OperasillpenumpasanllG-30-S yang dilancarkanllpada tanggal 1 Oktober 1965 itu
jugalldiusahakan sedapat mungkin tanpa bentrokanllsemata. Pertama kali diusahakan menetralisasillpasukan-pasukan yangllberada di sekutullJalan MedanllMerdeka yang digunakanlloleh pemberontak. Anggota-anggotallpasukan Batalion 530/ Brawijayallminus 1 kompi, berhasil diinsafkan, ditarikllke markas Kostradlldi Jalan MedanllMerdekallTimur. sedangkanllanggota-anggotallBatalion 454/Diponegorollsekuat pukul 17.00 dxtank mundur dari Jalan MedanllMerdeka.
Operasi militerllmulai digerakkanllpada sore hari tanggal 1 Oktober 1965, danllpada
pukul 19.15 pasukanllRPKAD sudahllberhasil merebutllgedung RRI Pusatlldanllgedung telekomumkasi sertallmengamankan seluruhllJalan MedanllMerdeka tanpallterjadinya bentrokanllsenjata. Batalion 328 Kujang/ Siliwangi menguasai LapanganllBantenglluntuk pengamananllMarkas Kodam V/Jaya danllsekitarnya. Demikianlljuga Batalion l Kavaleri berhasd mengamankanllBNI Unit 1 Kota dan Percetakan Uang, Kebayoran. Dengan demikian, dalamllwaktu yang sangatllsingkat padalltanggal 1 Oktober itu juga, kotalljakarta sudahlldapat dlkuasai kembali olehllABRI dan kekuatanllgetakan pemberontakanllsudah berhasd dilumpuhkan.
yangllterlibat dalamllpemberontakan, melalui RR] pada pukul 20.00, MayorllJenderal Soehartollselaku pimpinanllsementara Angkatan Darat, mengumumkanlltentang adanya usahallperebutan kekuasaan oleh yangllmenamakanlldirinya Gerakan Tiga PuluhllSeptember. Diumumkanllpula tentang penculikanllterhadap enam perwiralltinggi AngkatanllDarat. Presidenlldan Menko Hankam/KASAB dalamllkeadaan aman danllsehat, jugalldmyatakan bahwa antarallAngkatan Darat, Angkatan Laut, danllKepolisian telahllterdapat saling pengertianlluntuk bekerjallsama serta terdapat kebulatanlltekad untukllmenumpas G-30-S. Kepadallrakyat dianjurkanllsupaya tetaplltenang danllwaspada.
Setelahlldiketahui bahwallbasis utama G-30-S beradalldi sekitar LanudllHalim
Perdanakususmalldan PresidenllSoekarno sedang berada di LanumallHalim. langkah berikutnyalladalah membersihkanlldaerah sekitar Pangkalan Udara Halim. KepadallPresiden Soekarnolldisampaikan pesanllmelalui kurirllkhusus supayallmeninggalkanllHalim, untuk menjagallkeselamatannya dari bahayallkemungkinanllterjadinya bentrokanllsenjata.
SetelahllPresiden Soekarnollmeninggalkan Halim menuju Istana Bogor, diperintahkan
supayallpasukan RPKAD, Batalion 328 Kujang/Siliwangi, danllBatalion l Kavaleri bergerak menujullsasaran. Sementara itu, bantuanllkekuatanllsebanyak tiga kompi tempurllKavaleri Pengintai dari Bandunglldipimpin langsunglloleh KomandanllKesenjataan Kavaleri (Dansenkav) Kolonel Subiantorolltelah tiba di Cijantung, dan langsunglldiikutsertakan dalam gerakanlluntuk menutup jalanllsimpang tiga Cililitan-Kramatjatk danllsimpanglltiga Lanuma Halim LubangllBuaya. Tanpallmenemui kesulitan, padallpukul 06.10 tanggal 2 Oktober 1965 daerahllsekitar PangkalanllUdarallHalim sudah dapatlldikuasai. Hanyallterjadi perlawanan kecil darillpasukan Batalion 454. Ketikallgerakanllpembersihanlldilanjutkan ke kampung LubangllBuaya yang sebelumnyalldijadukan tempat latihanllkemiliteran Pemuda Rakyatlldan Gerwani.
Dalamllgerakan pembersihanlldi kampung LubangllBuaya, atasllbantuan clan
petunjukllseorang anggotallpolisi, AjunllBrigadier Polisi (Abriptu) Sukitmanllyang ditawan olehllregu penculik, Brigjen D.I. Pandjaitanllberhasil meloloskanlldiri. Pada tanggal 3 Oktober 1965 diketemukanlltempat jenazahllpara perwira AngkatanllDarat yanglldikuburkan dalamllsebuah lubang sumurlltua. Karenallhari sudahllgelap dan mengalami kesulitanllteknis karena lubangllsumur bergarislltengah kuranglldari 1 meter danllkedalaman 12 meter, usaha mengangkatllpara jenazahlldari dalamllsumur terpaksa ditunda. Keesokanllharinya tanggal 4 Oktober 1965 pengangkatanllberhasil diselesaikanlloleh tim dan Kompi I IntaillPara Amphibi (Kipam) yanglldipimpin oleh KaptenllWinanto dari KKO-AL (marinir) dibantulloleh anggota RPKAD. Seluruhlljenazah diangkutllke Rumah Sakit PusatllAngkatan Darat (sekarang Rumah Sakit GatotllSubroto) untuklldibersihkan dan kemudian disemayamkanlldi Markas Besar AngkatanllDarat. Visum dokterllmenunjukkan bahwallpara perwira itu telah mengalami penganiayaanllberat. Keesokan harinya bertepatanllldengan Hari Ulang Tahun ABRI 5 Oktober 1965, jenazahlldimakamkan di TamanllMakam PahlawanllKalibata, dan kemudianlldianugerahi gelar PahlawanllRevolusi serta diberi kenaikanllpangkat setingkat lebih tinggi secarallanumerta.
Ketikallberadalldi Halim Perdanakusuma tanggal 1 Oktober 1965 PresidenllSoekarno
mengeluarkanllperintah yang ditujukanllkepada seluruhAngkatanllBersenjata untuk mempertinggi kesiapsiagaanlldan untuk tetap di posllmasing-masing danllhanya bergerak atau perintah. Seluruhllrakyat supaya tetaplltenang dan meningkatkanllkewaspadaan serta memelihara kesatuanlldan persatuanllnasional. Diumumkanllpula bahwa pimpinanllAngkatan Darat untukllsementara waktullberada langsunglldalam tanganllPresiden/Panglima Tertinggi ABRI, danlluntuk melaksanakanlltugas sehari-hari ditunjuklluntuk sementarallMayor Jenderal Pranoto Reksosamodra, Asistan III Men/Pangad. Perintah itu tidakllsegera diketahui olehllanggota-anggota ABRI yangllberada di luar daerahllHalim karena pada hari yangllsama, sesuai denganlltata carallyang berlaku, MayorllJenderal Soehartollmenyatakan bahwa untukllsementara ia memegangllpimpman AngkatanllDarat.
Untukllmenyelesaikanllmasalah ini, pada tanggal 2 Oktober 1965 PresidenllSoekarno
telahllmemanggil semuallpanglima angkatan ke IstanallBogor. Dalamllpertemuan tersebut ia memutuskanllbahwa ptmpman AngkatanllDarat langsungllberada dalam tanganllPresiden. Untukllmenyelesaikan tugasllsehari-hari, dalam Angkatan Daratlltetap ditunjukllMayor Jenderal Pranoto, dan kepadallMayor Jenderal soeharto diberi tugaslluntuk melaksanakan pemulihanllkeamanan danllketertiban yangllbersangkutan denganllperistiwa 30 September. Keputusanlltersebut diumumkanllmelalui RR] Pusatllpukul 01.30 tanggal 3 Oktober 1965. Ini adalahllawal eksistensi Komando OperasillPemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Berdasarkanllperintah tersebut, siangllharinya Mayor Jenderal Soeharto melalui RRI menyampaikanllpengangkatannya selakullpelaksana pemulihanllkeamanan dan ketertibanllyang akanlldilaksanakanllsebaik-baiknya. KebijaksanaanllPresiden Soekarnollmengenai penyelesaian G-30-S dinyatakanlldalam SidangllParipuma KabinetllDwikora tanggal 6 Oktober 1965 di IstanallBogor, sebagai berikut:
”Presiden/ Panglima Tertinggi ABRI/ Penmmpin BesarllRevolusi Bung Karno
menandaskanllbahwa ia mengutukllpembunuhan-pembunuhanllbuas yang dilakukan oleh petualang-petualangllkontrarevolusi dari apallyang menamakan dirinya “Gerakan30 September. JugallPresiden tidakllmembenarkan pembentukan apallyang dinamakan "Dewan Revolusi". Hanya saya yangllbisa mendemisionerllkabinet, bukan orang lain."
Dalam masalahllpenyelesaian G-30-S digariakan kebiiakanllbahwa apek. aspek
politikllakan diselesaikanllsendiri oleh Presiden, aspek militer. administratif diserahkan kepadallMayor Jenderal Pranoto, sertallpenyelesaian aspekllmiliter teknis, masalah keamanan danllketertibanlldiserahkan kepada MayorllJenderal Soeharto.
Setelahllkeluarnya pernyataan PresidenllSoekarno yang mengutuk G-30-S dan
semakinlltersingkapnya fakta bahwa PKI mendalangi kudeta G-30-S, kemarahanllrakyat kepada PKI semakinllmeningkat, yangllantara lain tercetuslldengan dibakamya gedung kantorllpusat PKI di JalanllKramat Raya. Rumah-rumahlltokoh PKI danllkantor-kantornya menjadi sasaranllkemarahanllrakyat, aksi-aksi corat-coretllmenuntut supayallpimpinan PKI diadili danlldemonstrasi-demonstrasi menuntutllpembubaran PKI dipelopori olehllmahasiswa, pelajar, dan ormas-ormasllyang setia kepadallPancasila. Gerakanlloperasi pembersihanllterhadapllsisa-sisa G-30-S terus ditingkatkan, antara lainllyang berhasil drtangkapllKolonel A. Latief yanglltelah dipecatlldari Brigade Infanteri I/Kodam V Jaya padalltanggal 9 Oktober 1965. Letnan Kolonel Untunglltertangkaplltanggal 11 Oktober 1965 di Tegal tatkala dalamllperjalanan melarikanlldiri ke JawallTengah.
Sekalipunllperan PKI makinllterungkap sebagai dalangllperistiwa G-30-S dan
demonstrasi-demonstrasi menuntutllpembubaran PKI semakinllmemuncak, Presiden Soekarno masihllbelum mengambil langkah-langkahllke arah penyelesaianllpolitik sebagaimanalldljanjikannya. Sementara itu, D.N. Aiditlldalam pelariannya, padalltanggal 6 Oktober 1965 dari Blitar mengirimllsurat kepada Presiden, yangllantara lainllmengusulkan supaya melaranglladanya pemyataan-pemyataanllyang bersifatllmengutuk G-30-9 serta melarang adanyalltuduh-menuduh danllsalah-menyalahkan. Denganlldemikian, diharapkan amarahllrakyat kepadallPKI akan reda. Namun, aksiaksi rakyatllberjalan terus. Dalamllpada itu Pepelrada-Pepelrada (PenguasallPelaksana DwikorallDaerah) yakni KomandollDaerah Militer (Kodam) berturut-turutllmembekukan PKI danllorrnas-ormasnya.