NIM : 1490123076
PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXI
BANDUNG
2023
A. PENDAHULUAN
Masalah kesehatan dengan gangguan kardiovaskuler termasuk didalamnya
Congestive Heart Failure ( CHF ) masih menduduki peringkat yang tinggi, menurut
data WHO dilaporkan bahwa gagal jantung mempengaruhi lebih dari 20 juta pasien
didunia dan meningkat sering bertambahnya usia dan mengenai pasien dengan usia
lebih dari 65 tahun dan sekitar 6-10% lebih banyak mengenai laki-laki dari pada
wanita. Pada tahun 2030 WHO mempredisikan peningkatan penderita gagal jantung
mencapai 23 juta jiwa didunia.
Gagal jantung juga menjadi masalah khas utama juga pada beberapa negara
industri maju dan negara berkembang seperti indonesia. Sedangkan menurut profil
kesehatan Indonesia gagal jantung merupakan urutan ke 5 penyebap kematian
terbanyak di rumah sakit seluruh Indonesia. Perubahan gaya hidup, kadar kolesterol
yang tinggi, perokok aktif, dan kurangnya kesadaran berolahraga menjadi fakor
pemicu munculnya penyakit gagal jantung.
B. PENGERTIAN
Congestive Heart Failure ( CHF ) Adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda
dan gejala) di tandai oleh sesak nafas (saat istirahat atau saat aktifitas) yang di
sebapkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung (Marulam M 2014). CHF adalah
suatu keadaan dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan
kebutuhan darah untuk metabolisme tubuh. Gagalnya aktifitas jantung terhadap
pemenuhan kebutuhan tubuh, fungsi pompa jantung terhadap pemenuhan secara
keseluruhan tidak berjalan normal. Chf merupakan kondisi yang sangat berbahaya,
meski demikian bukan berarti jantung tidak bisa bekerja sama sekali, hanya saja
jantung tidak berdetak sebagaimana mestinya (Susanto 2010).
C. ANATOMI FISIOLOGI
Katup jantung: berfungsi untuk mempertahankan aliran darah searah melalui bilik
jantung. ada dua jenis katup yaitu katup atrioventrikular dan katup semilunar.
1. Katup atrioventrikular
memisahkan antara atrium dan ventrikel. Katup ini memungkinkan darah
mengalir dari masing –masing atrium ke ventrikel saat diastole ventrikel dan
mencegah aliran balik ke atrium saat sistole ventrikel. Katup atrioventrikuler ada
dua, yaitu katup triskupidalis dan katup biskuspidalis. Katup triskupidalis
memiliki 3 buah daun katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel
kanan. Katup biskuspidalis atau katup mitral memiliki 2 buah dauh katup dan
terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
2. Katup semilunar
memisahkan antara arteri pulmonalis dan aorta dari ventrikel. Katup semilunar
yang membatasi ventrikel kanan dan arteri pulmonaris disebut katup semilunar
pulmonal. yang membatasi ventrikel kiri dan aorta disebut katup semilunar aorta.
Adanya katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke
arteri pulmonalis atau aorta selama sistole ventrikel dan mencegah aliran balik ke
ventrikel sewaktu diastole ventrikel.
Ruang jantung : jantung memiliki 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kiri, dan ventrikel kanan. Atrium terletak diatas ventrikel dan saling
berdampingan. Atrium dan ventrikel dipisahkan oleh katup satu arah. Antara organ
rongga kanan dan kiri dipisahkan oleh septum.
CHF terjadi ketika curah jantung tidak cukup untuk menyuplai darah kebutuhan
metabolik tubuh. Dalam keadaan normal jantung dapat dengan mudah meningkatkan
curahnya beberapa kali lipat seperti saat latihan ketika kebutuhan metabolisme tubuh
meningkat. Detak fungsi jantung ringan akan menghasilkan tanda-tanda gagal ginjal
jantung saat latihan. CHF akut terjadi bila bekuan darah dalam arteria pulmonalis
secara mendadak mengurangi efisiensi jantung. Mekanisme kompensasi tertentu akan
bekerja, seperti perbaikan kontraksi jantung, arus darah balik ke jantung yang lebih
baik.pengalihan darah dari organ yang kurang penting pada dua organ vital utama,
jantung dan otak (jhon 2009).
D. ETIOLOGI
Penyebap CHF Yaitu :
1. Hipertensi
2. Kardiomiopati
3. Penyakit katub jantung
4. Kongenital
5. Aritmia
6. Alkohol
7. Obat-obatan
8. Kondisi curah jantung tinggi
9. Perikardium
10. Gagal jantung kanan
E. PATOFISIOLOGI
Secara patofisiologi CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk menyalurkan
darah, termasuk oksigen yang sesuai dengan kebutuhan metebolisme jaringan pada
saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut menyebapkan respon sistemik khusus
yang bersifat patologi.
CHF terjadi interaksi kompleks antara faktor-faktor yang mempengaruhi
kontraktifitas, aftor load, preload atau fungsi lusitropik ( fungsi relaksasi ) jantung dan
respon neorohormonal dan hemodinamik yang di perlukan untuk menciptakansa
kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik CHF berespon terhadap
intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi neorohormonal yang efek
gabungannya memperberat dan memperlama sindrom yang ada.
Sistem renin angiostensi aldosteron (RAA) : selain untuk meningkatkan tahan
perifer dan dan volume darah sirkulasi, angiostensi dan aldosteron berimplikasi pada
perubahan struktural miokardium yang terlihat pada cidera iskemik dan kardiomiopati
hipertropik hipertensif. Perubahan ini meliputi romedeling miokard dan kematian
sarkomer, kehilangan matriks kolagen normal, dan fibrosis interstinal. Terjadinya
miosif dan sarkoner yang tidak dapat mentransmisikan kekuatanya.
Sistem saraf simpatik (SNS) epinefrin dan dan repinefrin menyebapkan
peningkatan kerja jantung, takikardia, peningkatan konsumsi oksigen oleh
miokardium dan peningkatan resiko aritmia, ketekolamin juga turut menyebabkan
remodeling ventrikel melalui toksisitas langsung terhadap miosit induksi apoptosis
miosit, dan peningkatan respon autoimun.
Malformasi kongenital Hipertensi Abnormalitas jantung Penyakit arteri koroner
otot jantung
Hipoksia asidosis
GAGAL JANTUNG
Kontraksi jantung metabolisme anaerob Penumpukan darah di tekanan pulmonal tekanan aliran darah
perfusi jaringan
perifer tidak
efektif
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
G. PENATALAKSANAAN
1. Penggunaan penyekat beta dan penghambat enzim pengubah angiotensin (inhibitor
ACE) sebagai terapi yang paling efektif untuk CHF kecuali ada kontraindikasi
khusus. Inhibitor ACE menurunkan afterload (TPR) dan volume plasma (preload).
2. Diberikan diuretik untuk menurunkan volume plasma sehingga aliran balik vena
dan peregangan serabut otot jantung berkurang.
3. Terapi oksigen mungkin digunakan untuk mengurangi kebutuhan jantung.
4. Nitrat mungkin diberikan untuk mengurangi afterload dan preload
5. Uji coba nitric oxide boosting drug (Bidil)
6. Penyekat aldosteron telah terbukti mengobati gagal jantung kongestive setelah
serangan jantung
7. Digoksin (digitalis) mungkin diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas.
Digoksin bekerja secara langsung pada serabut otot jantung untuk meningkatkan
kekuatan setiap kontraksi tanpa bergantung panjang seabut otot (Elizabeth, 2009).
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Airway : penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan nafas, dan adanya benda asing. Pada klien
yang dapat berbicara dapat dianggap jalan nafas bersih, dilakukan pula
pengkajian adanya suara nafas tambahan seperti snoring.
b. Breathing : frekuensi nafas, apakah ada penggunaan alat bantu pernapasan,
retraksi dinding dada dan adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronkhi,
wheezing dan kaji adnya trauma pada dada.
c. Circulation : pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik warna kulit, nadi.
d. Disability : nilai tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil
2. Fokus pengkajian
a. Pernapasan : auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada atau
tidaknya krakles dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernapas
b. Jantung : auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4,
kemungkinan cara pompaan sudah mulai gagal.
c. Tingkat kesadaran : kaji tingkat kesadaran, adalah penurunan kasadaran
d. Perifer : kaji adakah sianosis perifer
e. Kaji bagian tubuh klien yang mengalami edema dependen dan hepar untuk
mengetahui reflek hepatojugular (RHJ) dan distensi vena jugularis.
3. Diagnosa keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif
b. Perfusi perifer tidak efektif
c. Intoleransi aktifitas
d. Penurunan curah jantung
e. Kelebihan volume cairan
ANALISA DATA
Edema paru
Sesak nafas
3 Intoleransi aktifitas
Gagal jantung
DS :
Klien mangatakan merasa
sesak dan kelelahan setelah Gagal jantung kiri
beraktifitas Gagal memompa darah kesistemik
DO :
- Gambaran EKG Hipoksia
menunjukkan aritmia
saat/setelah beristirahat
Metabolisme anaerob
- R > 28x /menit
- Tampak lemas
- ADL di bantu sebagian ATP
Fatique
Intolaransi aktifitas
Kontraksi jantung
-
2 Ketidakefektifan Tupan : 1. Monitor frekuensi 1. Mengetahui keadaan
perfusi jaringan Perfusi jaringan perifer dan irama jantung umum klien sebagai
perifer kembali efektif 2. Evaluasi nadi standar intervensi
perifer dan edema yang tepat.
Tupen : 3. Monitor TTV, 2. Pulsasi yang lemah
Setelah di lakukan warna kulit dan menimbulkan
tindakan keperawatan dasar kuku, kaji penurunan cardiak
selama 1x24 jam di pengisian perifer. output.
harapkan gangguan 3. Memeberikan
perfusi jaringan informasi tentang
berkurang dengan derajat keadekuatan
kriteria hasil : 4. Kalaborasi perfusi jaringan dan
- Daerah perifer pemberian oksigen menentukan
hangat kebutuhan tubuh.
- Tidak sianosis 5. Kalaborasi 4. Memaksimalkan
- Clubing finger (-) pemeriksaan lab transportasi O2 ke
- CRT < 2detik jaringan.
5. Mengetahui status
transport O2
4. Kolaborasi
pemberian obat
sesuai indikasi
No DIAGNOSA IMPLEMENTASI RESPON DAN
KEPERAWATA HASIL
N
1 Ketidakefektifan 6. Observasi pernapasan (frekuensi irama dan 6. Frekuensi biasanya
pola nafas kedalaman) meningkat dalaman
7. Auskultasi bunyi paru nafas bervariasi
tergantung ekspansi
paru
8. Beri posisi nyaman 7. Bunyi nafas
menurunkan
apabila terdapat
obstruksi
9. Berikan dengan tambahan 8. Memungkinkan
ekspansi paru dari
mempermudah
10. Kalaborasi pemberian oksigen pernapasan
9. Memaksimalkan
pernapasan dan
menurunkan kerja
nafas
6. Monitor frekuensi dan irama jantung 10. Meningkatkan
sedian oksigen
untuk kebutuhan
miokard untuk
7. Evaluasi nadi perifer dan edema melawan efek
2 Ketidakefektifan hipoksia.
perfusi jaringan
perifer 8. Monitor TTV, warna kulit dan dasar kuku, kaji 6. Mengetahui
pengisian perifer. keadaan umum
klien sebagai
standar intervensi
yang tepat.
7. Pulsasi yang
9. Kalaborasi pemberian oksigen lemah
menimbulkan
10. Kalaborasi pemeriksaan lab penurunan cardiak
output.
8. Memeberikan
informasi tentang
derajat
keadekuatan
perfusi jaringan
dan menentukan
kebutuhan tubuh.
9. Memaksimalkan
transportasi O2 ke
jaringan.
10. Mengetahui status
transport O2
5. Pengeluaran urine
mungkin sedikit
dan pekat karena
penurunan perfusi
ginjal
6. Terapi diuretik
disebabkan oleh
kehilangan cairan
tiba-tiba atau
kelebihan
meskipun edema
7. Posisi tersebt dapat
meningkatkan
filtrasi ginjal
8. Mengurangi
kelebihan volume
cairan
DAFTAR PUSTAKA
Marulam, 2014, buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2 edisi s.jakarta : interna publishing
Jhon. 4. 2009 buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : interna publishing
Tim Pokja SDKI DPP PPNI,(2016), Standar Diagnosis Indonesia (SDKI), Edisi
1,Jakarta,Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI,(2018), Standar Intervensi Indonesia (SDKI), Edisi
1,Jakarta,Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI,(2018), Standar Luaran Indonesia (SDKI), Edisi
1,Jakarta,Persatuan Perawat Indonesia