pula sebab karyawan kurang nyaman sehingga pekerjaan

karyawan tidak dapat terselesaikan sesuai dengan yang direncanakan; kurangnya

pemberian penghargaan yang wajar atas prestasi kerja yang dilakukan oleh

karyawan seperti promosi jika melakukan pekerjaan yang baik, kenaikan jabatan

ataupun hadiah/bonus selain itu kurangnya adanya jaminan hari tua dan

kurangnya jaminan perlakuan yang objektif misalnya mengenai tambahan

penghasilan dan hubungan dengan atasan. Padahal motivasi kerja dapat

mendorong individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai

keinginannya dengan motivasi kerja yang tinggi maka menghasilkan kepuasan

kerja yang tinggi.

PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang Baturaja saat ini dihadapkan pada

masalah menurunnya tingkat kepuasan kerja karyawan, berdasarkan hasil

wawancara yang diperoleh peneliti bahwa selain membutuhkan motivasi yang

tinggi perusahaan membutuhkan lingkungan yang sehat dan nyaman

menghasilkan kinerja yang maksimal menurut narasumber di lapangan

menyatakan jika selama ini kondisi yang ada pada PT. Sinar Kencana Multi

Lestari Cabang Baturaja menunjukkan kondisi lingkungan yang cukup nyaman

dilihat dari pencahayaan yang terang, kebersihan yang cukup baik dan penataan
6

ruang antar karyawan yang cukup tepat mengakibatkan karyawan bekerja sama

dengan kompak meskipun terdapat beberapa karyawan yang kurang menjaga

kebersihan dan keshatan, misalya masih terdapat beberapa karyawan yang tidak

membuang sampah pada tempatnya ada beberapa karyawan laki-laki yang

merokok di dalam ruangan hal tersebut sesungguhnya mengganggu karyawan

yang lainnya.

Kurang puasnya karyawan berdampak pada kenaikan absensi karyawan,

selain itu didapat informasi dari karyawan bahwa adanya ketidak puasan yang

terjadi disebabkan oleh lingkungan kerja yang kurang kondusif. Lingkungan kerja

kurang kondusif yang dimaksud adalah adanya masalah interen antara satu

karyawan dengan karyawan dan pimpinan, sehingga berdampak langsung pada

komitmen karyawan yang menurun. Hal ini tentu saja membawa dampak yang

sangat tidak menguntungkan bagi perusahaan, karena karyawan yang mempunyai

komitmen yang rendah akan menghasilkan prestasi kerja dan produktivitas yang

rendah pula. Kondisi karyawan seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut

karena dengan komitmen yang rendah, karyawan tidak bisa mencurahkan seluruh

jiwa, perasaan dan waktu mereka untuk kemajuan perusahaan yang pada akhirnya

perusahaan tersebut akan kehilangan daya saing.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka peneliti mengadakan

penelitian dengan mengambil judul : “Pengaruh Faktor Hygiene Dan Motivasi

Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari

Cabang Baturaja”.
7

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka

rumusan masalah penelitian ini adalah apakah faktor hygiene dan motivasi

berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi

Lestari Cabang Baturaja baik secara parsial maupun secara simultan?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini, yaitu

untuk mengetahui pengaruh faktor hygiene dan motivasi terhadap kepuasan kerja

karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang Baturaja baik secara

parsial maupun secara simultan.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan

manfaat secara praktis.

4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi

dan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang

ilmu manajemen sumber daya manusia khususnya dalam hal faktor

hygiene dan motivasi terhadap kepuasan kerja karyawan.

4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan untuk lebih memperhatikan kondisi perusahaan guna menunjang

pencapaian tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Dan bagi pihak
8

lain penelitian ini juga diharapkan akan berguna bagi perusahaan-

perusahaan atau organisasi-organisasi lain yang memiliki permasalahan

sehubungan dengan kinerja, terutama yang dipengaruhi oleh faktor

hygiene dari perusahaan.

5. Tinjuan Pustaka

5.1 Landasan Teori

5.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Hasibuan (2001: 10), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan

seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien

membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

Notoatmojo (2009: 86), MSDM adalah penarikan (rekruitmen), seleksi,

pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk

mencapai tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Menurut Notoatmojo (2009:

87), tujuan MSDM yang lebih operasional sebagai berikut :

1. Tujuan organisasi, yaitu MSDM perlu memberikan konstribusi terhadap

pendayagunaan organisasi secara keseluruhan.

2. Tujuan masyarakat (membawa manfaat bagi masyarakat)

3. Tujuan fungsi yaitu memelihara konstribusi bagian – bagian lain agar mereka

melaksanakan tugas/fungsinya secara baik dan optimal.

4. Tujuan personel, peranan pimpinan disini untuk membantu para karyawan

untuk mencapai tujuan – tujuan pribadinya dalam rangka mewujudkan tujuan

organisasi.
9

Menurut Dessler (2011: 4) terdapat lima fungsi manejemen antara lain

perencanaan, pengorganisasian, penyususnan staf, kepemimpinan dan

pengendalian. Sedangkan menurut Notoatmojo (2009: 89), fungsi manajerial

dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Fungsi-fungsi manajerial

Perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan

(directing), pengendalian (controlling)

2. Fungsi-fungsi operasional

Pengadaan sumber daya manusia (recruitment); pengembangan

(development), kompensasi (compensation), integrasi (integration),

pemeliharaan (maintenance) dan pemutusan hubungan kerja (separation)

5.1.2 Faktor Hygiene

5.1.2.1 Pengertian Faktor Hygiene

Menurut Frederick Herzberg dalam Wibowo (2011: 380) mengembangkan

Two Factor Theory berdasarkan pada motivators dan hygiene factors. Hygiene

factors merupakan kebutuhan dasar manusia, tidak bersifat memotivasi, tetapi

kegagalan mendapatkannya menyebabkan ketidakpuasan. Menurut Herzberg

dalam Sanyoto (2013: 5), berikut ini faktor hygiene factors yaitu (1) gaji; (2)

kondisi kerja; (3) status; (4) kualitas supervise; (5) hubungan antar pribadi; (6)

kebijaksanaan dan administrasi perusahaan. Faktor higienis ini bila diadakan

perbaikan akan mengurangi rasa ketidakpuasan, dan jika diabaikan maka akan

menambah kekecewaaan dan rasa tidak puas para karyawan.


10

Menurut Herzberg dalam Sunyoto (2013: 4), Hygiene factors adalah faktor

pekerjaan yang penting untuk adanya motivasi di tempat kerja. Faktor ini tidak

mengarah pada kepuasan positif untuk jangka panjang. Tetapi jika faktor-faktor

ini tidak hadir, maka muncul ketidakpuasan. Faktor ini adalah faktor ekstrinsik

untuk bekerja. Faktor higienis juga disebut sebagai disatisfiers atau faktor

pemeliharaan yang diperlukan untuk menghindari ketidakpuasan. Hygiene factors

adalah gambaran kebutuhan fisiologis individu yang diharapkan untuk dipenuhi.

Sesuai dengam penjabaran Herzberg tersebut maka Teori Herzberg dalam

Siagian (2013: 290), faktor hygiene mencakup antara lain status seseorang dalam

organsisasi, hubungan seorang karyawan dengan atasanya; hubungan dengan

rekan-rekan sekerjanya, teknik pemeliharaan yang diterapkan oleh para penyedia,

kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan

sistem imbalan yang berlaku. Menurut Herzberg dalam Hasibuan (2001:178)

faktor pemeliharaan (faktor hygiene) disebut pula dissatisfiers, maintenance

factors, job context, extrinsic factors. Faktor hygiene adalah faktor-faktor yang

berhubungan dengan aspek di sekitar pelaksanaan pekerjaan atau job context yang

disebut juga aspek ekstrinsik pekerja. Menurut Saydam (2000: 164), sasaran

pemeliharaan kesehatan adalah terciptanya para karyawan yang sehat baik jasmani

atau rohani dalam melakukan pekerjaan.

Menurut Handoko (2009: 259), faktor pemelihara atau fakor hygien

mencegah merosostnya semangat kerja atau efisiensi, faktor pemeliharaan tidak

dapat memotivasi tetapi dapat menimbulkan ketidak puasan kerja atau

menurunkan produktifitas. Perbaikan terhadap faktor pemeliharaan atau fakor


11

hygien akan mengurangi atau menghilangkan ketidak puasan kerja, tetapi dapat

digunakan sebagai sumber kepuasan kerja. Menurut Herzberg dalam Handoko

(2009: 261), yang menjadi faktor pemeliharaan atau faktor hygiene antara lain

status; hubungan-hubungan antar pribadi dengan atasan, bawahan dan rekan

sejawat; pengawasan; kebijakan dan administrasi perusahaan; keamanan kerja;

kondisi kerja; pengupahan; kehidupan pribadi.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor hygiene

yaitu faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan, berhubungan dengan

job context atau aspek ekstrinsik pekerja.

5.1.3 Motivasi

Menurut Sanyoto (2013: 1), motivasi berasal dari kata latin yaitu movere

yang berarti dorongan atau mengerakan. Motivasi (motivation) dalam manajemen

hanya ditujukan kepada sumber daya manusia pada umumnya dan bawahan pada

khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan

potensi bawahan, agar mau bekerjasama secara produktif dan berhasil mencapai

tujuan yang telah ditentukan. Menururt Hasibuan (2001: 95), “Motivasi adalah

pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar

mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya

upayanya untuk mencapai kepuasaan”. Sedangkan Wibowo (2011: 379),

mengatakan bahwa “Motivasi merupakan dorongan terhadap serangkaian proses

perilaku manusia untuk mencapai tujuan yang terdapat unsur/elemen sebagai

pelengkapnya yaitu membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan,

intensitas, bersifat terus menerus dan adanya tujuan”.


12

Menurut Flipo dalam Handoko (2000: 252) motivasi tampaknya menjadi

suatu kebutuhan umum. Manajer atau pemimpin berkeinginan untuk mempunyai

satu regu atau kelompok yang lebih termotivasi, dan pemberi kerja berharap

memperoleh tenaga kerja yang penuh motivasi. Pada dasarnya pemimpin bukan

saja mengharapkan karyawan yang mampu, cakap dan terampil, tetapi yang

terpenting mereka mau bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai

hasil kerja yang optimal. Menurut Sutrisno (2016: 110), motivasi adalah suatu

faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh

karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku

seseorang.

Menurut Abraham Maslow dalam Hasibuan (2001: 95), kebutuhan

manusia ada 5 (lima) tingkat (five hierarchy of needs) dimana klasifikasi

kebutuhan terdiri dari.

1. Physiological Needs (Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis)

Kebutuhan ini adalah kebutuhan pada tingkat dasar, dimana kebutuhan ini

merupakan kebutuhan yang amat primer atau kebutuhan untuk bisa hidup

terus atau pemuas kebutuhan demikian diperlukan untuk mempertahankan

kehidupan.

2. Safety and Security Needs (Keamanan dan Keselamatan)


Pada dasarnya kebutuhan ini mempunyai dua bentuk, yaitu :

a. Kebutuhan keamanan dan keselamatan jiwa, yaitu setiap orang

dalam memenuhi kebutuhan ini berusaha menghindari keadaan yang

membahayakan jiwa;

b. Kebutuhan akan keamanan harta.


13

3. Affliation or Acceptance Needs (Kebutuhan Sosial)

Di dalamnya termasuk kebutuhan untuk menjadi anggota suatu kelompok

yang diperlukan baik kelompok keluarga maupun kelompok kerja.

4. Esteem or Status or Needs (Kebutuhan Penghargaan)

Kebutuhan dan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari

karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena

adanya prestasi, tetapi yang perlu diperhatikan seseorang pimpinan adalah

semakin tinggi posisi seseorang dalam suatu organisasi maka semakin tinggi

pula prestasinya.

5. Selft Actualization.

Kebutuhan ini merupakan tingkat tertinggi, ini merupakan kebutuhan

seseorang untuk merealisasikan cita-cita akan keinginannya dengan

menampilkan potensi bakatnya.

Menurut Malayu dalam Hasibuan (2001: 96), teori-teori motivasi dapat

diklasifikasikan menjadi dua kelompok yang terdiri dari teori kepuasan (content

theori) dan teori proses (process theori) sebagai berikut.

1. Teori Kepuasan (Content Theory).

Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan “apa” yang

memuaskan dan mendorong semangat bekerja seseorang adalah untuk

memenuhi kebutuhan dan kepuasan material yang diperolehnya dari hasil

pekerjaan, jika kebutuhan dan kepuasan semakin terpenuhi, maka

pekerjaannya akan semakin baik.


14

Adapun beberapa pedapat para ahli tentang teori-teori kepuasan antara

lain :

a. Teori Motivasi Klasik.

Teori motivasi klasik dikemukakan Fredrick Wiinson Taylor. Menurut

teori ini para pekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan

biologis saja (kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup).

b. Teori Hirachi Kebutuhan.

Teori ini dikemukakan oleh Abraham Moslow yang menyatakan bahwa

kebutuhan dan kepuasan seseorang itu jamak yang meliputi kebutuhan

biologis dan psikologis yang berupa material dan non material.

c. Teori Motivasi Higienis.

Menurut teori ini motivasi yang ideal adalah peluang untuk melaksanakan

tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk

mengembangkan kemampuan.

2. Teori Proses (Process Theory).

Teori proses pada dasarnya berusaha untuk menjawab pertanyaan

“bagaimana” menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan

prilaku individu agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan

manajer. Teori ini merupakan proses sebab akibat bagaimana seorang bekerja

serta hasil apa yang diperoleh. Jika bekerja baik saat ini maka hasilnya akan

diperoleh baik untuk hari esok. Jadi hasil yang dicapai tercermin dalam

bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang, hasil hari ini merupakan

kegiatan hari kemarin.


15

Teori-teori proses ini dikenal antara lain :

a. Teori Harapan.

Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang mengemukakan bahwa

kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam

mengerjakan kegiatan tergantung dari hubungan timbal balik. Berapa besar

keyakinan dari organisasi akan memberikan kepuasan bagi keinginan

karyawan sebagai imbalan atas usaha yang dilakukan, bila keyakinan yang

diharapkan cukup besar untuk memperolah kepuasan maka karyawan akan

bekerja keras pula.

b. Teori Keadilan.

Setiap manusia selalu mendambakan keadilan baik dalam pemberian

hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama.

Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja

seseorang, penilaian dan pengakuan mengenai prilaku bawahan harus

dilakukan secara objektif bukan atas dasar suka atau tidak suka, demikian

juga dengan pemberian kompensasi atau hukuman harus berdasarkan atas

penilaian yang objektif dan adil.

c. Teori Pengukuhan.

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan

pemberian kompensasi misalnya promosi jabatan tergantung dari prestasi

yang selalu dapat dipertahankan bonus kelompok tergantung pada tingkat

produksi kelompok itu.


16

Indikator motivasi kerja menurut Heidjrachman dan Suad Husnan dalam

Sanyoto (2013: 8) antara lain:

1. Pegawai merasa diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan terutama

menyangkut nasibnya.

2. Adanya pengertian pimpinan apabila pegawai menghadapi masalah pribadi.

3. Penghargaan yang wajar atas prestasi kerja seperti promosi, jabatan, hadiah

atau bonus.

4. Adanya jaminan hari tua.

5. Jaminan perlakukan yang objektif misalnya mengenai tambahan penghasilan

dan hubungan dengan atasan.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui motivasi merupakan

keseluruhan proses pemberian motif bekerja para bawahan sedemikian rupa

sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi

dengan efesien dan ekonomis. Motivasi merupakan proses psikologis yang

mencerminkan interaksi antara sikap kebutuhan persepsi dan kepuasan pada diri

seseorang.

5.1.4 Kepuasan Kerja

Hasibuan (2001: 199) menyatakan bahwa : “Kepuasan kerja adalah sikap

emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya”. Sikap ini

dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja

dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasi dalam dan luar

pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati
17

dalam pekerjaan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan

dan suasana lingkungan kerja yang baik”. Sedangkan menurut Robbins dalam

Wibowo (2011: 501) kepuasan kerja adalah sikap umum individu terhadap

pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai

sikap positif terhadap pekerjaannya.

Menurut Davis (1859) dalam Mangkunegara (2015: 117) mengemukakan

bahwa "job satiffaction is the favor ableness or unfavorableness with employee

view their work" (kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak

menyokong yang dialami karyawan dalam bekerja). Menurut Handoko (2007:

193) menyatakan kepuasan kerja (job satisfaction) sebagai keadaan emosional

yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan

memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan sikap seseorang

terhadap pekerjaannya. Selanjutnya Sunyoto (2013: 15) mengungkapkan

kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjannya. Kepuasan kerja

mencerminkan perasaa seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini nampak pada

sikap positif, karyawan terhadap pekerjaan yang dihadapi di lingkungan kerjanya.

Mangkunegara (2015: 120), berpendapat bahwa ada empat teori kepuasan

kerja, antara lain :

1. Teori keseimbangan, teori ini dikemukakan oleh Wexley dan yukl,

mengaatakan bahwa semua nilai yang diterima karyawan yang dapat

menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, skill, usaha,

perlatan pribadi, dan jam kerja.


18

2. Teori perbedaan, teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter yang

berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara

menghitung selisih anatara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang

dirasakan karyawan. Sedangkan Locke megemukakan bahwa kepuasan kerja

karyawan bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang

diharapkan oleh karyawan.

3. Teori pemenuhan kebutuhan, menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan

bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan

merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar

kebutuhan karyawan terpenuhi, makin puas pula karyawan tersebut. Begiti

pula sebaliknya apabila kebutuhan karyawan tidak terpenuhi , karyawan akan

merasa tidak puas.

4. Teori pandangan kelompok, menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan

bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat

bergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para karyawan

dianggap sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut dijadikan tolak

ukur untuk menilai dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan lebih

merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang

diharapkan oleh kelompok acuan.

5. Teori dua faktor dari Herzberg, teori dua faktr dari Herzberg memandang

bahwa kepuasan kerja berasal dari dua kelompok motivator intrinsik dan

kelompok hygiene factor atau factor ekstrinsik.


19

Berdasarkan definisi diatas, indikator kepuasan kerja menurut Hasibuan

(2001: 199) adalah :

1. Kedisiplinan

Kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku

yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan

atau ketertiban.

2. Moral kerja

Kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri seseorang atau sekelompok

orang untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan baku mutu yang

ditetapkan.

3. Turnover kecil

Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover karyawan yang

rendah. Sedangkan karyawan-karyawan yang kurang puas

biasanya turnovernya lebih tinggi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja

adalah fenomena yang subjektif dan individual, mungkin kuesioner merupakan

ukuran yang paling sesuai. Meskipun demikian penting sekali menyadari adanya

keterbatasan tertentu dari cara ini dalam mendapatkan data tentang kepuasan

kerja. Sejumlah masalah yang timbul oleh pengukuran melaui kuesioner tersebut

berkaitan dengan ketepatan tanggapan. Walaupun karyawan tidak memberikan

jawaban yang menyesatkan secara sengaja, sejumlah variabel situasional dapat

mempengaruhi, baik sejauhmana karyawan mau memahami pertanyaan tersebut

maupun sejauhmana karyawan mau benar–benar berterus terang dalam menjawab.


20

5.1.5 Hubungan Faktor Hygien dengan Kepuasan Kerja

Teori yang dapat menjelaskan adanya pengaruh faktor hygien dengan

kepuasan kerja yaitu menurut Frederick Herzberg dalam Wibowo (2011: 380)

mengembangkan Two Factor Theory berdasarkan pada motivators dan hygiene

factors. Hygiene factors merupakan kebutuhan dasar manusia, tidak bersifat

memotivasi, tetapi kegagalan mendapatkannya menyebabkan ketidakpuasan.

Sebagai hygiene factors adalah (a) gajih atau tunjangan; (b) kondisi kerja; (c)

kebijakan organisasi; (d)status; (e) keamanan kerja; (f) pengawasan dan otonomi;

(g) kehidupan ditempat kerja; (h) kehidupan pribadi. Hygiene factors ini bila

diadakan perbaikan akan mengurangi rasa ketidakpuasan, dan jika diabaikan maka

akan menambah kekecewaaan dan rasa tidak puas para karyawan.

5.1.6 Hubungan Faktor Motivasi dengan Kepuasan Kerja

Teori yang dapat menjelaskan adanya pengaruh faktor hygien dengan

kepuasan kerja yaitu menurut Wibowo (2011: 395), motivasi kerja individual

berhubungan dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja adalah respons bersifat

mempengaruhi terhadap berbagai segi pekerjaan seserang. Oleh sebab itu

perusahaan harus bisa membangun morivasi kerja karawan yang baik dan

mendorong sumber daya manusia agar tetap produktif dalam mengerjakan

tugasnya masing-masing.

5.2 Kerangka Pemikiran

Untuk mengetahui faktor –faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

adalah teori dua fakto menyatakan puas atau tidaknya karyawan bekerkerja
21

dipengaruhi faktor motivasi dan faktor hygiene. Faktor motivator berhubungan

dengan aspek-aspek yang terkandung dalam pekerjaan itu sendiri atau job content

yang disebut juga sebagai aspek intrinsic dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang

termasuk dalam faktor motivasi adalah keberhasilan melakukan tugas, pengakuan,

pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemungkinan untuk pengembangan

kemajuan. Faktor yang kedua adalah faktor hygiene yang berhubungan dengan

aspek di sekitar pelaksanaan pekerjaan yang disebut juga aspek ekstrinsik pekerja,

yang terdiri dari: kebijaksanaan dan prosedur perusahaan, supervisor, upah/gaji,

hubungan dengan rekan kerja, kondisi kerja. Berikut ini adalah gambaran

kerangka pemikiran dapat lebih jelas dilihat pada gambar berikut:

Faktor Hygien
(X1)

Kepuasan Kerja
(Y)
Faktor Motivasi
(X2)

Keterangan :
________ Secara Simultan
______ Secara Parsial

Gambar 1.
Kerangka Pemikiran

5.3 Penelitian Sebelumnya

Kesumawatie (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh teori dua

faktor frederick herzberg (hygiene dan motivator faktor) terhadap kepuasan kerja

karyawan di Perusahaan Ritel Infinite Apple Premium Reseller Surabaya. Alat uji
22

yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisis regresi linier berganda

dengan menggunakan aplikasi penguji IBM SPSS untuk Mac versi 21. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa faktor hygiene (X1) mempunyai pengaruh yang

dominan terhadap kepuasan kerja karyawan (Y) . Hal ini ditunjukkan dengan

koefisien regresi (beta) faktor hygiene (X1) lebih besar daripada koefisien regresi

(beta) faktor motivator (X2). Hal tersebut berarti mendukung hipotesis yang telah

ditetapkan sebelumnya yaitu "H3 : Faktor hygiene mempunyai pengaruh yang

bersifat dominan terhadap tingkat kepuasan kerja karyawan Infinite Apple

Premium Reseller di Surabaya."

Jianto (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh faktor hygiene dan

motivator terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Goodyear Cabang Kediri.

Teknik analisis yang dipergunakan adalah structural equation modeling untuk

mengetahui kausalitas antar variabel yang dianalisis. Berdasarkan hasil olah data

menyimpulkan bahwa faktor motivator berpengaruh positif terhadap kepuasan

kerja karyawan, dapat diterima signifikan positif, sedangkan faktor hygiene

berpengaruh positif terhadap kepuasan karyawan, tidak dapat diterima tidak

signifikan negatif. Artinya jika faktor motivator turun maka kepuasan kerja

karyawan juga ikut turun, sebaliknya jika faktor motivator naik maka kepuasan

kerja juga akan ikut naik. Dalam penelitian yang dilakukan di PT. Goodyear

cabang Kediri ini faktor hygiene tidak terbukti berpengaruh terhadap kepuasan

kerja karyawan.

Harlyanti (2012) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada karyawan dinas luar asuransi jiwa
23

bersama bumi putera 1912 cabang setiabudi medan. Alat analisis yang digunakan

yaitu regresi liner berganda. Berdasarkan hasil olah data menyimpulkan bahwa

variabel faktor motivator dan faktor hygiene berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepuasan kerja karyawan dinas luar Asuransi Jiwa Bersama (AJB)

Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi, Medan berdasarkan hasil uji F (serempak)

dan uji t (parsial). Faktor yang paling dominan mempengaruhim kepuasan kerja

karyawan dinas luar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang

Setiabudi Medan adalah faktor motivator.

5.4 Hipotesis

Menurut para ahli Arikunto (2010: 110), “hipotesis didefinisikan sebagai

sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,

sampai terbukti melalui data terkumpul”. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

diduga faktor hygiene dan motivatsi berpengaruh terhadap kepuasan kerja

karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang Baturaja baik secara

parsial maupun secara simultan.

6. Metodologi Penelitian

6.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya terbatas pada pengaruh faktor hygiene dan motivasi

terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang

Baturaja periode 2016 sampai dengan 2017.


24

6.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data

primer merupakan data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli

(tidak melalui media perantara) yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti

untuk menjawab penelitian (Ruslan, 2010: 29).

Sumber data yang dapat digunakan diperoleh dari penyebaran kuesioner,

yaitu teknik pengumpulan data dengan metode survei yang menggunakan

pertanyaan kepada subjek penelitian secara tertulis (Ruslan, 2010: 208). Data

primer tersebut diperoleh dari penyebaran kuesioner yang meliputi data tentang

faktor hygiene, motivasi dan kepuasan kerja karyawan.

6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melalui penyebaran kuesioner. Menurut Sugiyono (2011: 142) kuesioner adalah

teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara membri seperangkat pertanyaan

tertulis kepada responden untuk dijawab.

6.4 Populasi

Menurut Arikunto (2010: 173), “Populasi adalah seluruh subjek

penelitian.” Populasi dalam penelitian adalah seluruh objek yang diteliti (diamati,

diwawancarai dan sebagainya) dimana peneliti akan menarik kesimpulan tentang

objek itu. Untuk populasi yang anggotanya sedikit, peneliti dapat dilakukan pada

seluruh anggota populasi. Apabilia seseorang ingin meneliti semua elemen yang
25

dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 50 karyawan tetap PT. Sinar Kencana

Multi Lestari Cabang Baturaja. Populasi dalam penelitian diketahui jumlahnya

karena ada catatan resmi serta perhitungan yang akurat dengan total populasi 50

karyawan.

6.5 Metode Analisis

6.5.1 Analisis Data

Analisis data adalah analisis yang dihitung berdasarkan hasil dari

kuesioner yang berupa jawaban dari responden. Berdasarkan data yang diperoleh

dari penelitian tersebut maka jawaban atas pertanyaan pada angket akan diberi

nilai atau skor dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari pernyataan

sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak setuju (Riduwan dan

Sunarto, 2010: 15).

6.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

6.5.2.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010: 211). Sedangkan rumus yang

digunakan untuk mengukur validitas instrumen dalam penelitian ini adalah rumus

Product Moment dari Pearson sebagai berikut

.............................(1)
26

Keterangan :

rxy = koefisien korelasi item total

Y = skor item

X = skor total

n = jumlah responden

Untuk menentukan valid atau tidaknya data yang diuji dapat ditentukan

dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: Jika r hasil positif, serta r

hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut valid. Jika r hasil negatif, serta r

hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak valid. Jadi jika, r hasil > r

tabel tetapi bertanda negatif, Ho tetap akan ditolak.

6.5.2.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat pengumpulan

data dasarnya menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan, kestabilan atau

kekonsistenan alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu dari

sekelompok individu walaupun dilakukan dalam waktu yang berbeda. Uji

keandalan terhadap pernyataan-pernyataan yang sudah valid untuk mengetahui

hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran kembali terhadap

gejala yang sama, adapun metode koefisien reliabilitas adalah metode alpa

cronbach dengan rumus sebagai berikut:

...................................................................(2)
27

Keterangan :
r1 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau soal

Σσb2 = jumlah varians butir

σt2 = varians total

Kaidah keputusannya adalah apabila nilai reliabilitas alpha cronbach

kuesioner di atas 0,7 maka kuesioner adalah reliabel (Riduwan dan Sunarto, 2010:

375).

6.5.3 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang

ada agar dapat menentukan model analisis yang tepat. Data yang digunakan

sebagai model regresi berganda dalam menguji hipotesis haruslah menghindari

kemungkinan terjadinya penyimpangan asumsi klasik. Uji asumsi yang akan

dilakukan mencakup pengujian normalitas, multikoliniearitas, heteroskedastisitas

dan autokorelasi (Ghozali, 2005: 57-69).

6.5.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui

bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi

normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid

(Ghozali, 2005: 110). Cara untuk mengetahui normalitas adalah dengan melihat

normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi


28

normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal, dan

plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal.

Gambar 2
Normal Probability Plot Uji Normalitas

Jika distribusi data residual adalah normal, maka garis yang

menggambarkan data sesungguhnya meliputi garis diagonalnya. Seperti

ditunjukkan pada gambar 1.

6.5.3.2 Uji Multikolinearitas

Menurut Santoso (2004: 203) uji multikolinearitas dilakukan untuk

menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel

independen. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah

koefisien korelasi antar variabel independen haruslah lemah (di bawah 0,5). Jika

korelasi kuat, maka terjadi problem multikolinearitas. Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk dapat

mendeteksi terjadi atau tidaknya multikolinearitas pada sebuah model regresi,

dapat dilakukan dengan tidak mengandung multikolinieritas, apabila nilai VIF <
29

10 dan mempunyai nilai tolarance > 0,10. Jika nilai VIF hasil regresi lebih besar

dari 10 dan nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 maka dapat dipastikan ada

multikolinearitas di antara variabel bebas tersebut.

6.5.3.3 Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas adalah untuk menguji sebuah model regresi, terjadi

ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain.

Jika varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap

maka disebut homokedastisitas, dan jika varians berbeda disebut

heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas

(Santoso, 2004: 208).

Heterokedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola

tertentu pada scatterplot, dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan

sumbu X adalah residual (Y diprediksi – Y yang sesungguhnya) yang telah

distudentized.

Gambar 3
Pola Scatterplot Uji Heterokedastisitas
30

Dasar pengambilan keputusan adalah:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk

suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian

menyempit), maka telah terjadi heterokedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah

angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

6.5.3.4 Uji Autokorelasi

Menurut Santoso (2004: 216) autokorelasi digunakan untuk menguji

apakah dalam sebuah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika

terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang

baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.

Mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan

Durbin Watson, secara umum dapat diambil patokan:

a. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif

b. Angka D-W di bawah -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi

c. Angka D-W di bawah +2 berarti ada autokorelasi negatif

Jika ada masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan,

menjadi tidak layak untuk dipakai. Autokorelasi dapat diatasi dengan cara

melakukan transformasi data dan menambah data observasi.


31

6.5..4 Analisis Regresi Linear Berganda

6.5.4.1 Transformasi Data

Sebelum dilakukan analisis regresi linear berganda, tahap awal yang

dilakukan adalah mentransformasi data yang diolah berdasarkan hasil dari

kuesioner yang berasal dari jawaban responden. Jawaban responden diberi skor

atau nilai berdasarkan skala likert, yang alternatif jawabannya terdiri dari yaitu

sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju (Ridwan dan Sunarto,

2010: 15). Pendapat responden terhadap pertanyaan tentang faktor hygiene,

motivasi dan kepuasan kerja diberikan nilai sebagai berikut:

1) Setiap alternatif jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1

2) Setiap alternatif jawaban tidak setuju diberi skor 2

3) Setiap alternatif jawaban ragu-ragu diberi skor 3

4) Setiap alternatif jawaban setuju diberi skor 4

5) Setiap alternatif jawaban sangat setuju diberi skor 5

Data dari jawaban responden adalah bersifat ordinal, syarat untuk bisa

menggunakan analisis regresi adalah paling minimal skala dari data tersebut harus

dinaikkan menjadi skala interval, melalui Methode of Succesive Internal (MSI).

Skala interval menentukan perbedaan, urutan dan kesamaan besaran perbedaan

dalam variabel, karena itu skala interval lebih kuat dibandingkan skala nominal

dan ordinal (Riduwan dan Sunarto, 2010: 21). Transformasi tingkat pengukuran

dari skala ordinal ke skala interval dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut :
32

1) Perhatikan setiap item pertanyaan dalam kuesioner

2) Untuk setiap item tersebut tentukan berapa orang responden yang mendapat

skor 1, 2, 3, 4, 5, yang disebut dengan frekuensi

3) Skor frekuensi dibagi dengan banyaknya responden yang disebut proporsi

4) Hitung proporsi kumulatif (pk)

5) Gunakan tabel normal, hitung nilai z untuk setiap proporsi kumulatif

6) Nilai densitas normal (fd) yang sesuai dengan nilai z

7) Tentukan nilai interval (scale value) untuk setiap skor jawaban sebagai

berikut:

Nilai interval = (density at lower limit) – (density at upper limit)


(area under upper limit) – (area under lower limit)

Keterangan :

Area under upper limit : Kepadatan batas bawah

Density at upper limit : Kepadatan batas atas

Area under upper limit : Daerah dibawah batas atas

Area under lower limit : Daerah dibawah batas bawah

8) Sesuai dengan nilai skala ordinal ke interval, yaitu scale value (SV) yang

nilainya terkecil (harga negatif yang terbesar) diubah menjadi sama dengan 1

(satu).

6.5.4.2 Spesifikasi Model Analisis Regresi Linear Berganda

Model regresi linear berganda penelitian ini dapat diformulasikan sebagai

berikut: (Riduwan dan Sunarto, 2010: 71).

Y = a + b1X1 + b2X2 + + e ……………………………………………..(3)


33

Dimana:

Y = Kepuasan Kerja

X1 = Faktor Hygiene

X2 = Motivasi

b1 – b2 = Koefisien regresi

a = Konstanta

e = Error Term

6.5.4.3 Pengujian Hipotesis

6.5.4.3.1 Uji t (Uji Individual)

Menurut Kuncoro (2009: 238) Uji-t pada dasarnya menunjukkan seberapa

jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi

variabel terikat. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

a. Menentukan hipotesis

1) Untuk variabel X1

Ho : bi = 0, : Tidak ada pengaruh faktor hygiene terhadap kepuasan kerja

karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang

Baturaja

Ha : bi ≠ 0, : Ada pengaruh faktor hygiene terhadap kepuasan kerja

karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang

Baturaja
34

2) Untuk Variabel X2

Ho : bi = 0, : Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja

karyawan pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang

Baturaja

Ha : bi ≠ 0, : Ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja karyawan

pada PT. Sinar Kencana Multi Lestari Cabang Baturaja

b. Menentukan daerah penerimaan Ho dan penolakan Ho

Kriteria pengambilan keputusan berdasarkan uji t adalah sebagai berikut:

(Priyatno, 2011: 270).

- Ho diterima dan Ha ditolak jika -ttabel ≤ thitung ≤ ttabel, artinya tidak signifikan.

- Ho ditolak dan Ha diterima jika -thitung ≤ -ttabel atau thitung ≥ ttabel, artinya signifikan

Hasil thitung dibandingkan dengan ttabel pada tingkat kepercayaan 95 % dan

taraf signifikansi 5% dengan menggunakan ttabel = t α/2, df (n-k-1) yang dapat

digambarkan sebagai berikut :

Daerah Daerah
penolakan (Ho) penolakan (Ho)
Ho Daerah
penerimaan (Ho) Ho

-t (α/2), df (n-k-1) t (α/2), df (n-k-1)

Gambar 5
Interval Keyakinan 95 % Untuk Uji Dua Sisi

6.5.4.3.2 Uji F
35

Uji F – statistik pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas

yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel terikat. Pengujian secara serentak (bersama-sama) dengan

menunakan criteria uji F melalui peralatan analisis varian (Priyatno, 2011: 170).

Hipotesis nol yang hendak diuji adalah:

Ho : b1 – b2 – b3 = 0, : Tidak ada pengaruh variabel independen yang signifikan

terhadap variabel dependen secara simultan.

Ha : b1 – b2 – b3  0, : Ada pengaruh variabel independen yang signifikan terhadap

variabel dependen secara simultan.

Menurut Ridwan dan Sunarto (2010: 110) kaidah pengujian signifikansi jika :

F hitung > F tabel, maka tolak Ho artinya signifikan

F hitung < F tabel, maka terima Ho artinya tidak signifikan.

Hasil Fhitung dibandingkan dengan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95 % dan

taraf signifikansi 5% dengan menggunakan Ftabel = F {(1- α) (dk pembilang = m),

(dk penyebut = n-m-1).

6.5.4.3.3 Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2 / KP) pada intinya digunakan untuk

menunjukkan seberapa besar variabel X dalam menjelaskan variabel Y. Nilai KP

dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Riduwan dan Sunarto, 2010:

80-81):

KP = r x 100% ………………………………….(4)
36

Dimana :

KP (Koefisien Penentu) = nilai koefisien determinasi


r = nilai koefisien korelasi

7. Batasan Operasional Variabel

Batasan operasional penelitian dalam penelitian ini adalah:

Tabel 2
Batasan Operasional Variabel

No
Variabel Definisi Indikator
.
1. Faktor Hygiene factors merupakan 1. Status
Hygiene kebutuhan dasar manusia, 2. Hubungan-hubungan antar
(X1) tidak bersifat memotivasi, pribadi dengan atasan,
tetapi kegagalan bawahan dan rekan
mendapatkannya sejawat
menyebabkan 3. Pengawasan
ketidakpuasan. Hygiene 4. Kebijakan dan
factors ini bila diadakan administrasi perusahaan
perbaikan akan mengurangi 5. Keamanan kerja
rasa ketidakpuasan, dan jika 6. Kondisi kerja
diabaikan maka akan 7. Pengupahan
menambah kekecewaaan 8. Kehidupan pribadi.
dan rasa tidak puas para Herzberg dalam Handoko
karyawan. (2009: 261)

2. Motivasi Motivasi kerja adalah 1. Pegawai merasa


(X2) sebagai keadaan yang diikutsertakan dalam proses
mendorong keinginan pengambilan keputusan
individu untuk melakukan terutama menyangkut
kegiatan-kegitan tertentu nasibnya.
untuk mencapai 2. Adanya pengertian
keinginannya. Motivasi pimpinan apabila pegawai
yang ada pada seseorang menghadapi masalah
merupakan kekuatan yang pribadi.
akan mewujudkan suatu 3. Penghargaan yang wajar
perilaku dalam mencapai atas prestasi kerja seperti
tujuan kepuasan dirinya promosi, jabatan, hadiah
pada tipe kegiatan yang atau bonus.
37

spesifik, dan arah yang 4. Adanya jaminan hari tua.


positif. 5. Jaminan perlakukan yang
objektif misalnya mengenai
tambahan penghasilan dan
hubungan dengan atasan.
Sunyoto (2013: 8)
3. Kepuasan Kepuasan kerja adalah sikap 1. Kedisiplinan
Kerja (Y) emosional yang 2. Moral kerja
menyenangkan dan 3. Turnover kecil
mencintai pekerjaannya. Hasibuan (2001: 199)
Sikap ini dicerminkan oleh
moral kerja, kedisiplinan
dan prestasi kerja. Kepuasan
kerja dinikmati dalam
pekerjaan, luar pekerjaan
dan kombinasi dalam dan
luar pekerjaan.

8. Kerangka Kerja Penelitian

8.1. Tahap Langkah kerja

a) Tahap Persiapan
1). Penyelesaian administrasi
2). Pengajuan dan pengesahan judul
3). Pengajuan dan pengesahan proposal penelitian
4). Penyusunan instrumen
5). Observasi awal
b). Tahap Pengumpulan Data
1). Pengumpulan data dari sumber data yang ada
2). Pemeriksaan data
3). Pengklasifikasian data
c). Tahap Pengolahan Data
1). Pemeriksaan data ulang
2). Pengklasifikasian data lebih lanjut
38

3). Melakukan analisis data


4). Mengevaluasi data
d). Tahap Penyusunan Data
1). Penyusunan data per bab
2). Perbaikan
39

DAFTAR PUSTAKA

Algifari. 2009. Analisis Statistik Untuk Bisnis: Dengan Regresi, Korelasi dan
Nonparametrik. Yogyakarta: BPFE.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta:Rineka Cipta.

Dessler, Garry. 2011. Manajemen Sumber Daya Mnusia Edisi Kesepuluh Jilid 1.
Jakarta: PT. Indeks.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 3 ED.
Semarang: Penerbit Unniversitas Diponegoro.

Handoko. 2000. Manajemen. BPPE. Yogyakarta.

Hasibuan. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: PT.
Bumi Aksara

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia


Perusahaan. Rosdakarya: Bandung.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:


Rineka Cipta

Priyatno. 2011. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan.


Jakarta: Kecana Prenada Media Group.

Ridwan dan Sunarto. 2010. Pengantar Statistika Untuk Penelitian Pendidikan,


Sosial, Komunikasi, Ekonomi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Santoso, S. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Parametik. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.

Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar


Maju: Bandung

Siagian, P. Siagan. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara:


Jakarta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. Bandung:


Alfabeta.

Sutrisno, Edy. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana


Pernadamedia Group.
40

Sunyoto, Danang. 2013. Teori, Kuesioner, dan Proses Analisis Data Perilaku
Organisasional. Yogyakarta: PT. Buku Seru

Wibowo. 2011. Manajeþmen Kinerja Edisi Ketiga. Jakarta: Rajawali Pers PT.
RajaGrafindo Persada

Wirawan. 2008. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori, Aplikasi, dan
Penelitian. Jakarta: Selemba Empat
41

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………..... i
DAFTAR ISI............................................................................................. iii

1. Latar Belakang ..............…………………..…..................................... 1


2. Rumusan Masalah ……………………………………........................ 7
3. Tujuan Penelitian ………………......................................................... 7
4. Manfaat Penelitian................................................................................ 8
5. Tinjuan Pustaka .................................................................................... 8
5.1 Landasan Teori ............................................................................... 8
5.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia....................................... 8
5.1.2 Faktor Hygiene...................................................................... 10
5.1.3 Motivasi................................................................................. 11
5.1.4 Kepuasan Kerja...................................................................... 18
5.1.5 Hubungan Faktor Hygien dengan Kepuasan Kerja................ 21
5.1.6 Hubungan Faktor Motivasi dengan Kepuasan Kerja............. 23
5.2 Kerangka Pemikiran........................................................................ 25
5.3 Penelitian Sebelumnya....................................................................
5.4 Hipotesis Penelitian ........................................................................
6. Metodologi Penelitian .......................................................................... 25
6.1 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 25
6.2 Jenis dan Sumber Data.................................................................... 25
6.3 Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 26
6.4 Populasi dan Sampel....................................................................... 26
6.5 Teknik Analisis............................................................................... 26
6.5.1 Analisis Data.......................................................................... 26
6.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas................................................. 27
6.5.2.1 Uji Validitas ............................................................... 27
6.5.2.2 Uji Reliabilitas............................................................ 28
6.5.2.1 Uji Asumsi Klasik....................................................... 29
6.6 Metode Analisis ............................................................................. 32
6.6.1 Analisis Regresi Linier Berganda.......................................... 32
6.6.2 Tranformasi Data................................................................... 34
6.6.3 Pengujian Hipotesis................................................................ 35
7. Batasan Operasional Variabel............................................................... 37
8. Kerangka Kerja Penelitian.................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai