Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL PENELITIAN

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERHITUNG BILAGAN BULAT


BERNUANSA ETNOMATEMATIKA DENGAN OBJEK BUDAYA
PERMAINAN TRADISIONAL (CONGKLAK) DALAM MATEMATIKA

Disusun Oleh:

Deprima Tivani (2108107004)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

2023

1
DAFTAR ISI

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses yang dilalui oleh seseorang untuk memperoleh
pengalaman belajar dan dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang dimilikinya.
Pendidikan merupakan suatu proses yang terus menerus dan tiada akhir, Yang bertujuan
untuk menghasilkan kualitas yang berkelanjutan dan ditunjukkan untuk terwujudnya
masa depan manusia dan berakar pada nilai filosofis dan budaya bangsa. Oleh karena itu
perlu adanya pendalaman Pendidikan. Pada hakikatnya Pendidikan merupakan kegiatan
yang dilaksanakan oleh peserta didik yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
dirinya. Perkembangan suatu bangsa bergantung pada kondisi Pendidikan yang ada, maju
mundurnya suatu bangsa ditentukkan oleh system Pendidikan nasional. Pendidikan dapat
mendorong terjadinya perubahan aspek kualitas kognitif, afektif dan psikomotorik
seseorang (Siregar, 2022).
Dalam pendidikan formal, penyelenggara pendidikan harus berikatan dengan
tujuan pendidikan yang akan dicapai, karena tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan
merupakan tolak ukur dari keberhasilan penyelenggara Pendidikan (Kharisma dan
Asman, 2018). Oleh karena itu, sekolah yang menjadi penyelenggara pendidikan formal
harus memiliki tujuan pendidikan yang dioperasionalkan menjadi tujuan pembelajaran
dalam bidang studi termasuk salah satunya matematika. Pendidikan erat kaitannya
dengan pembelajaran, tak terkecuali mencakup pembelajaran matematika di dalamnya.
Pembelajaran matematika merupakan serangkaian kegiatan terencana yang
memberikan pengalaman kepada peserta didik agar mereka memperoleh kompetensi
tentang matematika yang dipelajari. Dalam mempelajari matematika peserta didik
diharapkan mampu menguasai kemampuan matematis. Karena berdasarkan hasil survei
dari Program for International Assessment of Student (PISA) pada tahun 2015
menunjukkan kemampuan matematika peserta didik Indonesia menempati peringkat 63
dari 70 negara. Sementara itu, IEA menyatakan hasil studi Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2015 menunjukkan prestasi matematika
peserta didik Indonesia berada pada peringkat 44 dari 49 negara (Nurliastuti, et al 2018
dalam Wiska, A., et al 2020).

3
Berdasarkan uraian di atas dilakukan penelitian terkait pengembangan bahan ajar
yang diduga mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah kemampuan
berhitung pada peserta didik dengan materi bilangan asli yang menggunakan pendekatan
etnomatematika dengan objek permainan tradisional congklak di jawa barat.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka identifikasi
masalah yang dijadikan bahan penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Peserta didik mengalami kesulitan saat memahami materi bilangan bulat
2. Guru memerlukan sebuah media pembelajaran dengan sistem permainan
untuk mengembangkan materi
3. Pembelajaran yang menggunakan media permainan untuk memudahkan
proses penyampaian materi

C. Batasan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah diuraikan, supaya
permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang maka
peneliti membatasi cakupan masalah yaitu hanya mengenai pengembangan bahan ajar
matematika bernuansa etnomatematika pada materi bilangan bulat untuk tingkat sekolah
dasar untuk meningkatkan kemampuan berhitung peserta didik di Cirebon, Jawa Barat.
Pembatasan masalah dalam cakupan etnomatematika yaitu menggunakan media
permainan tradisional congklak.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
yang dijadikan bahan penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan bahan ajar materi menggunakan pendekatan
etnomatematika dengan permainan tradisional Congklak untuk meningkatkan
kemampuan berhitung bilangan bulat matematis peserta didik
2. Bagaimana respon peserta didik terhadap pengembangan bahan ajar materi
menggunakan pendekatan etnomatematika dengan permainan tradisional congklak
untuk meningkatkan kemampuan berhitung bilangan bulat matematis peserta didik

4
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan dari penelitian ini
yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan bahan ajar materi dengan
menggunakan pendekatan etnomatematika dengan objek permainan tradisional
congklak untuk meningkatkan kemampuan berhitung bilangan bulat matematis
peserta didik.
2. Untuk mengetahui bagaimana respon peserta didik terhadap pengembangan bahan
ajar materi dengan menggunakan pendekatan etnomatematika dengan objek
permainan tradisional untuk meningkatkan kemampuan berhitung bilangan bulat
matematis peserta didik.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini oleh peneliti diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
berbagai pihak:
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi atau pengetahuan kepada dunia pendidikan bahwa
keterkaitan pembelajaran materi pelajaran umum seperti matematika tidak hanya
terpaku pada pengetahuan saintek atau pengetahuan umum saja, namun dapat juga
dikaitkan dengan permasalahan sehari-hari seperti salah satunya dikaitkan dengan
budaya permainan tradisional jawa barat.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Guru
Bahan ajar yang dikembangkan diharapkan dapat membantu guru dalam
pembelajaran serta membantu memperbaiki mutu pembelajaran.
b. Manfaat Bagi Peserta Didik
Bahan ajar yang dikembangkan diharapkan dapat membantu peserta didik menjadi
lebih mudah dalam memahami materi sistem persamaan linear dua variabel.
c. Manfaat Bagi Peneliti
Bahan ajar yang dikembangkan diharapkan dapat menambah wawasan kreativitas
serta keterampilan peneliti sebagai calon pendidik dalam mengembangkan bahan
ajar.
d. Manfaat Bagi Umum/Pembaca

5
Bahan ajar yang dikembangkan diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
atau referensi untuk pengembangan perangkat pembelajaran berbasis budaya

G. Keaslian Penelitian
Beberapa tahun yang lalu, sebelum teknologi berkembang pesat seperti sekarang
ini, Indonesia memiliki banyak permainan tradisional yang dapat dimainkan oleh anak-
anak dengan teman-temannya di waktu luang, baik di sekolah, taman bermain, tetangga
di komplek rumah dan sebagainya. Akan tetapi sekarang kita tidak hanya lupa akan hal
itu, bahkan banyak anak-anak zaman sekarang ini yang tidak tahu bahwa Indonesia
mempunyai begitu banyak permainan tradisional. CNN Indonesia melaporkan bahwa
Indonesia mempunyai kurang lebih 2.600 permainan tradisional dan salah satunya adalah
permainan Congklak (Khoiri, 2018).
Menurut hasil serangkaian penelitian yang ada, permainan congklak merupakan
media yang efektif untuk meningkatkan minat belajar matematika siswa selama proses
pembelajaran di tingkat sekolah dasar (Erlin Prasetyo, 2019) Permainan tradisional
mengandung banyak nilai budaya dan warisan para nenek moyang Indonesia. Jika
permainan adalah suatu hal yang menyenangkan, maka permainan tradisional adalah
kebiasaan yang biasa dipraktekkan oleh nenek moyang. Hal tersebut karena permainan
ini mengandung nilai budaya, sehingga permainan tradisional tidak sekedar permainan
aktif biasa (Rida et al., 2020).

6
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka
1. Bahan Ajar
a. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau
pendidik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar tersebut bisa
tertulis maupun tidak tertulis. Dengan bahan ajar tersebut memungkinkan peserta
didik dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan
sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara
utuh dan terpadu (Eliyanti, M. 2016). Bahan ajar merupakan informasi, alat, dan teks
yang diperlukan untuk guru dengan sebuah perencanaan dan penelaah implementasi
pada pembelajaran.
Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi
pembelajaran, metode, Batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara
sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan yaitu
mencapai kompetensi dan subkompetensi dengan segala kompleksitasnya (Widodo
dan Jasmadi dalam Lestari, 2013).
Bahan ajar bukan hanya berupa buku atau modul ajar saja, tetapi bisa berbentuk
yang lain. Menurut Bemd Weidenmann, 1994 dalam buku Lernen mit Bildmedien
(Ati Sumiati, 2017) mengelompokkan menjadi 3 besar, Pertama, Auditiv yang
menyangkut radio (Rundfunk), Kaset (Tonkassette), Piringan Hitam (SchallPlatte).
Kedua, yaitu Visual yang menyangkut Flipchart, Gambar (Wandbild), Program
Komputer (Computer-Lern-Program). Ketiga, yaitu audiovisual yang menyangkut
berbicara dengan gambar (Rede Bild), pertunjukkan suara dan gambar
(Tonbildschau).

b. Komponen-komponen Bahan Ajar


Bahan ajar pada hakekatnya adalah isi dari mata Pelajaran atau bidang studi yang
diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang digunakannya, sebuah bahan
ajar setidaknya mencakup antara lain :
1. Petunjuk belajar (petunjuk siswa atau guru)
2. Kompetensi yang akan dicapai

7
3. Informasi pendukung
4. Latihan-latihan
5. Petunjuk kerja, dapat berupa bentuk lembar kerja
6. Evaluasi (Majid, 2009)
Ada empat aspek yang perlu diperhatikan dalam menulis buku menurut Pusat
Kurikulum dan Perbukuan. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut: (1) aspek
isi atau materi; (2) aspek penyajian materi, (3) aspek bahasa dan keterbacaan, dan
(4) aspek grafika (Depdiknas, 2006).

c. Fungsi dan Manfaat Bahan Ajar


Terdapat tiga fungsi utama bahan ajar dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
proses belajar dan pembelajaran. Tiga fungsi tersebut adalah :
a. Bahan ajar merupakan pedoman bagi guru yang mengarahkan semua aktivitas
dalam proses belajar mengajar. Sekaligus merupakan substansi kompetensi
yang seharusnya diajarkan atau dilatihkan kepada siswa.
b. Bahan ajar merupakan pedoman bagi peserta didik yang akan mengarahkan
aktivitas dalam proses pembelajaran
c. Bahan ajar merupakan alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil
pembelajaran. Sebagai alat evaluasi, maka bahan ajar yang disampaikan harus
sesuai dengan indikator dan kompetensi dasar yang ingin dicapai oleh guru.
Terdapat 2 manfaat bahan ajar yang dikelompokkan yaitu manfaat bahan ajar bagi
guru dan manfaat bahan ajar bagi peserta didik :
a. Manfaat bagi guru :
 Memperoleh bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dan
sesuai dengan kebutuhan belajar siswa
 Tidak bergantung pada buku teks
 Memperkaya wawasan karena memiliki banyak referensi untuk
dikembangkan
 Menambah pengetahuan guru dalam menyusun bahan ajar
b. Manfaat bagi peserta didik :
 Kegiatan pembelajaran menjad lebih menarik
 Kesempatan untuk belajar mandiri dan mengurangi rasa
ketergantungan dari pebimbing atau guru

8
 Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang
dikuasainya.

d. Macam-Macam Bahan Ajar


Menurut Prastowo (2013: 306) dari segi bentuknya bahan ajar dapat dibedakan
menjadi empat macam :
1. Bahan ajar cetak (printed), yaitu sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas
yang berfungsi untuk pembelajaran atau penyampaian informasi
2. Bahan ajar dengar (audio) atau program audio, adalah semua sistem yang
menggunakan sinyal radio secara langsung. Yang dapat dimainkan oleh
seseorang atau kelompok orang.
3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) yaitu segala sesuatu yang
memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar yang
bergerak secara sekuensial
4. Bahan ajar Interaktif (interactive teaching materials), yaitu kombinasi dari dua
atau lebih pada media (audio, teks, grafik, gambar, animasi, dan video) yang
dimana penggunanya dimanipulasi atau diperlakuan untuk mengendalikan
suatu perintah atau dengan presentasi.

e. Keunggulan dan Keterbatasan Bahan Ajar


Menurut Mulyasa dalam Lestari (2013: 8), bahan ajar memiliki tiga keunggulan
bahan ajar, diantaranya :
1. Berfokus pada individual siswa, yang pada hakikatnya siswa memiliki
kemampuan untuk bekerja sendiri dan lebih bertangung jawab atas
tindakannya
2. Adanya kontrol terhadap hasil belajar mengenai penggunaan standar
kompetensi dalam setiap bahan ajar yang harus dicapai oleh siswa
3. Relevansi kurikulum ditunjukkan dengan adanya tujuan dan cara
pencapaiannya, sehingga siswa dapat mengetahui keterkaitan antara
pembelajaran dan hasil pembelajarannya.
Berikut merupakan keterbatasan bahan ajar menurut Mulyasa (2013), diantaranya :
1. Penyusunan bahan ajar memerlukan keahlian tertent. Bahan ajar mungkin saja
memuat tujuan dan alat ukur, berarti pengalaman belajar yang termuat
didalamnya tidak ditulis dengan baik.

9
2. Sulit menentukkan proses penjadwalan kelulusan serta membutuhkan
manajemen yang berbeda dari pembelajaran konvesional. Karena setiap siswa
harus menyelesaikan bahan ajar dalam waktu yang berbeda serta pemahaman
dan kemampuannya juga berbeda dan tidak dipaksa
3. Sumber belajar, yang pada umumnya sangat mahal, dikarenakan setiap siswa
mencari penyelesainnya sendiri dan mencari sumber belajar seperti alat peraga
untuk menunjang pembelajaran.

2. Etnomatematika
Etnomatematika menurut D’Ambrosio dalam Rachmawati, (2013: 4),
menyatakan bahwa secara bahasa awalan “ethno” diartikan sebagai sesuatu yang sangat
luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku,
mitos, dan simbol. Kata dasar “mathema” berarti menjelaskan, mengetahui, memahami,
dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasikan,
menyimpulkan, dan pemodelan. Lalu “tics” berasal dari techne dan memiliki makna
yang sama dengan teknik. Sedangkan secara istilah, etnomatematika diartikan sebagai
“matematika yang dipraktekkan di antara kelompok budaya yang diidentifikasikan
seperti masyarakat nasional suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia
tertentu dan kelas profesional”. Kemudian istilah tersebut disempurnakan bahwa
penggunaan etnomatematika sebagai mode, gaya, dan teknik (tics) menjelaskan,
memahami, dan menghadapi lingkungan alam dan budaya (mathema) dalam sistem
budaya berbeda (ethnos)” (Rachmawati, 2013).
Gagasan D’Ambrosio menjelaskan bahwa munculnya ethnomatematika
merupakan akibat dari aktivitas matematika yang dipengaruhi oleh kegiatan masyarakat
sehari-hari. Hasil studi PISA (Programme for International Student Assesssment) tahun
2009 dan hasil penelitian TIMSS (Thrends International Mathematics Science Study)
tahun 2011 menempatkan Indonesia pada peringkat yang masih jauh dari harapan, dalam
artian masih di bawah rata-rata. Hasil ini disebabkan karena kurangnya kemampuan
matematika siswa dalam menyelesaikan soal penalaran dan pemecahan masalah. Salah
satu penyebabnya adalah pembelajaran matematika yang dilakukan saat ini denderung
konvensional dan kurang kontekstual. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No.68 Tahun 2013 mendukung pola pembelajaran inovatif dan kontekstual. Sehingga
diharapkan proses pembelajaran menjadi interaktif, menyenangkan, memotivasi,
memantang, serta meninggalkan pola pembelajaran tunggal menjadi pembelajaran yang

10
berpola multidicipline (Maulana, A., dkk., 2014:1).
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa etnomatematika
merupakan bentuk lain dari matematika yang dilakukan secara praktik oleh kelompok
tertentu dalam lingkup sosio-kultur-budaya. Sejalan dengan pemikiran D’Ambrosio yang
menyebutkan bahwa tujuan dari etnomatematika yaitu untuk memberitahukan bahwa ada
cara yang berbeda dalam mengajarkan matematika yang selama ini hanya terpaku bahwa
matematika merupakan ilmu formal di sekolah. Etnomatematika ini merupakan bentuk
implementasi dari matematika yang dikaitkan dengan kebudayaan daerah yang dapat
diwujudkan dalam kehidupan sehari- hari dengan mengembangkan pengetahuan
matematika akademik yaitu mengukur, berhitung, merancang, bermain dengan
menerapkan konsep matematika, dan lain sebagainya.

3. Deskripsi Budaya
Sampai saat ini fakta tersebut tidak diketahui secara pasti. Namun, yang jelas
congklak atau dakon sangat digemari oleh anak-anak di Jawa dari segala usia. Seperti
yang disampaikan tadi, congklak dulunya memang lebih sering dimainkan oleh anak-
anak bangsawan. James Dananjaya, dilansir dari Historia, mengatakan bahwa justru
congklak yang menyebar luas ke berbagai negara. Selain dibawa oleh pedagang, ini juga
karena pengaruh penyebaran Islam. Selain Filipina, beberapa negara seperti Srilanka
bahkan juga mengenal congklak, bahkan hingga ke tanah Afrika.Tetapi menurut sumber
lain, Denys Lombard, mengatakan ada permainan dari negara lain yang juga mirip
dengan congklak. Setidaknya pada abad ke-17, permainan serupa telah populer di
wilayah Madagaskar hingga Turki. Pada tahun 1983, sebuah bidak congklak ditemukan
di sebuah situs di Panjunan, Banten. Situs tersebut dulunya diketahui sebagai pabrik
tembikar, di mana bidak congklaknya terbuat dari tanah liat. Saat ini benda bersejarah
tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia.
Istilah batu dakon bukan hanya digunakan untuk permainan dakon atau congklak
saja. Akan tetapi, terdapat sebuah temuan dari zaman Megalitikum yang dinamai batu
dakon. Ini karena bentuknya memang mirip dengan bidak yang biasa digunakan bermain
dakon. Mengenai fungsi batu itu yang ditemukan itu terdapat dua pandangan dari para
ahli sejarah. Pertama, kemungkinan lubang-lubang di batu tersebut digunakan untuk
wadah sesajen. Anggapan kedua adalah bahwa batu tersebut difungsikan untuk
memetakan bintang seperti di India. Tetapi apakah batu dakon ada kaitannya dengan
permainan dakon alias congklak masih belum diketahui. Setiap permainan tradisional

11
pasti mengandung makna-makna tertentu, tak terkecuali congklak. Ada sebuah arti
sederhana di balik permainan ini, yang mana mungkin tidak disangka-sangka. Lombard
mengatakan bahwa dakon (congklak) diadaptasi dari kata “daku” yang artinya “saya”.
Oleh karena itu, makna permainan congklak atau dakon ini adalah menonjolkan
ego seseorang. Di mana artinya permainan ini tidak memperlihatkan sisi kompetitif dari
masing-masing pemainnya. Tujuannya hanya untuk saling menghibur satu sama lain atau
diri sendiri. Tidak ada persaingan untuk memenangkan permainannya seperti beberapa
permainan tradisional lain. Orang Eropa bahkan pernah terkejut saat pertama kali
memainkan dakon atau congklak. Mereka menyadari bahwa tidak ada persaingan di sini
seperti yang terdapat pada catur Jawa atau disebut dam-daman. Tetapi percaya atau tidak
bermain congklak bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Aturan bermainnya dibuat
sedemikian rupa sehingga permainan hanya mungkin berhenti karena suatu hal. Ketika
tidak ada lubang yang terisi biji artinya permainan berakhir. Selain itu, tahukah Anda
bahwa di setiap gerakan permainan ini mengandung filosofi? Misalnya gerakan
mengambil biji congklak berarti bahwa dalam hidup kita harus memberi dan menerima.
Lalu menaruh biji ke lubang lain berarti kita harus menabung untuk masa depan dan
jangan lupa berbagi dengan orang lain. Kendati demikian, kembali pada tujuan awal
permainan ini yaitu bukan tentang menang dan kalah. Tujuannya adalah kesenangan diri
dan memaknai arti dari setiap langkah permainannya.
Dalam era globalisasi ini, ketika teknologi dan informasi tumbuh dengan pesat,
permainan tradisional semakin terpinggirkan. Permainan yang umumnya cenderung
berkembang di masyarakat perkotaan lebih bersifat individual, dan ditinjau dari aspek
finansial juga relatif mahal. Permainan tradisional anak pada dasarnya merupakan sebuah
pembelajaran bagi anak-anak, dalam memainkannya anakanak dilatih untuk dapat
mengoptimalkan akal, rasa, hati, jiwa, dan raganya. Salah satu permainan tradisional
yang sudah turun menurun hingga masa sekarang adalah permainan congklak atau yang
biasa disebut dengan Dakon. Congklak adalah permainan rakyat yang sudah berkembang
cukup lama di Kawasan melayu dengan sebutan yang berbeda-beda. Dikepulauan Riau
disebut dengan Congklak, di Filiphina disebut dengan Sungka, di Sri Lanka disebut
dengan Congka, di Thailand disebut dengan Tungkayon, dan beberapa negara lainnya
seperti Indonesia di wilayah Sulawesi disebut dengan Mokaotan, Maggaleceng,
Aggalacang, dan Nogarata. Dan ada juga yang menyebutnya Congklak dikepulauan
Jawa.
Congklak merupakan salah satu permainan tradisional yang merupakan wujud

12
dari hasil budaya. Permainan ini memiliki nama atau penyebutan yang berbeda di setiap
daerah Indonesia. Pada umumnya congklak menggunakan bidang panjang yang terbuat
dari kayu, plastik, atau tanah dengan 16 lubang yang dibagi menjadi tujuh lubang kecil
(kampung) pada masing-masing sisi dan dua lubang yang lebih besar (rumah) di bagian
tengah kiri dan kanan. Untuk memainkannya lubang diisi dengan biji sawo atau batu
kerikil atau kerang atau lainnya yang berjumlah sama setiap lubang masing-masing tujuh
biji. Sedangkan jumlah keseluruhan biji adalah 98. Permainan congklak merupakan
permainan tradisional yang dilakukan oleh dua orang dengan menggunakan papan
congklak dan 98 biji congklak (Warni et al., 2021).
Pada umumnya cara bermain congklak yang diketahui adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan papan permainan.
2. Menyiapkan biji congklak.
3. Permainan dilakukan oleh dua orang yang saling berhadapan.
4. Memasukkan biji ke lubang kecil (kampung) masing-masing tujuh biji sedangkan
rumah dibiarkan kosong.
5. Pemain akan mulai bermain secara bersamaan pada permulaan permainan.
6. Semua biji congklak di satu kampung diambil oleh pemain kemudian dijatuhkan per
satu biji pada kampung selanjutnya dengan langkah searah jarum jam. Pemain harus
mengisi rumah sendiri dan jangan sampai mengisi rumah lawan. Jika biji congklak
yang digenggam habis, tapi berhenti di kampung yang masih terdapat biji, maka
pemain melanjutkan permainan. Sedangkan “mati” adalah jika dan hanya jika
pemain berhenti pada kampung kosong.
7. Pemain lainnya akan melanjutkan permainan jika salah satu pemain telah mati.
8. Ketika pemain kehabisan biji di kampungnya sendiri, lalu kampung di seberangnya
(milik lawan) ada isinya maka biji congklak milik lawan dapat diambil. Ini adalah
keadaan yang disebut “menembak”.
9. Permainan berakhir ketika biji congklak di kampung sudah tak tersisa.
10. Setiap pemain menghitung perolehan biji yang ada di rumah, orang yang memiliki
biji terbanyak maka dia yang menang.

4. Teori Belajar
Teori belajar konstruktivisme atau teori belajar sosiokultur merupakan teori
belajar yang menegaskan pada bagaimana cara seseorang belajar dengan bantuan orang
lain dalam suatu zona keterbatasan dirinya yaitu zona proximal development. Vygotsky

13
dalam teorinya menyampaikan setiap individu berkembang dalam konteks sosial.
Semua perkembangan intelektual yang mencakup makna, ingatan, pikiran persepsi, dan
kesadaran bergerak dari wilayah interpersonal ke wilayah intrapersonal. Pendapat
Vygotsky terkait belajar pada peserta didik yang dilakukan dalam interaksi sosial
mereka dengan lingkungan akan lebih luas pengetahuannya dan terbiasa dengan
lingkungan. Ia juga mengatakan bahwa pikiran seseorang senantiasa perlu dimengerti
dari latas sosial budaya dan asal usulnya (Fitriani, 2022).
Menurut Vygotsky, menggunakan pendekatan developmental berarti memahami
fungsi kognitif anak dengan memeriksa asal usulnya dan transformasinya dari bentuk
awal ke bentuk selanjutnya. Vygotsky mengajukan gagasan yang unik dan kuat tentang
hubungan antara pembelajaran dan perkembangan. Gagasan tersebut menggambarkan
pandangannya bahwa fungsi kognitif berasal dari situasi sosial. Salah satu gagasan unik
Vygotsky yakni konsepnya tentang zone of proximal development. Penekanan
Vygotsky pada ZPD menegaskan keyakinannya akan arti penting pengaruh sosial
terutama pengaruh pengajaran terhadap perkembangan kognitif peserta didik (Anidar,
2017).

5. Kemampuan Berhitung
Salah satu kemampuan yang sangat penting bagi anak yang perlu dikembangkan
dalam rangka membekali mereka, untuk bekal kehidupannya dimasa depan dan saat ini
adalah memberikan bekal kemampuan berhitung. Kemampuan berhitung adalah suatu
kemampuan yang dimiliki setiap anak yang berhubungan dengan penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian yang merupakan kemampuan yang penting
dalam kehidupan sehari-hari (Ariyanti, 2015).
Pada saat pembelajaran berlangsung, banyak sekali kejadian yang dimana
peserta didik masih belum mengetahui kemampuan yang ia miliki, oleh karena itu,
dengan menerapkan metode pembelajaran matematika yang tepat akan membuat peserta
didik menjadi lebih paham. Dalam hal ini, secara tidak langsung perkembangan pada
peserta didik baik di kelas 1-6 itu sudah bias melakukan operasi hitung bilangan dalam
matematika mulai dari penjumlahan, pembagian, pengurangan, perkalian yang dimana
peserta didik tersebut masih kurang memahaminya. perkembangan merupakan tahapan-
tahapan dalam perubahan secara progresif dan terjadi dalam kehidupan manusia. Tanpa
membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri seseorang. Kegiatan yang
berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya muncul dalam kegiatan

14
jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga dan sebagainya. Meskipun sifatnya
motorik namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran
yang tinggi. Disamping itu, menurut Reber keterampilan adalah kemampuan melakukan
pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan
keadaan untuk mencapai hasil tertentu {Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan
Pendekata Baru (Bandung: Remaja RoSDakarya, 2010), 41}. Unsur-unsur matematika
yang ada dalam permainan congklak diantaranya adalah untuk mengenalkan lingkaran,
bentuk setengah bola, konsep peluang, untung rugi, operasi hitung bilangan bulat seperti
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian (Rohmatin, 2020).
Faktor yang mempengaruhi kemampuan berhitung menurut Hidayati, yaitu
terdapat 2 faktor yaitu Faktor Internal dan Faktor External. Faktor Internal adalah factor
yang ada dalam peserta didik berupa motivasi, kematangan, gaya belajar masing-masing
anak, bakat peserta didik baik didalam kelas dan luar pembelajaran. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor dari luar diri anak seperti dari proses belajar mengajar yang dapat
mempengaruhi rendahnya kemampuan berhitung anak misalnya pembelajaran yang
kurang menyenangkan, pembelajaran yang monoton dan media pembelajaran yang
kurang menarik, pembelajaran yang kurang memfasilitasi keanekaragaman siswa. Faktor
lainnya yang juga mempengaruhi kemampuan berhitung adalah kekhasan gaya belajar
masing-masing anak.
Indikator kemampuan berhitung dalam Enik Hidayati (2015) adalah
kemampuan yang memerlukan penalaran dan keterampilan belajar termasuk operasi
hitung. Sehingga dalam kemampuan berhitung ada beberapa indikator yang harus
dipenuhi dalam mencapai proses pembelajaran yakni :
1. Peserta didik Mampu Menyelesaikan Soal
2. Peserta didik Mampu membuat soal dan menyelesaikannya

6. Materi Bilangan Bulat


Dalam materi matematika hampir semua pokok bahasan yang dimuat
mempunyai kaitan dengan operasi hitung bilangan bulat. Operasi penjumlahan dan
pengurangan pada bilangan bulat merupakan bagian yang terpenting dan bagian paling
dasar dalam matematika. Menurut Keith Davis (Mangkunegara, 2000: 67) menyatakan
bahwa kemampuan (ability) sama dengan pengetahuan dan keterampilan (knowledge
and skill). Sedangkan Menurut David Glover (2007: 30), In Arithmetic you
add,subtract, multiply and divide numbers. Aritmatika berhubungan dengan

15
menjumlah, mengurangi, mengali dan membagi bilangan.
Hanya dengan memiliki pengetahuan tentang bilangan cacah, namun siswa
belum mampu menyelesaikan persoalan matematika. Dengan kata lain, himpunan
bilangan cacah memiliki beberapa kekurangan. Sebagai contoh tidak ada bilangan cacah
yang membuat kalimat “7 + x = 5” atau “6 + y = 0” menjadi pernyataan yang benar.
Contoh lain adalah himpunan bilangan cacah tidak tertutup pada pengurangan, karena
3−7=x . Oleh karena itu, para ahli matematika mengkonstruksikan atau menciptakan
bilangan yang dikenal dengan sebutan bilangan bulat. Bilangan bulat diciptakan dengan
contoh sebagai berikut :
Untuk setiap bilangan cacah adalah 3 kemudian, diberikan symbol pada huruf
3 yaitu +3 (positif 3) dan -3 (negatif 3). Symbol yang menyatakan bilangan positif,
biasanya tidak ditulis simbolnya. Melainkan yang ditulis adalah angka 3 nya saja.
Kemudian symbol yang diawali dengan tanda minus kecil tersebut mewakili bahwa
angka 3 tersebut negatif. Perlu diperhatikan bahwa bilangan 0 merupakan bukan
bilangan negatif atau positif..
Nampaknya bahwa untuk setiap bilangan cacah n ada bilangan -n. jadi,
gabungan dari himpunan semua bilangan cacah dan himpunan semua bilangan bulat,
dapat didefinisikan sebagai berikut :
1. Definisi pertama, himpunan (−1 ,−2 ,−3 ,−4 ,−5 , …) disebut sebagai himpunan
bilangan bulat negative
2. Definisi kedua, himpunan ( 1 , 2, 3 , 4 ,5 … ) disebut dengan himpunan bilangan
bulat positif
3. Definisi ketiga, bilangan cacah yang bukan 0 itu adalah bilangan asli yang disebut
juga bilangan bulat positif.
Bilangan bulat dapat dinyatakan pada garis bilangan sebagai berikut :

Perlu diperhatikan bahwa lawan bilangan positif adalah bilangan negatif.


Perhatikan bilangan bulat 1 dan -1 pada garis bilangan. Bahwasannya kedua titik
menyatakan bilangan bulat ini berjarak dan dipisah oleh angka 0 yang terletak di

16
tengah-tengah. Selisih antara bilangan bulat x dan 0, tanpa memperhatikan tandanya
disebut dengan bilangan mutlak dengan bilangan x dinotasikan sebagai | x |. Sebagai
contoh, pada garis bilangan dengan jarak +2 dari 0 adalah 2 satuan, maka penulisannya |
+2| = 2.
4. Definisi keempat, jika x bilangan bulat maka nilai mutlak x didefinisikan sebagai
berikut :
|x|=x jika x ≥ 0
|x|=x jika x ≤ 0
Seperti halnya pada bilangan cacah, pada bilangan bulat juga dikenal dengan adanya
relasi sama dengan dan relasi urutan. Pada relasi sama dengan berlaku sifat-sifat sebagai
berikut :
4. Sifat reflektif, yaitu untuk sebarang bilangan bulat a berlaku a = a. contohnya : 3
= 3, 2 = 2.
5. Sifat simetris, yaitu untuk sebarang bilangan bulat a dan b, berlaku jika a = b
maka b = a. contohnya 4 = 2+2 , 2+2 = 4
6. Sifat transitif, yaitu untuk sebarang bilangan bulat a, b, dan c berlaku jika a = b, b
= c maka a = c. contohnya 8 = 6+2, 6+2 = 4+4, maka 8 = 4+4
Relasi urutan untuk bilangan bulat dapat didefinisikan dengan menggunakan urutan
letak titik-titik pada garis bilangan.
5. Definisi kelima, jika a dan b baingan bulat berlainan dan titik yang mewakili a
terletak disebelah kanan dari titik yang mewakili b, maka dikatakan bahwa b ≤ a
atau a ≥ b
Relasi urutan dapat juga didefinisikan tanpa bantuan garis bilangan, yaitu sebagai
berikut:
6. Definisi keenam, jika a dan b masing-masing sebarang bilangan bulat, maka a≤b
jika dan jika ada sebuah bilangan bulat positif c sehingga a + c = b. Contoh 3 ≤ 7
karena ada bilangan positif 4 sehingg 3 + 4 = 7
7. Definisi ketujuh, jika a dan b masing-masing sebarang bilangan bulat, maka a ≥ b
jika dan hanya jika b ≤ a Contoh: −1 ≥−3 karena −3 ≤−1 dan 2>−4 karena −4<2
.
Dengan mengamati garis bilangan dapat dipahami bahwa setiap bilangan bulat
positif atau asli lebih besar dari 0. Contoh lainnya adalah 3>0 , 7> 0 dan 15>0 . Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap bilangan bulat negatif lebih kecil dari 0.
Sebagai contoh −4<0 dan −10<0 .

17
sifat reflektif dan simetris tidak berlaku pada relasi urutan bilangan bulat. Hanya
sifat transitif yang berlaku yaitu jika a< b dan b< c maka a< c untuk sebarang bilangan
bulat a, b, c.
Salah satu sifat relasi urutan untuk bilangan bulat adalah sifat Trikhotomi. Sifat
ini dapat dinyatakan sebagai berikut : Jika a dn b bilangan bulat maka tepat satu dari tiga
hubungan berarti ini benar : a=b , a< b, a> b, sebagai contoh : untuk bilangan bulat 5 dan
3 maka kedua relasi bilangan tersebut bernilai benar adalah −5>3 .

Operasi Bilangan Bulat


Seperti halnya pada bilangan cacah, ada 4 macam operasi utama yang berlaku
pada bilangan bulat. Operasi yang dimaksud adalah penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian. Keempat operasi pada bilangan bulat ini sangat erat
hubungannya dengan operasi pada bilangan cacah. Oleh sebab itu, maka dituntut untuk
memahami keempat bilangan bulat.
a. Operasi Penjumlahan
Apabila a dan b adalah bilangan cacah, definisikan sebagai a + b. Tetapi bila
sedikitnya satu a dan b tersebut merupakan bilangan bulat negatif, maka definisi
penjumahan adalah sebagai berikut :
b. a + b = (a + b) jika a dan b bilangan bulat tidak negatif.
c. a + b = a – b jika a dan b bilangan bulat tak negatif serta a > b
d. a+ b = 0 jika a dan b adalah bilangan bulat tak negatif dan a = b
e. a+ b = (b - a) jika a dan b bilangan bulat tak negatif dan a < b

Agar lebih jelas, perhatikan contoh berikut ini :


1. 2 + 5 = (2 + 5) = 7
2. 7+3=7–3=4
3. 4 + 4 = 0 dan 2 + 2 = 0
4. 3 + 5 = (5 – 3) = (2) = 2 dan 0 + 3 = (3 – 0) = 3

Penjumlahan bilangan bulat mempunyai beberapa sifat, yaitu :


1) Sifat Tertutup, Jika a dan b bilangan bulat, maka a + b juga bilangan bulat
2) Sifat Pertukaran, Jika a dan b bilangan bulat, maka a + b = b +a
3) Sifat Pengelompokan, Jika a, b, dan c bilangan bulat, maka (a + b ) + c = a +
( b + c)

18
4) Sifat adanya Unsur Identitas, Ada bilangan bulat 0 yang bersifat a + 0 = 0 + a
= a untuk semua bilangan bulat a.
5) Sifat adanya Invers Penjumlahan, Untuk setiap bilangan bulat a, ada bilangan
bulat b sehingga a + b = b + a = 0. Bilangan ini disebut invers atau lawan dari
a dan biasanya dinyatakan dengan lambang a.
6) Sifat Ketertambahan, Jika a, b, dan c bilangan-bilangan bulat, dan a = b, maka
a + c = b +c.
7) Sifat kanselasi, Jika a, b, dan c bilangan- bilangan bulat, dan a + c = b + c,
maka a = b.

c. Operasi Pengurangan
Pada bilangan cacah, kita mendefinisikan pengurangan dengan menggunakan
penjumlahan. Contohnya adalah soal “7 – 2 = ?”. soal ini berarti “Bilangan cacah apa
yang harus ditambahkan kepada 2 agar diperoleh 7?” Bilangan yang dimaksud adalah 5
sebab 2 + 5 = 7. Pada bilangan bulat, kita mendefinisikan pengurangan dengan cara
yang sama. Misalnya soal “8 – 3=?” sama dengan pertnyaan “Bilangan yang dicari
adalah 5, sebab 3 + 5 = 8. Contoh lain adalah 3 – 5 = -2 sebab 5 + (-2) = 3. Secara
umum kita mendefinisikan pengurangan bilangan bulat sebagai berikut :
Misal a dan b adalah bilangan bulat. Yang disebut a – b adalah sebuah bilangan
bulat x yang bersifat b + x = a , Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa a – b =
x dan hanya jika a = b + x. Sebagai contoh adalah (-2) -3 = -5 sebab 3 + (-5) = -2.
Kita dapat juga memahami bahwa (-2) + (-3) = -5. Jadi (-2) – 3 = (-2) + (-3). Contoh
lain adalah (-6) – (-(-2)) = (-6) + 2 = -4. Kedua contoh ini memberikan ilham kepada
kita akan adanya sifat pengurangan bilangan bulat sebagai berikut :
Jika a dan b adalah bilangan bulat, maka a – b = a + (-b). Sifat ini menyatakan
bahwa a – b sama nilainya dengan a + lawan dari b. Oleh sebab itu operasi pengurangan
merupakan invers dari operasi penjumlahan. Selanjutnya lambang a – b dapat diartikan
bilangan yang jika ditambahkan kepada b menghasilkan a, dan lambang a – b dapat
pula diartikan sebagai a + (-b).

d. Operasi Perkalian
Jika a dan b bilangan cacah, maka a dan b telah didefinisikan di dalam Bab IV.
Tetapi jika sedikitnya satu dari dua bilangan bulat yang dikatakan adalah bilangan bulat
negatif, maka definisinya adalah sebagai berikut :

19
1) Jika a dan b bilangan cacah, maka (−a ) ∙ (−b ) = a ∙ B
2) Jika a dan b bilangan cacah, maka a ∙ (−b )= −( a ∙ b )
Definisi ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
1) Hasil kali dua bilangan bulat yang berlainan tanda adalah bilangan bulat
negatif.
2) Hasil kali dua bilangan bulat yang bertanda sama adalah bilangan bulat positif.
Contohnya :
(−3 ) ⋅ (−2 )=3∙ 2=6
5 ⋅ (−2 )=− (5 ∙ 2 )=−10
Sifat-sifat perkalian bilangan bulat adalah sebagai berikut : Misalkan a, b, dan c
bilangan bulat.
a. Sifat Tertutup, Jika a dan b bilangan bulat, maka a.b juga bilangan bulat.
b. Sifat Pertukaran, Jika a dan b bilangan bulat, maka a ⋅b=b ∙ a
c. Sifat Pengelompokan, Jika a dan b bilangan bulat, maka ( a ∙ b ) ∙ c=a ∙ ( b ∙ c )
d. Sifat adanya Unsur Identitas, Ada bilangan bulat 1, sehingga untuk setiap
bilngan bulat a berlaku a ∙ 1=1 ∙ a=a. Bilangan 1 disebut unsur identitas
perkalian.
e. Sifat Penyebaran Perkalian terhadap Penjumlahan, Jika a, b, dan c bilangan
bulat maka :
a ( b +c )=ab +bc , disebut penyebaran kiri
( b+ c ) a=ba+ ca, disebut penyebaran kanan
f. Sifat Kanselasi, Untuk setiap bilangan bulat a, b, dan c jika ac = bc dan c ≠ 0,
maka a = b. Sifat ini akan sangat berguna pada operasi pembagian. Disamping
itu sifat-sifat yang telah disebutkan di atas, ada beberapa teorema yang terkait
dengan operasi perkalian bilangan bulat dan perlu dipahami. Teorema yang
dimaksud antara lain adalah sebagai berikut :
1) jika a bilangan bulat, maka (−1) a=a, dengan pembuktian :
a ∙ 0=0 Definisi
a ∙ 0=a ∙(1+1) Invers
¿ a ( 1 ) +a (−1) Penyebaran
¿ a+(−1)a Identitas dan Penyebaran
Jadi, a+ (−1 ) a=0 Transitif
¿ a+(−a) Invers

20
Akhirnya, (−1 ) a=−a Kanselasi

2) Jika a bilangan bulat, maka −a=a


−a=(−a )=0 Invers
−(−a ) + (−a )+ a=0+ a Penjumlahan
−(−a ) + { ( a )+ a } =a Pengelompokkan dan identitas
−(−a ) +0=a Invers
−(−a )=a Identitas

e. Operasi Pembagian
Mengoperasikan pembagian pada bilangan bulat didefinisikan sebagai berikut :
Jika a dan b adalah bilangan bulat dengan b ≠ 0, maka a dibagi b, penulisannya a ∶ b,
ialah bilangan bulat x yang bersifat b ∙ x=a,
Untuk menentukan hasil bagi positif atau negatif, kita berpedoman pada definesi
dua bilangan bulat. Jadi, hasil bagi dua bilangan bulat positif atau dua bilangan bulat
negative makahasilnya adalah bilangan positif. Tetapi apabila hasil bagi dua bilangan
bulat berlainan tanda, makahasilnya adalah bilangan negatif. Perhatikan contoh berikut:
 15 ∶ 3=5 sebab 3∙ 5=15
 (−15 ) ∶ (−3 )=5 sebab (−3 ) ∙5=−15
 (−15 ) :3=−5 sebab 3 ∙ (−5 )=−15
 15 ∶ (−3 )=−5 sebab(−3)∙(−5)=15
Perhatikan bahwa bilangan 0 mempunyai sifat yang penting dalam pembagian.
Sifat tesebut antara lain :
1. Jika a bilangan bulat yang bukan 0, maka 0 ∶ a=0, jadi 0 ∶ 5=0
2. Jika a bilangan bulat maka 0 = tidak didefinisikan. Sebagai contoh : 3 ∶ 0 dan
0 ∶ 0=tidak didefinisikan

Pengajaran Bilangan Bulat Menggunakan Media Congklak


Sebelum menjarkan konsep bilangan bulat, sebaiknya dikenalkan terlebih
dahulu konsep bilangan bulat negatif. Konsep bilangan bulat negatif dapat ditanamkan
antar lain dengan menggunakan istilah lawan dari. Disini kita menggunakan istilah
lawan dari masing-masing bilangan asli atau bilangan bulat positif. Untuk dapat
menanamkan konsep bilangan bulat negatif ini langkah pertama guru menjelaskan

21
materinya dan memberikan contoh. Guru dapat menyampaikan materinya secara
singkat misalnya sebagai berikut: “Anak-anak, coba perhatikan. masing-masing
bilangan bulat positif mempunyai lawan. Lawan suatu bilangan bulat positif biasanya
menggunakan tanda “-“ di depan lambang bilangan bulat positif tersebut. Sebagai
contoh lawan dari 1 adalah -1, lawan dari 17 adalah -17.” Setelah menjelaskan materi
dan pemberian contoh secukupnya serta pengamatan guru menunjukkan para siswa
telah memahami materi, maka guru dapat melanjutkan dengan kegiatan tanya jawab.
Sukayati (2003:14) menjelaskan bahwa permainan dalam pembelajaran
matematika di sekolah bukan untuk menerangkan melainkan suatu cara atau teknik
untuk mempelajari atau membina keterampilan dari suatu materi tertentu. Secara

umum cocok untuk membantu mempelajari fakta dan keterampilan. Beberapa pakar
pendidikan mengatakan bahwa tujuan utama digunakan permainan dalam
pembelajaran matematika adalah untuk memberikan motivasi kepada siswa agar siswa
menjadi senang. Dalam penelitian ini alat peraga yang digunakan adalah permainan
congklak. Alat permainan Congklak, yaitu papan panjang yang memiliki lubang-
lubang ditengah untuk meletakkan kelereng. Ada dua papan berlubang, yang masing-
masing dapat digabungkan antara papan positif dan papan negatif. 1) Batu untuk
bilangan bulat positif; 2) Kelereng untuk bilangan bulat negatif; 3) Gelas atau kaleng
untuk tempat kelereng; 4) Papan kasar untuk bilangan positif; dan 5) Papan halus
untuk bilangan negatif.
Alat peraga permainan Congklak dapat digunakan untuk memudahkan siswa
memahami konsep operasi hitung penjumlahan bilangan bulat, yaitu penjumlahan
bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif ¿penjumlahan bilangan bulat
negatif dengan bilangan bulat negatif ¿, penjumlahan bilangan bulat postif dengan
bilangan bulat negatif ¿, dan penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan
bulat positif ¿. Mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat
dibaca pada jarak 21 meter.
Unsur matematika yang dalam permainan congklak diantaranya untuk
mengenalkan lingkaran , bentuk setengah lingkaran, konsep peluang, untung rugi,
operasi hitung bilangan bulat seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan

22
pembagian.
Diketahui bahwa jumlah keseluruhan biji yang digunakan pada permainan
congklak adalah 98 biji yang kemudian dibagi ke 14 lubang, dalam hal ini
menggunakan operasi hitung bilangan bulat yaitu pembagian yang dalam
penulisannya adalah
98 ÷ 14=7
Didapat pula bahwa setiap lubang kecil diisi dengan 7 buah biji, yang
kemudian diisi dengan penuh ke 14 lubang. Dalam hal ini menggunakan operasi
hitung bilangan bulat yaitu perkalian yang penulisannya adalah 7 ×14=98.
Lalu saat permainan dimulai, pemain mengambil seluruh bilangan biji
dalam 1 lubang tersebut. Dari peristiwa hal tersebut, menggunakan operasi hitung
bilangan bulat sifat invers pada penjumlahan 7+ (−7 )=0
Langkah selanjutnya setelah mengambil biji dari datu lubang pertama, maka
pemain akan menjatuhkan satu biji kesetiap lubang yang dilewati dengan searah jarum
jam, maka pada peristiwa ini terjadi operasi bilangan bulat penjumlahan dan
pengurangan yaitu lubang yang dilewati bertambah satu biji dan biji ditangan
berkurang setiap biji dengan setiap satu kali melewati lubang.
7+1=8
7+ (−1 )=6
7+ (−1 )+ (−1 )=5
7+ (−1 )+ (−1 )+ (−1 )=4
Dan seterusnya sampai jumlah biji yang di tangan pemain habis. Adapun
dalam menentukkan siapa yang memenangkan permainan adalah dengan menghtung
semua biji yang diperoleh. Dalam peristiwa ini menggunakan operasi pengurangan.
Misalkan orang pertama adalah A memperoleh 40 biji dan orang kedua adalah B
memperoleh 58 biji. Artinya selisih atau pengurangan dalam perolehan biji A dan B
adalah

A−B=40+ (−58 )=−18


B− A=58+ (−40 )=18
Artinya bahwa selisih biji antara A dan B adalah 18, dan yang
memenangkan permainan adalah B.

23
B. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil rujukan dari hasil penelitian sebelumnya
yang relevan dengan penelitian ini untuk memudahkan dalam memahami serta
memperjelas posisi peneliti pada penelitian ini, diantara penelitian yang relevan dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu:
1. Penelitian relevan yang pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Alice Yeni
Verawati Wote, Mardince Sasingan, dan Yunita Kasiang dalam penelitiannya yang
berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berhitung Melalui Media Congklak Pada siswa
kelas II SD Inpres Wosia”. Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa peneliti
menerima data hasil pretest dan postest yang kemudian dianalsisi melalui statistika
deskriptif yang kemudian peneliti memperoleh rata-rata nilai Postest siswa adalah
77.91 lebih tinggi dibandingkan Pretest siswa yaitu 43.75. Maka dapat disimpulkan
bahwa kemampuan berhitung melalui media congklak pada siswa kelas II SD Inpres
Wosia sebesar 77.91%. Kemudian peneliti melakukan Uji Normalitas yang
menghasilkan data pretest dan Posttest berdistribusi normal atau menerima Ha (nilai
Asymp sig > α). Kemudian hasil Uji Hipotesis Penelitian yang menghasilkan analisis
menggunakan pariedt Test diperoleh hasilnya adalah thitung = -14.697 dan ttabel =
1.714(dk = 23, α = 0,05). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai diperoleh thitung = –
14.697 ≠ ttabel = 1.714 . Maka H0 ditolak atau Ha diterima, yang berarti Penerapan
Media Congklak dapat Meningkatkan Kemampuan Berhitung Siswa Kelas II SD
Inpres Wosia. Berdasarkan hasil analisis yang ditemukan bahwa media congklak dapat
meningkatkan kemampuan berhitung siswa. Hal ini dikarenakan guru menggunakan
media permanan tradisional congklak dalam pembelajaran beritung. Sehingga
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan lebih mudah dipahami oleh siswa serta
guna melatih kemampuan berhitung siswa.

2. Penelitian relevan yang kedua yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ela Susilawati,
Dian Puspitasari, Feny Kusumadewi dan Lifit Nuryanih dalam penelitiannya yang
berjudul “Modifikasi Permainan Tradisional Congklak Untuk Meningkatkan
Perkembangan Kognitif Anak”. Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa terdapat 4
tabel pengujian data yang jika disimpulkan sebagai berikut : Tabel 1, didapatkan bahwa
kemampuan perkembangan kognitif sebelum dilakukannya permainan congklak, pada
kelompok intrvensi yang tertinggi berada pada kategori BB (Belum Berkembang)
sebanyak 11 anak (57.9%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 13 anak (68.9%).

24
Tabel 2, didapatkan perkembangan kognitif pada kelompok intervensi yang terendah
ada pada kategori BB (belum berkembang) dengan jumlah responden sebanyak 11 anak
(57.9%), kemudian setelah dilakukan permainan tradisional congklak sebanyak 4 anak
(21.1%) sudah masuk kategori BSH (berkembang sesuai harapan). Pada kelompok
kontrol kemampuan perkembangan kognitif anak sebelum dan sesudah yang tertinggi
berada pada kategori BB (belum berkembang) sebanyak 13 anak (68.4%). Data diatas
juga didapatkan mengenai perkembangan kognitif ttertinggi pada kategori BSB
(berkembang sangat baik) dengan jumlah 15 anak (78.9%), semakin tinggi kategori
tersebut maka perkembangan kognitif anak akan semakin baik . Tabel 3, didapatkan
hasil uji statistik kelompok intervensi dengan menggunakan uji Wilcoxon diperoleh
nilai Sig. (2-Tailed) = 0,000 < p (0,05) pada taraf signifikan 5% dengan nilai responden
mengalami peningkatan perkembangan (sesudah intervensi < sebelum intervensi)
dengan kategori negative rank 0 responden dengan rata-rata rank adalah 0.00 yang
artinya tidak ada responden yang mengalami penurunan perkembangan kognitif setelah
diberikan terapi permainan tradisional congklak. Nilai responden yang mengalami
peningkatan perkembangan kognitif (sesudah intervensi > sebelum intervensi) dengan
kategori positive rank terdapat 19 responden dengan rata-rata rank adalah 10.00 yang
artinya 19 dari 19 responden dalam penelitian ini setelah diberikan intervensi terjadi
peningkatan perkembangan kognitif. Tabel 4, didapatkan hasil uji statistik didapat nilai
p Value =0,000 mengalami peningkatan perkembangan kognitif, sedangkan pada
kelompok kontrol tidak dilakukan permainan tradisional congklak, pada kelompok
kontrol hanya beberapa yang mengalami peningkatan perkembangan kognitif hal ini
dikarenakan kurangnya latihan belajar dan responden hanya mengikuti pelajaran dalam
kelas saja. Hasil uji Mann-Whitney terdapat nilai posttest pada kelompok kontrol dan
intervensi didapat 0,000.

3. Penelitian relevan yang ketiga yaitu peneliti yang dilakukan oleh Sahrunayanti,
Magdalena Dema, dan Wahyuningsih dalam penelitiannya yang berjudul
“Pemanfaatan Media Permainan Congklak Dalam Meningkatkan Kemampuan
Berhitung Siswa” hasil Penelitiannya mengemukakan bahwa nilai rata-rata siswa pada
pra siklusadalah 58,6 dengan ketuntasan belajar 40%. Nilai rata-rata hasil evaluasi
pada prasiklus kelas IV yaitu dengan nilai yang tertinggi 73 dan yang terendah 46
dengan KKM <65.berdasarkan observasi awal proses pembelajaran dilakukan oleh
peneliti pada pra siklus tanpa menggunakan media congklak. jadi dapat diketahui

25
bahwa ada beberapa kendala yang menyebabkan rendahnyahasil belajar
matematika di kelas IV MIN Filial Darat Pantai yaitu metode dan model yang
digunakan peneliti kelas IV dominan dengan metode ceramah sehingga kurang
menarik bagi siswa untuk belajar yang mengakibatkan rendahnya nilai
siswa.Berdasarkan data di atas, peneliti berasumsi bahwa untuk dapat
meningkatkan kemampuan berhitung siswa dalam pembelajaran matematika harus
memanfaatkanmedia permainan congklak untuk membantu siswa dalam
menyelesaikan soal menghitung perkalian.
Adanya keberagaman hasil yang diperoleh dalam penelitian yang berkaitan
dengan etnomatematika sebelumnya memperkuat ketertarikan peneliti untuk
melakukan penelitian tentang eksplorasi etnomatematika pada kebudayaan daerah.
Dengan demikian penelitian- penelitian terdahulu di atas akan menjadi acuan pada
penelitian ini.

C. Kerangka Berpikir
Kemampuan berhitung merupakan salah satu pembelajaran matematika yang
bertujuan untuk memahami mengenal konsep bilangan melalui eksplorasi dengan benda-
benda konkrit melalui permainan sebagai pondasi yang kokoh bagi anak dalam
mengembangkan kemampuan pada tahap selanjutnya danberhiting merupakan bagian
dari matematika, diperlukan untuk menumbuh kembangnkan kemampuan berhitung
yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama konsep bilangan yang
juga merupakan dasar dari kemampuan matematika. Rendahnya kemampuan berhitung
anak disebabkan oleh kegiatan yang kurang menarik bagi anak, sehingga kemampuan
berhitung anak tidak berkembang dengan baik.
Maka dalam usaha dalam peningkatan kemampuan berhitung anak diperlukan
adanya sebuah kegiatan yang dapat menarik perhatian anak salah satunya melalui
permainan tradisional congklak. Kegiatan bermain congklak merupakan salah satu
media pembelajaran yang menarik yang dapat diberikan kepada anak dan dengan
kegiatan ini diharapkan anak dapat meningkatkan kemampuan berhitung.
Adapun kerangka pikir yang diuraikan dapat digambarkan sebagai berikut :

26
Langkah-langkah berhitung dengan bermain
congklak:
1. Guru menyiapkan alat yang dibutuhkan.
GURU
2. Guru memberikan penjelasan tentang alat
yang akan digunakan dalam permainan
congklak.
Penerapan Permainan
3. Guru memberikan penjelasan tentang cara
Tradisional Congklak
atau aturan permainan congklak.
4. Memberikan kesempatan pada anak untuk
bermain.
Anak 5. Mengamati anak yang sedang bermain
congklak.
6. Memberikan kesempatan kepada anak
Kemampuan untuk menghitung biji congklaknya.
Berhitung
7. Guru menentukan pemenang dalam
permainan congklak

Indikator kemampuan berhitung :


1. Menyebutkan jumlah benda dengan
cara menghitung 1 sampai 20.
2. Menyebutkan angka bila
diperlihatkan lambang bilangannya.

27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan Research and Development
(R&D). Pendekatan penelitian Research and Development adalah proses yang
digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Langkah-
langkah dari proses ini disebut sebagai siklus R&D, yang terdiri dari mempelajari
temuan penelitian yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan,
mengembangkan produk berdasarkan temuan penelitian, bidang pengaturan dimana
penelitian ini akan digunakan akhirnya, dan merevisinya untuk memperbaiki
kekurangan yang ditemukan dalam tahap pengujian (Samsu, S. 2021).
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar matematika
berbasis etnomatematika untuk peserta didik tingkat sekolah dasar pada materi
kemampuan berhitung bilangan bulat melalui media pembelajaran permainan
tradisional congklak. Desain penelitian ini adalah penelitian menggunakan metode
pengembangan Model 4D menurut Thiagarajan (dalam Sugiyono, 2015 dalam Al Azka,
H. H., et al 2019), yang merupakan singkatan dari Define, Design, Development dan

28
Dissemination. Prosedur pelaksanaan penelitian menggunakan metode pengembangan
model 4D pada penelitian ini.

Berikut penjelasan dalam melakukan penelitian pengembangan yang dilakukan


1. Tahap Define
Tahap ini sama saja dengan tahap pendefinisian yaitu berisi kegiatan untuk
menetapkan produk apa yang akan dikembangkan, beserta spesifikasinya. Kegiatan
ini merupakan analisis kebutuhan yang dilakukan melalui penelitian dan studi
literatur. Pada tahap ini terdapat empat langkah pokok sebagai berikut :
1) Analisis Awal, pada tahap ini dilakukan identifikasi dan penentuan masalah dasar
yang harus dihadapi dalam proses pembelajaran matematika sehingga mendasari
pengembangan bahan ajar
2) Analisis Peserta Didik, tahapan ini bertujuan untuk menelaah karakteristik
peserta didik yang sesuai dengan rancangan dan pengembangan peserta didik.
3) Analisis Tugas, tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan yang
akan dikuasai oleh peserta didik sehingga dapat mencapai kompetensi yang
maksimal.
4) Analisis Materi, tahapan ini bertujuan untuk menentukkan capaian pembelajaran
peserta didik atau kompetensi dasar serta Batasan materi yang akan disusun
dalam bahan ajar
5) Perumusan Tujuan Pembelajaran, tahapan ini bertujuan untuk
menggabungkan antara analisis awal dan analisis tugas menjadi tujuan
pembelajaran yang menyatakan perubahan tingkah laku setelah pembelajaran.

2. Tahap Design
Tahap Design atau tahap perancangan yaitu berisi kegiatan untuk membuat
rancangan terhadap produk yang telah ditetapkan pada tahap define. Pada tahap
perancangan terdapat empat langkah sebagai berikut.
1) Penyusunan Standar Tes, Tahap ini merupakan langkah awal yang
menghubungkan tahap pendefinisian dengan tahap perancangan. Pada tahap ini,
tes disusun berdasarkan tujuan pembelajaran dan analisis peserta didik, sehingga
akan tersusun kisi-kisi tes hasil belajar
2) Pemilihan Media. Tahap ini merupakan langkah untuk mengidentifikasi media
pembelajaran yang sejalan dengan karakteristik materi serta menyesuaikan

29
analisis konsep dan analisis tugas.
3) Pemilihan Format. Dalam tahap pemilihan format ini dimaksudkan untuk
merancang isi pembelajaran, pemilihan strategi, pendekatan, metode
pembelajaran, dan sumber belajar.
4) Pemilihan Format, Format yang dipilih adalah yang dapat memudahkan dan
membantu dalam pembelajaran.
5) Rancangan Awal. Rancangan awal yaitu rancangan seluruh perangkat
pembelajaran yaitu bahan ajar yang harus dikerjakan sebelum uji coba
dilaksanakan.
3. Tahap Development
Tahap Development atau tahap pengembangan yaitu berisi kegiatan membuat
rancangan menjadi produk dan menguji validitas produk secara berulang-ulang
sampai dihasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
1. Penilaian Ahli. Pada tahap ini dilakukan untuk memvalidasi atau menilai
kelayakan dari rancangan produk yang telah dibuat. Dalam kegiatan ini dilakukan
evaluasi dan pemberian saran-saran oleh para ahli dalam bidangnya untuk
memperbaiki materi dan rancangan pembelajaran yang telah disusun.
2. Pemilihan Media. Pada tahap ini kegiatannya berupa uji coba rancangan produk
yang telah dibuat ke sasaran subjek yang sesungguhnya. Pada tahap ini dicari data
respon, reaksi atau komentar dari sasaran pengguna, hasilnya akan digunakan
untuk memperbaiki produk. Setelah perbaikan selesai akan diujikan kembali
sampai memperoleh hasil yang efektif.
4. Tahap Dissemination
Tahap Dissemination atau tahap diseminasi yaitu berisi kegiatan menyebarluaskan
produk yang telah teruji untuk dimanfaatkan orang lain.
B. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yaitu langkah-langkah yang dipakai untuk mengumpulkan
data guna menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini. Dengan
pembahasannya tentang lokasi dan subjek populasi atau sampel penelitian, desain
penelitian, (tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pelaporan). Dan justifikasi,
definisi operasional, instrument penelitian, proses pengembangan instrument, Teknik
pengumpulan data dan alas an rasionalnya serta analisis data.

C. Tempat Penelitian

30
Tempat penelitian adalah lokasi yang digunakan peneliti sebagai tempat sumber
data dalam penelitian yang dikaji. Tempat penelitian ini dilakukan di beberapa sekolah
dasar kemudian dianalisis setiap sekolahnya sehingga menjadi laporan penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi dan
dokumentasi. Dua teknik tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Observasi, Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh data kemampuan berhitung anak melalui permainan tradisional congklak.
Data yang diperoleh dengan teknik observasi ini adalah data mengenai aktivitas yang
dilakukan guru dan anak didik dalam proses pembelajaran. Kegiatan observasi
dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung dengan cara mengamati secara
langsung keadaan aktifitas kemampuan berhitug di Taman Kanak-Kanak Yustikarini
Kabupaten Bantaeng.
2. Dokumentasi. Dokumentasi merupakan kegiatan atau proses pekerjaan mencatat atau
peristiwa yang dianggap penting untuk memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang proses pembelajaran berupa arsip-arsip yang dapat memberi informasi data
kemampuan berhitung dan dokumen berupa jumlah anak, RKH, observasi mengajar
guru dan belajar anak tentang kemampuan berhitung anak dan foto-foto yang
menggambarkan situasi pembelajaran disekolah dasar.

E. Instrument Penelitian
Peneliti membuat instrument penelitian ini yang terdiri dari beberapa item atau
pernyataan yang mengacu pada indikator penelitian. berikut instrumen penelitian ini
berupa pedoman dalam melakukan penelitian ke sekolah dengan materi kemampuan
berhitung : menurut Sujiono. Y.N (2008)

Penilaian
No Item Indikator
1 2 3

Siswa dapat menyebutkan urutan bilangan dari 1-


1.
10

Siswa dapat menyebutkan urutan bilangan secara


2
mundur dari 10-1

31
Siswa dapat mengetahui bilangan negatif dan
3
bilangan positf

Siswa dapat membedakan letak bilangan dengan


4 tanda negatif dan letak bilangan dengan tanda
positif

5 Siswa dapat mengoperasikan bilangan bulat

F. Teknik Analisis Data


Analisis data dalam penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisis kualitatif.
Data tersebut dianalisis pada setiap pertemuan setiap siklus untuk membandingkan
perolehan posisi kemampuan berhitung anak. Hasil observasi dari aspek guru dan
analisis menggunakan teknik deskriptif kualitatif yang digambarkan dengan kata-kata
atau kalimat, dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
Dalam analisis data untuk guru dibagi menjadi 3 kriteria yaitu B (baik), C
(cukup), dan K (kurang), swementara dalam analisis data untuk anak pada lembar pada
lembar observasi dibagi menjadi empat kriteria penilaian yaitu :
1) BB (Belum Berkembang)
2) MB (Mulai Berkembang)
3) BSH (Berkembang Sesui Harapan)
4) BSB (Berkembang Sangat Baik)

32
DAFTAR PUSTAKA

Anidar, J. (2017). Teori belajar menurut aliran kognitif serta implikasinya dalam
pembelajaran. Jurnal Al-Taujih: Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami, 3(2), 8-16.

Ariyanti, Zidni Immawan Muslimin, “Efektifitas Alat Permainan Edukatif (APE) Berbasis
Media Dalam Meningkatkan Kemampuan Berhitung Pada Anak Kelas 2 Di SDN Bulutirto
Temanggung”, Jurnal Psikologi , (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,2015), t.d., 61.

Siregar, R. S., Saputro, A. N. C., Saftari, M., Panggabean, N. H., Simarmata, J., Kholifah, N.,
Fahmi, A. I., Subakti, H., & Harianja, J. K. (2022). Konsep Dasar Ilmu Pendidikan. Yayasan
Kita Menulis.

Kharisma, J.Y & Sugiman. (2017). Pengembangan Bahan Matematika Berbasis Masalah
Berorientasi Kemampuan Pemecahan Masalah dan Prestasi Belajar Matematika RME. Jurnal
Pendidikan Matematika dan Sains, 4(1),142-151

Wiska, A., Tanjung, H. S., Rahman, A. A., & Nasryah, C. E. (2020). Pengembangan bahan
ajar berbasis masalah terintegrasi etnomatematika untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah peserta didik kelas XI SMA. Edunesia: Jurnal Ilmiah Pendidikan,
1(3), 9-20.

Lestari, I. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi.Padang: Akademia

Majid, A. (2009). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset

Ati Sumiati, d. (2017). Workshop Pengembangan Bahan Ajar Modul Berdasarkan


Pendekatan Scientific Pada Kurikulum 2013 Sebagai Sumber Pembelajaran Guru SMK di
Kabupaten Bekasi. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Madani, 91.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta:


Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Aisyah, S., Noviyanti, E., Triyanto. (2020). Bahan Ajar Sebagai Bagian Dalam Kajian Problematika

33
Pembelajaran Bahasa Indonsia. Jurnal Salaka, 2(1), 62-65

Andi Prastowo. (2013). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif: Menciptakan Metode
Pembelajaran Yang menarik Dan Menyenangkan. Yogyakarta: Diva Press

Mulyasa, H.E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013.Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Rachmawati, I. 2013. Eksplorasi Etnomatematika Masyarakat Sidoarjo, (Online),


(http://ejournal.unesa.ac.id/index.p hp/mathedunesa/article/view/249, diakses 5 Desember
2016).

Maulana, A. 2014. Penerapan Etnomatematika pada Pembe lajaran Matematika Tingkat


SMP. (Online),(www.academia.edu/180 90110, diakses 5 Desember 2016).

Rusmana, D. 2010. Permainan Congklak: Nilai dan Potensinya Bagi Perkembangan


Kognitif Anak. Jurnal Patanjala, 2(3), 537-549

Warni, E., Subhananto, A., & Marlini, C. (2021). Pengembangan Media Permainan
Congklak terhadap Kemampuan Berhitung Siswa Kelas 1 SD Negeri 11 Banda Aceh. Jurnal
Ilmiah Siswa, 2(1).

Fitriani, F., & Maemonah, M. (2022). Perkembangan Teori Vygotsky dan Implikasi Dalam
Pembelajaran Matematika Di Mis Rajadesa Ciamis. Primary: Jurnal Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, 11(1), 35-41.

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekata Baru (Bandung: Remaja RoSDakarya,
2010), 41

Rohmatin, T. (2020). Etnomatematika Permainan Tradisional Congklak sebagai Teknik Belajar


Matematika. Prosiding Konferensi Ilmiah Dasar, 2, 144–150.

Enik Hidayati, “peningkatan kemampuan berhitung penjumlahan dan pengurangan bilangan


dengan menggunakan media garis bilangan pada mata pelajaran matematika siswa kelas II
MI Mambaul Hikmah Mojokerto”, Skripsi, (Surabaya: UINSA,2015), t.d., 16-17

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta :
Balai Aksara.

Glover, David. (2007). Apa dan Bagaimana Matematika. Jakarta: PT. Gading Inti Prima.
Sukayati. 2003. Media Pembelajaran Matematika SD (Materi Pelatihan Instruktur

34
Matematika SD). PPPG Matematika.

Samsu, S. (2021). Metode Penelitian:(Teori Dan Aplikasi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif,


Mixed Methods, Serta Research & Development).

Rida, N., Siregar, S., & Simatupang, D. (2020). Pengaruh Kegiatan Bermain Congklak
Terhadap Kemampuan Kognitif Anak Usia 4-5 Tahun. Bunga Rampai Usia Emas, 6(2), 23–
28.

Prasetyo E., N. H. (2019). Efektivitas Penggunaan Media Pembelajaran Permainan


Tradisional Congklak Terhadap Minat Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689– 1699.

35

Anda mungkin juga menyukai