Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Disusun oleh:
Kelompok 13
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok
untuk mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan judul “Radikalisme dalam Pandangan
Islam”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB II 3
PEMBAHASAN 3
2.1 Pandangan Islam mengenai Radikalisme 3
2.2 Faktor-faktor Penyebab Radikalisme 4
2.3 Upaya Pencegahan Radikalisme 6
BAB III 8
KESIMPULAN 8
DAFTAR PUSTAKA 9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah radikalisme diperkenalkan oleh bangsa Barat, akan tetapi gejala dan perilaku
kekerasan dapat ditemukan dalam tradisi dan sejarah umat Islam. Fenomena radikalisme dalam
Islam berawal pada abad ke-20 yang dibawa dari Timur Tengah sebagai hasil dari krisis
identitas yang berujung pada reaksi dan resistensi terhadap bangsa Barat yang melebarkan
kolonialisme dan imperialisme ke dunia Islam. Perpecahan dunia Islam ke dalam berbagai
negara, bangsa, dan proyek modernisasi dicanangkan oleh pemerintahan baru berhaluan Barat,
akibatnya umat Islam merasakan terkikisnya ikatan agama dan moral yang selama ini mereka
pegang teguh. Hal ini menjadi faktor munculnya gerakan radikal dalam Islam yang
menyerukan kembali ke ajaran Islam yang murni sebagai sebuah penyelesaian dalam
menghadapi kesulitan hidup.
Dalam sejarah telah terbukti bahwa sikap eksklusif memunculkan pertentangan atau
bahkan peperangan antar umat beragama. Sikap eksklusif tersebut melahirkan radikalisme
dalam beragama. Radikalisme dalam agama ibarat pisau bermata dua, di satu sisi, makna positif
dari radikalisme adalah spirit menuju perubahan ke arah lebih baik yang lazim disebut ishlah
(perbaikan) atau tajdid (pembaharuan). Dengan begitu radikalisme bukan sinonim ekstremitas
atau kekerasan, ia akan sangat bermakna apabila dijalankan melalui pemahaman agama yang
menyeluruh dan diaplikasikan untuk ranah pribadi. Namun di sisi lain, radikalisme akan
menjadi berbahaya jika sampai pada tataran ghuluw (melampaui batas) dan ifrath (keterlaluan)
ketika dipaksakan pada pemeluk agama lain.
Secara sederhana radikalisme adalah pemikiran atau sikap yang ditandai oleh empat hal
yang sekaligus menjadi karakteristiknya. Pertama, sikap tidak toleran dan tidak mau
menghargai pendapat atau keyakinan orang lain. Kedua, sikap fanatik dengan selalu merasa
benar sendiri dan menganggap orang lain salah. Ketiga, sikap eksklusif yang membedakan diri
dari kebiasaan orang kebanyakan. Keempat, sikap revolusioner dalam menggunakan kekerasan
untuk mencapai tujuan.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi, terma radikalisme berasal akar kata radix, yang artinya bertindak
radikal dan dapat juga berarti sampai ke akar-akarnya. Berpikir secara radikal sama artinya
dengan berpikir hingga ke akar-akarnya, hal tersebutlah yang kemudian besar kemungkinan
bakal menimbulkan sikap-sikap anti kemapanan. Dengan demikian, radikalisme dapat
dipahami sebagai suatu sikap atau posisi yang mendambakan perubahan terhadap status quo
dengan jalan menghancurkannya secara total, dan menggantinya dengan sesuatu yang baru,
yang sama sekali berbeda. Biasanya cara yang digunakan bersifat revolusioner, artinya
menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan (violence) dan aksi-aksi
yang ekstrim.
Dalam bahasa Arab, term radikalisme disebut dengan beberapa istilah, antara lain al-
’unf, at-tatarruf, dan al-ghuluw. Al-’unf adalah tindakan kekerasan dengan penggunaan
kekuatan secara ilegal (main hakim sendiri) untuk memaksakan kehendak dan pendapat. Al-
tatharruf secara bahasa berasal dari kata al-tarf yang mengandung arti “ujung atau pinggir”.
Artinya berada pada posisi ujung atau pinggir, baik di ujung kiri maupun kanan. Karenanya,
kata ini bermakna radikal, ekstrim, dan berlebihan. Dengan demikian, al-tatharruf al-diiniy
berarti segala perbuatan yang berlebihan dalam beragama, yang merupakan lawan kata dari al-
wasath (tengah/moderat) yang memiliki makna baik dan terpuji.
Istilah fundamentalisme dan radikalisme secara eksplisit dalam Islam tidak ditemukan,
tetapi ada beberapa ayat yang cenderung dimaknai sebagai radikal. Salah satunya adalah QS
al-Maidah ayat 77 yang menjelaskan bahwa :
َّ س َوآءِ ٱل
س ِبيل َ عن ۟ ُّضل
َ وا ۟ ُّضل
ً وا َكث
َ ِيرا َو ۟ ُّضل
َ َوا مِ ن قَ ْب ُل َوأ َ ْق َو ََل تَت َّ ِبعُ ٓو ۟ا أ َ ْه َوآ َء قَ ْو ٍم قَد
ِ غي َْر ْٱل َح
َ وا فِى دِينِ ُك ْم ِ َ ِقُ ْل َٰ َيٓأ َ ْه َل ْٱل ِك َٰت
۟ ُب ََل ت َ ْغل
3
Pada QS. al-Maidah ayat 77, Allah Swt. melarang kepada Ahli Kitab agar tidak
berlebihan dalam menjalankan agama, yakni mengikuti jejak yang membuat nenek moyang
mereka berada dalam kesesatan, sebab mereka bukan hanya menyesatkan diri mereka sendiri
melainkan mereka juga akan membawa orang lain tersesat dari jalan kebenaran, yakni ajaran
Islam. Dalam ayat ini Allah lebih menekankan berlebihan dalam agama secara universal.
Sikap berlebihan ini pula yang menyebabkan tatanan kehidupan umat terdahulu
menjadi rusak sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah, “Wahai manusia, jauhilah sikap
berlebih-lebihan (al-ghuluw) dalam beragama. Sesungguhnya sikap berlebihan dalam
beragama telah membinasakan umat sebelum kalian” (H.R. Ibnu Majah dan An-Nasai). Sabda
Nabi ini muncul dalam peristiwa haji wada’. Ketika itu, Rasulullah meminta kepada Ibnu
‘Abbas di pagi hari Jumrah ‘Aqabah agar mengambil batu kerikil untuk melempar jumrah.
Ketika Ibnu ‘Abbas mengambil kerikil sebesar kerikil ketapel, beliau berkata, “dengan kerikil-
kerikil seperti inilah hendaknya kalian melempar”. Kemudian Rasulullah saw. bersabda
sebagaimana hadits diatas.
Dalam hadits lain, dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah bersabda, “Celakalah orang-
orang yang melampaui batas (al-mutanatti’un).” (H.R Muslim). Perkataan tersebut diulang
sebanyak tiga kali untuk mengindikasikan bahwa Rasulullah tidak menyukai umatnya yang
mempraktikkan agama secara berlebihan. Sebaliknya beliau ingin mengajarkan sikap
beragama yang moderat dan menghindari sikap ghuluw (radikal) dalam beragama.
2. Faktor Kultural
Faktor kultural dapat dilihat dari perspektif antitesis terhadap budaya sekularisme dan
dominasi peradaban barat yang menyebabkan kehidupan negeri-negeri muslim
mengalami ketertindasan dan keterbelakangan.
3. Faktor Ideologis
Faktor ideologis menjadi penyebab radikalisme ditandai dengan terjadinya gerakan anti
westernisme yang diterapkan lewat penghancuran simbol-simbol Barat dan penegakan
syariat Islam. Walaupun hal yang mendorong gerakan anti-Barat tidak bisa disalahkan
dengan alasan keyakinan keagamaan tetapi jalan kekerasan yang ditempuh kaum
radikalisme menunjukkan ketidakmampuan persaingan dengan budaya dan peradaban
Barat.
1. Dakwah Pencegahan
Dakwah merupakan upaya mengajak atau menyeru ke arah kebaikan dan dalam
waktu yang sama merupakan upaya nahyu ‘anil munkar, atau mencegah perbuatan
munkar. Pencegahan terhadap hal-hal yang tidak baik perlu dijalankan untuk kegiatan
dakwah termasuk di dalamnya adalah perilaku radikal. Perilaku radikal dalam konteks
ini adalah segala tindakan yang yang mengarah kepada kerusakan, pemaksaan
kehendak, merasa benar terhadap pendapatnya dan membuat orang lain mengalami
ketakutan. Fenomena radikalisme ini perlu mendapatkan sentuhan dakwah pencegahan
agar segala hal tidak baik yang berasal dari radikalisme tidak terjadi di masyarakat.
Ayat di atas mengajarkan kepada pemeluk Islam, agar saling toleransi antar
sesama manusia, meskipun berbeda dalam keyakinan, bahkan pada tataran keluarga
kandung sekalipun, yang jika ada sebagian saudaranya ada yang beragama selain Islam,
maka diwajibkan untuk saling menghargai selama mereka tidak melakukan hal yang
buruk terhadap kaum muslimin. Para da’i memiliki tugas yang sangat berat untuk
memberikan pemahaman Islam yang moderat kepada para pelaku teror yang
mengatasnamakan jihad dijalan Allah, sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad
SAW kepada para sahabatnya, agar benar-benar memahami ajaran Islam secara
komprehensif, terutama pada ayat-ayat jihad atau perang sehingga tidak terjadi salah
paham dalam mengaplikasikan ayat yang dipahaminya.
7
BAB III
KESIMPULAN
8
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. 2016. Gerakan Radikalisme dalam Islam: Perspektif Historis. Addin. 10(1): 1-28.
Alhairi. 2017. Pendidikan Anti Radikalisme: Ikhtiar Memangkas Gerakan Radikal. Jurnal
Tarbawi. 14(2): 109-122.
Aminah, S. 2016. Peran pemerintah menanggulangi radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Inovasi Pembangunan: Jurnal Kelitbangan. 4(1): 83-101.
Laisa, E. 2014. Islam dan radikalisme. Islamuna: Jurnal Studi Islam. 1(1): 1-18.
Rohaly, A., Salsabila, A., Izzatin, A. N., dan Muhyi, A. A. 2023. Pandangan Radikalisme dan
Terorisme dalam Al-Qur’an. In Gunung Djati Conference Series. 24: 313-337.
Zuhdi, M. H. 2017. Radikalisme Agama dan Upaya Deradikalisasi Pemahaman Keagamaan.
Akademika: Jurnal Pemikiran Islam. 22 (1): 199–224.