Anda di halaman 1dari 125

z

KATA PENGANTAR

Pendidikan dan pelatihan (diklat) Jabatan Fungsional


Pemeriksa (JFP) merupakan diklat berjenjang yang
ditujukan untuk menyiapkan calon pemeriksa atau
pemeriksa agar dapat melaksanakan peran dan tanggung
jawab sesuai dengan jenjang jabatan fungsional
pemeriksa yang dituju. Diklat JFP dilaksanakan untuk
setiap jenjang yaitu Pemeriksa Ahli Pertama, Pemeriksa
Ahli Muda, Pemeriksa Ahli Madya, dan Pemeriksa Ahli
Utama. Pengembangan kompetensi yang diperlukan
dalam setiap jabatan fungsional pemeriksa dilakukan
melalui pendidikan dan pelatihan yang tertuang dalam
bentuk kurikulum, silabus, dan bahan ajar. Dengan
demikian, peserta yang lulus diklat ini diharapkan memiliki kompetensi yang
diperlukan sesuai jabatannya dan layak untuk diangkat dalam jabatan fungsional
pemeriksa.
Diklat JFP akan dilaksanakan dengan metode distance learning yaitu teknik
belajar dengan memanfaatkan teknologi informasi (e-learning). Pelaksanaan
pembelajaran akan dilakukan dengan pendekatan andragogy atau pembelajaran
orang dewasa dengan menggunakan experiential learning approach. Dengan
metode belajar ini, diasumsikan peserta sudah mengetahui kebutuhan akan
pengetahuan, keterampilan teknis dan keterampilan sikap yang harus
dikembangkan untuk menjalankan jabatannya. Dengan demikian, Buku Peserta ini
hanya sebagai acuan minimal dan peserta diklat didorong untuk mencari informasi-
informasi lain yang akan melengkapi dan memastikan tercapainya standar
kompentensi diklat yang telah ditentukan dengan memanfaatkan fasilitas
pembelajaran seperti perpustakaan, internet atau media lainnya yang tersedia.

Selamat belajar dan salam sukses.

Jakarta, Juli 2022


Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan
Pemeriksaan Keuangan Negara

Dr. Suwarni Dyah Setyaningsih S.E., Ak., M.Ak., CA., CSFA


NIP 197012221996032002

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................................................... 2

PENDAHULUAN ............................................................................................................................................................. 6

BAB I ................................................................................................................................................................... 9

GAMBARAN UMUM ....................................................................................................................................................... 9

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ................................................................................................................................. 9

A. Gambaran Umum Laporan Hasil Pemeriksaan .................................................................................. 10

B. Aspek Kualitas Laporan Pemeriksaan ............................................................................................... 15

C. Jenis-Jenis Laporan Hasil Pemeriksaan ............................................................................................. 17

BAB II ............................................................................................................................................................. 23

PENYUSUNAN TEMUAN PEMERIKSAAN .............................................................................................................. 23

A. Pengertian Temuan Pemeriksaan ..................................................................................................... 24

B. Anteseden, Fenomena, dan Konsekue ............................................................................................... 25

BAB III ............................................................................................................................................................. 70

GAYA BAHASA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK ............................................................................................ 70

A. Penggunaan Tanda Baca ................................................................................................................... 71

B. Penyajian Tabel/Gambar dan Uraian ................................................................................................. 78

C. Penulisan Angka................................................................................................................................ 80

D. Penggunaan Diksi ............................................................................................................................. 83

E. Penyusunan Kalimat ......................................................................................................................... 95

F. Penyusunan Paragraf Temuan .........................................................................................................101


3
Halaman

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................................... 114


Halaman 4
Quot
es
“Profesional itu
tidak pandang identitas
dalam menghormati orang
lain”

5
Halaman
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Mata Diklat Teknik Penulisan Temuan Pemeriksaan membahas Gambaran
Umum Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang meliputi unsur kualitas laporan,
gaya bahasa, dan proses penyusunan temuan pemeriksaan.

B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, peserta diklat diharapkan mampu
menyusun unsur- unsur temuan secara kronologis, informatif, dan efektif
dengan menggunakan kaidah bahasa yang berlaku sesuai dengan jenis
pemeriksaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peserta diklat harus memiliki
kompetensi sebagai berikut:

1. Memahami Gambaran Umum Laporan Hasil Pemeriksaan;


2. Menyusun Temuan Pemeriksaan
3. Memahami Gaya Bahasa Laporan Pemeriksaan BPK;

C. Metodologi Pembelajaran
Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah metode
orang dewasa (andragogi), yang terdiri atas beberapa metode berikut:

1. Ceramah yang dikombinasikan dengan tanya jawab;

2. Diskusi kelompok untuk menganalisis permasalahan dan mengkritisi


permasalahan yang berkaitan dengan materi diklat dengan cara:

§ Mengidentifikasi masalah;
6

§ Mencari faktor-faktor penyebab;


Halaman

§ Merumuskan alternatif solusi.


3. Pendalaman materi melalui:
a. Komunikasi antar peserta secara teroganisasi dan berpikir secara dinamis;

b. Belajar secara mandiri di luar jam diklat baik secara individual maupun
kelompok.

D. Struktur Modul

Modul Keuangan Negara ini disusun dengan kerangka bahasan sebagai berikut:

PENDAHULUAN
Bab ini memuat deskripsi singkat mata diklat, tujuan pembelajaran, metodologi
pembelajaran dan struktur modul

BAB I GAMBARAN UMUM LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN


Bab ini membahas gambaran Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sebagai output
pemeriksaan BPK, yang mencakup fungsi dan jenis LHP, unsur kualitas LHP,
serta jenis LHP
BAB II PENYUSUNAN TEMUAN PEMERIKSAAN
Bab ini membahas unsur-unsur temuan pemeriksaan beserta alur logis temuan
pemeriksaan.
BAB III GAYA BAHASA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK
Bab ini mengulas penerapan gaya bahasa Laporan Hasil Pemeriksaan BPK.

7
Halaman
“Tanpa integritas, tidak mungkin ada
kesuksesan”

Quot “Tanpa integritas, tidak mungkin


es ada

kesuksesan ”

8
Halaman
BAB I
GAMBARAN UMUM
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN

Tujuan pembelajaran:
Memahami gambaran umum Laporan Hasil Pemeriksaan

Indikator keberhasilan pembelajaran:


1. Peserta mampu menjelaskan fungsi dan jenis-jenis Laporan Hasil
Pemeriksaan.
2. Peserta mampu menjelaskan unsur kualitas Laporan Hasil
Pemeriksaan.

9
Halaman
A. Gambaran Umum Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI sebagai organisasi pemeriksa keuangan negara memiliki produk laporan hasil
pemeriksaan (LHP) sebagai bentuk tanggung jawab pelaksanaan amanat undang-undang.
Laporan hasil pemeriksaan telah diatur secara sistematis dan jelas dalam peraturan perundang-
undangan. UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 1 menyatakan
bahwa “Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari suatu proses penilaian kebenaran, kepatuhan,
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang dilaksanakan secara independen, objektif, dan profesional
berdasarkan Standar Pemeriksaan, yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai
Keputusan BPK”.

Peraturan BPK RI Nomor 1 tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN), menyatakan bahwa pemeriksa membuat LHP berupa laporan tertulis yang berisi suatu
kesimpulan yang diperoleh tentang informasi hal pokok. LHP berisi hasil analisis atas pengujian
bukti yang diperoleh saat pelaksanaan pemeriksaan. Struktur dan format LHP ditetapkan lebih
lanjut dalam standar pelaporan.

Menurut Dictionary of Accountant, Kohler menegaskan bahwa penyampaian laporan


biasanya secara periodik berisi informasi kepada pihak lain, umumnya: a) internal reporting
(pelaporan intern) yang dibuat oleh internal auditor dan b) external reporting yang merupakan
penyampaian data keuangan oleh manajemen kepada pemegang saham, pemerintah, dan
masyarakat, atau pemberian opini oleh akuntan publik, informasi, atau komentar atas
kesimpulan pemeriksaan. Berkenaan dengan hal tersebut, LHP BPK tergolong sebagai external
reporting.

Dalam menyusun LHP, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemeriksa ahli
pertama sebagai penyusun laporan, yaitu sebagai berikut.

1. Kedudukan Anggota Tim dalam Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan


Dalam hal kedudukan sebagai pemeriksa, anggota tim memiliki peranan dalam
pelaporan pemeriksaan. Anggota Tim berperan menyiapkan bahan penyusunan LHP dan
bahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS). Bahan utama dalam penyusunan LHP
10

adalah temuan pemeriksaan. Oleh karena itu, Anggota Tim berperan menyusun konsep
Halaman
temuan pemeriksaan sesuai dengan bagian yang ditetapkan di dalam Program Kerja
Perorangan (PKP)-nya dengan memperhatikan aspek kualitatif dari sebuah temuan.
Selanjutnya, konsep temuan pemeriksaan tersebut didokumentasikan sebagai kertas kerja
pemeriksaan (KKP) Anggota Tim dan didokumentasikan ke dalam Sistem Informasi
Pemeriksaan BPK. Proses penyusunan temuan yang disiapkan oleh Anggota Tim akan
ditelaah oleh Ketua Tim dan dilanjutkan secara berjenjang hingga ke Pengendali Mutu.
Konsep temuan pemeriksaan yang dianggap tidak layak oleh Ketua Tim dan/atau
Pengendali Teknis, dan dinyatakan batal berdasarkan diskusi dengan entitas yang
diperiksa, harus dilaporkan kepada Pengendali Mutu dan didokumentasikan dalam KKP.
Temuan pemeriksaan yang telah memperoleh komentar/tanggapan dari pimpinan entitas
oleh Ketua Tim, dihimpun menjadi Himpunan Temuan Pemeriksaan yang nantinya akan
dimuat dalam Konsep LHP. Dalam hal entitas menindaklanjuti temuan pemeriksaan
sebelum Tim Pemeriksaan menyelesaikan proses pelaporan pemeriksaan, temuan
pemeriksaan tersebut tetap dimuat di dalam LHP beserta dengan keterangan atas status
penyelesaian tindak lanjutnya. Temuan pemeriksaan dengan unsur pidana tetap akan
diproses sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

2. Pelaporan Pemeriksaan

Pelaporan pemeriksaan merupakan proses penyusunan laporan berdasarkan hasil


analisis atas temuan pemeriksaan yang diperoleh pada saat pelaksanaan pemeriksaan.
Output yang dihasilkan dari proses pelaporan pemeriksaan adalah LHP dan IHPS.

LHP disampaikan kepada entitas yang diperiksa (dhi. Pihak yang bertanggung jawab)
sebagai bahan pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan dan pihak
terkait lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Tindak lanjut
atas rekomendasi hasil pemeriksaan merupakan kegiatan perbaikan atas pengelolaan dan
tanggung jawab negara oleh entitas. Selain dapat disampaikan secara parsial,
berdasarkan UU sekumpulan LHP disampaikan kepada lembaga perwakilan setiap 1
semester sekali yaitu menjadi lampiran IHPS. IHPS berisi ikhtisar dari LHP dan memuat
temuan-temuan signifikan untuk ditindaklanjuti lembaga perwakilan sesuai
kewenangannya. IHPS dapat diakses melalui web BPK dengan alamat:
11

www.bpk.go.id/ihps.
Halaman
LHP yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan terbuka untuk umum,
kecuali diatur lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain LHP yang
memuat rahasia negara dan/atau mengandung unsur pidana. LHP yang terbuka untuk
umum dapat diperoleh/diakses masyarakat dengan tata cara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

3. Standar Pelaporan
Pemeriksa wajib membuat LHP, dan menyusunnya berdasarkan Standar Pelaporan
Pemeriksaan yang terdapat dalam SPKN (Pernyataan Standar Pemeriksaan/PSP 300). PSP
300 mengatur kewajiban Pemeriksa dalam menyusun LHP untuk pemeriksaan keuangan,
kinerja, dan PDTT. Ketentuan pelaporan pemeriksaan yang diatur dalam PSP 300 SPKN
2017 antara lain adalah:

a. Keharusan menyusun laporan

Pemeriksa diharuskan menyusun LHP secara tertulis untuk mengomunikasikan


hasil pemeriksaannya.

b. Unsur LHP
LHP harus memenuhi unsur laporan sesuai dengan jenis pemeriksaannya. LHP
memiliki unsur-unsur sebagai berikut.
1) Pernyataan bahwa pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan standar
pemeriksaan

Pemeriksa harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan


standar pemeriksaan. Dalam hal Pemeriksa tidak dapat melaksanakan
standar pemeriksaan karena pembatasan lingkup yang material, hal tersebut
harus dinyatakan dalam laporan.

2) Tujuan, lingkup, dan metodologi


Pemeriksa harus memuat tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan
secara jelas dalam LHP. Informasi tersebut penting bagi pengguna LHP agar
dapat memahami maksud dan jenis pemeriksaan, serta memberikan
perspektif yang wajar terhadap apa yang dilaporkan.
12
Halaman
3) Kesimpulan
Pemeriksa harus menyusun kesimpulan atas hasil pemeriksaan. Kesimpulan
merupakan jawaban atas pencapaian tujuan pemeriksaan. Kesimpulan harus
dinyatakan secara jelas dan meyakinkan. Kekuatan kesimpulan ditentukan oleh
bukti yang meyakinkan dan didukung dengan metodologi yang tepat. Khusus
pemeriksaan keuangan, pemeriksa menyatakan kesimpulan dalam bentuk opini
yang formatnya dapat dilihat pada SPKN 2017.

4) Temuan pemeriksaan

Pemeriksa harus mengungkapkan temuan dalam LHP apabila terdapat


ketidaksesuaian antara kondisi dengan kriteria. Temuan pemeriksaan yang
mengandung indikasi awal kecurangan disajikan dalam LHP tanpa menjelaskan
secara terperinci dugaan kecurangan tersebut. Namun, Pemeriksa lebih
menitikberatkan penjelasannya kepada dampak temuan tersebut terhadap hal
pokok/informasi hal pokok sesuai tujuan pemeriksaan;

5) Rekomendasi pemeriksaan
Rekomendasi pemeriksaan harus bersifat konstruktif dan berguna untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam pemeriksaan.
Pemeriksa wajib memberikan rekomendasi dalam pemeriksaan kinerja. Dalam
pemeriksaan selain pemeriksaan kinerja, apabila Pemeriksa dapat
mengembangkan temuan pemeriksaan secara memadai, Pemeriksa dapat
membuat rekomendasi. Khusus pada PDTT dalam bentuk pemeriksaan
investigatif, Pemeriksa tidak memberikan rekomendasi.

6) Tanggapan pihak yang bertanggung jawab

Pemeriksa harus memperoleh tanggapan tertulis atas hasil pemeriksaan dari


pihak yang bertanggung jawab. Namun demikian, terkait dengan kerahasiaan
informasi, hasil PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif, Pemeriksa tidak
meminta tanggapan. Pemeriksa harus memuat tanggapan pejabat pemerintah
yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pada LHP.
13
Halaman
7) Penandatanganan LHP

LHP ditandatangani oleh Ketua, Wakil Ketua, atau Anggota BPK. Wewenang
penandatanganan LHP dapat didelegasikan kepada penanggung jawab
pemeriksaan yang memiliki kompetensi.

c. Pelaporan informasi rahasia

Apabila informasi tertentu dilarang diungkapkan kepada umum, LHP harus


mengungkapkan sifat informasi yang dilarang diungkapkan tersebut dan ketentuan
yang melarang pengungkapan informasi tersebut. Pertimbangan pemeriksa
mengenai tidak diungkapkannya informasi tertentu tersebut harus mengacu pada
peraturan perundang-undangan.

d. Penerbitan dan distribusi laporan

BPK harus menyerahkan LHP tepat waktu kepada lembaga perwakilan, pihak yang
bertanggung jawab, dan pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima LHP
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal yang diperiksa
merupakan informasi rahasia, pendistribusian LHP tersebut dapat dibatasi. Informasi
yang diperoleh melalui PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif merupakan
informasi rahasia.

e. Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan

BPK memantau secara periodik tindak lanjut hasil pemeriksaan dan


menyampaikan hasil pemantauannya kepada lembaga perwakilan dan pihak yang
bertanggung jawab. Tujuan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan adalah
meningkatkan efektivitas pelaporan hasil pemeriksaan serta membantu lembaga
perwakilan dan pemerintah dalam memperbaiki tata kelola.

4. Fungsi dan Pengguna Laporan


Fungsi LHP, sebagaimana dinyatakan dalam SPKN Pernyataan Standar Pemeriksaan
(PSP) 300, adalah sebagai berikut:
a) mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang berwenang berdasarkan
14

peraturan perundang-undangan yang berlaku;


Halaman
b) menghindari kesalahpahaman atas hasil pemeriksaan;
c) membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk melakukan tindakan perbaikan oleh
pihak yang bertanggung jawab; dan
d) memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan
yang semestinya dilakukan.

UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Pasal 7 ayat (1) menyatakan
bahwa,” BPK menyerahkan Hasil Pemeriksaan atas pengelolaaan dan tanggung jawab
keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.” Lebih lanjut,
Pasal 7 ayat (5) menyatakan bahwa hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka
untuk umum.

Adapun pihak yang berkepentingan dengan LHP antara lain adalah:

a. Lembaga Perwakilan

Lembaga perwakilan yang dimaksud yaitu DPR, DPD, dan DPRD. Lembaga perwakilan
menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai
kewenangannya. Lembaga perwakilan dapat meminta penjelasan kepada BPK dalam
rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan/atau meminta BPK melakukan pemeriksaan
lanjutan. Lembaga perwakilan dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil
pemeriksaan.
b. Pemerintah

Yang dimaksud dengan pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
c. Pihak Lain yang Berkepentingan
Yang dimaksud pihak lain yang berkepentingan antara lain masyarakat, instansi
penegak hukum, dan lembaga yang mempunyai kepentingan terhadap LHP.

B. Aspek Kualitas Laporan Pemeriksaan


Pemeriksa harus mengetahui kualitas laporan yang baik agar sajian laporan menjadi lebih
bermutu. Standar pelaporan pemeriksaan menyebutkan: “Pemeriksa harus menyusun LHP secara
tepat waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan,jelas, dan ringkas.”.

1. Tepat Waktu
15

LHP harus tepat waktu agar suatu informasi bermanfaat secara maksimal. Laporan yang
Halaman
dibuat dengan hati-hati tetapi terlambat disampaikan, nilainya menjadi kurang bagi
pengguna LHP. Oleh karena itu, pemeriksa harus merencanakan penerbitan laporan tersebut
secara semestinya dan melakukan pemeriksaan dengan dasar pemikiran tersebut.

2. Lengkap
LHP harus secara lengkap memuat semua informasi dari bukti yang dibutuhkan untuk
memenuhi tujuan pemeriksaan. LHP juga harus menyajikan secara memadai detail informasi
yang dibutuhkan agar memberikan pemahaman yang memadai bagi pengguna atas hal yang
diperiksa, temuan, dan kesimpulan pemeriksa. Detail informasi yang disampaikan harus tetap
relevan dengan permasalahan yang diungkapkan.

3. Akurat
LHP harus akurat dalam menyajikan informasi, didukung oleh bukti yang cukup dan tepat.
Laporan yang akurat akan memberikan keyakinan kepada pengguna LHP bahwa hal yang
dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat diandalkan. Satu ketidakakuratan dalam LHP dapat
menimbulkan keraguan atas keandalan seluruh laporan tersebut dan dapat mengalihkan
perhatian pengguna LHP dari substansi laporan tersebut. Apabila terdapat data yang dapat
memengaruhi kesimpulan pemeriksaan yang tidak dapat diuji lebih lanjut oleh Pemeriksa,
Pemeriksa harus secara jelas menunjukkannya dalam LHP.

4. Objektif
LHP harus objektif. Oleh karena itu, Pemeriksa perlu memperhatikan:
a. Pemeriksa harus menyajikan LHP secara seimbang dan tidak memihak; dan
b. Pemeriksa harus menyajikan LHP sesuai dengan fakta yang ditemui di lapangan.

5. Meyakinkan
LHP harus menyajikan hubungan logis antara tujuan pemeriksaan, kriteria, temuan,
kesimpulan, dan rekomendasi (bila ada). Alur logis dapat menguatkan keyakinan pembaca
laporan. Selain itu, informasi yang disajikan harus cukup meyakinkan pengguna laporan untuk
mengakui validitas temuan tersebut dan manfaat penerapan rekomendasi. Laporan yang
disusun dengan cara ini dapat membantu pihak yang bertanggung jawab untuk memusatkan
perhatiannya dalam melakukan perbaikan sesuai rekomendasi yang diberikan.
16
Halaman
6. Jelas
Laporan harus mudah dibaca dan dipahami sehingga laporan harus ditulis dengan bahasa
yang jelas, tidak ambigu, sesederhana mungkin, dan sedapat mungkin menghindari
penggunaan istilah-istilah teknis. LHP juga harus ditulis secara logis untuk memberi kejelasan
dan pemahaman bagi pengguna LHP.

7. Ringkas
LHP harus ringkas yaitu tidak memuat informasi yang tidak perlu yaitu tidak relevan
dengan permasalahan yang sedang diungkapkan, serta tidak sesuai dengan tujuan
pemeriksaan. Laporan yang menyajikan informasi yang kurang memadai atau memuat hal-
hal yang tidak relevan akan berdampak pada kesalahpahaman pembaca atas informasi
LHP.

Pemenuhan unsur-unsur kualitas laporan yang baik tersebut di atas, dapat membantu dan
mempermudah para pengguna untuk mengambil keputusan.

C. Jenis-Jenis Laporan Hasil Pemeriksaan

Di BPK terdapat 3 jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan laporan keuangan, pemeriksaan


kinerja, serta pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ketiga pemeriksaan tersebut memiliki
output berupa LHP yang memiliki karakteristik memberikan opini (pendapat) atas penyajian
laporan keuangan.
LHP Kinerja bertujuan untuk memberikan simpulan dan rekomendasi atas
organisasi/program/kegiatan yang diperiksa. LHP DTT bertujuan untuk memberikan simpulan
atas suatu area kunci atau asersi yang diperiksa. Namun di samping perbedaan tersebut,
beberapa substansi dan kaidah serta ketentuan pelaporan yang secara umum harus dipenuhi
pada LHP setiap jenis pemeriksaan, antara lain:

a) Tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan. Pemeriksa harus menjelaskan alasan


mengapa suatu entitas diperiksa, apa yang diharapkan tercapai dari pelaksanaan
pemeriksaan, apa yang diperiksa, dan bagaimana cara pemeriksaan tersebut dilakukan.

b) LHP harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan SPKN. Pernyataan
17

standar ini mengacu kepada standar pemeriksaan yang berlaku, yang harus diikuti oleh
Halaman
pemeriksa selama melakukan pemeriksaan. Jika pemeriksa tidak dapat mengikuti SPKN,
pemeriksa dilarang untuk menyatakan demikian. Dalam situasi demikian, pemeriksa harus
mengungkapkan alasan tidak dapat diikutinya standar pemeriksaan tersebut dan
dampaknya terhadap hasil pemeriksaan.

c) Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk memberikan tanggapan
tertulis terhadap temuan, simpulan atau rekomendasi, termasuk tindakan perbaikan yang
direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa.

Tanggapan yang diperoleh harus dievaluasi secara seimbang dan objektif. Tanggapan yang
berupa suatu janji atau rencana untuk tindakan perbaikan tidak boleh diterima sebagai alasan
untuk menghilangkan temuan yang signifikan atau rekomendasi yang berkaitan. Apabila
tanggapan dari entitas yang diperiksa bertentangan dengan temuan,simpulan atau rekomendasi
dalam LHP dan menurut pemeriksa tanggapan tersebut tidak benar atau apabila rencana
tindakan perbaikannya tidak sesuai dengan rekomendasi; pemeriksa harus menyampaikan
ketidaksetujuannya atas tanggapan dan rencana tindakan perbaikan tersebut beserta
alasannya. Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara tertulis dalam LHP.

Karakteristik tersebut secara ringkas akan diuraikan sebagai berikut.


Tabel 1. Perbedaan Karakteristik Tiap Pemeriksaan

Jenis Pemeriksaan Tujuan Hasil

Keuangan Menilai kewajaran laporan Opini atas laporan keuangan.


keuangan.

Kinerja Menilai aspek ekonomi, Simpulan dan rekomendasi atas aspek kinerja
efisiensi, atau efektivitas. yang dinilai.

PDTT Memberikan simpulan atas Tergantung jenis PDTT


suatu hal yang diperiksa.
• Kepatuhan
Informasi apakah entitas yang diperiksa
mengikuti/mematuhi peraturan perundang-
undangan, keputusan legislatif, kontrak, dan
kode etik yang ditetapkan.
(sumber: Juklak PemeriksaanKepatuhan)
• Investigatif
Mengungkap adanya indikasi tindak pidana.
18

(sumber: Juklak Pemeriksaan Investigatif)


Halaman
Dalam siklus pemeriksaan laporan keuangan, pemeriksaan interim lazim dilakukan.
Pemeriksaan interim bertujuan untuk mempercepat penyelesaian pemeriksaan terinci yang
waktunya sangat terbatas. Pemeriksaan interim dilakukan saat laporan keuangan entitas belum
diserahkan ke BPK dan lazimnya dilakukan selama periode akuntansi masih berjalan. Prosedur
pemeriksaan yang dilakukan dapat meliputi konfirmasi, cek fisik, atau prosedur pemeriksaan
lainnya yang hasilnya akan digabungkan dengan pemeriksaan tahap akhir/pemeriksaan terinci
yang dilakukan saat laporan keuangan telah diserahkan ke BPK.

Pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan interim antara lain yaitu anggaran entitas
pemeriksaan, hasil pemeriksaan sebelumnya, dan pertimbangan objektif lainnya. Untuk
pemeriksaan LKPD, pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan interim yaitu:

a. Entitas memiliki kompleksitas dan risiko fraud tinggi;

b. Entitas tidak menjadi objek pemeriksaan DTT atas tahun anggaran yang berkesesuaian
dengan tahun anggaran laporan keuangan;

c. Ketersediaan tenaga pemeriksa dan anggaran pemeriksaan.

Pelaksanaan pemeriksaan interim di BPK antara lain bertujuan:

a. memberikan kesimpulan hasil reviu atas SPI dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan;

b. menguji kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) atas transaksi selama
periode yang berlangsung sampai dengan saat Pemeriksaan Interim; dan

c. memperoleh data dan informasi untuk pengembangan perencanaan pemeriksaan terinci,


antara lain meliputi, tapi tidak terbatas pada, pemantauan atas tindak lanjut hasil
pemeriksaan sebelumnya dan penilaian risiko (risk assesment).

Sesuai dengan tujuan Pemeriksaan Interim dimaksud, output Pemeriksaan Interim


berupa:
a. Temuan Pemeriksaan
Temuan pemeriksaan disampaikan kepada entitas yang diperiksa untuk mendapat
tanggapan dan agar pimpinan entitas yang diperiksa dapat segera melakukan tindakan
pengamanan/perbaikan.
b. LHP Interim atas laporan keuangan entitas
19

LHP Interim tersebut bersifat internal yang disampaikan tim secara berjenjang sampai
Halaman
dengan pemberin tugas (Anggota BPK dan/atau Eselon I dan/atau Kepala Perwakilan) dan
tidak diterbitkan untuk keperluan pihak luar BPK seperti DPR atau entitas yang diperiksa,
serta tidak dilaporkan dalam IHPS.

c. Program Pemeriksaan Terinci


Program ini disusun berdasarkan LHP Interim sebagai dasar perencanaan
pemeriksaan terinci.

Gambar 1. LHP Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)

Gambar 2. LHP Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), LHP Kinerja,


LHP Dengan Tujuan Tertentu, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS)
20
Halaman
D. Latihan Soal

a) Jelaskan apa yang diatur dalam standar pelaporan yang merupakan pedoman bagi
pemeriksa dalam membuat laporan hasil pemeriksaan?

b) Sebutkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan LHP dan jelaskan!

c) Jelaskan mengapa LHP harus akurat?

d) Seperti apakah karakteristik tiap jenis pemeriksaan BPK?

21
Halaman
“Tepat waktu adalah
ciri orang profesional.”

Quot
es

22
Halaman
BAB II
PENYUSUNAN TEMUAN PEMERIKSAAN

Tujuan Pembelajaran:
Memahami Penyusunan Temuan Pemeriksaan.

Indikator keberhasilan pembelajaran:


1. Peserta mampu menjelaskan dan memahami unsur- unsur temuan pemeriksaan.
2. Peserta mampu menjelaskan alur logis antar unsur-unsur temuan.
3. Peserta mampu menjelaskan penyusunan temuan pemeriksaan.

23
Halaman
A. Pengertian Temuan Pemeriksaan
Temuan pemeriksaan adalah hasil dari proses evaluasi dan pembandingan bukti pemeriksaan
dengan kriteria pemeriksaan. Temuan pemeriksaan dapat menunjukkan bahwa kriteria dipenuhi
(sesuai) atau tidak dipenuhi (tidak sesuai). Temuan pemeriksaan dapat diidentifikasi dan
dikembangkan sebagai praktik terbaik atau peluang peningkatan.1
Ragam isi temuan pemeriksaan bergantung pada jenis pemeriksaan. Temuan-temuan
pemeriksaan dalam pemeriksaan keuangan dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu temuan
mengenai kelemahan pengendalian internal dan temuan mengenai ketidakpatuhan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan asersi-asersi laporan keuangan
pemerintah. Pembedaan kedua jenis temuan tersebut merupakan manifestasi dari kewajiban
pemeriksa keuangan sektor publik untuk melaporkan kelemahan pengendalian internal dan
ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan dalam pemeriksaan keuangan, di samping
menyajikan opini atas laporan keuangan pemerintah.2 Kedua jenis temuan tersebut diperoleh,
masing-masing, dari hasil pemahaman dan pengujian pengendalian dan pengujian substantif.
Temuan pemeriksaan dalam pemeriksaan kinerja berisi uraian kesesuaian (atau
ketidaksesuaian) hal pokok atau subject matter dengan kriteria kinerja terkait ekonomi, efisiensi,
dan keefektifan. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa temuan pemeriksaan kinerja dapat
berupa temuan positif dan temuan negatif. Temuan positif disajikan ketika organisasi atau
kegiatan yang diperiksa telah menunjukkan kesesuaiannya dengan kriteria kinerja sekaligus
memberikan hasil yang melampaui target ekonomi, efisiensi, dan keefektifan yang telah
ditetapkan dalam kriteria pemeriksan.
Temuan pemeriksaan kepatuhan berisi tentang hasil evaluasi bukti mengenai kepatuhan
(atau ketidakpatuhan) hal pokok yang diperiksa dengan peraturan perundang-undangan yang
menjadi kriteria hal pokok dimaksud. Temuan dalam pemeriksaan ini pada dasarnya sama dengan
temuan kepatuhan dalam pemeriksaan keuangan. Perbedaannya adalah terkait dengan hal pokok
yang diperiksa beserta kriteria yang digunakannya. Temuan pemeriksaan kepatuhan memiliki
fokus pada hasil evaluasi dan pembandingan bukti pemeriksaan berbagai macam kriteria,
bergantung pada hal pokok yang dipilih dalam pemeriksaan. Sementara itu, temuan kepatuhan
dalam pemeriksaan keuangan merupakan uraian ketidakpatuhan atas asersi manajemen dalam
laporan keuangan.
24

1
ThePD. 2015. Audit Finding. http://www.theprojectdefinition.com. Diakses 18 Oktober 2019.
Halaman

2
ISSAI 1250, Paragraf 5.
B. Anteseden, Fenomena, dan Konsekue
Suatu rangkaian peristiwa atau kondisi yang dilaporkan sebagai temuan pemeriksaan pada
hakekatnya memiliki tiga unsur utama, yaitu fenomena, anteseden, dan konsekuen. Fenomena
adalah fakta atau situasi yang diamati ada atau terjadi, yang penjelasannya dipertanyakan.
Anteseden adalah sesuatu yang mendahului munculnya fenomena yang terjadi. Anteseden juga
berbentuk peristiwa atau kondisi yang terjadi sebelum terjadinya fenomena utama. Dari sisi urutan
kejadian, anteseden mendahului fenomena sehingga anteseden bisa dikatakan sebagai suatu hal
yang membuat suatu fenomena terjadi. Dengan demikian, anteseden dan fenomena memiliki
hubungan kausalitas. Anteseden adalah faktor penyebab terjadinya fenomena. Dengan kata lain,
fenomena merupakan akibat dari anteseden.
Konsekuen adalah hasil dari suatu kondisi atau tindakan tertentu. Dalam hubungannya
dengan fenomena, konsekuen terjadi setelah fenomena terjadi. Dari sisi urutan waktu kejadian,
konsekuen merupakan peristiwa atau kondisi yang terjadi setelah adanya fenomena yang telah
terjadi sebelumnya. Dengan kata lain, fenomena dan konsekuen juga memiliki hubungan kausalitas
karena fenomena merupakan sebab dari konsekuen atau, sebaliknya, konsekuen merupakan akibat
dari fenomena.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik benang merah bahwa fenomena,
anteseden, dan konsekuen memiliki kesamaan bahwa ketiganya merupakan peristiwa atau kondisi
yang bersifat faktual. Ketiganya terjadi berurutan dan memiliki hubungan langsung. Anteseden
terjadi lebih dahulu, disusul fenomena, lalu konsekuen. Di samping itu, anteseden, fenomena, dan
konsekuen memiliki hubungan kausalitas. Anteseden mengakibatkan fenomena; fenomena
mengakibatkan konsekuen. Dari sisi lain, konsekuen disebabkan oleh fenomena; fenomena
disebabkan oleh anteseden.
Pemahaman mengenai definisi dan hubungan antara anteseden, fenomena, dan konsekuen
sangat bermanfaat bagi pemeriksa. Dari persepektif pemeriksaan, anteseden merupakan sebab;
fenomena merupakan kondisi yang dilaporkan pemeriksa; dan konsekuen merupakan akibat dari
kondisi dimaksud. Berbekal pemahaman akan ketiga unsur tersebut, pemeriksa setidaknya
memahami bahwa sebab, kondisi, dan akibat merupakan kondisi atau peristiwa faktual. Ketiganya
memiliki hubungan langsung yang bersifat kausalitas dan terjadi secara berurutan, seperti terlihat
pada bagan berikut.
25
Halaman
Anteseden Fenomena Konsekuen

• Sebab • Kondisi • Akibat


• Peristiwa atau • Peristiwa atau • Peristiwa atau
kondisi faktual kondisi faktual kondisi faktual

Gambar 2. Bagan Hubungan antara Anteseden, Fenomena dan Konsekuen

A. Unsur-Unsur Temuan Pemeriksaan


Seperti penjelasan sebelumnya, unsur pokok temuan pemeriksaan terdiri dari anteseden
(sebab), fenomena (kondisi), dan konsekuen (akibat). Dalam pelaporan hasil pemeriksaan, temuan
pemeriksaan memiliki unsur tambahan lainnya, yaitu judul, kriteria, tanggapan, dan rekomendasi.
Bagian ini secara khusus akan menjelaskan lebih jauh semua unsur pokok dan unsur tambahan
temuan pemeriksaan. Penjelasan unsur-unsur dimaksud tidak hanya berkaitan dengan konsep.
melainkan disertai contoh yang aplikatif sehingga dapat membantu pemeriksa dalam menyusun
temuan pemeriksaan lebih mudah, terstruktur, dan berkualitas. Oleh karena unsur-unsur temuan
pemeriksaan merupakan sebuah fakta yang keterjadiannya secara struktur logika berurutan
(sequences), logika berpikir dalam menulis temuan tidak sama dengan struktur penulisan yang
mendahulukan kondisi di depan, diikuti kriteria, lalu akibat dan sebab. Unsur-unsur temuan juga
dapat dikaitkan dengan klasifikasi temuan yang dibahas secara terpisah dalam bab ini. Dengan
demikian, secara urutan logika dan keterkaitan dengan klasifikasi temuan, urutan unsur-unsur
termuan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

26
Halaman

Gambar 3. Urutan Logika dan Korelasi Unsur Temuan Pemeriksaan dengan Klasifikasi Temuan
Dari gambar 2 di atas, fakta unsur kondisi berada di tengah sesuai dengan urutan kejadian.
Unsur sebab diletakkan pada urutan pertama sebagai anteseden yang merupakan akar dari
terjadinya permasalahan (root causes). Unsur sebab harus diperbaiki melalui rekomendasi
pemeriksaan agar masalah yang sama tidak terulang kembali.
Unsur akibat terletak pada bagian paling bawah yang mewakili fakta yang paling terakhir
terjadi setelah adanya sebab dan kondisi. Berkaitan dengan logika klasifikasi temuan pemeriksaan,
fakta yang menjadi unsur akibat (konsekuen) dalam temuan kepatuhan adalah kerugian negara,
potensi kerugian negara, kekurangan penerimaan, dan akibat yang bersifat administratif. Unsur
akibat berbentuk kerugian negara, tidak selalu ditulis dengan kalimat “kondisi tersebut
mengakibatkan kerugian negara”. Kebijakan saat ini mengharuskan pemeriksa menggunakan kata
pengganti selain kerugian seperti kelebihan pembayaran misalnya. Akibat bersifat administratif
mencakup keabsahan dokumen pertanggungjawaban maupun kegiatan/program yang terbukti
tidak ekonomis, efisien, dan efektif.
Dalam temuan SPI, unsur akibat (konsekuen) adalah ketidakefektifan SPI. Dengan kata lain,
tujuan SPI yang tertuang dalam PP No.60 Tahun 2008 tidak tercapai, yang mencakup sebagai
berikut:
a. pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara tidak efektif dan efisien
b. pelaporan keuangan tidak/kurang andal
c. pengamanan aset negara tidak berjalan optimal
d. pengendalian tidak dapat mendorong terwujudnya ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Jika dikaitkan dengan klasifikasi temuan, akibat (b) dan (c) adalah akibat dari kondisi kelemahan
sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan. Akibat (a) dan (d) adalah akibat dari kondisi
kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja. Jika akibatnya
adalah semua poin a sampai d, hal tersebut merupakan akibat dari kondisi kelemahan struktur
pengendalian (general control).

1. Judul

Judul merupakan sebuah frasa yang menggambarkan fenomena utama yang sedang
dilaporkan. Frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang memiliki satu makna tertentu.
Rangkaian kata dalam sebuah frasa pada dasarnya membentuk sebuah pengertian dan
27

membentuk nomina atau kata benda. Frasa bukanlah kalimat yang memiliki komponen subjek
Halaman

dan predikat atau keterangan. Berikut ini contoh frasa dan kalimat.
Tabel 2. Perbandingan Frasa dan Kalimat

Frasa Kalimat
Kucing betina Kucing itu betina
Kucing betina hitam Kucing betina itu hitam
Kucing betina hitam dan gemuk Kucing betina itu hitam dan gemuk
Kucing betina hitam dan gemuk yang berlari Kucing betina hitam dan gemuk itu berlari

Bila pengertian mengenai frasa diterapkan dalam membuat judul, pemeriksa harus merangkai
kata-kata yang tepat agar dapat menggambarkan fenomena yang sedang dilaporkan.
Pembentukan judul temuan berbentuk frasa biasanya diawali dengan kata dengan awalan dan
akhiran ke-an atau pe-an. Kata dengan awal akhiran ke-an dipilih apabila pemeriksa ingin
melaporkan. Berikut ini contohnya judul dengan kata ke-an.
• Kelemahan Pengendalian Penerimaan Pendapatan Pajak Hotel;
• Ketidakakuratan Penghitungan Denda Keterlambatan Sebesar Rp100 Juta;
• Kekurangan Penerimaan Pendapatan Daerah Sebesar Rp200 Juta;
• Ketidaklengkapan Dokumen Pertanggungjawaban Belanja Modal Sebesar Rp300 Juta;
• Keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan Selama 50 Hari.

Untuk membuat sebuah judul temuan, pemeriksa harus fokus pada atribut yang menjadi
fenomena utama yang ingin dilaporkan atau sedang dipersoalkan. Dalam contoh di atas,
atribut fenomenanya adalah lemah, tidak akurat, kurang, tidak lengkap, dan terlambat.
Selanjutnya, pemeriksa harus mengubah atribut tersebut menjadi nomina dengan
menambahkan ke– dan – an.
Contoh judul yang menggunakan awalan pe– dan akhiran –an adalah sebagai berikut.
• Pelampauan Anggaran Belanja Barang dan Jasa Sebesar Rp500 Juta;
• Pengabaian Atasan Terhadap Kompetensi Pejabat Penerima Hasil Pekejaan;
• Pengurangan Kualitas Pekerjaan oleh Rekanan;
• Pemahalan Nilai Pekerjaan Sebesar Rp300 Juta.
Pembentukan kata dengan ke-an dan pe-an harus memperhatikan jenis femonenanya. Awalan
dan akhiran ke-an lebih tepat digunakan untuk melaporkan sebuah kondisi atau hasil dari
sebuah proses atau aktivitas, sedangkan pe-an digunakan uentuk melaporkan sebuah
28

peristiwa atau proses.


Halaman
2. Kondisi
Mengacu pada pembahasan pada bagian sebelumnya, kondisi merupakan fenomena utama
yang ingin dilaporkan. Karena merupakan fenomena, isi utama kondisi harus berisi fakta, bukti,
konsep, teori, norma, dan hal-hal lain yang bukan merupakan opini pemeriksa. Bagian ini pada
dasarnya ditujukan untuk menguraikan kejadian faktual, baik positif maupun negatif, yang perlu
dilaporkan oleh pemeriksa. Untuk memberikan gambaran yang lengkap kepada pembaca
mengenai pengungkapan kondisi, modul ini memberikan saran3 agar pemeriksa menguraikan
menggunakan struktur berikut.
• Pendahuluan
• Tujuan pemeriksaan, metode pengumpulan dan analisis bukti, dan temuan
pemeriksan
• Uraian prosedur dan bukti audit
• Hasil analisis bukti (simpulan)
Keempat komponen kondisi tersebut dijelaskan sebagai berikut.
a. Pendahuluan merupakan paragraf pembuka dan dimaksudkan untuk mengarahkan
perhatian pembaca pada fenomena utama yang akan dilaporkan. Sebagai pembuka,
paragraf ini berisi informasi yang memberikan konteks temuan. Isi paragraf latar belakang
untuk jenis laporan berbeda satu sama lain dan menyesuaikan tujuan pemeriksaan.
Paragraf yang bisa digunakan untuk memulai temuan kelemahan pengendalian dalam
pemeriksaan keuangan adalah anggaran dan realisasi akun atau transaksi yang menjadi
fokus pembahasan. Misalnya, apabila temuan kelemahan terkait dengan transaksi Belanja
Modal, di awal dikemukakan berapa anggaran belanja modal dan realisasi akun tersebut.
Apa yang diuraikan pada bagian ini bukanlah sebuah keharusan, melainkan sebuah
alternatif kemudahan. Penulisan kondisi dilakukan dengan menggunakan struktur
tertentu untuk memudahkan proses penulisan dan reviu temuan. Paragraf pembuka
dapat berupa anggaran dan realisasi belanja modal. Pemeriksa dapat membuat tabel berisi
nilai anggaran dan realisasi per jenis Belanja Modal. Dengan paparan data anggaran dan
realisasi akan membantu pembaca untuk memusatkan perhatian pada fokus temuan
pemeriksaan.
Paragraf pembuka untuk temuan kepatuhan dalam pemeriksaan keuangan dapat
29

juga menggunakan data anggaran dan realisasi terkait dengan akun atau transaksi yang
menjadi fokus pembasan.
Halaman
Paragraf pembuka untuk temuan pemeriksaan kinerja biasanya berisi paparan
mengenai program atau kegiatan yang menjadi fokus evaluasi. Paparan ini bisa mencakup
latar belakang program, tujuan program, komponen program, anggaran yang disediakan
dan lain sebagainya. Informasi umum mengenai program semacam ini akan memberikan
gambaran awal hasil-hasil program.
Paragraf pembuka untuk temuan kepatuhan dalam pemeriksaan kepatuhan (PDTT)
dapat juga menggunakan pola yang sama dengan paragraf pembuka pada temuan
kepatuhan dalam pemeriksaan keuangan.
Tabel 3. Isi Paragraf Pendahuluan

Jenis pemeriksaan (temuan) Isi paragraf pendahuluan


Anggaran dan realisasi APBD atau uraian
Keuangan (pengendalian) komponen pengendalian
Keuangan (kepatuhan) Anggaran dan realisasi APBD
Anggaran dan realisasi APBD atau uraian mengenai
Kepatuhan subject matter yang menjadi fokus pemeriksaan
Uraian mengenai program atau kegiatan yang
Kinerja
dievaluasi

b. Tujuan pemeriksaan, metode pengumpulan bukti, dan pernyataan singkat temuan


pemeriksaan (atau disebut sebagai paragraf tujuan) dinyatakan setelah paragraf
pembuka. Pemeriksa dapat menyatakan dengan jelas tujuan dari pengujian yang
relevan dengan jenis temuan pemeriksaan. Isi paragraf ini juga berbeda satu sama lain,
bergantung tujuannya pengujiannya.
Saat mengembangkan paragraf tujuan dalam temuan kelemahan pengendalian
dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksa harus mengingat memiliki kewajiban untuk
memperoleh pemahaman pengendalian untuk menilai risiko salah saji. Selanjutnya,
pemeriksa melakukan pengujian pengendalian berdasarkan profil risiko yang
diidentifikasi pada tahap penilaian risiko salah saji. Pengujian pengendalian ini
dimaksudkan untuk menilai keefektifan pengendalian internal. Oleh karena ini, pada
paragraf ini, pemeriksa diharapkan dapat menguraikan proses tersebut sebelum
menyatakan tujuan pengujian pengendalian.
30

Paragraf tujuan dalam temuan kepatuhan dalam pemeriksaan keuangan dapat


Halaman
dikembangkan dengan menyatakan bahwa pemeriksa melaksanakan pengujian terinci
untuk menguji salah saji material yang berkaitan dengan hasil pengujian pengendalian
internal. Pernyataan ini dapat membantu pemeriksa untuk memastikan bahwa
pengujian terinci tidak dilakukan tanpa konteks melainkan sebagai kelanjutan dari
pengujian pengendalian. Selanjutnya, pemeriksa dapat mengembangkan paragraf ini
dengan menyatakan pemilihan dan pengujian sampel untuk pengujian terinci. Setelah
itu, pemeriksa dapat menyatakan prosedur audit apa saja yang telah dilakukan dalam
pengujian terinci. Terakhir, pemeriksa sebaiknya menyatakan temuan pemeriksaannya.
Paragraf tujuan dalam temuan dalam pemeriksaan kinerja dapat dikembangkan
dengan secara eksplisit menyatakan tujuan pemeriksaan kinerja, diikuti dengan
metode pengumpulan dan evaluasi data, dan diakhiri dengan pernyataan temuan
pemeriksaan.
Pengembangan paragraf tujuan dalam temuan kepatuhan (PDTT) dapat dilakukan
pemeriksa dengan menyatakan bahwa pengujian terinci dilakukan sebagai tindak lanjut
penyimpangan-penyimpanan (deviasi) dalam pengujian pengendalian, prosedur
pemeriksaan, dan pernyataan temuan pemeriksaan. Pola ini mirip dengan yang
digunakan dalam pemeriksaan keuangan karena pendekatan pemeriksaan kepatuhan
dapat dikatakan sama dengan pemeriksaan keuangan. Bedanya, pemeriksaan
kepatuhan fokus pada fenomena ketidakpatuhan yang material, sedangkan
pemeriksaan keuangan fokus pada salah saji material.

Tabel 4. Isi Paragraf Tujuan Pemeriksaan

Jenis pemeriksaan (temuan) Isi paragraf tujuan pemeriksaan


Keuangan (pengendalian) Menguji keefektifan pengendalian internal
Menguji menguji salah saji material pada level asersi,
Keuangan (kepatuhan) menanggapi hasil pengujian pengendalian
Kinerja Menilai ekonomi, efisiensi, dan keefektifan kegiatan
Menguji ketidakpatuhan material subject matter
Kepatuhan pada peraturan, menindaklanjut pengujian
pengendalian

c. Uraian prosedur dan bukti pemeriksaan


Pada bagian ini, pemeriksa dapat menguraikan berbagai prosedur yang telah
31

dilakukan. Selain itu, pemeriksa dapat menguraikan bukti pemeriksaan yang diperoleh
Halaman

dalam pengujian pengendalian maupun terinci. Oleh karena itu, pemeriksa dapat
mengembangkan paragraf dengan dua pendekatan: prosedur dan bukti.
Pendekatan prosedur dilakukan dengan mengungkapkan prosedur-prosedur yang
telah dilakukan secara kronologis. Pengembangan paragraf dengan cara ini mudah
dilakukan karena pemeriksa pada dasarnya hanya menceritakan secara runtut.
Menggunakan pendekatan ini, pemeriksa juga harus menyatakan bukti apa saja yang
diperoleh dengan menjelankan prosedur tertentu. Tabel berikut mencantumkan
berbagai jenis prosedur pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kepatuhan, dan pemeriksaan kinerja.
Tabel 5. Jenis Prosedur Pemeriksaan

Pemeriksaan Keuangan Pemeriksaan Kepatuhan Pemeriksaan kinerja

Observasi Observasi Observasi

Inspeksi dokumen Inspeksi dokumen Survei/Kuisioner

Inspeksi aset fisik Inspeksi aset fisik Wawancara

Konfirmasi eksternal Konfirmasi eksternal Focus group discussion

Reperformance Reperformance Reviu dokumen

Recalculation Recalculation Inspeksi

Prosedus analitis Prosedus analitis

Inquiry Inquiry

Pendekatan bukti dilakukan dengan membuat uraian berdasarkan jenis bukti


pemeriksaan, yaitu dokumenter, testimonial, fisik, dan analitis. Meski uraiannya
didasarkan pada jenis bukti, pemeriksa tetap harus menyatakan prosedur yang dilakukan
untuk memperoleh bukti tersebut.
d. Hasil analisis bukti pemeriksaan
Bagian terakhir dari uraian kondisi dalam temuan pemeriksaan adalah pernyataan
mengenai hasil analisis bukti. Pada bagian ini, pemeriksa membuat perbandingan antara
berbagai jenis bukti yang diperoleh dari penerapan berbagai prosedur pemeriksaan yang
diuraikan sebelumnya. Hasil analisis ini pada hakekatnya merupakan simpulan atas
kondisi. Hasil analis yang dinyatakan pada bagian ini merupakan bukti analitis yang dibuat
32

oleh pemeriksa.
Halaman
3. Kriteria
Kriteria adalah sesuatu yang seharusnya terjadi pada organisasi yang diperiksa (what
should be). Dalam penulisan kriteria, pemeriksa sebaiknya hanya menyatakan peraturan yang
relevan dengan jenis penyimpangan. Meskipun demikian, pemeriksa sering tergoda untuk
memasukkan sebanyak mungkin kriteria yang dilanggar oleh entitas, baik yang memiliki kaitan
langsung maupun tidak langsung dengan masalah yang diungkap. Untuk satu masalah saja,
pemeriksa terkadang menyajikan kriteria berlapis-lapis, dari peraturan tertinggi (misalnya
undang-undang) sampai dengan peraturan terendah (perjanjian/kontrak). Oleh karena itu,
halaman yang memuat kriteria menjadi lebih panjang daripada temuan itu sendiri.
Pemilihan kriteria yang relevan seharusnya bukan perkara sulit pada saat pembuatan
temuan pemeriksaan. Alasan utamanya adalah bahwa kriteria pemeriksaan hadir terlebih
dahulu sebelum temuan pemeriksaan. Dalam jenis pemeriksaan apa pun, kriteria harus sudah
tersedia pada saat perencanaan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyusunan temuan pemeriksaan adalah untuk
benar-benar memastikan bahwa kriteria yang berupa ketentuan peraturan perundang-
undangan yang dipilih merupakan kriteria yang masih berlaku. Dalam tata kelola pemerintahan
yang mencakup keuangan negara, kriteria berupa ketentuan peraturan perundang-undangan
adalah sesuatu yang sangat dinamis sehingga dapat berubah dengan cepat. Apabila pemeriksa
menggunakan kriteria yang sudah tidak berlaku, temuan pemeriksaan menjadi tidak valid.
Hal ini menimbulkan risiko adanya tuntutan entitas terperiksa terhadap LHP BPK (dan tentu
saja pemeriksa BPK).
Berikut adalah beberapa jenis kriteria yang digunakan berdasarkan jenis pemeriksaan:
• Dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksa akan menggunakan Standar Akuntansi
Pemerintahan dan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah sebagai kriteria utama.
Pemeriksa dapat menggunakan kriteria lain yang terkait pengelolaan keuangan negara .
• Dalam pemeriksaan kinerja, pemeriksa akan menggunakan berbagai peraturan,
kebijakan, atau ketentuan lain yang relevan dengan evaluasi kinerja kegiatan atau
program yang sudah ditetapkan pada tahap perencanaan pemeriksaan.
• Dalam pemeriksaan kepatuhan, pemeriksa menggunakan ketentuan yang mengatur hal
pokok (subject matter) yang sudah ditetapkan pada saat merancang pemeriksaan
kepatuhan.
33

Penulisan kriteria dalam temuan pemeriksaan sebaiknya dilakukan dengan cara


Halaman

mengutipnya secara tidak langsung, yaitu mengintegrasikannya ke dalam paragraf dengan


terlebih dahulu membuat kalimat yang bisa menghubungkan permasalahan dengan kriteria
yang akan digunakan. Hal ini dimaksudkan agar penyajian temuan tidak kaku, menyatu, dan
mengalir. Contohnya sebagai berikut.
Penyalahgunaan uang oleh Bendahara seperti dijelaskan di atas tidak sesuai dengan
Peraturan….., khususnya pasal.. ayat… yang menyatakan bahwa… .
Dalam pengembangan temuan pemeriksaan, pemeriksa wajib meyakini bahwa kriteria
tersebut masih berlaku. Apabila kriteria yang digunakan sudah tidak berlaku, maka temuan
pemeriksaan akan menjadi tidak valid. Untuk mengecek kriteria berupa ketentuan peraturan
perundang-undangan, pemeriksa dapat memanfaatkan jaringan dokumentasi dan informasi
hukum (jdih) BPK pada alamat www.jdih.bpk.go.id.

4. Akibat
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, akibat merupakan konsekuen dari sebuah fenomena.
Akibat adalah fakta yang memiliki kaitan langsung dengan dan terjadi setelah fenomena.
Akibat bukanlah hal yang spekulatif melainkan suatu hal yang secara faktual telah terjadi atau
berpotensi terjadi karena adanya fenomena.
Jenis akibat bergantung fenomena yang terjadi. Ragam akibat untuk temuan
pengendalian intern juga berbeda dengan temuan kepatuhan. Namun, dengan
mempertimbangkan berbagai kemungkinan temuan yang telah terjadi, pola akibat sebenarnya
bisa dipetakan.
a. Akibat dalam Temuan Pengendalian Internal
Pengendalian internal, sebagai sebuah sistem, memiliki serangkaian tujuan yang
hendak dicapai. Menurut INTOSAI, tujuan pengendalian intern dapat diklasifikasikan
menjadi lima kategori berikut.
1) ketertiban dan praktik etis dalam pelayanan publik;
2) keekonomisan, efisiensi dan efektivitas program dan kegiatan yang dijalankan
pemerintah;
3) pemenuhan kewajiban akuntabilitas pemerintah, khususnya dalam pelaporan
keuangan (keandalan laporan keuangan)
4) kepatuhan pada peraturan perundang-undangan;
5) keamanan kekayaan pemerintah dari kehilangan, kerusakan, dan penyalahgunaan.
34

Secara normatif, pengendalian intern didesain dan dilaksanakan untuk membantu


organisasi dalam mencapai kelima kelompok tujuan tersebut. Dari kacamata risiko,
Halaman
pengendalian internal dijalankan untuk “mengurangi risiko” kegagalan pencapaian tujuan
organisasi. Dengan demikian, kelemahan pengendalian intern secara logis akan berakibat
pada “meningkatnya risiko” tidak tercapainya tujuan tadi. Dengan kata lain, “peningkatan
risiko kegagalan pencapaian tujuan” bisa dikatakan sebagai akibat generik, yang umum
terjadi, manakala pengendalian intern lemah.
Berbekal pengertian ini, kini kita dapat merumuskan akibat kelemahan pengendalian
intern secara mudah dan logis. Berikut adalah contohnya.
Atasan langsung tidak melakukan pengawasan secara rutin kepada bendahara
pengeluaran sehingga mengakibatkan meningkatnya risiko terjadinya
penyalahgunaan uang oleh bendahara pengeluaran.

Contoh pernyataan di atas menggambarkan akibat dari tidak adanya pengawasan


kepala OPD kepada bendahara pengeluaran, yaitu meningkatnya risiko menyangkut
keamanan kekayaan daerah, yaitu penyalahgunaan. Di sini, “meningkatnya risiko”
merupakah frasa kunci yang harus digunakan untuk menggambarkan potensi kejadian
pelanggaran pada masa yang akan datang. Frasa ini juga menunjukkan kehati-hatian
pemeriksa dalam menyatakan kemungkinan- kemungkinan yang bisa terjadi karena
keyakinan mutlak akan terjadinya pelanggaran masih perlu dibuktikan.
Apabila pada pengujian terinci pemeriksa menemukan peristiwa penyalahgunaan
dimaksud dan hal itu telah dinyatakan dalam temuan kepatuhan, rumusan akibatnya harus
dimodifikasi dengan menunjuk temuan kepatuhan yang menjadi bukti terjadinya risiko
dimaksud. Contohnya sebagai berikut.
Tidak dilakukannya pengawasan secara rutin atasan langsung kepada bendahara
pengeluaran mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan uang oleh bendahara
pengeluaran, seperti ditunjukkan dalam Temuan Kepatuhan Nomor…. yang termuat
dalam Buku 2.
Referensi temuan kepatuhan dalam rumusan akibat suatu temuan pengendalian internal
harus dinyatakan karena akan menunjukkan keterkaitan antara masalah kelemahan
pengendalian dan pelanggaran.

b. Akibat dalam Temuan Kepatuhan


Rumusan akibat dalam temuan kepatuhan pada dasarnya merupakan “konsekuensi
lanjutan” dari tidak tercapainya tujuan pengendalian. Dengan melihat tiga tujuan
pengendalian intern yang relevan dengan pemeriksaan keuangan, secara normatif kita
35

bisa mengabstrasikan akibat logis dari tidak tercapainya tiga tujuan dimaksud, seperti
ditunjukkan dalam tabel berikut.
Halaman
Tabel 6. Rumusan Akibat Temuan Kepatuhan
Tema temuan Akibat logis Contoh temuan
kepatuhan
Tidak terpenuhinya Opini atas siklus transaksi Pengeluaran tanpa didukung bukti yang
kewajiban atau akun tidak dapat sah
akuntabilitas diberikan (disclaimer)
pemerintah dalam Akun laporan keuangan tidak Pekerjaan tidak selesai dibayar 100%
pelaporan keuangan wajar

Ketidakpatuhan pada Kerugian keuangan § Pembiayaan kegiatan fiktif


ketentuan peraturan negara/daerah § Penyerahan barang tidak sesuai
perundang-undangan spesifikasi
Kekurangan penerimaan § Pajak daerah dengan tarif lebih rendah
§ Sewa alat berat belum dipungut
Timbulnya kewajiban § Taspen yang dipotong tidak disetor
pemerintah § Pemerintah gagal bayar kepada
rekanan
Pengenaan sanksi sesuai § Bendahara gaji memalsukan tanda
dengan ketentuan peraturan tangan
yang berlaku § Rekanan terlambat menyelesaikan
pekerjaan
Kehilangan, Kerugian keuangan § Uang bendahara hilang karena
kerusakan, dan negara/daerah pencurian
penyalahgunaan § Kendaraan dinas rusak karena
kecelakaan
§ Penggelapan uang oleh bendahara

c. Akibat dalam Temuan Kinerja


Dalam hal pemeriksaan kinerja, akibat mempunyai dua arti, yang tergantung pada
tujuan pemeriksaan, yaitu:
• Apabila tujuan pemeriksaan adalah untuk mengidentifikasi konsekuensi yang telah
atau akan terjadi karena adanya kondisi yang berbeda dari kriteria yang telah
ditetapkan, maka “akibat” merupakan ukuran dari konsekuensi tersebut. Pemeriksa
sering menggunakan “akibat” dalam pengertian ini untuk menekankan perlunya
perbaikan.
• Apabila tujuan pemeriksaan adalah untuk memperkirakan seberapa luas suatu
program telah menimbulkan perubahan fisik, sosial, atau ekonomi, maka “akibat”
merupakan ukuran mengenai dampak yang telah dicapai oleh program tersebut.
Dalam hal ini, “akibat” adalah seberapa jauh perubahan fisik, sosial, atau ekonomi
dapat diidentifikasi dan dikaitkan dengan program tersebut.
36
Halaman
5. Sebab
Sebab merupakan anteseden dari sebuah fenomena. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
anteseden merupakan fakta yang terjadi sebelum dan memiliki hubungan langsung dengan
fenomena. Rumusan sebab dalam temuan pemeriksaan harus dapat dibuktikan dengan
pelaksanaan prosedur pemeriksaan. Seperti halnya akibat, sebab juga sangat beragam,
tergantung konteks permasalahan yang diangkat. Meskipun demikian, sebab temuan
pemeriksaan pada dasarnya juga dapat diklasifikasikan menurut jenis atau kelompok
masalahnya.
a. Sebab dalam Temuan Pengendalian Internal
Pengendalian internal tidak dengan sendirinya mampu memberikan jaminan mutlak
pada pencegahan penyimpangan dan mengantarkan organisasi dalam mencapai
tujuannya. Bagaimana pun efektivitas pengendalian intern akan sangat bergantung pada
faktor manusia dan desain pengendalian itu sendiri. Berfungsinya pengendalian intern
mengandaikan terpenuhinya sejumlah prasyarat menyangkut unsur manusia beserta
sumber daya pendukung yang menentukan desain pengendalian. Apabila prasyarat
dimaksud tidak terpenuhi, dapat dipastikan bahwa pengendalian intern akan gagal
berfungsi.
Secara konseptual, kegagalan sebuah pengendalian intern disebabkan oleh lima hal
berikut:
1) kesalahan manusia (human error);
2) kegagalan sistem (systems breakdowns);
3) pelanggaran manajemen (management overide);
4) kolusi (collusion);
5) biaya dan manfaat (costs vs benefits).
Kesalahan Manusia. Efektivitas pengendalian akan dibatasi oleh kelemahan manusia
dalam membuat keputusan. Keputusan tersebut dibuat berdasarkan penilaian (judgment)
dalam rentang waktu yang tersedia, berdasarkan informasi yang ada, dan dalam tekanan
praktik organisasi. Beberapa keputusan yang didasarkan pada penilaian manusia tersebut
adakalanya menghasilkan sesuatu yang salah atau tidak diinginkan.

Kegagalan Sistem. Pengendalian intern yang didesain sebaik apa pun, pada suatu saat
37

tetap saja bisa rusak, macet atau tidak berfungsi. Ada kalanya, personil yang bertanggung
jawab atas sistem itu salah dalam memahami perintah yang ada. Mereka juga bisa
Halaman
membuat penilaian yang salah. Mereka juga mungkin bisa bertindak salah karena ceroboh,
terganggu sesuatu, atau lelah. Seorang penyelia akuntansi yang bertanggung jawab untuk
mencari penyimpangan bisa saja lupa atau gagal dalam membuat tindakan perbaikan.
Karyawan pengganti sementara maupun karyawan yang cuti mungkin juga tidak bisa
melakukan tugas yang dibebankan kepadanya dengan benar. Begitu juga, sistem juga bisa
gagal berfungsi apabila implementasinya dilakukan sebelum pelatihan kepada karyawan.
Pelanggaran Manajemen. Pengendalian intern hanya dapat efektif apabila orang-
orang dalam organisasi menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik. Namun,
dalam entitas yang memiliki pengendalian efektif sekalipun, seorang pimpinan dapat juga
bertindak melanggar pengendalian intern. Di sini istilah “pelanggaran manajemen”
(management override) digunakan untuk menjelaskan penyimpangan atau pengabaian
kebijakan dan prosedur untuk tujuan-tujuan yang tidak benar (illigitimate purposes), demi
keuntungan pribadi atau mendongkrak kondisi keuangan atau status kepatuhan. Seorang
pimpinan entitas melanggar sistem pengendalian dengan berbagai alasan: meningkatkan
perolehan pendapatan, membelanjakan dana sesuai anggaran, memoles laporan
keuangan, menyembunyikan pelanggaran pada ketentuan perundang- undangan, dan
sebagainya.
Pelanggaran manajemen berbeda dengan “intervensi manajemen” (management
intervention). intervensi manajemen merepresentasikan tindakan penyimpangan
kebijakan dan prosedur untuk tujuan yang baik (legitimate purposes). Intervensi
manajemen diperlukan untuk mengatasi transaksi yang tidak biasa atau kejadian yang
akan diperlakukan secara berbeda oleh sistem pengendalian yang telah didesain.
Intervensi manajemen diperbolehkan dalam setiap pengendalian intern karena tidak ada
satu pun sistem yang bisa mengantisipasi semua kondisi yang ada. Intervensi tersebut
biasanya dilakukan dan didokumentasikan atau diinformasikan pada personel tertentu.
Sementara itu, tindakan pelanggaran manajemen biasanya tidak didokumentasikan atau
diinformasikan, dengan tujuan untuk menutupi tindakan tersebut.
Kolusi. Kolusi, atau permufakatan jahat, yang dilakukan oleh dua atau lebih orang
dapat menggagalkan sebuah sistem pengendalian. Orang-orang yang bertindak secara
kolektif untuk melakukan dan menyembunyikan sebuah tindakan agar tidak terdeteksi
biasanya mengubah data keuangan atau informasi manajemen lainnya sedemikian rupa
sehingga tidak bisa diidentifikasi oleh sistem pengendalian. Kolusi dapat dilakukan oleh
38

antarorang dalam organisasi, atau antara orang dalam organisasi dengan pihak lain,
Halaman
seperti rekanan dan wajib pajak.
Biaya vs Manfaat. Sumber daya selalu memiliki keterbatasan, dan entitas harus
mempertimbangkan biaya relatif dan manfaat yang diperoleh dari pengendalian yang
didesain. Dalam penentuan kebutuhan suatu pengendalian khusus, risiko kegagalan dan
dampak potensial pada entitas harus dipertimbangkan sejalan dengan biaya pembuatan
sistem pengendalian. Sebagai contoh, entitas mungkin tidak perlu membeli sebuah sistem
persediaan yang canggih apabila nilai persediaan tersebut kecil dan jarang digunakan.
Sebaliknya, entitas perlu mendesain pengendalian fisik yang ketat untuk barang-barang
yang mahal, termasuk uang.

b. Sebab dalam Temuan Kepatuhan


Setelah dapat membedakan dengan jelas antara jenis temuan pengendalian intern dan
temuan kepatuhan, kita tentu akan dengan mudah mengidentifikasi penyebab dari temuan
kepatuhan. Berbekal analogi mengenai peristiwa kecelakaan yang telah diuraikan
sebelumnya, penyebab ketidakpatuhan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu
sebab yang sepenuhnya dapat dikendalikan (controllable), sedikit dapat dikendalikan
(partially controllable) dan tidak dapat dikendalikan sama sekali (fully uncotrollable).
Penyebab yang dapat dikendalikan berkaitan dengan orang-orang dalam entitas yang
memiliki fungsi tertentu dalam pencapaian tujuan organisasi. Di sini yang ditekankan adalah
“orang dalam organisasi” karena melalui merekalah tujuan-tujuan organisasi yang telah
ditetapkan dapat dicapai. Sebaliknya, karena mereka juga tujuan-tujuan dimaksud gagal
dicapai. Pendeknya, orang-orang tersebut memiliki kendali penuh atas pencapaian tujuan
organisasi. Dalam konteks ini, kemungkinan yang bisa mengakibatkan kegagalan pencapaian
tujuan adalah kelalaian orang yang melaksanakan tugas. Kelalaian di sini mencakup faktor-
faktor ketidaksengajaan maupun kesengajaan (pengabaian). Mengapa kelalaian? Asumsi
dasar dari orang-orang yang terlibat dalam pencapaian tujuan organisasi adalah terpenuhinya
prasayarat kualitatif terkait kecakapan dan integritas. Orang-orang yang diangkat untuk
tertentu diasumsikan mampu melaksanakan tugas tersebut dengan baik. Mereka tidak boleh
tidak sengaja, lupa, atau bahkan secara sengaja melanggar ketentuan yang harus diikuti
dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya. Jika sesuatu terjadi sehingga tujuan
aktivitasnya tidak tercapai, yang patut disalahkan pertama kali adalah orang yang
bertanggungjawab atas pelaksanaan itu. Di sini, istilah “kelalaian” dipilih untuk
39

merepresentasikan kegagalan orang dalam mengemban tugas dan tanggung jawab


Halaman
organisasi. Menurut saya, kelalaian juga tepat digunakan karena ia merupakan istilah yang
juga digunakan terkait administrasi keuangan negara.
Adakalanya sebuah persoalan terjadi karena adanya faktor-faktor penyebab yang berada
di luar orang-orang dalam organisasi. Faktor-faktor ini biasanya berasal dari lingkungan di luar
organisasi. Dalam hal ini, organisasi memiliki sedikit kendali atau tidak memiliki sama sekali
atas peristiwa yang terjadi. Contoh peristiwa yang mana organisasi memiliki sedikit kendali
antara lain munculnya kebijakan pemerintah pusat atau regulasi baru yang berpengaruh pada
aktivitas yang dijalankan organisasi, misalnya tarif pajak baru dan peraturan pengelolaan
keuangan baru. Terhadap peristiwa ini, organisasi sebenarnya tetap memiliki kendali,
meskipun tidak penuh. Kebijakan baru selalu memunculkan risiko baru. Di sini, organisasi
setidaknya memiliki kemampuan untuk meminimalkan dampak dari risiko perubahan itu.
Apabila organisasi memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola risiko, dampak yang
tidak diinginkan terhadap pencapaian tujuan organisasi tentu dapat dihindari.
Sementara itu, peristiwa yang tidak dapat dikendalikan sama sekali adalah bencana
alam dan bencana sosial. Peristiwa bencana adalah sesuatu yang tidak dapat diperkirakan
keterjadiaan dan dampaknya pada organisasi. Suatu organisasi mungkin memiliki upaya
untuk memitigasi bencana, namun apabila skala bencana yang terjadi jauh di luar perkiraan,
maka ia akan berdampak pada kerugian atau kerusakan organisasi.
Tabel 7. Tingkat Kendali dan Jenis Sebab Temuan Kepatuhan
Tingkat kendali sebab Jenis sebab Contoh
Dapat dikendalikan Kelalaian personel yang § Bendahara menyimpan uang di laci
melaksanakan tugas § Pelaksana kegiatan tidak membuat
bukti pengeluaran
Sedikit dapat Kebijakan pemerintah pusat § Kebijakan akutansi baru
dikendalikan § Peraturan pengelolaan keuangan
baru
Tidak dapat Bencana alam dan bencana § Banjir, gempa bumi , kebakaran
dikendalikan sosial § Kerusuhan, pemogokan massal

c. Sebab dalam Temuan Kinerja


Dalam pemeriksaan kinerja, “sebab” mempunyai dua arti, yang tergantung pada tujuan
pemeriksaan, yaitu:
• Apabila tujuan pemeriksaan adalah untuk menjelaskan mengapa terjadi kinerja yang
40

buruk (atau baik), maka alasan kinerja yang buruk ini disebut dengan “sebab”. Dengan
mengetahui sebab suatu masalah dapat membantu pemeriksa membuat rekomendasi
Halaman
yang bersifat membangun, untuk perbaikan. Oleh karena suatu masalah dapat
merupakan akibat dari sejumlah faktor tertentu, maka rekomendasi dapat lebih
mengena jika pemeriksa secara jelas dapat menunjukkan dan menjelaskan dengan
bukti, kaitan antara masalah dan faktor-faktor yang diidentifikasi sebagai penyebab.
• Apabila tujuan pemeriksaan adalah untuk memperkirakan pengaruh program terhadap
perubahan fisik, sosial, atau ekonomi, maka pemeriksa harus mencari bukti seberapa
jauh program itu menjadi “penyebab” perubahan tersebut.

6. Tanggapan
Pemeriksa harus memperoleh tanggapan tertulis atas hasil pemeriksaan dari pihak
yang bertanggung jawab. Namun demikian, terkait dengan kerahasiaan informasi,
dalam PDTT dalam bentuk pemeriksaan investigatif, pemeriksa tidak meminta
tanggapan. Tanggapan diberikan oleh entitas tidak hanya terkait temuan, melainkan
juga mencakup simpulan dan rekomendasi.

7. Rekomendasi
Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya,
yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan
tindakan dan/atau perbaikan. Rekomendasi yang disusun harus spesifik, terukur, dan
relevan. Rekomendasi diarahkan untuk menghilangkan sebab dan memulihkan
kerugian negara (bila ada).

B. Penyusunan Temuan Pemeriksaan


Bagian ini menyajikan contoh temuan pemeriksaan yang disusun berdasarkan konsep yang
telah dibahas sebelumnya. Contoh yang diberikan lebih menekankan pola pengembangan atau
struktur paragraf. Rumusan temuan pemeriksaan ini dikembangkan dengan
mempertimbangkan proses pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan
kepatuhan sesuai dengan literatur pengauditan (misalnya Arens, dkk. 2012) dan panduan
pemeriksaan dalam Iternational Standards for Supreme Audit Institution (ISSAI).
41
Halaman
1. Temuan Kelemahan Pengendalian Internal dalam Pemeriksaan
Keuangan

Kelemahan Pengendalian pada Pengelolaan Belanja Modal


Pemerintah Kabupaten telah menganggarkan Belanja Modal untuk APBD tahun anggaran
(TA) 2021 sebesar Rp000 miliar. Sampai dengan 31 Desember 2021, anggaran tersebut telah
direalisasikan sebesar Rp000 miliar. Belanja Modal tersebut dialokasikan untuk membiayai
pengadaan berikut.
Tabel 1. Anggaran dan Realisasi Belanja Modal TA 2021 Pemerintah Kabupaten
No Item Belanja Modal Anggaran Realisasi
1 Belanja Modal 1 000,00 000,00
2 Belanja Modal 2 000,00 000,00
3 Belanja Modal 3 000,00 000,00
4 Belanja Modal 4 000,00 000,00
5 Belanja Modal 5 000,00 000,00
Total 000,00 000,00

BPK telah melaksanakan penilaian risiko salah saji pada transaksi Belanja Modal melalui
pemahaman entitas dan lingkungannya dan pemahaman pengendalian internal belanja tersebut3.
Hasil pemahaman atas entitas dan lingkungannya menunjukkan bahwa siklus Belanja Modal
melibatkan dua kegiatan, yaitu pelaksanaan pekerjaan dan pembayaran hasil pekerjaan4.
Selanjutnya, hasil pemahaman pengendalian internal menunjukkan bahwa setiap tahapan dalam
siklus Belanja Modal tersebut memiliki risiko-risiko yang berpotensi menimbulkan salah saji
material. Hasil pemahaman pengendalian internal juga menunjukkan bahwa Pemerintah
Kabupaten telah memiliki rancangan pengendalian untuk memitigasi risiko-risiko dimaksud.
Berbekal pemahaman pengendalian internal ini, BPK kemudian menilai risiko pengendalian
(control risks) untuk setiap tahapan siklus Belanja Modal. Ringkasan hasil pemahaman
pengendalian internal dan risiko pengendaliannya disajikan pada tabel berikut.

3
Tahapan pemeriksaan keuangan harus dilakukan melalui tahap penilaian risiko salah saji material yang dijalankan
dengan pemahaman entitas dan lingkungannya dan pengendalian internal (lihat Lampiran Bagan Proses
42

Pemeriksaan Keuangan)
4
Dua kegiatan dalam siklus ini hanya contoh saja. Pemeriksa dapat mengidentifikasi kegiatan lain yang memang
Halaman

relevan dengan pengelolaan Belanja Modal.


Tabel 2. Penilaian Risiko Salah Saji Transaksi Belanja Modal – Jalan TA 2021
Pemerintah Kabupaten

Tahapan Siklus Risiko Rancangan Pengendalian Tingkat Risiko Asersi


Pengendalian
Pelaksanaan5 Mutu pekerjaan Uji mutu pekerjaan dilakukan Tinggi Akurasi
pekerjaan tidak sesuai sesuai dengan tahapan
spesifikasi pelaksanaan pekerjaan.

Pembayaran6 Pekerjaan Tagihan pembayaran dilampiri Tinggi Keterjadian


dibayar penuh hasil pengujian mutu pekerjaan
meskipun tidak yang otentik (untuk pekerjaan
sesuai dengan konstruksi) atau sertifikat
spesifikasi keaslian produk (untuk pekerjaan
nonkonstruksi)

Sebagai tanggapan atas hasil pemahaman pengendalian internal tersebut, BPK telah
melakukan pengujian pengendalian untuk setiap tahapan siklus Belanja Modal. Pengujian
dilakukan dengan uji petik berdasarkan atribut pengendalian7 yang terindentifikasi dalam
rancangan pengendalian pada setiap tahapan siklus Belanja Modal (attribute sampling).
Semua sampel yang terpilih telah diuji dengan prosedur audit yang relevan, seperti inspeksi
dokumen, inspeksi fisik, observasi, tanya jawab (inquiry), dan prosedur analitis.8 Dari pengujian
tersebut kami menilai bahwa pengendalian internal terkait pengelolaan Belanja Modal pada
Pemerintah Kabupaten lemah9 karena rancangan pengendalian untuk setiap tahapan siklus Belanja
Modal tidak diterapkan. Uraian kelemahan- kelemahan pengendalian tersebut sebagai berikut.10

5
Pada pengujian substantif (test of details of transactions), pemeriksa melakukan prosedur audit (inspeksi fisik, inquiry,
prosedur analitis) untuk memastikan kualitas pekerjaan. Kekurangan volume yang ditemukan harus dilaporkan dalam
temuan kepatuhan.
6
Apabila dalam pengujian substantif (yang dilakukan dengan attribute sampling) dengan uji petik atribut kelengkapan
dokumen disimpulkan bahwa populasi transaksi Belanja Modal tidak dapat diterima, pemeriksa harus melaporkannya
sebagai temuan kepatuhan dan dapat menjadi pertimbangan pengecualian (bila nilai material dan/atau berkaitan dengan
kecurangan).
7
Atribut pengendalian ditentukan dari kolom rancangan pengendalian. Contoh, pengendalian untuk tahap pembayaran
adalah adanya lampiran uji mutu. Keberadaan lampiran ini harus dibukti pemeriksa melalui uji petik Belanja Modal.
8
Prosedur-prosedur ini tepat digunakan untuk pemahaman dan pengujian pengendalian internal.
9
43

Simpulan ini diperoleh melalui tahapan pengujian pengendalian seperti dijelaskan pada Petunjuk Teknis Uji Petik
Pemeriksaan Keuangan.
10
Dalam contoh ini, semua pengendalian lemah. Dengan kata lain, rancangan pengendalian untuk setiap tahapan siklus
Halaman

Belanja Modal tidak efektif, sehingga semuanya harus dilaporkan.


a. Uji mutu pekerjaan tidak dilaksanakan sesuai dengan tahapan pelaksanaan pekerjaan
BPK memilih 30 sampel laporan kemajuan pekerjaan konstruksi untuk diuji
pengendalian terkait kegiatan uji mutu.11 Hasil pengujian sampel menunjukkan sebanyak
delapan12 transaksi yang tidak dilampiri bukti uji mutu yang otentik. BPK melakukan tanya
jawab (inquiry) dengan PPK untuk memastikan keterjadian kegiatan uji mutu dalam
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Hasil tanya jawab dengan PPK menunjukkan bahwa
kegiatan uji mutu tidak dilakukan sesuai dengan tahapan pekerjaan. PPK juga mengakui
bahwa laporan kemajuan dan mutu pekerjaan dibuat hanya untuk memenuhi keperluan
dokumentasi sehingga isi laporan tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.

b. Pembayaran tagihan tidak dilampiri hasil pengujian mutu pekerjaan yang otentik
BPK memilih 50 sampel transaksi pembayaran pekerjaan konstruksi untuk diuji
pengendalian terkait dengan keberadaan bukti uji mutu pekerjaan. Hasil pengujian sampel
menunjukkan bahwa sepuluh sampel pembayaran tidak dilampiri bukti uji mutu pekerjaan.
BPK telah melakukan tanya jawan dengan PPK dan memperoleh informasi bawa uji mutu
pekerjaan sebenarnya selalu dilakukan. PPK menyatakan bahwa tidak semua uji mutu yang
dilakukan oleh penyedia jasa sesuai dengan spesifikasi. Oleh karena itu, PPK memutuskan
untuk tidak melampirkan bukti uji mutu dimaksud agar pembayaran pekerjaan tetap dapat
dilakukan sesuai dengan tahapan pembayaran yang diatur dalam perjanjian.

Kriteria
Kelemahan pengendalian dalam pengelolaan Belanja Modal seperti dijelaskan di atas telah
melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2006 tentang Sistem Pengendalian Inten
Pemerintah (SPIP), khususnya pasal…mengenai Kegiatan Pengendalian. Pasal tersebut menjelaskan
bahwa… . Di samping itu, tidak adanya bukti pelaksanaan kegiatan uji mutu juga bertentangan
dengan klausul dalam perjanjian yang menyatakan bahwa…. . Selanjutnya, pembayaran tagihan yang
tidak dilampiri dengan hasil uji mutu yang otentik juga tidak sesuai dengan... .

11
Anggaplah, jumlah sampel ini diperoleh secara statistik, seperti dijelaskan dalam Petunjuk Teknis Uji Petik Pemeriksaan
44

Keuangan.
12
Angka ini diperoleh dari uji pengendalian. Dalam kasus ini, anggaplah pemeriksa menemukan 8 deviasi atau exceptions,
dan dari pengujian tersebut jumlah deviasi ini melebihi tingkat deviasi yang tertoleransi (tolerable deviation rate atau
Halaman

tolerable exception rate).


Akibat
Dua kelemahan pengendalian internal yang seperti telah dijelaskan di atas, masing-masing,
memiliki akibat sebagai berikut.13
1. Tidak dilaksanakannya uji mutu sesuai dengan tahapan kemajuan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi tersebut mengakibatkan tidak adanya jaminan mutu pekerjaan yang diserahkan.
Hal ini didukung oleh temuan BPK mengenai ketidaksesuaian mutu pekerjaan dengan
spesifikasi yang telah ditentukan dalam perjanjian (lihat Buku 3, Temuan Pemeriksaan
nomor...).14
2. Pembayaran tagihan yang tidak dilampiri bukti uji mutu pekerjaan yang otentik berpotensi
merugikan keuangan daerah karena Pemerintah Kabupaten telah membayar pekerjaan yang
mutunya di bawah standar yang dipersyaratkan. Dalam pengujian substantif, BPK
menemukan sepuluh transaksi pembayaran pekerjaan yang tidak sesuai dengan mutu. (lihat
Buku 3, Temuan Pemeriksaan nomor...).

Sebab
Penyebab kedua kelemahan pengendalian yang telah dijelaskan di atas, masing-masing,
dijelaskan sebagai berikut.15
1. Tidak dilaksanakannya uji mutu sesuai dengan tahapan kemajuan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi disebabkan oleh perintah Kepala OPD selaku Pengguna Anggaran kepada PPK
untuk membuat laporan kemajuan pekerjaan tepat waktu. Hal ini disampaikan PPK kepada
BPK melalui serangkaian tanya jawab yang dilakukan untuk menggali permasalahan
dimaksud. BPK juga telah melakukan tanya jawab kepada Kepala OPD dan memperoleh
informasi bahwa kegiatan uji mutu dan reviu mutu pekerjaan tidak diperlukan karena yang
bersangkuta telah mempercayai kualitas pekerjaan penyedia jasa.
2. Pembayaran tagihan yang tidak dilampiri bukti uji mutu pekerjaan yang otentik disebabkan
oleh perintah Kepala OPD untuk mencairkan semua tagihan sesuai dengan tahapan yang

13
Paparan akibat harus berupa fakta-fakta konsekuen dari permasalahan yang muncul. Fakta-fakta tersebut diperoleh
pemeriksa dari pelaksanaan prosedur pemeriksaan seperti inspeksi, observasi, tanya jawab dan lain sebagainya. Dengan
demikian akibat yang dinyatakan harus dapat dibuktikan kebenarannya, bukan pernyatan spekulatif. Pernyataan akibat
bukan hanya sebaris kalimat, karena harus didukung uraian mengenai buktinya.
14
Pemeriksa memberikan rujukan temuan pada Buku 2 yang telah membuktikan dugaan risiko yang telah diidentifikasi
pada tahap pemahaman dan pengujian pengendalian internal ini. Hal ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan
hubungan antara temuan pengendalian (Buku 2) dan temuan kepatuhan (Buku 3).
15
Sama halnya urian akibat, uraian sebab juga harus didasarkan pada fakta atau bukti yang diperoleh pemeriksa dari
45

prosedur pemeriksaan. Sebab adalah fakta anteseden dari fenomena kelemahan pengendalian. Karena didasarkan pada
fakta, sebab yang dinyatakan di sini tidak boleh berupa pernyataan spekulatif atau dugaan-dugaan pemeriksa yang tidak
Halaman

disertai bukti. Pernyataan sebab juga bukan hanya sebaris kalimat, karena harus didukung uraian mengenai buktinya.
telah diatur dalam perjanjian. Hal ini dijelaskan oleh PPK dalam sesi tanya jawab dengan
BPK. PPK juga menjelaskan bahwa uji mutu yang telah dilakukan tidak selalu memenuhi
batas mutu yang diatur dalam perjanjian. Oleh karena itu, untuk memudahkan proses
pencairan, PPK tidak pernah melampirkannya sesuai arahan Kepala OPD.

Tanggapan Entitas
Terkait dua kelemahan pengendalian tersebut, Bupati menyatakan bahwa... .

Rekomendasi
Untuk memperbaiki kelemahan pengendalian tersebut, BPK memberi rekomendasi kepada
Bupati untuk melakukan hal-hal berikut.
1. Memberi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Kepala OPD yang telah memerintah
PPK untuk melanggar ketentuan mengenai uji mutu dan pengajuan tagihan pekerjaan;
2. Meminta Kepala OPD untuk tidak lagi memberi perintah yang melanggar ketentuan kepada
PPK dan selalu melampirkan bukti uji mutu pekerjaan yang otentik.
3. Memerintah Kepala OPD untuk membuat laporan kegiatan pengawasan pekerjaan dan
pembayaran tagihan pekerjaan dengan menyertakan bukti otentik terkait kegiatan uji mutu
pekerjaan.

46
Halaman
2. Temuan Kepatuhan dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan:

Kelebihan Pembayaran Sebesar Rp500,00 untuk Ketidaksesuaian Spesifikasi Pekerjaan

Kondisi
Pemerintah Kabupaten telah menganggarkan Belanja Modal untuk APBD tahun anggaran (TA)
2021 sebesar Rp000 miliar. Sampai dengan 31 Desember 2021, anggaran tersebut telah direalisasikan
sebesar Rp000 miliar. Belanja Modal tersebut dialokasikan untuk membiayai pengadaan berikut.

Tabel 1. Anggaran dan Realisasi Belanja Modal TA 2021 Pemerintah Kabupaten


No Item Belanja Modal Anggaran Realisasi
1 Belanja Modal 1 000,00 000,00
2 Belanja Modal 2 000,00 000,00
3 Belanja Modal 3 000,00 000,00
4 Belanja Modal 4 000,00 000,00
5 Belanja Modal 5 000,00 000,00
Total 000,00 000,00

Untuk menanggapi risiko salah saji material yang disebabkan oleh kelemahan yang telah
diidentifikasi pada tahap pengujian pengendalian (lihat Buku 2, Temuan Pemeriksaan nomor…), BPK
telah melakukan pengujian terinci atas transaksi Belanja Modal. Pengujian terinci ini bertujuan untuk
mengidentifikasi salah saji material, baik yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan, pada
transaksi belanja tersebut. Salah saji di sini diartikan sebagai perbedaan antara realisasi Belanja Modal
dengan nilai barang modal yang diserahkan penyedia jasa kepada Pemerintah Kabupaten. Oleh karena
itu, BPK memusatkan perhatian pada asersi ketepatan (accuracy), yaitu pernyataan bahwa laporan
keuangan telah menyajikan nilai yang didasarkan pada perhitungan yang tepat.
Pengujian asersi tersebut dilakukan dengan menggunakan sampel yang telah dipilih untuk
pengujian pengendalian, yaitu 50 transaksi pembayaran tagihan pekerjaan konstruksi.16 Pengujian
sampel tersebut dilakukan dengan melaksanakan prosedur pemeriksaan inspeksi dokumen, inspeksi
fisik, tanya jawab, penghitungan kembali dan prosedur analitis.17 Hasil pengujian terinci atas transaksi
Belanja Modal tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian mutu pekerjaan dengan standar mutu
yang telah diatur dalam perjanjian. Penjelasan selengkapnya atas temuan tersebut disajikan sebagai
berikut.

16
Pengujian terinci dapat dilakukan atas sampe yang dipilih untuk pengujian pengendalian. Hal ini disebut sebagai dual
47

purpose test dan dilakukan untuk menghemat waktu sehingga kegiatan pengujian lebih efisien.
17
Jenis prosedur pemeriksaan yang dinyatakan di sini harus disesuaikan dengan prosedur yang memang telah dilaksanakan
Halaman

selama pengujian terinci.


Pengujian terinci dilakukan dengan menindaklanjuti sepuluh deviasi yang ditemukan dalam
pengujian pengendalian18, yaitu dokumen-dokumen pembayaran tagihan pekerjaan konstruksi yang
tidak disertai bukti uji mutu yang otentik. Tindak lanjut pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi fisik
yang terkait dengan sepuluh transaksi pembayaran tersebut. Dari identifikasi BPK, sepuluh transaksi
pembayaran dimaksud berkaitan dengan sepuluh pekerjaan konstruksi yang berbeda, dengan jumlah
nilai pekerjaan sebesar Rp000,00. Perinciannya sebagai berikut.

Tabel 2 Sepuluh Pekerjaan Sampel Pengujian Terinci Transaksi Belanja Modal


No Nama Kegiatan19 Pelaksana Nilai Pekerjaan
1 Pembangunan Jalan 1 PT A 000,00
2 Pembangunan Jalan 2 PT B 000,00
3 Pembangunan Jalan 3 PT C 000,00
4 Pembangunan Jalan 4 PT D 000,00
5 Pembangunan Jalan 5 PT E 000,00
6 Pembangunan Jalan 6 PT F 000,00
7 Pembangunan Jalan 7 PT G 000,00
8 Pembangunan Jalan 8 PT H 000,00
9 Pembangunan Jalan 9 PT I 000,00
10 Pembangunan Jalan 10 PT J 000,00
Total 000,00

BPK telah melakukan uji mutu pada semua ruas jalan tersebut dengan cara mengambil dan
mengambil sampel ke laboratorium pekerjaan umum yang ditunjuk oleh BPK. Hasil pengujian sampel
tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian mutu jalan dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
pada lima ruas jalan, dengan rincian kekurangan sebagai berikut.

Tabel 3 Sepuluh Pekerjaan Sampel Pengujian Terinci Transaksi Belanja Modal


No Nama Kegiatan 20 Pelaksana Nilai Kekurangan21
1 Pembangunan Jalan 1 PT A 000,00
2 Pembangunan Jalan 3 PT C 000,00
3 Pembangunan Jalan 4 PT D 000,00
4 Pembangunan Jalan 7 PT G 000,00
5 Pembangunan Jalan 9 PT I 000,00
Total 500,00

18
Jumlah item terpilih ini didasarkan pada item yang ditemukan menyimpang (deviasi) pada tahap pengujian pengendalian
(lihat kelemahan pengendalian nomor 2).
19
Anggaplah, sepuluh kegiatan terpilih semuanya berkaitan dengan pekerjaan konstruksi. Dalam praktik, pemeriksa bisa
saja memperoleh sampel kegiatan yang bervariasi, bergantung pada metode pemilihan sampelnya.
20
Anggaplah, dari sepuluh kegiatan yang diuji, pemeriksa menemukan ketidaksesuaian spesifikasi pada lima pekerjaan.
Ketidaksesuaian ini diketahui berdasarkan hasil uji laboratorium. Artinya, lima pekerjaan lainnya telah memenuhi
spesifikasi meskipun tidak dilampiri bukti uji mutu.
48

21
Dalam pengujian terinci, nilai kekurangan ini menjadi dasar penghitungan salah saji. Dengan menggunakan langkah
pengujian sesuai Petunjuk Pelaksanaan Uji Petik Pemeriksan Keuangan, pemeriksa akan memperoleh hasil evaluasi
Halaman

apakah salah saji ini berdampak material pada transaksi Belanja Modal.
Dari inspeksi dokumen pembayaran pekerjaan, BPK menemukan bahwa kelima pekerjaan tersebut
telah dibayar lunas sebesar nilai yang dimuat dalam perjanjian (lihat Tabel 1). Dengan demikian,
Pemerintah Kabupaten telah membayar Rp500 lebih besar daripada nilai pekerjaan sesungguhnya.

Kriteria
Pembayaran pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi tersebut tidak sesuai dengan klausul
perjanjian yang menyatakan bahwa ……(cari kriteria terkait dengan kelengkapan dokumen tagihan
pekerjaan yang mengharuskan dilampirkannya bukti uji mutu.

Akibat
Pembayaran pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi mengakibatkan kerugian daerah
sebesar Rp500 karena Pemerintah Kabupaten telah menerima prestasi pekerjaan dari penyedia jasa di
bawah nilai yang telah dinyatakan dalam perjanjian. Dari hasil analisis salah saji22, kelebihan
pembayaran tersebut berdampak material pada akun Belanja Modal.

Sebab
Untuk mengetahui penyebab permasalahan kelebihan pembayaran tersebut, BPK melakukan
tanya jawab dengan Bendahara Pengeluaran dan memperoleh informasi bahwa pembayaran yang
dilakukannya memang tidak melihat kelengkapan dokumen tagihan. Hal ini dilakukan karena
mengikuti arahan Kepala OPD. Dalam tanya jawab yang dilakukan secara terpisah, Kepala OPD
membenarkan pernyataan Bendahara Pengeluaran mengenai perintah Bupati terkait pembayaran
pekerjaan konstruksi di Kabupaten.
BPK menindaklanjuti pernyataan Kepala OPD dengan meminta keterangan Bupati terkait
permasalahan tersebut. Bupati menyatakan bahwa ia menjamin bahwa penyedia jasa yang terpilih
mampu memenuhi perjanjian. Namun demikian, Bupati mengakui telah memberikan arahan kepada
Kepala OPD untuk tidak mempermasalahkan bukti uji mutu dalam tagihan pembayaran.

Tanggapan Entitas
Bupati menyetujui temuan BPK… .

22
Hasil ini bisa diperoleh dengan menggunakan teknik uji petik, seperti dijelaskan dalam Petunjuk Pelaksanaan Uji Petik
49

Pemeriksaan Keuangan. Dalam contoh ini, anggaplah hasilnya menunjukkan bahwa salah saji tersebut material. Akibat
salah saji pada akun ini harus dinyatakan karena SPKN 2017 meminta pemeriksa untuk menyatakan dampak temuan
Halaman

pada laporan keuangan.


Rekomendasi
BPK memberi rekomendasi kepada Bupati agar:
1. Menegakkan integritas pengelolaan keuangan daerah dengan mematuhi semua ketentuan yang
berlaku;
2. Memerintah Kepala OPD untuk selalu mematuhi semua klausul dalam perjanjian dan peraturan
perundangan yang mengatur tentang kelengkapan syarat-syarat pembayaran pekerjaan;
3. Memerintah Kepala OPD untuk mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran pekerjaan
dengan menyetorkan uang sejumlah Rp500,00.23

23
Rekomendasi ini diberikan dengan asumsi bahwa ketidaksesuaian dengan spesifikasi masih dalam batas yang dapat
diterima dari perspektif ilmu teknik sipil (masih bisa ditoleransi). Namun, apabila nilai atau tingkat ketidaksesuaiannya
50

sudah melebihi batas yang ditentukan, BPK dapat meminta ahli untuk menjelaskan dampaknya. Apabila ketidaksesuaian
itu berdampak pada kekuatan struktur dan umur teknis jalan, maka rekomendasi untuk membangun kembali dapat
dilakukan. Namun, kondisi kedua ini tidak lazim di BPK, meskipun secara ilmiah pendapat ini dapat
Halaman

dipertanggungjawabkan secara hukum dan teknik.


3. Temuan dalam Pemeriksaan Kinerja

Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat pada Desa Penerima Bantuan Fasilitas


MCK

Kondisi
Pada tahun anggaran (TA) 2021, Pemerintah Kabupaten telah menerima bantuan dari
Pemerintah Pusat melalui Dana Alokasi Khusus sebesar Rp000,00 untuk melaksanakan Program
Masyarakat Sehat yang dilaksanakan, salah satunya, melalui kegiatan Pembangunan Fasilitas Mandi
Cuci Kakus (MCK) Umum untuk masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Program tersebut
bertujuan untuk menanggulangi permasalahan kesehatan yang sering diderita oleh masyarakat di
wilayah tersebut. Program ini diluncurkan sebagai tanggapan atas hasil penelitian Dinas Kesehatan
Pemerintah Kabupaten yang menemukan bahwa tingkat kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar
bantaran sungai lebih rendah dibandingkan dengan yang tinggal di wilayah lain. Penelitian itu
mengungkapkan bahwa penyakit yang diderita masyarakat di wilayah sungai berkaitan dengan
kebiasaan masyarakat yang melakukan aktivitas sehari-hari, seperti mandi, cuci, dan buang hajat, di
sungai yang terletak di sekitara tempat tinggal mereka. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 90%
masyarakat di sekitar sungai tidak memiliki fasilitas MCK sendiri. Pemerintah Kabupaten berharap
bahwa peluncuran program ini dapat meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat yang tinggal di
sekitar sungai.
Pembangunan Fasilitas MCK Umum tersebut ditujukan pada 12 desa yang berada di lima
kecamatan di Kabupaten. Fasilitas MCK yang dibangun berjumlah 34 paket yang diharapkan dapat
melayani 340 orang penduduk. Dari Buku Program diketahui bahwa satu paket fasilitas MCK terdiri
dari sumur pompa, bak penampung air, lima jamban, lima kamar mandi, dan fasilitas pembuangan
kotoran. Pembangunan fasilitas MCK dijelaskan dalam rincian berikut.

Tabel 1. Alokasi Fasilitas MCK dan Cakupan Pengguna yang Dilayani


No Desa, Kecamatan Jumlah Fasilitas Jumlah Penduduk yang Jumlah Kepala
MCK Dilayani Fasilitas MCK Keluarga
1 Desa 1, Kecamatan A 2 20 5
2 Desa 2, Kecamatan A 3 30 5
3 Desa 3, Kecamatan B 5 50 7
4 Desa 4, Kecamatan B 2 20 6
5 Desa 5, Kecamatan C 2 20 7
6 Desa 6, Kecamatan C 3 30 8
51

7 Desa 7, Kecamatan C 4 40 11
Halaman

8 Desa 8, Kecamatan D 1 10 4
No Desa, Kecamatan Jumlah Fasilitas Jumlah Penduduk yang Jumlah Kepala
MCK Dilayani Fasilitas MCK Keluarga
9 Desa 9, Kecamatan D 3 30 14
10 Desa 10, Kecamatan E 2 20 4
11 Desa 11, Kecamatan E 3 30 7
12 Desa 12, Kecamatan E 4 40 12
Total 34 340 90
Sumber: Buku Program

Pemeriksaan atas kegiatan Pembangunan Fasilitas MCK Umum ini dilakukan BPK untuk
menilai keefektifan program tersebut. Untuk itu, pemeriksaan kinerja ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan hasil (result approach) yang menitikberatkan pada penilaian hasil sebuah
kegiatan. BPK melakukan penilaiam keefektifan program dilakuan dengan mengukur cakupan
penggunaan fasilitas MCK oleh masyarakat di desa yang memperoleh alokasi pembangunan fasilitas
tersebut. Untuk mencapai tujuan pemeriksaan ini, BPK telah mengumpulkan data primer dengan
metode observasi, inspeksi, survei, wawancara, dan diskusi fokus berkelompok. BPK juga
menggunakan data sekunder yang berasal dari dokumen-dokumen terkait Program. Responden yang
terlibat dalam pemeriksaan ini adalah Bupati, Kepala Dinas Kesehatan dan pelaksana program, dan
penduduk desa. Dari hasil pengumpulan dan evaluasi data yang dilakukan selama 50 hari, BPK
menyimpulkan bahwa program tersebut belum efektif. Hal ini terlihat dari tingkat penggunaan fasilitas
MCK yang masih di bawah 50 persen.
Untuk memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan kegiatan pembangunan fasilitas MCK,
BPK telah mewawancarai Bupati dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten. Dalam wawancara tersebut,
Bupati menyatakan bahwa program ini termasuk prioritas karena kebiasaan masyarakat di bantaran
sungai untuk memenuhi kebutuhan kebersihan pribadi telah berkorelasi pada rendahnya tingkat
kesehatan pada 12 desa yang menjadi target program. Hal serupa juga di sampaikan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten. Yang bersangkutan menyatakan bahwa program ini diharapkan punya dampak
pada peningkatan derajat kesehatan setelah fasilitas MCK dibangun tahun 2018 itu. Kepala Dinas
Kesehatan optimis bahwa masyarakat akan menyambut baik kebjakan Bupati ini dengan mengubah
kebiasaan di bidang kesehatan melalui penggunaan fasilitas MCK.
BPK telah melakukan observasi untuk melihat penggunaan fasilitas MCK oleh masyarakat.
Observasi tersebut dilakukan secara tertutup (covert) dan langsung (direct). Penggunakan observasi
tertutup dan langsung dimaksudkan untuk memperoleh gambaran alamiah terkait penggunaan fasilitas
MCK oleh masyarakat. Observasi dilakukan selama tiga hari berturut-turut untuk memperoleh
gambaran mengenai konsistensi penggunaan fasilitas MCK. Observasi dilakukan oleh enam
52

pemeriksa, jadi setiap pemeriksa melakukan observasi pada dua desa. Hasil observasi menunjukkan
Halaman
tidak semua masyarakat desa aktif menggunakan fasilitas MCK. Dari 12 desa, BPK menemukan bahwa
masyarakat yang berada di Kecamatan 4 dan Kecamatan 5 tidak banyak menggunakan MCK. Dari
observasi diketahui bahwa fasilitas MCK di Desa 8, 9, 10, 11, dan 12 hanya digunakan oleh kurang
dari 5 orang per hari; sebagian besar masih pergi ke sungai untuk melakukan kegiatan MCK.
BPK juga melakukan survei kepada 90 kepala keluarga yang tersebar di seluruh desa yang
dilayani oleh fasilitas MCK. Survei tersebut dilakukan untuk menjaring pendapat masyarakat
mengenai tingkat kepuasan masyarakat atas fasilitas MCK, frekuensi penggunaan MCK, frekuensi
penggunaan sungai untuk memenuhi kebutuhan kebersihan diri. Berikut ini statistik deskriptif hasil
survei dimaksud.

PUAS TIDAK
PUAS

1 1 1 2

4 14
5 7 8 4 7 12
JUMLAH KEPALA KELUARGA

4 6 5 9

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12
DES
A
Grafik 1. Tingkat Kepuasan Masyarakan pada Fasilitas MCK

Grafik 1 menunjukkan ringkasan survei tingkat kepuasan masyarakat pada fasilitas MCK yang
dibangun pada 12 desa. Grafik tersebut menunjukkan bahwa 67 dari 90 kepala keluarga (KK) merasa
puas dengan pembangunan MCK di desa mereka, sedangkan sebesar 23 KK menyatakan tidak puas.
Hal yang menarik dari Grafik 1 yaitu sikap ketidakpuasan yang ditunjukkan oleh 28 KK yang
semuanya berada di Desa 8 (4 KK) dan Desa 9 (14 KK).

53
Halaman
Grafik 2 Frekuensi Penggunaan Fasilitas MCK

Ketidakpuasan masyarakat Desa 8 dan Desa 9 terhadap fasilitas MCK konsisten dengan
frekuensi penggunaan mereka pada fasilitas tersebut. Grafik 2 di bawah ini menunjukkan bahwa hanya
2 KK yang berada di Desa 9 yang menggunakan MCK, sedangkan sisanya, 4 KK di Desa 8 dan 12 KK
di Desa 9 (12 KK) sama sekali tidak pernah menggunakannya. Namun demikian, hasil survei mengenai
frekuensi penggunaan MCK juga menunjukkan fakta menarik karena penduduk di Desa 10, Desa 11,
dan Desa 12 yang semuanya menyatakan puas ternyata banyak yang tidak menggunakan fasilitas MCK
yang dibangun di desa mereka. Bahkan, semua penduduk di desa 12 tidak ada satu pun yang
menggunakan fasilitas MCK. Sama dengan penduduk di Desa 8 dan Desa 9, penduduk di Desa 10,
Desa 11, dan Desa 12 lebih sering menggunakan sungai untuk memenuhi kebutuhan mandi, cuci, dan
kakus. Hal ini terlihat dari hasil survei mengenai frekuensi penggunaan sungai setelah fasilitas MCK
dibangun, seperti terlihat pada Grafik 3.
Grafik 3 Frekuensi Penggunaan Sungai setelah Fasilitas MCK Dibangun
1.
2. TIDAK PERNAH JARANG SERING
3.
4.
5.
JUMLAH KEPALA KELUARGA

6.
7.
2
8.
9.
1 14
1 1 11
1 8 9 3
7
5 5 5 4
4 1 3
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
54

DESA

Grafik 3. Frekuensi Penggunaan Sungai setelah Fasilitas MCK Dibangun


Halaman
Untuk mengetahui alasan-alasan masyarakat desa yang tidak menggunakan fasilitas MCK dan
tetap pergi ke sungai untuk kegiatan kebersihan diri, BPK mewawancarai 10 orang yang dipilih secara
acak dari Desa 8 (1 orang), Desa 9 (3 orang), Desa 10 (1 orang), Desa 11 (2 orang), dan Desa 12 (3
orang).
Hasil wawancara dengan responden terpilih menunjukkan bahwa mereka lebih suka
memanfaatkan sungai sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan kebersihan sehari-hari. Mereka juga
menyatakan bahwa sungai di desa mereka cukup bersih dan mudah dijangkau sehinga tidak
mempermasalahkan ketiadaan fasilitas MCK. Dari data deskriptif tersebut BPK menyimpulkan bahwa
Pembangunan Fasilitas MCK Umum telah mampu mengubah kebiasaan sebagian besar masyarakat
desa untuk beralih dari sungai dan memulai pola hidup bersih dengan menggunakan fasilitas
kebersihan dan kesehatan yang telah disediakan oleh Pemerintah Kabupaten. Survei BPK
menunjukkan bahwa dari 90 KK yang tersebar di 12 Desa, 69 (atau 76,67%) di antaranya telah beralih
ke MCK; dari angka ini, 44 KK menyatakan sering menggunakan MCK dan 25 jarang menggunakan
MCK. Sisanya, 21 KK (atau 23,33%) menyatakan tidak pernah menggunakan MCK (lihat Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi Penggunaan Fasilitas MCK


Desa Tidak Pernah Jarang Sering
1 5
2 1 4
3 1 6
4 1 5
5 7
6 8
7 2 9
8 4
9 12 2
10 1 3
11 3 4
12 12
Total 21 25 44

Kriteria
Meskipun dapat mengubah sebagian besar perilaku kesehatan masyarakat (lebih dari 75%),
kegiatan Pembangunan Fasilitas MCK Umum tersebut belum mencapai target Pemerintah Kabupaten.
Dalam Buku Program Pemerintah Kabupaten dinyatakan bahwa tahun 2019 semua atau 100%
penduduk di 12 Desa tersebut diharapkan sudah menggunakan Fasilitas MCK dan tidak lagi
55

menggunakan sungai untuk memenuhi kebutuhan kebersihan diri dan keluarga.


Halaman
Akibat
Secara umum, pembangunan fasilitas MCK pada 12 desa di Kabupaten telah berhasil
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setempat, yang ditunjukkan dari penurunan frekuensi
kunjungan pasien ke puskesmas. Dari data kunjungan pasien,24 Puskesmas yang dihimpun oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten diketahui bahwa total kunjungan pasien yang sakit dari 12 desa selama tahun
2021 lebih rendah daripada kunjungan tahun sebelumnya (turun 47%). Hal ini berarti masyarakat di
sekitar sungai tidak lagi rentan sakit karena telah menggunakan MCK dan tidak lagi pergi ke sungai
untuk memenuhi kebutuhan kebersihan diri dan keluarga. Sayangnya, ketika data tersebut dirinci,
kenaikan derajat kesehatan, yang ditunjukkan dari penurunan frekuensi kunjungan, hanya terjadi pada
tujuh desa saja yang memang telah beralih ke MCK, sedangkan derajat kesehatan pada lima desa
lainnya cenderung stagnan (lihat Tabel 3).

Tabel 3. Data Pasien pada Lima Puskesmas


Jumlah penduduk
Jumlah yang berobat di Kenaikan
No Desa Penduduk Puskesmas Puskesmas (Penurunan)
setempat
2018 2019
1 Desa 1, Kecamatan A 20 Puskesmas A 10 5 -50%
2 Desa 2, Kecamatan A 30 Puskesmas A 15 2 -87%
3 Desa 3, Kecamatan B 50 Puskesmas B 25 4 -84%
4 Desa 4, Kecamatan B 20 Puskesmas B 18 1 -94%
5 Desa 5, Kecamatan C 20 Puskesmas C 18 2 -89%
6 Desa 6, Kecamatan C 30 Puskesmas C 20 1 -95%
7 Desa 7, Kecamatan C 40 Puskesmas C 30 5 -83%
8 Desa 8, Kecamatan D 10 Puskesmas D 10 10 0%
9 Desa 9, Kecamatan D 30 Puskesmas D 28 27 -4%
10 Desa 10, Kecamatan E 20 Puskesmas E 15 16 7%
11 Desa 11, Kecamatan E 30 Puskesmas E 27 26 -4%
12 Desa 12, Kecamatan E 40 Puskesmas E 30 31 3%
Total 340 246 130 -47%
Sumber: Hasil inspeksi BPK

Tabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat kunjungan pasien dari Desa 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7
selama 2021 mengalami penurunan antara 50% sampai dengan 95% dibandingkan tahun 2018. Namun,
untuk tingkat kunjungan masyarakat dari Desa 8, 9, 10, 11, dan 12 maksimal turun 4%, bahkan ada
yang meningkat 7% dibandingkan tahun 2018.
56

24
Anggaplah kunjungan ini terkait dengan penyakit yan disebabkan oleh penggunaan air sungai.
Halaman
Sebab
Dalam pemeriksaan ini, BPK telah mengidentifikasi penyebab utama sebagian penduduk,
terutama di lima desa tersebut. Penyebab tersebut telah teridentifikasi melalui inspeksi dan wawancara.
Dari inspeksi, BPK menemukan bahwa tidak tercapainya target Pemerintah Kabupaten terkait
pemanfaatan fasilitas MCK tersebut disebabkan oleh tidak berfungsinya sepenuhnya karena adanya
kerusakan pada pompa, pintu kamar mandi, dan air yang keruh. Hal ini terjadi pada Desa 8, Desa 9,
dan Desa 10 (lihat Tabel 3).
Tabel 4. Kondisi Fisik Fasilitas MCK
No Desa, Kecamatan Jumlah Fasilitas Kondisi MCK
MCK
1 Desa 1, Kecamatan A 2 Berfungsi sepenuhnya
2 Desa 2, Kecamatan A 3 Berfungsi sepenuhnya
3 Desa 3, Kecamatan B 5 Berfungsi sepenuhnya
4 Desa 4, Kecamatan B 2 Berfungsi sepenuhnya
5 Desa 5, Kecamatan C 2 Berfungsi sepenuhnya
6 Desa 6, Kecamatan C 3 Berfungsi sepenuhnya
7 Desa 7, Kecamatan C 4 Berfungsi sepenuhnya
8 Desa 8, Kecamatan D 1 Fungsi terbatas, pompa rusak
9 Desa 9, Kecamatan D 3 Fungsi terbatas, pintu rusak
10 Desa 10, Kecamatan E 2 Fungsi terbatas, air keruh
11 Desa 11, Kecamatan E 3 Berfungsi sepenuhnya, lokasi jauh
12 Desa 12, Kecamatan E 4 Berfungsi sepenuhnya, lokasi jauh
Total 34 340
Sumber: Hasil inspeksi BPK

Di samping itu, tidak tertariknya penduduk untuk menggunakan fasilitas MCK juga
disebabkan oleh jauhnya lokasi MCK dari rumah penduduk (Desa 11 dan Desa 12) (lihat Tabel 2).
Hasil observasi BPK menunjukkan bahwa rumah penduduk di kedua desa tersebut justru lebih dekat
dengan sungai. Lima orang penduduk yang diwawancarai menyatakan bahwa mereka lebih baik
menggunakan sungai karena alasan kedekatan dan airnya yang menurut mereka relatif jernih.
57
Halaman
Tanggapan
Bupati menerima hasil pemeriksaan kinerja dan berjanji akan melaksanakan semua
rekomendasi BPK. Dst…

Rekomendasi
BPK memberi rekomendasi kepada Bupati untuk melakukan hal-hal berikut.
1. Mendorong partisipasi masyarakat untuk menjaga fasilitas MCK bantuan Pemerintah Kabupaten.
2. Melakukan edukasi dan persuasi kepada masyarakat yang belum mau menggunakan fasilitas
MCK.

58
Halaman
4. Temuan dalam Pemeriksaan Kepatuhan25

Kelebihan Pembayaran Sebesar Rp500,00 atas Ketidaksesuaian Spesifikasi Pekerjaan

Kondisi26
Pemerintah Kabupaten telah menganggarkan Belanja Modal untuk APBD Tahun Anggaran (TA)
2021 sebesar Rp000 miliar. Sampai dengan 31 Desember 2021, anggaran tersebut telah direalisasikan
sebesar Rp000 miliar. Belanja Modal tersebut dialokasikan untuk membiayai pengadaan berikut.

Tabel 1. Anggaran dan Realisasi Belanja Modal TA 2019 Pemerintah Kabupaten


No Item Belanja Modal Anggaran Realisasi
1 Belanja Modal 1 000,00 000,00
2 Belanja Modal 2 000,00 000,00
3 Belanja Modal 3 000,00 000,00
4 Belanja Modal 4 000,00 000,00
5 Belanja Modal 5 000,00 000,00
Total 000,00 000,00

Untuk menanggapi risiko ketidakpatuhan yang material yang disebabkan oleh kelemahan yang
telah diidentifikasi pada tahap pengujian pengendalian (lihat Buku 2, Temuan Pemeriksaan nomor…),
BPK telah melakukan pengujian terinci atas transaksi Belanja Modal.27 Pengujian terinci ini bertujuan
untuk mengidentifikasi ketidakpatuhan yang material, baik yang disebabkan oleh kesalahan maupun
kecurangan, pada transaksi belanja tersebut. Pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan sampel
yang telah dipilih untuk pengujian pengendalian, yaitu 50 transaksi pembayaran tagihan pekerjaan
konstruksi. Pengujian sampel tersebut dilakukan dengan melaksanakan prosedur pemeriksaan inspeksi

25
Contoh ini pada dasarnya sama dengan contoh temuan kepatuhan pada pemeriksaan keuangan. Namun, karena tujuan
pemeriksaan kepatuhan (PDTT) adalah menilai kepatuhan subject matter pada peraturan, simpulannya akan berupa
opini mengenai tingkat kepatuhan (patuh atau tidak patuh). Oleh karena itu, temuan kepatuhan dalam PDTT lebih
berorientasi pada risiko ketidakpatuhan, bukan risiko salah saji. Ukurannya adalah peraturan tentang subject matter,
bukan SAP.
26
Proses pemeriksan kepatuhan pada dasarnya sama dengan pemeriksaan keuangan. Pemeriksa terlebih dulu harus menilai
risiko ketidakpatuhan, yang terdiri dari pemahaman entitas dan pengendalian internal, lalu dilanjutkan dengan tanggapan
atas risiko ketidakpatuhan yang dilakukan dengan pengujian pengendalian dan pengujian substantif. Untuk pengujian
substantif, pemeriksa akan mencari bukti-bukti ketidakpatuhan melalui pemilihan dan evaluasi sampel pemeriksaan
dengan berfokus pada item-item ketidakpatuhan. Dari berbagai temuan ketidakpatuhan, pemeriksa pada akhirnya juga
akan memberikan opini mengenai kepatuhan pada peraturan.
59

27
Jenis prosedur pemeriksaan yang dinyatakan di sini harus disesuaikan dengan prosedur yang memang telah dilaksanakan
selama pengujian terinci.
Halaman
dokumen, inspeksi fisik, tanya jawab, dan penghitungan kembali.28 Hasil pengujian terinci atas transaksi
Belanja Modal tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian mutu pekerjaan dengan standar mutu yang
telah diatur dalam perjanjian. Penjelasan selengkapnya atas temuan tersebut disajikan sebagai berikut.
Pengujian terinci dilakukan dengan menindaklanjuti sepuluh deviasi yang ditemukan dalam
pengujian pengendalian, yaitu dokumen-dokumen pembayaran tagihan pekerjaan konstruksi yang tidak
disertai bukti uji mutu yang otentik.29 Tindak lanjut pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi fisik yang
terkait dengan sepuluh transaksi pembayaran tersebut. Dari identifikasi BPK, sepuluh transaksi
pembayaran dimaksud berkaitan dengan sepuluh pekerjaan konstruksi yang berbeda, dengan jumlah
nilai pekerjaan sebesar Rp000,00. Rinciannya sebagai berikut.

Tabel 1 Sepuluh Pekerjaan yang Menjadi Sampel Pengujian Terinci Transaksi Belanja Modal

No Nama Kegiatan34 Pelaksana Nilai Pekerjaan


1 Pembangunan Jalan 1 PT A 000,00
2 Pembangunan Jalan 2 PT B 000,00
3 Pembangunan Jalan 3 PT C 000,00
4 Pembangunan Jalan 4 PT D 000,00
5 Pembangunan Jalan 5 PT E 000,00
6 Pembangunan Jalan 6 PT F 000,00
7 Pembangunan Jalan 7 PT G 000,00
8 Pembangunan Jalan 8 PT H 000,00
9 Pembangunan Jalan 9 PT I 000,00
10 Pembangunan Jalan 10 PT J 000,00
Total 000,00

BPK telah melakukan uji mutu pada semua ruas jalan tersebut dengan cara mengambil dan
mengambil sampel ke laboratorium pekerjaan umum yang ditunjuk oleh BPK. Hasil pengujian sampel
tersebut menunjukkan adanya ketidaksesuaian mutu jalan dengan spesifikasi yang telah ditetapkan pada
lima ruas jalan, dengan rincian kekurangan sebagai berikut.

28
Jumlah item terpilih ini didasarkan pada item yang ditemukan menyimpang (deviasi) pada tahap pengujian
60

pengendalian.
29
Anggaplah, sepuluh kegiatan terpilih semuanya berkaitan dengan pekerjaan konstruksi. Dalam praktik, pemeriksa bisa
Halaman

saja memperoleh sampel kegiatan yang bervariasi, bergantung pada metode pemilihan sampelnya
Tabel 2 Sepuluh Sampel Pekerjaan dalam Pengujian Terinci Transaksi Belanja Modal
No Nama Kegiatan Pelaksana Nilai
Penyimpangan30
1 Pembangunan Jalan 1 PT A 000,00
2 Pembangunan Jalan 2 PT B 000,00
3 Pembangunan Jalan 3 PT C 000,00
4 Pembangunan Jalan 4 PT D 000,00
5 Pembangunan Jalan 5 PT E 000,00
6 Pembangunan Jalan 6 PT F 000,00
7 Pembangunan Jalan 7 PT G 000,00
8 Pembangunan Jalan 8 PT H 000,00
9 Pembangunan Jalan 9 PT I 000,00
10 Pembangunan Jalan 10 PT J 000,00
Total 500,00

Dari inspeksi dokumen pembayaran pekerjaan, BPK menemukan bahwa kelima pekerjaan
tersebut telah dibayar lunas sebesar nilai yang tertuang dalam perjanjian (lihat Tabel 1). Pelunasan
tersebut memunculkan perbedaan antara nilai pekerjaan sesungguhnya yang lebih kecil daripada nilai
pembayaran. Dengan demikian, Pemerintah Kabupaten telah membayar Rp500 lebih besar daripada
nilai pekerjaan sesungguhnya.

Kriteria
Pembayaran pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi tersebut tidak sesuai dengan klausul
perjanjian yang menyatakan bahwa ……(cari kriteria terkait dengan kelengkapan dokumen tagihan
pekerjaan yang mengharuskan dilampirkannya bukti uji mutu.

Akibat
Pembayaran pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi mengakibatkan kerugian daerah
sebesar Rp500 karena Pemerintah Kabupaten telah menerima prestasi pekerjaan dari penyedia jasa di
bawah nilai yang telah dinyatakan dalam perjanjian. Dari hasil analisis ketidakpatuhan, kelebihan
pembayaran tersebut berdampak material pada ketidakpatuhan akun Belanja Modal.31

30
Dalam pengujian terinci, nilai kekurangan ini menjadi dasar penghitungan salah saji. Dengan menggunakan langkah
pengujian sesuai Petunjuk Pelaksanaan Uji Petik Pemeriksan Keuangan, pemeriksa akan memperoleh hasil evaluasi
61

apakah salah saji ini berdampak material pada transaksi Belanja Modal.
31
Teknik uji petik dalam Petunjuk Pelaksanaan Uji Petik Pemeriksaan Keuangan dapat digunakan untuk membuat simpulan
mengenai ketidakpatuhan material dalam pemeriksaan kepatuhan. Dalam contoh ini, anggaplah hasilnya menunjukkan
Halaman

bahwa ketidakpatuhan tersebut material bagi pengelolaan Belanja Modal.


Sebab
Untuk mengetahui penyebab permasalahan kelebihan pembayaran tersebut, BPK melakukan
tanya jawab dengan Bendahara Pengeluaran dan memperoleh informasi bahwa pembayaran yang
dilakukannya memang tidak melihat kelengkapan dokumen tagihan. Hal ini dilakukan karena mengikuti
arahan Kepala OPD. Dalam tanya jawab yang dilakukan secara terpisah, Kepala OPD membenarkan
pernyataan Bendahara Pengeluaran mengenai perintah Bupati terkait pembayaran pekerjaan konstruksi
di Kabupaten.
BPK menindaklanjuti pernyataan Kepala OPD dengan meminta keterangan Bupati terkait
permasalahan tersebut. Bupati menyatakan bahwa ia menjamin bahwa penyedia jasa yang terpilih
mampu memenuhi perjanjian. Namun demikian, Bupati mengakui telah memberikan arahan kepada
Kepala OPD untuk tidak mempermasalahkan bukti uji mutu dalam tagihan pembayaran.

Tanggapan Entitas
Bupati menyetujui temuan BPK… .

Rekomendasi
BPK memberi rekomendasi kepada Bupati agar:
1. menegakkan integritas pengelolaan keuangan daerah dengan mematuhi semua ketentuan yang
berlaku;
2. memerintah Kepala OPD untuk selalu mematuhi semua klausul dalam perjanjian dan peraturan
perundangan yang mengatur tentang kelengkapan syarat-syarat pembayaran pekerjaan;
3. memerintah Kepala OPD untuk mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran pekerjaan
dengan menyetorkan uang sejumlah Rp500,00.32

32
Rekomendasi ini diberikan dengan asumsi bahwa ketidaksesuaian dengan spesifikasi masih dalam batas yang dapat
diterima dari perspektif ilmu teknik sipil (masih bisa ditoleransi). Namun, apabila nilai atau tingkat ketidaksesuaiannya
62

sudah melebihi batas yang ditentukan, BPK dapat meminta ahli untuk menjelaskan dampaknya. Apabila
ketidaksesuaian itu berdampak pada kekuatan struktur dan umur teknis jalan, rekomendasi untuk membangun kembali
dapat dilakukan. Namun, kondisi kedua ini tidak lazim di BPK, meskipun secara ilmiah pendapat ini dapat
Halaman

dipertanggungjawabkan secara hukum dan teknik.


C. Klasifikasi Temuan Pemeriksaan
Salah satu kerangka logis yang menjadi acuan dalam menyusun temuan adalah pedoman
klasifikasi TP yang diatur dalam Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor
5/K/I-XIII.2/8/2010 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan. Pedoman tersebut
memberikan gambaran mengenai pengelompokan temuan berdasarkan permasalahan (kondisi)
yang sejenis. Klasifikasi temuan pemeriksaan merupakan alat analisis untuk mengelompokkan
temuan berdasarkan masalah yang diungkap dalam temuan pemeriksaan baik dalam pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja maupun dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Petunjuk
mengenai klasifikasi temuan pemeriksaan dapat juga digunakan pemeriksa sebagai acuan untuk
menentukan area risiko (risk area) atau kemungkinan permasalahan yang dapat diungkap dalam
temuan pemeriksaan.
Temuan dengan permasalahan yang sama harus disajikan dengan cara yang sama (informasi
penting harus disajikan dalam paragraf utama di bagian “kondisi”). Permasalahan dengan kondisi
yang serupa tersebut disebut dengan “jenis temuan”. Sebagai contoh, apabila pemeriksa
menemukan fisik pekerjaan yang diserahkan oleh rekanan pengadaan kurang secara kuantitas atau
dimensi panjang/lebar/luas, maka informasi penting yang harus disajikan dalam kondisi, yang
kemudian disebut jenis temuan, disebut dengan kondisi “kurang volume pekerjaan”. Selanjutnya,
secara logis, temuan dengan kondisi serupa seharusnya memiliki akibat yang serupa. Pengelompokan
pada level ini disebut dengan “subkelompok temuan” (sekelompok jenis temuan dengan akibat yang
serupa). Sebagai contoh, temuan yang mengungkap permasalahan kekurangan volume pekerjaan
dengan temuan pengadaan barang/jasa fiktif mengakibatkan kerugian negara sehingga klasifikasinya
termasuk subkelompok temuan “kerugian negara”. Jika terdapat masalah yang sama, tetapi memiliki
akibat yang berbeda, hal tersebut dapat disebabkan adanya perbedaan prosedur yang dilakukan
dalam pemerolehan fakta di lapangan. Akibatnya, persepsi di antara pemeriksa atas dampak
permasalahan tersebut dapat berbeda pula.
Pada akhirnya, permasalahan dengan akibat yang sama (subkelompok temuan) akan
dikelompokkan dalam suatu kelompok yang disebut “kelompok temuan”. Kelompok temuan BPK
terdiri atas tiga kelompok. Ketiga kelompok temuan tersebut adalah kelompok temuan
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kelemahan SPI dan 3E (ekonomis,
efisiensi, dan efektivitas).
63
Halaman
Secara ringkas, gambaran mengenai klasifikasi temuan dapat dilihat dalam diagram berikut.

Dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksa harus dapat mengungkap penyimpangan yang dapat
mempengaruhi penyajian laporan keuangan. Kelompok temuan yang berpotensi untuk diungkap
dalam laporan hasil pemeriksaan adalah kelompok temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan dan kelemahan SPI. Temuan dikategorikan dalam ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, jika permasalahan yang ditemukan mengakibatkan hal-hal berikut.
1. Kerugian; mencakup permasalahan sebagai berikut.
a. Belanja atau pengadaan barang/jasa fiktif
b. Rekanan pengadaan barang/jasa tidak menyelesaikan pekerjaan
c. Kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang
d. Kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang
e. Pemahalan harga (Mark up)
f. Penggunaan uang/barang untuk kepentingan pribadi
g. Pembayaran honorarium dan/atau biaya perjalanan dinas ganda dan/atau
melebihi standar yang ditetapkan
h. Spesifikasi barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak
i. Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan
j. Pengembalian pinjaman/piutang atau dana bergulir macet
k. Kelebihan penetapan dan pembayaran restitusi pajak atau penetapan
kompensasi kerugian
l. Penjualan/pertukaran/penghapusan aset negara/daerah tidak sesuai ketentuan
dan merugikan negara/daerah
m. Pengenaan ganti kerugian negara belum/tidak dilaksanakan sesuai ketentuan
n. Entitas belum/tidak melaksanakan tuntutan perbendaharaan (TP) sesuai
ketentuan
o. Penghapusan hak tagih tidak sesuai ketentuan
p. Pelanggaran ketentuan pemberian diskon penjualan
64

q. Penentuan Harga Pokok Produksi (HPP) terlalu rendah sehingga penentuan


Halaman
harga jual lebih rendah dari yang seharusnya
r. Jaminan pelaksanaan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang dan
pemberian fasilitas tidak dapat dicairkan
s. Penyetoran penerimaan negara/daerah dengan bukti fiktif.
2. Potensi kerugian; mencakup permasalahan sebagai berikut.
a. Kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang/jasa tetapi pembayaran
pekerjaan belum dilakukan sebagian atau seluruhnya
b. Rekanan belum melaksanakan kewajiban pemeliharaan barang hasil pengadaan
yang telah rusak selama masa pemeliharaan
c. Aset dikuasai pihak lain
d. Pembelian aset yang berstatus sengketa
e. Aset tidak diketahui keberadaannya
f. Pemberian jaminan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang dan
pemberian fasilitas tidak sesuai ketentuan
g. Pihak ketiga belum melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan aset kepada
negara/daerah
h. Piutang/pinjaman atau dana bergulir yang berpotensi tidak tertagih
i. Penghapusan piutang tidak sesuai ketentuan
j. Pencairan anggaran pada akhir tahun anggaran untuk pekerjaan yang belum
selesai.
3. Kekurangan penerimaan; mencakup permasalahan sebagai berikut.
a. Penerimaan negara/daerah atau denda keterlambatan pekerjaan belum/tidak
ditetapkan dipungut/diterima/disetor ke kas negara/daerah atau perusahaan
milik negara/daerah
b. Penggunaan langsung penerimaan negara/daerah
c. Dana Perimbangan yang telah ditetapkan belum masuk ke kas daerah
d. Penerimaan negara/daerah diterima atau digunakan oleh instansi yang tidak
berhak
e. Pengenaan tarif pajak/PNBP lebih rendah dari ketentuan
f. Koreksi perhitungan bagi hasil dengan KKKS
g. Kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah.
65
Halaman
4. Penyimpangan administrasi; mencakup permasalahan sebagai berikut.
a. Pertanggungjawaban tidak akuntabel (bukti tidak lengkap/tidak valid)
b. Pekerjaan dilaksanakan mendahului kontrak atau penetapan anggaran
c. Proses pengadaan barang/jasa tidak sesuai ketentuan (tidak menimbulkan
kerugian negara)
d. Pemecahan kontrak untuk menghindari pelelangan
e. Pelaksanaan lelang secara proforma
f. Penyimpangan terhadap peraturan per-UU-an bidang pengelolaan perlengkapan
atau barang milik negara/daerah/perusahaan
g. Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang tertentu lainnya
seperti kehutanan, pertambangan, perpajakan, dll.
h. Koreksi perhitungan susbsidi/kewajiban pelayanan umum
i. Pembentukan cadangan piutang, perhitungan penyusutan atau amortisasi tidak
sesuai ketentuan
j. Penyetoran penerimaan negara/daerah atau kas di bendaharawan ke Kas
negara/daerah melebihi batas waktu yang ditentukan
k. Pertanggungjawaban/penyetoran uang persediaan melebihi batas waktu yang
ditentukan
l. Sisa kas di bendahara pengeluaran akhir Tahun Anggaran belum/tidak disetor ke
kas negara/daerah
m. Pengeluaran investasi pemerintah tidak didukung bukti yang sah
n. Kepemilikan aset tidak/belum didukung bukti yang sah
o. Pengalihan anggaran antar MAK tidak sah
p. Pelampauan pagu anggaran.

5. Ketidakpatuhan yang mengandung indikasi tindak pidana (dilaporkan ke aparat


penegak hukum). Kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI)
Adapun temuan yang mengungkap kelemahan SPI, mencakup:
a. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan; meliputi
permasalahan sebagai berikut
1) Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat
2) Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan
66

3) Entitas terlambat menyampaikan laporan


Halaman
4) Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan tidak memadai
5) Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan belum didukung SDM yang
memadai

b. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja;


meliputi permasalahan sebagai berikut:
1) Perencanaan kegiatan tidak memadai
2) Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan
Penerimaan negara/daerah/perusahaan dan hibah tidak sesuai ketentuan
3) Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang teknis
tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang
pendapatan dan belanja
4) Pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBN/APBD
5) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan
6) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan
berakibat peningkatan biaya/belanja
7) Kelemahan pengelolaan fisik aset.

c. Temuan kelemahan struktur pengendalian intern; meliputi permasalahan sbb.


1) Entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau
keseluruhan prosedur
2) SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati
3) Entitas tidak memiliki Satuan Pengawas Intern
4) Satuan Pengawas Intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal
5) Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai

67
Halaman
D. Soal Latihan

1. Peroleh satu set LHP Keuangan, LHP Kinerja, atau LHP Kepatuhan!

2. Evaluasilah temuan berikut (baik itu temuan kelemahan pengendalian internal, temuan
kepatuhan dalam pemeriksaan keuangan, temuan pemeriksaan kinerja, atau temuan
pemeriksaan kepatuhan) dari sisi:
a. Penggunaan bahasa Indonesia;
b. Struktur dan isi temuan pemeriksaan.
Gunakan teori, konsep, panduan, dan contoh yang telah Anda pelajari pada modul ini.
3. Bila Anda menemukan kekurangan pada temuan pemeriksaan yang dievaluasi, usulkan
perbaikannya dengan menyusun kembali temuan pemeriksaan tersebut (Anda bebas
berkreasi, asumsikan Anda dapat menggunakan berbagai prosedur pemeriksaan dan
mampu memperoleh bukti yang diperlukan).

68
Halaman
“Junjung tinggi profesionalisme dalam bekerja,
apapun masalah yang dihadapi.”

69
Halaman
BAB III
GAYA BAHASA LAPORAN HASIL
PEMERIKSAAN BPK

Tujuan Pembelajaran:
Peserta memahami penerapan gaya bahasa Laporan Pemeriksaan BPK.

Indikator Keberhasilan Pembelajaran

1. Peserta mampu memahami penggunaan tanda baca/pungtuasi yang tepat.


2. Peserta mampu menjelaskan tabel dan gambar dalam laporan serta
menguraikan secaramemadai sesuai gaya bahasa di BPK.
3. Peserta mampu mengkategorikan kata bilangan untuk menyampaikan
suatu gagasan atau ide tertentu secara tepat.
4. Peserta mampu menguraikan kata untuk menyampaikan suatu
gagasan atau ide tertentu secara tepat.
5. Peserta mampu memahami penggabungan klausa, menggunakan
kohesi sehingga menjadi kalimat yang dimengerti pembaca laporan.
6. Peserta mampu menjelaskan pengertian dan struktur paragraf.
7. Peserta mampu menyusun paragraf danjudul temuan dengan baik.
8. Peserta mampu menjelaskan penyusuna laporan menggunakan lembar
kerja yang standar dan seragam. 70
Halaman
Laporan yang baik adalah laporan yang mudah dipahami bagi pembaca laporan. Tujuan
utama atas penulisan laporan adalah untuk mengkomunikasikan suatu pesan dalam laporan
dengan cepat, mudah, dan tepat. Komunikasi yang cepat, mudah, dan tepat harus dibangun
sebagai dasar karakteristik yang harus dipahami dengan menyesuaikan pada level
pembacanya. Laporan yang baik adalah laporan yang mudah dibaca sehingga pembuat
laporan harus mengetahui bagaimana menuliskan laporan yang nyaman dibaca.

Pengetahuan penulisan yang baik membutuhkan pengetahuan kebahasaan.


Pengetahuan kebahasaan yang baik menentukan kemudahan membaca laporan dan menarik
bila dikomunikasikan. Pengetahuan kebahasaan mencakup ketepatan tanda baca, pemilihan
kata, penggayaan kalimat, dan perangkaian paragraf. Dalam hal ini, pengetahuan kebahasaan
laporan tersebut telah dirangkum dalam gaya bahasa yang berlaku di BPK. Berikut
merupakan hal-hal yang harus diterapkan dalam menyusun laporan pemeriksaan.

A. Penggunaan Tanda Baca

Tanda baca adalah tanda-tanda dalam penulisan untuk memberikan batas kata, lafal
dan kata agar pembaca dapat memahami sebuah wacana tertulis. Terdapat banyak tanda
baca yang perlu diperhatikan dan diterapkan dalam penulisan. Berikut aturan
penggunaan tanda baca dalam penulisan laporan di BPK.

1. Tanda Baca dalam Penulisan Bab/Judul dan Subbab/Subjudul

Tanda baca yang digunakan dalam penulisan bab/judul dan subbab/subjudul


adalahsebagai berikut.

a. Gunakan huruf kapital pada setiap kata dalam bab/judul dan sebagai huruf
pertama pada setiap kata dalam subbab/subjudul, kecuali kata sambung seperti
di, ke, dari, dan, yang, atau untuk.

b. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul baik dalam judul, bab, maupun subbab
temuan.

c. Gunakan notasi angka desimal yang ditulis dengan angka arab (bukan romawi)
sebagai kode dan notasi tersebut ditulis bertingkat sesuai dengan tingkatan topik
dansubjudul/subbab.
71
Halaman
d. Notasi setiap tingkat dipisahkan dengan tanda titik. Tanda titik tidak dipakai di
belakang angka terakhir.

e. Topik dan subjudul/subbab pada tingkatan selanjutnya tidak ditulis menjorok


jika dibandingkan dengan topik dan subjudul/subbab tingkatan sebelumnya.

Contoh notasi subjudul/subbab


2.1 Pemeriksaan Kegiatan Pelayanan Publik
2.2 Pelayanan Publik di Bidang Infrastruktur
2.3 Pelayanan Publik di Bidang Pendidikan
2.4 Pelayanan Publik di Bidang Kesehatan
2.5 Pelayanan Publik di Bidang Kesehatan Balita

2. Tanda Baca dalam Penulisan Nama Negara, Lembaga Pemerintah dan


Ketatanegaraan, serta Nama Dokumen Resmi

Tanda baca yang digunakan dalam penulisan nama negara, lembaga


pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi adalah sebagai berikut.

a. Gunakan huruf kapital sebagai huruf pertama semua unsur nama negara,
lembagapemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.

Contoh:
Indonesia
Badan Pemeriksa Keuangan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1972

b. Singkatan/akronim nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan,


badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal
kata ditulis denganhuruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.

Contoh:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PT Perseroan Terbatas
KPK Komisi Pemberantasan Korupsi
72
Halaman
c. Akronim nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang berupa gabungan suku kata atau
gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf
kapital.

Contoh:
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kemkominfo Kementerian Komunikasi dan Informasi
Kemenakertrans Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
d. Gunakan tanda kurung untuk mengapit singkatan/akronim yang ditulis pertama
kali.Singkatan/akronim tersebut digunakan pada penulisan selanjutnya.

Contoh:
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa manajemen aset pada Kementerian
Pertanian (Kementan) pada seluruh satuan kerja Kementan di Provinsi Jawa Barat.

3. Tanda Baca dalam Penulisan Nama Jabatan dan Pangkat

Tanda baca yang digunakan dalam penulisan nama jabatan dan pangkat adalah
sebagai berikut.

a. Gunakanlah huruf kapital sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat
yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang
tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

Contoh:
• Rapat tersebut dihadiri oleh Sekretaris Jenderal BPK, Kepala Biro Keuangan
BPK, danPimpinan Proyek Pengembangan Website.
• Petunjuk Teknis (Juknis) Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga mengatur distribusi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) di
antaranya disampaikan kepada menteri atau pimpinan lembaga.

b. Gunakanlah tanda titik setelah singkatan nama orang, nama gelar, sapaan,
jabatanatau pangkat.
c. Gunakan tanda koma di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau
marga. Penulisan memprioritaskan gelar akademik baru kemudian gelar profesi.
Contoh:
73

Prof. Dr. H. Anwar Nasution, S.E., M.P.A.


Halaman

Prof. Dr. Muhamad Ridwan Septiaji, S.S., M.A., M.H., C.H., C.Ht., LCCC
4. Tanda Baca dalam Penulisan Sumber Undang-Undang dan Peraturan

Tanda baca yang digunakan dalam penulisan sumber undang-undang dan


peraturanadalah sebagai berikut.

a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk yang terdapat
pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen
resmi.

Contoh:
Badan Pemeriksa Keuangan
Kementerian Keuangan

b. Gunakan huruf kapital untuk huruf pertama kata pasal, tetapi tidak pada kata ayat.

c. Penulisan nomor dan judul undang-undang atau peraturan mendahului


penulisannomor pasal dan ayat undang-undang/peraturan yang akan dikutip.

d. Gunakan tanda kurung untuk penulisan nomor ayat, tetapi tidak pada nomor
pasal.

e. Gunakan tanda petik untuk mengapit pengutipan bunyi peraturan/undang-


undang. Apabila pengutipan dilakukan hanya pada bagian tertentu yang dirasa
penting, gunakan tanda elipsis berupa tiga titik (…).

Contoh:
• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa “BPK bertugas memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha
milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga
atau badan lain yang mengelola keuangan negara”.
• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Pasal 6 ayat (1) berbunyi, “BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang dilakukan oleh … badan usaha milik daerah, dan
lembaga ataubadan lain yang mengelola keuangan negara”.

5. Tanda Baca dalam Penulisan Rincian

Tanda baca yang digunakan dalam penulisan rincian adalah sebagai berikut:
74

a. Tanda koma dipakai dalam suatu perincian atau pembilangan lebih dari dua
Halaman

yangditulis dan diketik secara horizontal.


b. Rincian dapat menggunakan notasi berupa angka atau huruf. Apabila rincian
tersebutdirinci kembali, gunakan notasi yang sama yang diikuti satu kurung.

Contoh:
Aset terdiri atas:
A. Aset Lancar
a. Kas
1. Kas bendahara pengeluaran
1) Rekening BNI No. ....
2) Rekening BNI No. ....
2. Kas bendahara penerimaan
b. Piutang
B. Aset Tetap

a. Rincian yang masing-masing berisi maksimal lima kata disusun secara horizontal
dengan menggunakan ..., yaitu...,..., dan.... ; atau ...adalah ...,..., dan ....; atau
, yakni ...,..., dan....
Contoh:
• Pihak-pihak yang berwenang menerima Laporan Hasil Pemeriksaan atas
LaporanKeuangan Pemerintah Pusat adalah DPR, DPD, dan Presiden.
• Syarat-syarat yang harus dimiliki calon untuk dapat dipilih sebagai Anggota
BPK adalah (a) berwarga negara Indonesia, (b) beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YangMaha Esa, (c) berdomisili di Indonesia, dan (d) memiliki
integritas moral dan kejujuran.

b. Rincian yang masing-masing berisi lebih dari lima kata atau berupa frase panjang,
disusun secara vertikal. Pergunakan tanda titik koma untuk memisahkan bagian-
bagian kalimat yang sejenis dan setara. Pergunakanlah ...sebagai berikut atau ...di
bawah ini.

Contoh:
Keterlambatan penyampaian laporan tersebut tidak sesuai dengan
peraturan-peraturan di bawah ini:
(1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
(2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; dan
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
danKinerja Instansi Pemerintah.
BPK merekomendasikan Menteri Keuangan untuk melaksanakan tindak
lanjutsebagai berikut:
(1) peninjauan kembali peraturan-peraturan yang bertentangan dengan
undang-undang PNBP dan peraturan pelaksanaannya;
75

(2) penyusunan mekanisme koordinasi dalam hal penetapan target PNBP dan
intensifikasi penagihan piutang negara antara instansi terkait; dan
Halaman

(3) pengenaan sanksi atas keterlambatan penyetoran PNBP.


2. Penggunaan Tanda Baca dalam Penulisan Kata Asing atau Daerah

Tanda baca yang digunakan dalam penulisan kata asing atau daerah adalah
sebagai berikut.

a. Gunakan huruf miring untuk kata bahasa asing dan bahasa daerah yang
digunakan dilaporan, kecuali untuk nama negara, lembaga, atau dokumen resmi.

Contoh:
• Pemeriksaan ditujukan untuk menilai kewajaran perhitungan volume dan nilai
lifting minyak mentah dan gas, menilai kewajaran perhitungan recoverable cost,
menilai kewajaran perhitungan bagi hasil, dan menilai kepatuhan Kontraktor
Kontrak Kerja Sama (KKKS) terhadap peraturan perundang-undangan/kontrak.
• Laporan Departemen Kehutanan menyatakan bahwa kebakaran hutan dan
lahan yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh land-clearing dengan
metode pembakaran yang sering dilakukan oleh masyarakat dan pengusaha
bidang perkebunan dan kehutanan.
b. Tanda hubung dipakai di antara imbuhan bahasa Indonesia dan kata asing atau
daerah.

Contoh:
Penyusunan laporan pinjaman luar negeri menggunakan output database utang
yang di-upload ke Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SAUP).

c. Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit makna, terjemahan, atau


penjelasan kata atau ungkapan asing atau daerah untuk pertama kalinya dalam
laporan. Untuk pengungkapan selanjutnya, gunakan makna, terjemahan, atau
penjelasan kata tersebut.

Contoh:
lender ‘pemberi pinjaman luar negeri’

3. Penggunaan Tanda Baca Lainnya

Berikut penggunaan tanda koma lainnya dalam penulisan laporan di BPK.

a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapi atau melainkan.

Contoh:
76

• Pemerintah berpendapat bahwa penerimaan migas yang ditransfer ke


rekening KUN bukan merupakan PNBP, melainkan sebagai dana talangan.
Halaman

• BPK menemukan bahwa penyusunan laporan keuangan oleh lima kementerian


negara/lembaga tidak dilakukan secara berjenjang sesuai dengan Sistem
Akuntansi instansi (SAI), tetapi berdasarkan data Sistem Akuntansi Umum (SAU).

b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mendahului induk kalimat.

Contoh:
Karena kendala pembebasan lahan, pelaksanaan proyek pembangunan jalan
tertunda.
Karena pemerintah daerah belum menerima dana alokasi khusus, program
reboisasi belum dapat dilaksanakan.
c. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan induk dan anak kalimat
apabila indukkalimat itu mendahului anak kalimat.
Contoh:
• Pelaksanaan proyek pembangunan jalan tertunda karena kendala
pembebasan lahan.
• Program reboisasi belum dapat dilaksanakan karena pemerintah daerah
belum menerima dana alokasi khusus.
d. Tanda koma digunakan di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh:
Dalam Perhitungan DAU Tahun 2007, luas wilayah yang digunakan adalah luas
wilayahdaratan ditambah dengan 25% luas wilayah laut.
e. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat
yangterdapat pada awal kalimat, misalnya, dengan demikian, walaupun demikian,
oleh karena itu, jadi, meskipun begitu, akan tetapi, namun, sementara itu, di samping
itu, akhirnya, bahkan, dan padahal.

Contoh:
• Menurut Pemerintah, aset bekas milik asing/Cina (ABMA/C) adalah aset
yang dikuasai negara, bukan barang milik negara. Oleh karena itu, ABMA/C
tidak dicatat pada Neraca LKPP per 31 Desember 2007, tetapi hanya dicatat
pada CALK.
• BPK telah mengonfirmasi saldo rekening pemerintah per 31 Desember 2009.
Akan tetapi, hanya lima dari sepuluh bank yang menjawab permintaan
konfirmasi tersebut.
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan kata-kata berikut.
77

1) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, misalnya se-
Indonesia;
Halaman

2) ke- dengan angka, misalnya, tahun ke-2;


3) angka dengan –an, misalnya, tahun 80-an;
4) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, misalnya, mem-PHK-kan;
5) nama jabatan rangkap, misalnya Menteri-Sekretaris Negara.

g. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di
luarbangun kalimat atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.

Contoh:
Lemahnya koordinasi antara Pemerintah dan DPR dalam mengimplementasikan
ketentuan dana perimbangan—khususnya UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan PP
Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan—sehingga penetapan alokasi
Dana Perimbangan bertentangan dengan ketentuan tersebut.

B. Penyajian Tabel/Gambar dan Uraian

Tabel menjadi satu konversi universal untuk penyajian data. Dalam laporan BPK, peta,
grafik, diagram, dan ilustrasi dirangkum dengan satu kata, yakni gambar. Berikut panduan
penulisan tabel/gambar dalam laporan BPK.

a. Tabel dapat ditampilkan pada batang tubuh laporan apabila tabel terdiri atas maksimal
lima kolom dan/atau sepuluh baris. Apabila ukuran tabel lebih dari lima kolom dan/atau
sepuluh baris, tabel dapat dicantumkan sebagai lampiran laporan.

b. Tabel/gambar tidak boleh disisipkan di dalam paragraf dan tidak boleh dipenggal-penggal
atas beberapa halaman.

c. Pergunakan kalimat penghubung antara uraian dan tabel/gambar sebagai berikut.

i. Jika tabel/gambar mendahului uraian, pergunakan kalimat ”Tabel/gambar di atas


menunjukkan. ...........”.

ii. Jika tabel/gambar sebagai penjelasan singkat suatu uraian, dituliskan ”Untuk
lebih jelasnya, uraian di atas dapat digambarkan dalam tabel/gambar di bawah ini.”.

d. Penulisan judul dan nomor urut tabel/gambar adalah sebagai berikut.

i. Setiap tabel harus diberi nomor urut dan judul yang ditulis horizontal. Apabila judul
tabel lebih dari satu baris, baris kedua disusun dengan susunan piramida terbalik.
78

ii. Nomor urut yang digunakan berupa angka terdiri atas dua digit. Digit pertama
Halaman

menunjukkan bab yang tabel/gambar dicantumkan, sedangkan digit kedua


menunjukkan urutan tabel/gambar dalam bab tersebut. Gunakan tanda titik setelah
angka pada digit pertama.

iii. Cantumkan nomor urut dan judul di bagian atas tabel atau di bagian bawah gambar.

iv. Judul tabel tidak boleh melampaui garis batas tabel.

v. Gunakan huruf kapital sebagai huruf pertama pada setiap kata dalam judul
tabel/gambar kecuali kata sambung.

vi. Judul tidak diakhiri dengan tanda titik.

vii. Apabila dalam tabel terdapat kolom yang berisi bilangan besar, baik
menunjukkan jumlah uang atau bukan, cantumkan satuan yang digunakan
dalam tanda kurung di kanan atas tabel dengan huruf Arial ukuran 8pt dan
dicetak miring.

e. Penggunaan jenis, ukuran huruf, dan paragraf dalam tabel/gambar adalah


sebagai berikut.

i. Gunakanlah huruf Arial dengan ukuran 9pt untuk judul dan ukuran 8pt
untuk isi tabel/gambar.

ii. Gunakanlah ukuran paragraf satu spasi dengan before 3 dan after 0 untuk
judul dan isi.

iii. Gunakanlah paragraf rata tengah untuk judul dan heading ’baris pertama
tabel’, rata kanan untuk isi tabel yang berupa angka, serta rata kiri untuk
isi tabel yang berupa huruf/kata. Contoh dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan
Gambar 3.1.

Tabel 3.2 Kementerian Negara/Lembaga Terlambat Menyetorkan PNBP


(dalam juta rupiah)

No. Nama Kementerian Jumlah PNBP yang


Negara/Lembaga Terlambat Disetor

1. Kementerian A 523,25
2. Kementerian B 10.450,20
3. Kementerian C 89,75
4. Kementerian D 785,30
79

5. Kementerian E 9.225,88
Total 21.074,38
Halaman
Gambar 3.1 Penggunaan Dana Perimbangan oleh Provinsi

C. Penulisan Angka

Angka mengomunikasikan data dalam laporan hasil pemeriksaan. Angka harus


ditulis dengan jelas dan tepat serta diungkapkan secara konsisten. Pada umumnya
angka yang digunakan adalah angka arab (1,2,3, dst.). Berikut panduan penulisan angka
dalam laporan BPK.

a. Istilah bilangan besar yang digunakan dalam laporan sebagai berikut:

juta untuk bilangan dengan 6 nol,


miliar untuk bilangan dengan 9 nol, dantriliun untuk bilangan dengan 12 nol

b. Simbol mata uang yang digunakan adalah simbol-simbol di bawah ini tanpa diikuti
dengantanda titik.
Rp Rupiah
USD United States Dollar
JPY Japanese Yen
EUR Euro
GBP Poundsterling Inggris

c. Tulislah lengkap dengan huruf untuk bilangan dengan penyebutan satu kata, kecuali
untuk penulisan angka yang berhubungan dengan satuan pengukuran, umur, waktu,
80

tanggal, halaman, persentase, uang, atau proporsi. Tulis dengan angka untuk bilangan
dengan penyebutan lebih dari satu kata.
Halaman

Contoh:
delapan provinsi lima departemen2 km
...selama 8 jam
...dicantumkan pada halaman 5
d. Gunakanlah tanda titik sebagai pemisah bilangan ribuan dan tanda koma untuk
menunjukkan desimal bagi penulisan jumlah uang dalam mata uang rupiah. Untuk
penulisan jumlah uang dalam mata uang asing, penggunaan titik/koma sebagai
pemisah bilangan ribuan maupun desimal disesuaikan dengan ketentuan di negara
terkait.
Contoh:
• Neraca PT X per 31 Desember 2007 melaporkan saldo kas sebesar Rp890.999,25.
• PT Y melaporkan pembayaran pinjaman sebesar USD9,520.50 GBP15,000.25, dan
EUR25.450,50 pada 25 September 2008.
e. Jika dua atau lebih angka disajikan dalam satu rangkaian atau seri, tuliskanlah semua
dengan angka. Jika dalam seri tersebut tidak terdapat angka lebih dari satu kata,
pemerincian menggunakan angka.
Contoh:
Pemeriksaan dilakukan pada 15 pemerintah kabupaten/kota, 10 provinsi, dan 6 BUMD.
Gempa bumi tahun 2021 menyebabkan kerusakan pada 7 jembatan, 5 rumah ibadat,
dan 3 kantor.
f. Panduan penulisan bilangan yang dicantumkan dalam suatu kalimat diuraikan
sebagaiberikut.
i. Bilangan yang tidak menggambarkan jumlah uang, tuliskan bilangan kurang dari
satu juta dengan angka utuh, sedangkan bilangan satu juta atau lebih ditulis
dengan angka dalam juta. MContoh:
• Pemerintah akan membebaskan tanah seluas 70.750,25 m2 untuk pembangunan
pasar.
• Kementerian Kehutanan melakukan penanaman 2,5 juta pohon pada lahan seluas
5,15 hektar.

ii. Bilangan yang menggambarkan jumlah uang, tuliskan bilangan dalam angka
ribuan,misalnya, dalam ribu, juta, miliar, atau triliun.

Contoh:
• Pinjaman luar negeri yang akan jatuh tempo pada akhir tahun 2006 sebesar
USD950,23 ribu.
• Hasil cek fisik atas saldo kas per 31 Desember 2007 menunjukkan saldo kas di
bendahara pengeluaran sebesar Rp32,18 juta.
• Kementerian X seharusnya memberikan sanksi denda sebesar Rp1,25 miliar
kepadarekanan yang terlambat menyelesaikan pekerjaannya.
81

g. Tulislah desimal dan pecahan dengan angka, bukan kata-kata sehingga


Halaman

keterbacaanlaporan lebih tinggi.


Contoh:
0,25
24,75

h. Bilangan yang dicantumkan dalam tabel, kolom, senarai, atau kelompok harus ditulis
konsisten dalam ribuan terkecil. Sajikan seluruh penulisan angka desimal dalam dua
digitdi belakang koma. Seperti yang tersaji pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Daftar Kementerian Negara/Lembaga


yang Terlambat Menyetorkan PNBP
(dalam juta rupiah)

No. Nama Kementerian Jumlah PNBP yang


Negara/Lembaga Terlambat Disetor

1. Kementerian A 523,25

2. Kementerian B 10.450,20

3. Kementerian C 89,75

4. Kementerian D 785,30

5. Kementerian E 9.225,88

Total 21 .074,38

82
Halaman
D. Penggunaan Diksi

Diksi, dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresioleh
penulis atau pembicara. Arti kedua, arti "diksi" yang lebih umum digambarkan dengan seni
berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan
ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripadapemilihan
kata dan gaya.

Dalam bidang penulisan, diksi merupakan upaya menetapkan kata yang dipilih untuk
menyampaikan suatu gagasan atau ide tertentu. Diksi juga mencakup pengertian bagaimana
membentuk pengelompokan kata yang tepat, menggunakan ungkapan yang tepat, dan memilih
gaya yang paling baik yang sesuai dengan situasi, nuansa makna, dan nilai rasa yang dimiliki
lingkungan penutur bahasa yang bersangkutan.

Pertimbangan yang menjadi dasar pemilihan kata adalah perbandingan antarkata yang akan
digunakan, yaitu fakta bahwa ada kata lain yang lebih tepat dan adanya perbedaanantara pilihan
kata-kata yang akan digunakan. Pemilihan kata yang tepat dapat menyampaikan pikiran dan ide
secara sederhana, langsung, dan efektif. Dalam hal ini, diperlukan kompetensi untuk menguasai
sejumlah besar kosakata (perbendaharaan kata) serta mampu menggerakkan penguasaan atas
kosakata tersebut menjadi rangkaian kalimatyang efektif dan sesuai dengan kaidah kebahasaan.

Penulisan laporan di lingkungan BPK RI memerlukan penguasaan diksi yang baik agar
memudahkan pembaca memahami tujuan dan isi laporan. Penguasaan kosakata untuk mewakili
gagasan atau ide yang ingin disampaikan merupakan salah satu syarat dasar dalam penulisan
laporan. Adapun yang dimaksud dengan perbendaharaan kata atau kosakata suatu bahasa adalah
keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. Uraian penjelasan berikut ini merupakan
petunjuk pemilihan makna/diksi dalam penulisan laporan.

83
Halaman
a. Makna Denotatif

Penulis laporan harus memilih kata yang sesuai dengan apa yang dirujuk
(denotatif) dan menghindari kata yang bermakna konotasi.

Contoh: simpanan dan tabungan

Misi dunia usaha perbankan adalah menerima simpanan, baik berupa giro maupun jenis
tabungan lainnya.

Kata “simpanan” mengandung makna lain (konotatif) sehingga perlu dilakukan penyuntingan
dengan kata denotatif (tidak mempunyai makna lain), misalnya “dana pihak ketiga” atau
“tabungan”

Misi dunia usaha perbankan adalah menerima tabungan, baik berupa giro maupun jenis

b. Makna Atasan dan Makna Bawahan

Hipernimi atau makna atasan adalah kata-kata yang mewakili sejumlah makna
bawahan kata. Kata hipernimi dapat menjadi kata umum dari penyebutan kata-kata
lainnya, sedangkan hiponimi atau makna bawahan adalah kata-kata yang memiliki
ukuran. Makna hiponimi bersifat khusus. Umumnya kata-kata hipernimi adalah suatu
kategori, sedangkan hiponimi merupakan anggota kata hipernimi, secara khusus dan
terukur.

Contoh:
Hipernimi : Laporan Keuangan
Hiponimi : Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas laporan keuangan.
Hipernimi : aset
Hiponimi : tanah, gedung, kendaraan roda empat, kendaraan roda dua, dan
sebagainya. 84
Halaman
Penulis laporan harus lebih banyak menggunakan hiponimi atau makna bawahan
daripada hipernimi. Jika menggunakan hipernimi, penulis harus memberikan makna
hiponimi sebagai rincian atau contoh. Makin khusus pilihan kata sebuah laporan,
makin bermakna laporan itu.

Kami telah memeriksa Neraca Pemerintah Kota Tangerang Selatan per


31 Desember 2019 dan 2021, Laporan Realisasi Anggaran, dan Laporan Arus Kas
untuktahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Laporan Keuangan yang kami
sebutkan di atas menyajikan secara wajar, dalam segala hal material, posisi
keuangan, ... .

c. Kata Umum dan Kata Khusus

Dalam bahasa laporan, kata-kata yang terlalu umum atau terlalu kabur
pengertiannya diusahakan diganti dengan kata-kata khusus. Semakin khusus sebuah
makna kata, semakin dekat titik persamaan persepsi atas gagasan atau ide antara
penulis dan pembaca laporan. Namun, tidak berarti bahwa kata-kata umum tidak
boleh dipakai dalam penulisan laporan. Dalam hal ini apabila menggunakan kata-kata
umum, sebaiknya disertai dengan contoh konkret dan khusus sehingga pembaca
laporan memahami laporan tersebut.

Contoh:

Aset tetap belum dapat diyakini kewajarannya à aset tetap belum dinilai
kembali

Pembangunan gedung senilai Rp12,34 miliar tidak sesuai ketentuan à


Pembangunan gedung senilai Rp12,34 miliar dilakukan tanpa melalui proses
lelang.
85
Halaman
d. Kata Profesional dan Kata Populer

Penulis laporan sedapat mungkin menggunakan kata populer yang sudah lazim
digunakan, sedangkan penggunaan kata-kata profesional hanya terbatas pada kata
yang berhubungan dengan objek pemeriksaan. Misalnya, istilah-istilah bidang
keuangan, perbankan, dan sebagainya. Apabila akan menggunakan kata profesional,
penulis perlu menjelaskan makna kata profesional dimaksud.

Contoh:

Pemerintah Kabupaten Pandeglang menerima dana dekonsentrasi pada 2010 sebesar


Rp125,00 miliar. Dana dekonsentrasi merupakan dana yang berasal dari APBN yang
yang dilaksanakan oleh kepala daerah sebagai wujud pelimpahan wewenang

Berikut perbandingan kata profesional dan kata populer.

Kata Profesional Kata Populer

unqualified opinion opini wajar tanpa pengecualian


lender pemberi pinjaman
aktivitas kegiatan
rekonsiliasi pembandingan
introspeksi koreksi diri
distorsi bias, ketidaksesuaian, penyimpangan
sampling uji petik
auditan (audited) telah diperiksa
fiktif tidak nyata
karakter perangai
konkret nyata, adukan semen
argumen pendapat
dekonsentrasi pelimpahan wewenang pemerintahan
oleh pemerintah kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah.
86
Halaman
e. Kata Penyata Keadaan, Hal, Proses, dan Hasil

Penulis harus membedakan dan menggunakan kata-kata yang menyatakan


keadaan, hal, hasil, dan proses. Kata yang menyatakan keadaan, hal, hasil, dan
proses diturunkan langsung dari kata dasar, dengan imbuhan ke-an dan -an,
sedangkan kata- kata yang mengatakan proses diturunkan dari kata yang
berimbuhan men-(dengan) dan ber- menjadi pen-an dan per-an. Misalnya, penulis
laporan harus dengan cermat membedakan hitungan, penghitungan, perhitungan.

Contoh:

Kata dasar Keadaan/Hal Proses Hasil

tambah ketambahan menambah penambahan


tambahan bertambah pertambahan
naik kenaikan menaikkan penaikan
mahal kemahalan memahalkan pemahalan

tambah (kata dasar) > ketambahan


tambah > menambah > penambahan
tambah > bertambah > pertambahan

naik (kata dasar) > kenaikan


naik > menaikkan > penaikan
turun (kata dasar) > keturunan, turunnya
turun > menurunkan > penurunan

mahal (kata dasar) > kemahalan


mahal > memahalkan > pemahalan
temu (kata dasar) > temuan
temu (menemukan) > penemuan
temu (bertemu) > pertemuan

87
Halaman
beda (kata dasar) > kebedaan
beda (membedakan) > pembedaan
beda (berbeda) > perbedaan

hitung (kata dasar) > hitungan


hitung (menghitung) > penghitungan
hitung (berhitung) > perhitungan

f. Pembentukan Kata Baru

Penulis laporan harus memperhatikan pembentukan kata-kata dengan


imbuhan serapan. Imbuhan serapan berterima dalam bahasa Indonesia adalah
sebagai berikut:

aneka- anekabahasa multilingual


antar- antardepartemen interdepartement
antarbangsa international
dasa- dasalomba decathlon
dwi- dwimingguan biweekly
dwibahasa bilingual
maha- Mahatahu omniscient
nir- nirlaba nonprofit
pasca- pascasarjana postgraduate
pra- prasejarah prehistory
purna- purnawaktu full-time
purnabakti retirement
sub subjudul subtitle
subdivisi subdivision
tuna tunakarya unemployed

Sementara itu, bentuk terikat yang berasal dari bahasa asing barat, dengan
beberapa pengecualian, langsung diserap bersama-sama dengan kata lain yang
mengikutinya. Contoh gabungan bentuk asing barat dengan kata Melayu-Indonesia
adalah sebagai berikut:

asusila nonpegawai
antiperang proto-Melayu
88

inframerah subbagian
metabahasa superberat
Halaman

multijutawan ultrakiri
g. Penyesuaian Imbuhan Awalan Serapan

Penulisan Laporan perlu memperhatikan penyesuaian ejaan awalan serapan


yang telah dilakukan seperti di bawah ini.

ante- ‘sebelum’, ‘depan’ tetap ante-


antediluvian antediluvian
anterior anterior

co-,com-,con-‘dengan’, bersama-sama’,‘berhubungan dengan’ menjadi ko-, kom-,


kon-
cordination koordinasi
commission komisi
concentrate konsentrat

contra- ‘menentang’, ‘berlawanan’ menjadi kontra-


contradiction kontradiksi
contraindication kontraindikasi

de- ‘memindahkan’, ‘mengurangi’


tetap de- dehydration dehidrasi
devaluation devaluasi

dia- ‘melalui’, ‘melintas’ tetap dia-


diagonal diagonal
diapositive diapositif
ex-, ‘sebelah luar’ menjadi eks-
exclave eksklave
exclusive eksklusif

extra- ‘di luar’ menjadi ekstra-


extradition ekstradisi
extraterrestrial ekstraterestrial

im-, in-, il- ‘tidak’, ‘di dalam’, ‘ke dalam’ tetap im-, in-, il-,
immigration imigrasi
induction induksi
illegal ilegal

inter- ‘antara’, ‘saling’ tetap inter-


interference interferensi
international internasional

mono- ‘tunggal’, ‘mengandung satu’


89

tetap meta- metamorphosis metamorfosis


metanephros metanefros
Halaman

quasi- ‘seolah-olah’, ‘kira-kira’ menjadi kuasi-


quasi-historical kuasihistoris
quasi-legislative kuasilegislatif
re- ‘lagi’, ‘kembali’ tetap re-
reflection refleksi
rehabilitation rehabilitasi
semi- ‘separuhnya’, ‘sedikit banyak’, ‘sebagian’ tetap semi-
semifinal semifinal
semipermanent semipermanen
sub- ‘bawah’, ‘di bawah’, ‘agak’, hampir’ tetap sub-
subfossil subfosil
submucosa submukosa
super-, sur- ‘lebih dari’, ‘berada di atas’ tetap super-, sur-
supersonic supersonik
surrealism surealisme
syn- ‘dengan’, ‘bersama-sa1ma’, ‘pada waktu’ menjadi sin-
syndesmosis sindesmosis
synesthesia sinestesia

trans- ‘ke/di seberang’, ‘lewat’, ‘mengalahkan’ tetap trans-


transcontinental transkontinental
transliteration transliterasi

h. Penyesuaian Ejaan Akhiran Serapan

Penulis laporan perlu memperhatikan penyesuaian ejaan akhiran serapan yang


telah dibakukan ini. Sufiks asing dalam bahasa Indonesia diserap sebagai bagian kata
berafiks yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi, dan objektif diserap
secara utuh di samping kata standar, implemen, dan objek. Berikut daftar kata bersufiks
tersebut.

-able, -ble (Inggris) menjadi -bel


variable variabel
flexible fleksibel
-age (Inggris)
percentage persentase
-air (Belanda), -ary (Inggris) menjadi -er primair,
90

primary primer
secundair, secondary sekunder
Halaman
-al (Inggris) menjadi -al
minimal minimal
national nasional

-ancy, -ency (Inggris) menjadi -ansi, -ensi


efficiency efisiensi
frequency frekuensi
relevancy relevansi

-anda, -end, -andum, -endum (Belanda, Inggris) menjadi -anda, -en, -andum, -endum
propaganda propaganda
dividend dividen
memorandum memorandum
referendum referendum

-ant (Belanda, Inggris) menjadi -an


accountant akuntan
informant informan
dominant dominan

-archie (Belanda), -archy


(Inggris) menjadi -arki
anarchie, anarchy anarki
monarchie, monarchy monarki

-atie (Belanda), -(a)tion


(Inggris) menjadi -(a)si
actie, action aksi
publicatie, publication publikasi

-cy (Inggris) menjadi -asi, -si


accountancy akuntansi
accuracy akurasi

-et, -ette (Inggris) menjadi -et


cabinet kabinet
cassette kaset

-ficatie (Belanda), -fication (Inggris) menjadi -fikasi specificatie,


specification spesifikasi
unificatie, unification unifikasi

-iek (Belanda), -ic, -ique (Inggris) menjadi -ik


periodiek, periodic periodik
numeriek, numeric numerik
uniek, unique unik
91

techniek, technique teknik


-isch (Belanda), -ic, -ical (Inggris) menjadi -is
Halaman

optimistisch, optimistic optimistis


symbolisch, symbolical simbolis
practisch, practical praktis

-icle (Inggris) menjadi -ikel


article artikel
particle partikel

-ica (Belanda), -ics (Inggris) menjadi -ika, -ik


mechanica mekanika
phonetics fonetik
-isatie (Belanda), -ization (Inggris) menjadi -
isasi naturalisatie, naturalization naturalisasi
socialisatie sosialisasi

-iteit (Belanda), -ity (Inggris) menjadi -itas


faciliteit, facility fasilitas
realiteit, reality realitas

-logie (Belanda), -logue (Inggris)


menjadi –logi analogie, analogy analogi
technologie, technology teknologi

-loog (Belanda), -logue (Inggris) menjadi -log


cataloog, catalogue katalog
dialoog, dialogue dialog

-lyse (Belanda), -lysis (Inggris) menjadi -lisis


analyse, analysis analisis
paralyse, paralysis paralisis

-se (Belanda), -sis (Inggris) menjadi -sis


synthese, synthesis sintesis
anamnese, anamnesis anamnesis
-teit (Belanda), -ty (Inggris) menjadi -tas
qualiteit, quality kualitas
universiteit, university universitas
-uur (Belanda), -ure (Inggris) menjadi -ur
proceduur, procedure prosedur
structuur, structure struktur

i. Kosakata yang Terukur

Penulis Laporan harus memilih dan menggunakan kosakata yang terukur.


Kosakata yang terukur menunjukkan tindakan-tindakan yang terukur dan fakta yang
terukur. Dalam laporan, penulis harus memilih kosakata yang terukur.
92

Contoh:
Halaman
Kosakata yang tidak terukur Sebaiknya

1. sesuai peraturan yang berlaku 1. sebutkan peraturan itu (pasal dan ayat)

2. departemen terkait, pejabat terkait 2. sebutkan nama departemen atau


pejabat dan dengan instansinya

3. sebagian besar 3. beri persentase, jumlah, atau rata-rata

4. sedemikian rupa 4. sebutkan rupa itu

5. hal tersebut/hal itu 5. apa? kejadian, peristiwa, perbuatan

6. tahun sebelumnya 6. tahun berapa

7. sebagaimana tersebut di atas 7. yang mana, sebutkan

8. sebagaimana dimaksudkan 8. beri konkretisasi

9. berpotensi merugikan 9. berapa besar beri persentase

10. peraturan tidak memadai 10. sebutkan peraturan dan apa yang tidak
memadai

11. laporan yang lalu 11. sebutkan waktunya

12 ..... dalam waktu yang tidak terlalu lama. 12. sebutkan waktunya

13. fasilitas pengolahan yang memadai 13. sebutkan

14. .... dengan kualitas melebihi ambang batas 14. sebutkan

15. .... memberikan perhatian yang optimal 15. beri ukuran

16. ...masih menunggu persetujuan instansi 16. beri taraf signifikasi


terkait

17. ...berpotensi mengganggu lingkungan 17. sebutkan, uraian ciri-ciri


dan manusia

18. temuan yang signifikan 18. berapa

19. lahan kritis yang sangat terbatas 19. sebutkan

20. tidak mencapai target 20.apa ukuran


93

21. tidak efektif 21. apa ukuran efektivitas


Halaman

22. diokupasi pihak lain 22. sebutkan


23. hampir terjadi pada seluruh kementerian 23.apa ukuran
negara/lembaga

24. bukti pengeluaran yang memadai dalam 24.ukurannya


ketentuan yang berlaku

25. melebihi harga pasar yang wajar 25.apa ukuran yang wajar

j. Bahasa yang Langsung

Penulis Laporan Hasil Pemeriksaan sebaiknya menggunakan bentuk bahasa


yang langsung daripada penggunaan frasa yang panjang.

Contoh:

Tertulis Penyuntingan Langsung

melakukan pemeriksaan memeriksa

menyampaikan pertanggungjawaban mempertanggungjawabkan

melakukan pengelolaan mengelola

Mengirimkan konfirmasi piutang Mengonfirmasi piutang

Menyelenggarakan pengendalian mengendalikan

memberi kerugian merugikan

memberi keuntungan menguntungkan

mempunyai kecenderungan berkecenderungan

dalam keadaan seimbang dalam keadaan seimbang

pembahasan terkait keuangan negara pembahasan terkait keuangan negara

tanggal 17 Agustus 2011 17 Agustus 2011 (tanpa kata tanggal karena


sudah jelas)
94
Halaman
E. Penyusunan Kalimat

Lingkup bahasan subbab ini meliputi permasalahan umum yang dihadapi pemeriksa
dalam pengembangan kalimat dan penggunaan kohesi pada laporan, surat, atau bentuk
dokumentasi lainnya serta panduan untuk hal tersebut. Pengembangan kalimat dan
penggunaan kohesi merupakan bagian penting dalam penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan,
surat, dan dokumen lainnya.

a. Permasalahan Umum

Permasalahan umum yang sering dihadapi pemeriksa di dalam pengembangankalimat


dan penggunaan kohesi adalah sebagai berikut.

i. Ketidakjelasan subjek kalimat


Pemeriksa menulis kalimat pasif yang tidak jelas subjeknya. Sebagai contoh,
“Aset tetap tidak dapat diyakini kewajarannya karena belum dilakukan inventarisasi.”

ii. Kalimat tidak lengkap


Kalimat lengkap paling tidak memiliki unsur subjek dan predikat. Pemeriksa sering
membuat kalimat yang cukup panjang, tetapi kalimat tersebut baru sebatas subjek
dengan pengembangannya dalam anak-anak kalimat. Hal ini disebabkan pemeriksa
menuliskan bahasa lisan sehari-hari dan dituangkan dalam tulisan tanpa disertai
penyuntingan kembali.

iii. Kalimat terlalu panjang


Pemeriksa sering memasukkan banyak informasi ke dalam satu kalimat. Hal ini
mengakibatkan kalimat menjadi terlalu panjang dan sulit dipahami.

iv. Hubungan antar kalimat dalam satu paragraf tidak memiliki hubungan yang jelas
Paragraf merupakan satu bentuk wacana atau cerita yang terkecil dalam sebuah uraian
apapun bentuk uraian itu. Penulisan paragraf ditandai dengan bentuk pengetikan atau
penataan yang disebut alinea atau baris baru. Pemeriksa sering menuliskan suatu kalimat
yang tidak memiliki tema atau cerita yang berkesinambungan dengan kalimat lainnya
dalam paragraf tersebut.

v. Hubungan antar paragraf tidak jelas


95

Paragraf satu dengan paragraf yang lain merupakan satu rangkaian dalam laporan.
Halaman

Pemeriksa seringkali tidak menyatakan hubungan antar paragraf secara jelas.


b. Panduan Pengembangan Kalimat

Pemeriksa dan penyusun laporan harus menulis kalimat yang efektif dalam laporan
atau tulisannya. Kalimat efektif bersifat komunikatif, informatif, konsisten, koheren, dan
logis sehingga memudahkan pembaca memahami pesan yang disampaikan dalam kalimat
tersebut. Ukuran kalimat efektif terletak pada kejelasan dan kesamaan persepsi atas
informasi dalam laporan atau tulisan antara penulis dan pembaca. Agar efektif, penulis
harus mengembangkan kalimat yang lengkap, baik kalimat aktif, kalimat yang memiliki
kosakata maupun klausa yang terbatas.

Pengembangan kalimat laporan disusun dengan panduan sebagai berikut.

i. Pemeriksa menulis kalimat dengan subjek yang jelas dan lengkap yang terdiri atas
paling tidak subjek dan predikat. Apabila predikat memerlukan objek, kalimat harus
terdiri dari subjek, predikat, dan objek. Unsur kalimat lain berupa keterangan atau
sifat dapat ditambahkan sesuai dengan keperluan.

Contoh kalimat tidak lengkap:

Aset tetap tidak dapat diyakini kewajarannya karena belum dilakukan


inventarisasi.

ii. Pemeriksa atau penyusun laporan mengutamakan penggunaan kalimat aktif yang jelas
unsur kalimatnya dan membatasi penggunaan kalimat pasif. Kalimat aktif bahasa
Indonesia berbentuk dengan awalan men-kan, men-i dan awalan ber-kan. Apabila
menggunakan kalimat pasif, unsur subjek harus jelas, kecuali pembaca diperkirakan
memiliki kesamaan persepsi tentang subjek tersebut.
Contoh kalimat aktif:
a. Pelaksanaan program pemberian MP-ASIlokal TA 2006
kurang memberikan manfaat secara maksimal.

b. Hal tersebut mengakibatkan tingkat pertumbuhan balita tidak dapat


dievaluasi secara maksimal.
iii. Pemeriksa atau penyusun laporan harus menulis kalimat yang efektif dalam laporan
atau tulisannya. Kalimat efektif bersifat komunikatif, informatif, konsisten, koheren,
96

dan logis sehingga memudahkan pembaca memahami pesan yang disampaikan dalam
kalimat tersebut. Ukuran kalimat efektif terletak pada kejelasan dan kesamaan persepsi
Halaman

atas informasi dalam laporan atau tulisan antara penulis dan pembaca.
Contoh yang kurang baik:
Pemeriksaan ditujukan untuk menilai apakah (1) sistem pengendalian intern atas
penetapan alokasi, penyaluran, dan penerimaan dana perimbangan telah memadai dan
(2) penetapan waktu, penyaluran, dan penerimaan dana perimbangan telah dilakukan
secara tepat jumlah, waktu, dan rekening, sertasesuai dengan peraturan perundangan.

Suntingan

Pemeriksaan dana perimbangan bertujuan untuk menilai apakah (1) sistem pengendalian
intern atas penetapan alokasi, penyaluran, dan penerimaan dana perimbangan telah
memadai dan (2) Pemerintah Pusat dan pemda telah menetapkan alokasi, menyalurkan,
dan menerima dana perimbangan secara tepat jumlah, waktu, dan rekening, serta sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

iv. Pemeriksa atau penyusunan laporan menentukan jumlah kosakata dalam


setiap kalimat. Jumlah kosakata kalimat laporan berkisar antara 15 s.d. 26
kata. Jumlah ini memungkinkan keterpahaman tinggi.

Contoh kalimat yang panjang:

Tanah yang dikuasai Balai Monitoring (BalMon) Kelas II Makassar seluas 2.560
m2 senilai Rp2,04 miliar selain digugat oleh pihak ketiga juga bukti hak atas
tanah masih berupa girik/rincik, sehingga tanah tersebut belum ada kepastian
penguasaan hak atas tanah oleh Balmon.

Suntingan

Pihak ketiga menggugat tanah seluas 2.560 m2 yang dikuasai Balai Monitoring
Kelas II Makassar. Selain itu, bukti hak atas tanah masih berupa girik sehingga
Balmon belum mempunyai kepastian penggunaan hak atas tanah tersebut.

Kalimat tersebut terlalu panjang dengan kohesi sehingga, dan, yang. Kalimat
97

laporan ini harus dipenggal-penggal atas beberapa kalimat. Penyunting, jika perlu,
Halaman

bertanya kepada penulis laporan apa yang mau dilaporkan. Selain membatasi jumlah
kosakata, penulis juga harus mengusahakan satu kalimat terdiri atas dari satu induk
kalimat dan satu anak kalimat dengan kohesi tertentu sesuai dengan konteks.

Contoh kalimat dengan jumlah klausa yang banyak:

Pemanfaatan BMN senilai Rp39,80 miliar tidak sesuai ketentuan sehingga


PNBP dari biaya kompensasi penggunaan raiser ikan hias sebesar Rp60,00
juta dan dari kompensasi keuntungan yang dijanjikan oleh pihak ketiga, dan
pengembalian belanja atas pemakaian jasa telepon sebesar Rp21,92 juta
sampai dengan pemeriksaan berakhir belum diterima negara serta
pemborosan keuangan negara sebesar Rp729,91 juta yang dipergunakan
untuk pengelolaan tambak di Mauk.

v. Pemeriksa atau penyusun laporan perlu memelihara keparalelan


bentuk dan makna dalam kalimat.

Contoh kalimat dengan bentuk dan makna yang tidak paralel:

Hasil pemeriksaan atas kinerja pengawasan Aparat Pengawasan Intern


Pemerintah (APIP) menunjukkan bahwa 14 APIP tidak menyusun program
pengawasan secara memadai, kertas kerja atas kegiatan pengawasan 16 APIP
yang diperiksa tidak disusun secara sistematis, dan penyusunan Laporan Hasil
Pengawasan pada 15 APIP belum dilakukan secara lengkap dan tepat waktu.

c. Penggunaan Kohesi

Kohesi atau ‘organisasi sintaktik’ merupakan aspek formal bahasa yang berisi
kalimat-kalimat yang disusun secara padu dan padat guna menghasilkan tuturan, baik
dari segi tingkat gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Kohesi juga
merupakan konsep semantik yang juga merujuk kepada perkaitan kebahasaan yang
didapati pada suatu ujaran yang membentuk tulisan. Kohesi merupakan satu set
kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu 'teks' itu memiliki
kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna, baik makna leksikal maupun makna
98

gramatikal perlu diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang membentuk teks.
Halaman

Dengan penguasaan dan juga pengetahuan kohesi yang baik, seorang penulis akan
dapat menghasilkan tulisan yang baik.

Kaidah-kaidah yang digunakan dalam kohesi berdasarkan penyampaian


informasi lama dan informasi baru. Kaidah-kaidah itu adalah seperti kaidah perujukan,
kaidah penggantian, kaidah pengguguran, kaidah konjungsi dan kohesi leksikal.
Tulisan juga dicirikan oleh kesinambungan informasi yang diartikan sebagai kesatuan
makna. Kesatuan makna dalam tulisan ini dapat pula dilihat dari segi makna logis dan
makna kohesi.

Penulis perlu membedakan dua kelompok kohesi, yakni kohesi antarklausa dan
kohesi antarkalimat. Kohesi antarklausa menggabungkan induk kalimat dan anak
kalimat, atau dua induk kalimat menjadi satu kalimat yang panjang. Dua klausa itu
setara.Kohesi antarklausa bahasa Indonesia adalah dan, tetapi, dan melainkan.

perbedaan pemberian tanda baca.

kalimat dan kalimat


kalimat, tetapi kalimat
kalimat, melainkan kalimat

Kohesi antarkalimat mengawali sebuah kalimat dan dibubuhi tanda koma,


lalu dilanjutkan dengan kalimat lengkap yang lain. Kohesi antarkalimat bahasa
Indonesia adalah sebagai berikut.
Jadi, ... . Bahkan, ... .
Namun, ... . Padahal, ... .
Akan tetapi, ... . Oleh sebab itu, ... .
Walaupun demikian, ... . Akibatnya, ... .
Dengan demikian, ... . Sebelum itu, ... .
Oleh karena itu, ... . Sementara itu, ... .

Penulis laporan perlu membedakan penggabungan kalimat dengan kohesi


dan dan kohesi yang. Penggabungan kalimat dengan kohesi dan mempertahankan
dua fokus, sedangkan penggabungan kalimat dengan kohesi yang hanya menyatakan
satu fokus dalam induk kalimat. Secara tata bahasa tidak salah, tetapi secara
pragmatik laporan terdapat beda fokus.
99
Halaman
Contoh:
• Pengadaan software Sistem Informasi Akademik (SIA) dan barcode system
belum dicatat dalam neraca yang mengakibatkan aset kurang dicatat sebesar
Rp511,73 juta.

• Kalimat ini hanya melaporkan satu fokus, yakni “pengadaan SIA” belum
dicatat. Kalimat dengan yang merupakan anak kalimat. Jadi, tidak menjadi
bahan laporan.Jika penulis hendak melaporkan dua fokus, maka penulis harus
memakai kohesi dan.

• Kementerian Komunikasi belum mencatat pengadaan SIA dan barcode system


danhal tersebut mengakibatkan kekurangan pencatatan aset sebesar Rp511,73
juta.

d. Rujukan Anaforis

Dalam kalimat sering terdapat anaforis. Rujukan anaforis merujuk kepada apa
yang telah disebut di depan. Kohesi yang mengatakan rujukan anaforis ialah hal
tersebut,hal itu, seperti dilaporkan di depan,...di atas.

Contoh:

• Hal tersebut disebabkan …à Perbedaan tersebut disebabkan …

• seperti dalam tabel di atas à seperti dalam Tabel 3.4

• Kalimat pengecualian dalam opini: Sebagaimana diungkapkan dalam


catatan 3.4 atas laporan keuangan

100
Halaman
F. Penyusunan Paragraf Temuan

Lingkup bahasan subbab ini meliputi jenis dan penggunaan paragraf dalam laporan BPK.
Penggunaan paragraf dalam laporan BPK perlu diberikan panduan sehingga memudahkan
pemeriksa dalam mengembangkan paragraf. Pembaca laporan akan lebih mudah memahami
maksud penulis yang tertuang dalam paragraf yang baik.
1. Definisi Paragraf
Paragraf berasal dari bahasa Yunani, paragrafos, yang artinya "menulis di samping"
atau "tertulis di samping" yang bermakna penulisan yang dimulai dari sisi kiri.
Paragraf bermakna suatu jenis tulisan yang memiliki tujuan atau ide. Paragraf bisa juga
bermakna satu bentuk wacana atau cerita yang terkecil dalam
sebuah uraian, apa pun bentuk uraian itu. Sebuah wacana atau
cerita terdiri atas beberapa paragraf.

Sebuah paragraf biasanya terdiri atas pikiran, gagasan,


atau ide pokok yang dibantu dengan kalimat pendukung.
Paragraf non-fiksi biasanya dimulai dengan umum dan
bergerak lebih spesifik sehingga dapat memunculkan argumen atau sudut pandang.Setiap
paragraf berawal dari apa yang datang sebelumnya dan berhenti untuk dilanjutkan.

2. Model Pengembangan Paragraf

Paragraf yang digunakan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK adalah paragraf
deduktif. Dimulai dengan kalimat fokus/topik pada awal paragraf selanjutnya
dikembangkan dalam kalimat-kalimat pengembang atau kalimat-kalimat cerita. Struktur
tersebut adalah:

i. Dimulai dengan kalimat topik yang menyatakan gagasan utama paragraf.


ii. Memberikan detil pendukung untuk mendukung gagasan utama.
101
Halaman
iii. Ditutup dengan kalimat penutup yang menyatakan kembali gagasan utama.

Contoh paragraf deduktif:

BPK memberikan opini Tidak Wajar (TW) atas Laporan Keuangan


Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) Tahun 2007. Pemeriksa
memberikan opini TW karena Depkominfo belum mengkonsolidasikan Laporan
Keuangan Balai Telekomunikasi dan Informasi Perdesaan serta belum
merevaluasi Barang Milik Negara (BMN) yang diperoleh sebelum neraca awal.

3. Struktur Pengembangan Paragraf

Paragraf dalam suatu laporan dapat berupa narasi, eksposisi, dan argumentasi.
Paragraf narasi menunjukkan runtun kronologi dan proses pemeriksaan, kejadian, atau
peristiwa dengan tujuan agar pembaca dapat mengikuti proses suatu laporan. Paragraf
eksposisi menunjukkan suatu hubungan sebab akibat, memberikan perbandingan,
memerinci sesuatu, atau memberikan contoh agar pembaca memahami laporan.
Paragraf argumentasi memberikan penjelasan, bukti, dan fakta agar pembaca yakin
terhadap isi laporan.

102
Halaman
a. Pengembangan Paragraf Narasi

Paragraf narasi menjelaskan uraian laporan secara runtun kronologi. Paragraf narasi
menggunakan pemarkah bahasa, antara lain mula-mula, lalu, kemudian, sesudah itu,
akhirnya, pada hari…, tanggal…, tahun…, pada awalnya, pada akhirnya, sesudah,
setelah, sebelum, ketika, waktu itu, pada waktu…, bermula dari…, sampai dengan…

Contoh paragraf narasi:


Dalam rangka menindaklanjuti Hasil Pemeriksaan BPK atas LKPP
tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan dan membentuk tim
penertiban rekening. Peraturan yang diterbitkan di antaranya
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Uang Negara/Daerah sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 28 ayat
(1). Selanjutnya, Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 58 Tahun 2007 tentang Penertiban Rekening
Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga (KL). Penertiban
rekening tersebut dilakukan Tim Penertiban Rekening Pemerintah
(TPRP) yang bertugas melakukan pendataan/inventarisasi rekening
pada KL, pembahasan, dan penetapan status rekening.

103
Halaman
b. Pengembangan Paragraf Eksposisi
Paragraf eksposisi menguraikan pembandingan, pengelompokan, perincian, dan
hubungan kausal. Paragraf eksposisi pembandingan menggunakan pemarkah bahasa,
antara lain sebaliknya, membedakan, tetapi, walaupun, namun, dan melainkan. Paragraf
eksposisi pengelompokan menggunakan pemarkah bahasa, seperti dibagi,
dikelompokkan, kategori, jenis, macam, kelas, aspek, kualitas, dan tipe. Paragraf
eksposisi perincian menggunakan kata-kata, misalnya pertama, kedua, ketiga, misalnya,
dan umpamanya. Paragraf eksposisi hubungan kausal menggunakan pemarkah,
misalnya sebab, lantaran, karena, oleh…, dengan…, sehingga, oleh karena itu, oleh
sebab itu, karena itu, sampai, menyebabkan, disebabkan, penyebab, dan lain- lain.

Contoh paragraf eksposisi:

Pemerintah telah membenahi perangkat kebijakan terkait Aparat


Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), di antaranya dengan
menerbitkan PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP. PP tersebut telah
memberikan landasan yang memadai mengenai kedudukan, tugas dan
fungsi, standar, serta kode etik yang digunakan APIP. Namun, pada saat
penerbitan PP No. 60 Tahun 2008, Pemerintah telah mengatur
pengawasan di tingkat pemerintah daerah melalui PP No. 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah. Pemerintah belum menyelaraskan kedua PP
tersebut sehingga terjadi masalah sinkronisasi pelaksanaan dan
pembinaan pengawasan di tingkat pemerintah daerah.
104
Halaman
c. Pengembangan Paragraf Argumentasi

Paragraf Argumentasi salah satu jenis pengembangan paragraf dalam


penulisan yangditulis dengan tujuan untuk meyakinkan atau membujuk pembaca.
Dalam penulisan paragraf jenis ini isi dapat berupa penjelasan, pembuktian, alasan,
atau ulasan objektifyang disertakan contoh, analogi, dan sebab akibat.

Ciri-ciri paragraf argumentasi adalah (a) menjelaskan pendapat, (b)


memerlukan fakta untuk pembuktian berupa gambar/grafik, (c) definisi, dan (d)
penutup berisi simpulan.

Contoh paragraf argumentasi:

Hasil Inventarisasi dan Penilaian (IP) menurut data Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) menunjukkan adanya koreksi yang menambah nilai Aset Tetap
sebesar Rp388,51 triliun. Terdapat permasalahan dalam pencatatan hasil IP
sebagai berikut.

(1) DJKN belum dapat merekonsiliasi hasil IP sebesar Rp55,39 triliun dengan
catatan pada KL;

(2) KL belum membukukan hasil IP sebesar Rp11,50 triliun sehingga belum


mengoreksi nilai aset tetap di neraca; dan

(3) DJKN belum melakukan IP atas aset tetap dengan nilai perolehan minimal
sebesar Rp6,63 triliun.

Nilai aset tetap di neraca dapat berbeda jika pemerintah telah menyelesaikan IP
atas seluruh aset dan menyelesaikan rekonsiliasi hasil IP dengan KL terkait.
105
Halaman
d. Format Paragraf

Penulisan paragraf ditandai dengan bentuk pengetikan atau penataan yang


disebut alinea atau baris baru. Praktik penulisan paragraf secara umum adalah (1)
menandakan paragraf baru dengan memasukkan baris pertama (tiga hingga lima
spasi) dan (2) dengan baris kosong antara paragraf. Penulisan paragraf menggunakan
baris kosong dan tanpa masukan biasanya dikenal sebagai "paragraf blok". Penulisan
paragraflaporan di BPK menggunakan paragraf yang dimulai dengan baris baru dan
menjorok enam ketukan.

4. Penyusunan Judul

Judul merupakan unsur awal dalam penyusunan TP, judul memberikan gambaran awal
kepada pembaca TP untuk memperoleh informasi yang singkat dan jelas tentang
permasalahan yang dimuat dalam TP tersebut. Salah satu teknik pengungkapan Judul yaitu
memberikan simpulan/gambaran atas kondisi permasalahan yang terjadi, atau dapat juga
mengkombinasikan antara kondisi dengan akibat, menggunakan bahasa yang singkat dan
jelas. Judul diutamakan dalam bentuk frase yang panjang.

Contoh Judul yang Tidak Efektif

▶ Terdapat Pekerjaan Pembangunan Gedung Pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan
Inspektorat Mengalami Kekurangan Volume Sebesar Rp505.334.310,00

Hasil suntingan:

▶ Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan Gedung Sebesar Rp505.334.310,00 pada Dinas


Pendidikan dan Kebudayaan serta Inspektorat

▶ Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan Gedung pada Dinas Pendidikan dan


Kebudayaan serta Inspektorat Sebesar Rp505.334.310,00
106
Halaman
5. Lembar Kerja dan Pengetikan

Dalam subbab ini diatur ukuran kertas, bidang kerja, pengetikan, dan penomoran
halaman.
a. Kertas
Kertas yang digunakan dalam penulisan laporan adalah HVS 70 atau 80 gram ukuran A4
(21,00 cm x 29,70 cm atau 8,27” x 11,69”).

b. Bidang Kerja
Bidang kerja yang digunakan pada kertas laporan adalah 4 cm (1,58”) dari sisi kiri dan 3 cm
(1,18”) masing-masing dari sisi kanan, sisi atas, dan sisi bawah kertas.

c. Pengetikan
Laporan BPK harus diketik dengan komputer menggunakan program pengolah kata. Jenis
huruf yang digunakan adalah Times New Roman dengan ukuran (font size) 11. Laporan
diketik dengan spasi exactly 14pt dengan paragraf sebelum dan sesudah (beforeand after)
adalah 0. Untuk hal-hal khusus spasi dapat disesuaikan dengan kondisi. Awal paragraf
dimulai 0,5 inchi ke dalam. Judul dan subjudul, termasuk judul tabel dan judul gambar,
diketik satu spasi.

d. Ilustrasi
Ilustrasi seperti gambar, tabel, ataupun bagan harus ditulis pada kertas naskah. Ilustrasi
tersebut tidak boleh menggunakan kertas grafik atau kertas lain yang ditempelkan pada
kertas naskah.

e. Nomor Halaman
Sampul dan halaman pancir (sampul dalam) tidak dinomori. Halaman kata pengantar, daftar
isi, daftar tabel, daftar bagan atau gambar diberi nomor dengan angka romawi kecil i, ii dan
seterusnya. Nomor halaman kata pengantar, daftar isi, daftar bagan atau gambar
diletakkan di tengah bawah naskah. Untuk halaman naskah, yakni dari halaman
pendahuluan sampai halaman daftar pustaka serta lampiran-lampiran diberi nomor dengan
angka arab tanpa menggunakan titik. Nomor halaman untuk naskah (pendahuluan sampai
daftar pustaka dan lampiran) diletakkan di sudut kanan bawah naskah. Setiap judul bab
harus dimulai pada halaman baru.
107
Halaman
Soal Latihan

1. Pilihlah kalimat yang menurut Saudara benar!


a) Kepala Direktorat Litbang BPK sedang mensosialisasikan perangkat lunak
pemeriksaan.
b) Kepala Direktorat Litbang BPK sedang menyosialisasikan perangkat lunak
pemeriksaan.
c) Kepala Direktorat Litbang BPK sedang mensosialisasikan Perangkat lunak
Pemeriksaan.
d) Kepala Direktorat Litbang BPK sedang mensosialisasikan Perangkat Lunak
Pemeriksaan.
2. Pilihlah kalimat yang menurut Saudara benar!
a) Paragraf yang digunakan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK adalah paragraf
deduktif.
b) Paragraf yang digunakan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK adalah paragraf
induktif.
c) Paragraf yang digunakan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK adalah paragraf
campuran.
d) Tidak diatur.

3. Pilihlah kalimat yang menurut Saudara benar!


A. Tim belum menyampaikan temuan berjudul Rasio Angsuran Kredit Anggota DPRD
Melebihi Rasio Angsuran yang Ditentukan dalam SK Direksi Sebesar Rp750,00 Juta.
B. Tim belum menyampaikan temuan berjudul ‘rasio angsuran kredit Anggota DPRD
melebihi rasio angsuran yang ditentukan dalam SK Direksi sebesar Rp750,00 juta’.
C. Tim belum menyampaikan temuan berjudul Kelebihan Rasio Angsuran Kredit Anggota
DPRD Sebesar Rp750,00 Juta.
D. Tim belum menyampaikan temuan berjudul rasio angsuran kredit Anggota DPRD
melebihi rasio angsuran yang ditentukan dalam SK Direksi sebesar Rp750,00 juta.

108
Halaman
4. Pilihlah kalimat yang menurut Saudara benar!
A. Aset tetap tidak dapat diyakini kewajarannya karena belum dilakukan inventarisasi.
B. Nilai aset tetap tidak dapat diyakini kewajarannya karena belum diinventarisasi.
C. Karena belum dilakukan inventarisasi Pemeriksa tidak dapat meyakini kewajaran
nilai aset tetap.
D. Karena belum diinventarisasi, Pemeriksa tidak dapat meyakini kewajaran aset
tetap.

5. Pilihlah kalimat yang menurut Saudara benar!


A. Pejabat yang menghadiri rapat pada 9 September 2021 sebanyak lima orang.
B. Pejabat yang menghadiri rapat pada tanggal 9 September 2021 sebanyak lima
orang.
C. Pejabat yang menghadiri rapat tanggal 9 September 2021 sebanyak 5 orang.
D. Pejabat yang menghadiri rapat pada tanggal 9 September 2021 sebanyak 5 orang.

6. Pilihlah kalimat yang menurut Saudara benar:


A. Liaison Officer Badiklat pada Kantor Perwakilan BPK Jatim dijabat oleh Kepala
Subbagian SDM.
B. Liaison Officer Badiklat pada Kantor Perwakilan BPK Jatim dijabat oleh Kepala
Sub Bagian SDM.
C. Liaison officer Badiklat pada kantor perwakilan jatim BPK dijabat oleh Kepala Sub-
Bagian SDM.
D. Liaison officer Badiklat pada kantor perwakilan BPK jatim dijabat oleh Kepala
Subbagian SDM.

7. Pilihlah kalimat yang menurut Saudara benar:


A. Undang-undang No. 15 Tahun 2006 Pasal 16 Ayat 1 menyatakan bahwa ...
B. Pasal 16 Ayat (1) Undang-undang No. 15 Tahun 2006 menyatakan bahwa ...
C. Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 Pasal 16 ayat (1) menyatakan bahwa ...
D. Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 menyatakan bahwa ...

8. Diksi dalam penulisan yang tepat adalah dengan menggunakan pilihan kata ... .
A. konotatif, atasan, khusus, dan ilmiah.
109

B. denotatif, atasan, umum, dan populer.


C. denotatif, bawahan, khusus, dan populer.
Halaman

D. denotatif, bawahan, khusus, dan ilmiah


9. Pilihlah kalimat yang menurut Saudara benar!
A. Kami telah melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kota
Samarinda tahun 2021.
B. Kami telah memeriksa Laporan Keuangan Pemerintah Kota Samarinda tahun 2021.
C. Kami telah melakukan pemeriksaan neraca Pemerintah Kota Samarinda per 31
Desember 2020 serta laporan realisasi anggaran dan laporan arus kas untuk tahun
yang berakhir pada tanggal tersebut.
D. Kami telah memeriksa Neraca Pemerintah Kota Samarinda per 31 Desember 2009
serta Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Arus Kas untuk tahun yang berakhir
pada tanggal tersebut.

10. Judul temuan yang paling mudah dipahami pembaca laporan adalah:
A. Pembangunan gedung SMAN 99 tidak sesuai dengan ketentuan.
B. Pembangunan gedung SMAN 99 tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
C. Pembangunan gedung SMAN 99 bertentangan dengan Perpres No. 54 Tahun 2010.
D. Pembangunan gedung SMAN 99 tidak dilaksanakan secara tender.

110
Halaman
Latihan 2

Suntinglah paragraf berikut sehingga sesuai dengan Pedoman Penulisan Laporan BPK!

Paragraf berikut bersumber dari LHP atas Pelaksanaan Anggaran Kegiatan Tahun
Anggaran 2007dan 2008 pada Kanwil Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Depkumham) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Lingkungan Kanwil
Depkumham Provinsi Papua di Jayapura.

Laporan tersebut terdiri atas tiga bab yaitu pendahuluan, gambaran umum obyek
pemeriksaan,dan hasil pemeriksaan. Paragraf berikut merupakan bagian dari bab
III.

III. Hasil Pemeriksaan


Tanpa mengurangi keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang telah dicapai, hasil
pemeriksaanmasih menemukan kelemahan-kelemahan sebagai berikut:
1. Sistem Pengendalian Intern
Sistem Pengendalian Intern pelaksanaan anggaran Kegiatan Kanwil
Depkumham Papua yang meliputi unsur lingkungan pengendalian,
penilaian risiko, aktivitas pengendalian, komunikasi dan informasi dan
pemantauan masih mengandung beberapa kelemahan antara lain
administrasi keuangan bendaharawan dan administrasi barang berupa
persediaan dan alat tulis tidak tertib, tidak adanya pemeriksaan kas
bendaharawan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berita acara
penerimaan barang yang ditandatangani panitia penerima barang/jasa
tidak didasarkan pada kondisi sebenarnya dan panitiapengadaan barang
tidak cermat dalam menyusun HPS dan menilai penawaran harga,
sehingga pelaksanaan anggaran kegiatan belum berjalan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. ............

apapun


.
111
Halaman
Teknik Penulisan Temuan Pemeriksaan Buku Peserta

PENUTUP

Hasil pemeriksaan adalah hasil akhir dari suatu proses penilaian kebenaran,
kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/ informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilaksanakan secara
independen, objektif, dan professional berdasarkan Standard Pemeriksaan, yang
dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagai keputusan BPK. Untuk dapat
menyajikan laporan hasil pemeriksaan yang baik, pemeriksa harus mengetahui kualitas
laporan yang baik. Laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat,
objektif, meyakinkan, serta jelas, dan seringkas mungkin.

Laporan yang baik adalah laporan yang mudah dipahami bagi pembaca
laporan. Tujuan utama atas penulisan laporan adalah untuk mengkomunikasikan suatu
pesan di dalam laporan. Untukitu diperlukan gaya bahasa yang baik dalam menyusun
suatu laporan hasil pemeriksaan, dalam hal ini gaya bahasa yang berlaku di BPK. Berikut
merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam kaidah bahasa laporan
pemeriksaan:

1. Penyusunan Paragraf Laporan

2. Penggabungan Kalimat dan penggunaan kohesi

3. Diksi dalam penulisan Laporan

4. Pengguna Tanda Baca/Pungtuasi

5. Penulisan Angka

6. Penyajian Tabel, Gambar dan Uraiannya

7. Lembar kerja dan Pengetikan

Laporan memuat temuan hasil pemeriksaan. Temuan menjelaskan sesuatu hal


yang salah, atau sesuatu yang akan menjadi salah. Temuan pemeriksaan biasanya
terdiri dari unsur kondisi, kriteria, akibat, dan sebab. Dalam menyajikan temuan,
pemeriksa harus mengembangkan unsur- unsur temuan pemeriksaan untuk
112
Halaman
Teknik Penulisan Temuan Pemeriksaan Buku Peserta

membantu manajemen entitas yang diperiksa atau pihak berwenang dalam


memahami perlunya mengambil tindakan perbaikan. Apabila pemeriksa dapat
mengembangkan secara memadai temuan-temuan tersebut, pemeriksa harus
membuat rekomendasi guna tindakan perbaikan.

Pemeriksa harus melaporkan temuan pemeriksaan untuk menjawab tujuan


pemeriksaan. Dalam melaporkan temuan pemeriksaan tersebut, pemeriksa harus
mengungkapkan informasi yang cukup, kompeten, dan relevan sehingga dapat
dipahami. Pemeriksa juga harus melaporkan informasi mengenai latar belakang yang
dibutuhkan oleh pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam memahami temuan
pemeriksaan tersebut karena laporan hasil pemeriksaan yang baik adalah laporanyang
mudah dipahami pembacanya baik dari segi tata bahasa maupun keakuratannya.

113
Halaman
Teknik Penulisan Temuan Pemeriksaan Buku Peserta

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia No.15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan.
Arens, dkk. 2012. Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach, 14th Edition.
New Jersey: Pearson Education Inc.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2017. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia No.01 Tahun 2017: Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta:
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2010. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia No.05 Tahun 2010: Petunjuk Teknis Temuan Pemeriksaan. Jakarta:
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2017. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia No.05Tahun 2015: Pedoman Manajemen Pemeriksaan. Jakarta: Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2020. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2020. JKS-P.102.000/2020: Petunjuk Teknis Pemeriksaan
LKPP/LKKL/LKBUN. Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2020. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2021. JKS-P.103.000/2021: Petunjuk Teknis Pemeriksaan
LKPD. Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2020. AKN V: Kebijakan Pemeriksaan LKPD. Jakarta:
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2008. Pedoman Penulisan Laporan BPK RI (Gaya
Selingkung). Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Tahun 2005. 2005. Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.
Blake, Gary, dan Robert W. Bly. 1993. The Elements of Technical Writing. New York:
Macmillan GeneralReference.
Colin-Jones, Graham. 1992. The Complete Asian Report Writer. Singapore: Times Books
International.
Findlay, Bruce M. 1996. How to write a Psychology Laboratory Report. Second Edition.
Englewood Clifts, New Jersey: Prentice-Hall.
Fletcher, J.A., dan GF. Gowing. 1987. The Business Guide to Effective Writing. Revised,
second edition.New Delhi: New Light Publishers.
Julianto, Eko. 2016. Diktat tidak diterbitkan. Temuan Pengendalian Intern dan Temuan
Kepatuhan: Hubungan, Perbedaan, dan Struktur Penulisan.
114
Halaman
Teknik Penulisan Temuan Pemeriksaan Buku Peserta

Keithley, Erwin, dan Philip J. Schreiner. 1971. A Manual of Style for the Preparation
of Papers andReports. Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.
Matejka, Ken, and Diane P. Ramos. 1996. Hook’em: Speaking and Writing to Cacth and
Keep a BusinessAudience. New York: American Management Association.
May, Claire, dan Gordon S. May. 1996. Effective Writing: A Handbook for Accountans.
Upper SaddleRiver, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
Parera, Jos. Daniel. 2004. Belajar Mengemukakan Pendapat. Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga. Parera, Jos. Daniel. 2004. Teori Semantik. Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.
_______________. 2004. Menulis Tertib dan Sistematik. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
_______________. 2004. Keberbahasaan dan Keperluan Bahasa Indonesia: untuk
Menulis danPenyunting Buku Pelajaran. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.
Pattow, Donald dan William Wrech. 1998. Communicating Technical Information: A
Guide for theElectronic Age. Second Edition. Upper Saddle River, New Jersey:
Prentice-Hall.
Pusat Bahasa. 2001. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: PT Balai Pustaka.

____________. 2001. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.


Jakarta: PT BalaiPustaka.
____________. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Balai
Pustaka

____________. 2007. Penyempurnaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta:


DepartemenPendidikan Nasional.
Tuanakotta, Theodorus M. 2011. Berpikir Kritis dalam Auditing. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.

115
Halaman
Teknik Penulisan Temuan Pemeriksaan Buku Peserta

© 2022 Hak Cipta pada Bidang Kurikulum, Silabus, dan Bahan Ajar

Pusat Akademik dan Teknologi Pembelajaran

BADAN DIKLAT PKN BPK RI

116
Halaman
Teknik Penulisan Temuan Pemeriksaan Buku Peserta

LAMPIRAN

MATRIKS KODERING
TIAP JENIS TEMUAN

117
Halaman
Ketidakpatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-undangan yang Mengakibatkan Nilai penyerahan aset atau
penyetoran ke kas
negara/daerah atas temuan
Kerugian negara/daerah atau kerugian negara/daerah yang terjadi di perusahaan yang telah ditindak lanjuti
Kerugian dalam proses pemeriksaan
negara/ pembayaran honorarium
daerah atau dan/atau biaya perjalanan penyetoran
kerugian Belanja atau pengadaan ke kas
dinas ganda dan atau penyetoran ke
negara/ barang/jasa fiktif Penjualan/ negara/
melebihi standar yang Kelebihan Penentuan kas negara/
daerah yang Kelebihan ditetapkan pertukaran/ daerah atas
spesifikasi penetapan HPP terlalu daerah atas
terjadi di Rekanan pembayaran penghapusan temuan yang
Kekurangan penggunaan barang/jasa Pengembalian dan Pelanggaran rendah temuan yang
perusahaan pengadaan selain Biaya Belanja tidak aset negara/ Penghapusan telah ditindak
volume Pemahalan uang/barang yang pinjaman/ pembayaran ketentuan sehingga telah ditindak
barang/jasa kekurangan Perjalanan pembayaran sesuai atau daerah tidak hak tagih tidak lanjuti dalam
pekerjaan harga (Mark untuk diterima piutang atau restitusi pemberian penentuan Lain-lain lanjuti dalam
III. a tidak volume Dinas honorarium melebihi sesuai sesuai proses
dan/atau up) kepentingan tidak sesuai dana bergulir pajak atau diskon harga jual proses
Belanja Belanja atau menyelesaika pekerjaan ganda dan ganda dan ketentuan ketentuan dan ketentuan pemeriksaan
barang pribadi dengan macet penetapan penjualan lebih rendah pemeriksaan
Kodering : Perjalanan pengadaan n pekerjaan dan/atau atau atau merugikan untuk temuan
kontrak kompensasi dari yang untuk temuan
101 Dinas Fiktif fiktif lainnya barang melebihi melebihi negara/ lainnya
kerugian seharusnya perjalanan
standar standar yang daerah (selain
dinas
yang ditetapkan perjalanan
ditetapkan dinas)
Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml penjel Jml Jml
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai
Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus asan Kasus Kasus
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
101 01 01 101 01 02 101 02 101 03 101 04 101 05 101 06 101 07 01 101 07 02 101 08 101 09 101 10 101 11 101 12 101 15 101 16 101 17 101 99

Potensi Kerugian Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang Mengakibatkan


Negara/Daerah/
Potensi Kerugian Negara/Daerah/Potensi Kerugian Negara yang ada di Perusahaan Nilai penyerahan aset atau
Potensi kerugian
negara yang ada di Kelebihan pembayaran Rekanan belum Pemberian jaminan Pihak ketiga belum penyetoran ke kas
Perusahaan dalam pengadaan melaksanakan kewajiban pelaksanaan dalam melaksanakan Piutang/pinjaman negara/daerah atas
Pembelian aset Aset tidak Penghapusan temuan yang telah ditindak
barang/jasa tetapi pemeliharaan barang Aset dikuasai pelaksanaan pekerjaan, kewajiban untuk atau dana bergulir
III. b yang berstatus diketahui Piutang tidak Lain-lain lanjuti dalam proses
pembayaran pekerjaan hasil pengadaan yang pihak lain pemanfaatan barang dan menyerahkan aset yang berpotensi
sengketa keberadaannya sesuai ketentuan pemeriksaan
Kodering :
belum dilakukan sebagian telah rusak selama masa pemberian fasilitas tidak kepada tidak tertagih
102 atau seluruhnya pemeliharaan sesuai ketentuan negara/daerah
Penjelasan
Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai
Temuan
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
102 01 102 02 102 03 102 04 102 05 102 06 102 07 102 08 102 09 102 99

Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang Mengakibatkan Nilai penyetoran ke kas negara/daerah atas temuan yang
Kekurangan Penerimaan telah ditindak lanjuti dalam proses pemeriksaan
Penerimaan Negara/Daerah atau denda keterlambatan pekerjaan
Kekurangan belum/tidak ditetapkan atau dipungut/diterima/disetor ke Kas
Penerimaan Negara/Daerah atau perusahaan milik negara/daerah penyetoran ke kas
Dana penyetoran ke kas
Penggunaan Penerimaan negara/daerah atas
III. C Denda keterlambatan Perimbangan Pengenaan tarif Koreksi Kelebihan negara/daerah atas temuan
Penerimaan Negara/Daerah lainnya langsung Negara/ daerah temuan yang telah ditindak
pekerjaan belum/tidak yang telah pajak/PNBP perhitungan pembayaran yang telah ditindak lanjuti
(selain denda keterlambatan) Penerimaan diterima oleh Lain-lain lanjuti dalam proses
Kodering : ditetapkan atau ditetapkan lebih rendah bagi hasil subsidi oleh dalam proses pemeriksaan
103 belum/tidak ditetapkan atau Negara/ instansi yang pemeriksaan untuk
dipungut/diterima/disetor ke belum masuk dari ketentuan dengan KKKS pemerintah untuk temuan denda
dipungut/diterima/disetor ke Kas Daerah tidak berhak temuan lainnya (selain
Kas Negara/Daerah atau ke Kas Daerah keterlambatan pekerjaan
Negara/Daerah atau perusahaan milik denda keterlambatan)
perusahaan milik
negara/daerah
negara/daerah

Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Penjelasan Temuan Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
103 01 01 103 01 02 103 02 103 03 103 04 103 05 103 06 103 07 103 99
Ketidakpatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang Mengakibatkan
Administrasi
Pertanggungjawaban tidak Penyimpangan
akuntabel (bukti tidak Proses terhadap Penyimpangan Pembentukan Pertanggungj
Administrasi
lengkap/tidak valid) peraturan terhadap Penyetoran Sisa kas
pengadaan cadangan awaban/ Pengeluaran
III. c pertanggung- Pekerjaan Pemecahan perundang - peraturan Koreksi Penerimaan dibendahara Kepemilikan
Pertanggung- barang/jasa piutang, penyetoran investasi
jawaban tidak dilaksanakan kontrak undangan perundang - perhitungan Negara/ pengeluaran aset Pengalihan
jawaban tidak sesuai Pelaksanaan perhitungan uang pemerintah
Kodering: akuntabel mendahului untuk bidang undangan susbsidi/ Daerah akhir Tahun tidak/belum anggaran
perjalanan ketentuan lelang secara penyusutan persediaan tidak Lain-lain
(bukti tidak kontrak atau menghindari pengelolaan bidang tertentu kewajiban melebihi Anggaran didukung antar MAK
dinas tidak (tidak proforma atau melebihi didukung
104 lengkap/tidak penetapan ketentuan perlengkapan lainnya seperti pelayanan batas waktu belum/ tidak bukti yang tidak sah
akuntabel menimbulkan amortisasi batas waktu bukti yang
valid) lainnya anggaran pelelangan atau Barang kehutanan, umum yang disetor ke kas sah
(bukti tidak kerugian tidak sesuai yang sah
(selain Milik Negara/ pertambangan, ditentukan negara/daerah
lengkap/tidak negara) perpajakan, dll. ketentuan ditentukan
perjalanan Daerah/
valid) Perusahaan
dinas)
Jml Jml Jml Jml Jml Jml Penjelasan
Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Nilai Jml Kasus Nilai Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Nilai Nilai Nilai
Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Temuan
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
104 01 01 104 01 02 104 02 104 03 104 04 104 05 104 06 104 07 104 08 104 09 104 10 104 11 104 12 104 13 104 14 104 15 104 99

Kelemahan Sistem Pengendalian Intern


Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan Pelaporan Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kelemahan Struktur Pengendalian Intern

Penyimpangan
Kelemahan Mekanisme terhadap Penetapan/
SPI Sistem pemungutan, peraturan pelaksanaan Penetapan/ SOP yang Satuan
Sistem Informasi penyetoran dan perundang- kebijakan pelaksanaan Entitas tidak
undangan Pelaksana- tidak tepat ada pada Entitas Pengawas
III. e Pencatatan Proses Informasi Akuntasi pelaporan serta kebijakan memiliki Tidak ada
Entitas bidang teknis an belanja entitas tidak tidak Intern yang
tidak/ belum penyusunan Akuntansi dan Perencanaan penggunaan atau belum tidak tepat SOP formal pemisahan
Kodering : terlambat tertentu atau di luar berjalan memiliki ada tidak
dilakukan laporan tidak dan Pelaporan Lain-lain kegiatan tidak penerimaan
ketentuan mekanisme
dilakukan atau belum Lain-lain untuk suatu tugas dan Lain-lain
201 menyampai memadai negara/daerah/ berakibat dilakukan secara Satuan memadai
atau tidak sesuai Pelaporan belum intern APBN/ prosedur fungsi yang
202 kan laporan perusahaan hilangnya berakibat optimal Pengawas atau tidak
akurat ketentuan tidak didukung organisasi APBD atau memadai
203 dan hibah tidak potensi peningkatan atau tidak Intern berjalan
memadai SDM yang yang diperiksa keseluruhan
sesuai dengan tentang penerimaan/ biaya/belanja ditaati optimal
memadai
ketentuan pendapatan pendapatan
dan belanja

Penje
Penje
Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml Jml lasan
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Penjelasa Nilai Jml Kasus Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai lasan Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai
Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Kasus Temua
n Temuan Temuan
n
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
201 01 201 02 201 03 201 04 201 05 201 99 202 01 202 02 202 03 202 04 202 05 202 06 202 99 203 01 203 02 203 03 203 04 203 05 203 99

ketidakekonomisan,
Ketidakekonomisan, Ketidakefisienan, dan Ketidakefektifan
ketidakefisienan, Ketidakhematan/pemborosan/ketidakekonomisan Ketidakefisienan Ketidakefektifan
dan ketidakefektifan Penggunaan Pemanfaatan Pelaksanaan Fungsi atau
Penetapan Penggunaan Pemanfaatan
kuantitas input Penggunaan barang/ jasa kegiatan tugas instansi
kualitas dan Pemborosan kualitas input barang/jasa Pelayanan yang diperiksa Penggunaan
III. f Pengadaan untuk satu anggaran Barang yang dilakukan tidak terlambat/
kuantitas keuangan negara/ untuk satu dilakukan kepada tidak biaya
barang/ jasa satuan output tidak tepat dibeli belum/ berdampak terhambat
Kodering : barang/jasa daerah/ Lain-lain satuan output Lain-lain tidak sesuai masyarakat diselenggarakan promosi/ Lain-lain
melebihi lebih sasaran/ tidak tidak dapat terhadap sehingga dengan baik,
301 yang digunakan perusahaan atau lebih tinggi dari dengan tidak pemasaran
kebutuhan besar/tinggi sesuai dimanfaatkan pencapaian mempengaruhi termasuk target
302 tidak sesuai kemahalan harga yang rencana yang tujuan pencapaian optimal tidak efektif
dari yang peruntukan penerimaan tidak
303 standar seharusnya ditetapkan organisasi tujuan organisasi tercapai
seharusnya
Penje- Penje- Penje-
Jml Jml Jml
Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Nilai lasan Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Nilai lasan Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Jml Kasus Nilai Nilai lasan
Kasus Kasus Kasus Temuan
Temuan Temuan
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
301 01 301 02 301 03 301 99 302 01 302 02 302 99 303 01 303 02 303 03 303 04 303 05 303 06 303 07 303 08 303 99
KELOMPOK TEMUAN KOLOM KODERING KLASIFIKASI TEMUAN
5/6 101 01 01 Belanja Perjalanan Dinas Fiktif
7/8 101 01 02 Belanja atau pengadaan fiktif lainnya
9/10 101 02 Rekanan pengadaan barang/jasa tidak menyelesaikan pekerjaan
11/12 101 03 Kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang
13/14 101 04 Kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan/atau barang
15/16 101 05 Pemahalan harga (Mark up)
17/18 101 06 penggunaan uang/barang untuk kepentingan pribadi
19/20 101 07 01 Biaya Perjalanan Dinas ganda dan atau melebihi standar yang ditetapkan
21/22 101 07 02 pembayaran honorarium ganda dan atau melebihi standar yang ditetapkan
23/24 101 08 spesifikasi barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak
KERUGIAN
25/26 101 09 Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan
27/28 101 10 Pengembalian pinjaman/ piutang atau dana bergulir macet
29/30 101 11 Kelebihan penetapan dan pembayaran restitusi pajak atau penetapan kompensasi kerugian
31/32 101 12 Penjualan/ pertukaran/ penghapusan aset negara/ daerah tidak sesuai ketentuan dan merugikan negara/ daerah
33/34 101 15 Penghapusan hak tagih tidak sesuai ketentuan
35/36 101 16 Pelanggaran ketentuan pemberian diskon penjualan
37/38 101 17 Penentuan HPP terlalu rendah sehingga penentuan harga jual lebih rendah dari yang seharusnya
39/40 101 99 Lain-lain
42/43 penyetoran ke kas negara/ daerah atas temuan yang telah ditindak lanjuti dalam proses pemeriksaan untuk temuan perjalanan dinas
44/45 penyetoran ke kas negara/ daerah atas temuan yang telah ditindak lanjuti dalam proses pemeriksaan untuk temuan lainnya (selain perjalanan dinas)

KELOMPOK TEMUAN KOLOM KODERING KLASIFIKASI TEMUAN


5/6 102 01 Kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang/jasa tetapi pembayaran pekerjaan belum dilakukan sebagian atau seluruhnya
7/8 102 02 Rekanan belum melaksanakan kewajiban pemeliharaan barang hasil pengadaan yang telah rusak selama masa pemeliharaan
9/10 102 03 Aset dikuasai pihak lain
11/12 102 04 Pembelian aset yang berstatus sengketa
13/14 102 05 Aset tidak diketahui keberadaannya
POTENSI
15/16 102 06 Pemberian jaminan pelaksanaan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang dan pemberian fasilitas tidak sesuai ketentuan
KERUGIAN
17/18 102 07 Pihak ketiga belum melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan aset kepada negara/daerah
19/20 102 08 Piutang/pinjaman atau dana bergulir yang berpotensi tidak tertagih
21/22 102 09 Penghapusan Piutang tidak sesuai ketentuan
23/24 102 99 Lain-lain
26/27 Nilai penyerahan aset atau penyetoran ke kas negara/daerah atas temuan yang telah ditindak lanjuti dalam proses pemeriksaan

KELOMPOK TEMUAN KOLOM KODERING KLASIFIKASI TEMUAN


5/6 103 01 01 Denda keterlambatan pekerjaan belum/tidak ditetapkan atau dipungut/diterima/disetor ke Kas Negara/Daerah atau perusahaan milik negara/daerah
7/8 103 01 02 Penerimaan Negara/Daerah lainnya (selain denda keterlambatan) belum/tidak ditetapkan atau dipungut/diterima/disetor ke Kas Negara/Daerah atau perusahaan milik negara/daerah
9/10 103 02 Penggunaan langsung Penerimaan Negara/ Daerah
11/12 103 03 Dana Perimbangan yang telah ditetapkan belum masuk ke Kas Daerah
13/14 103 04 Penerimaan Negara/ daerah diterima oleh instansi yang tidak berhak
KEKURANGAN
15/16 103 05 Pengenaan tarif pajak/PNBP lebih rendah dari ketentuan
PENERIMAAN
17/18 103 06 Koreksi perhitungan bagi hasil dengan KKKS
19/20 103 07 Kelebihan pembayaran subsidi oleh pemerintah
21/22 103 99 Lain-lain
24/25 penyetoran ke kas negara/daerah atas temuan yang telah ditindak lanjuti dalam proses pemeriksaan untuk temuan denda keterlambatan pekerjaan
26/27 penyetoran ke kas negara/daerah atas temuan yang telah ditindak lanjuti dalam proses pemeriksaan untuk temuan lainnya (selain denda keterlambatan)
KELOMPOK TEMUAN KOLOM KODERING KLASIFIKASI TEMUAN
5/6 104 01 01 Pertanggung-jawaban perjalanan dinas tidak akuntabel (bukti tidak lengkap/tidak valid)
7/8 104 01 02 pertanggung-jawaban tidak akuntabel (bukti tidak lengkap/tidak valid) lainnya (selain perjalanan dinas)
9/10 104 02 Pekerjaan dilaksanakan mendahului kontrak atau penetapan anggaran
11/12 104 03 Proses pengadaan barang/jasa tidak sesuai ketentuan (tidak menimbulkan kerugian negara)
13/14 104 04 Pemecahan kontrak untuk menghindari ketentuan pelelangan
15/16 104 05 Pelaksanaan lelang secara proforma
17/18 104 06 Penyimpangan terhadap peraturan perundang -undangan bidang pengelolaan perlengkapan atau Barang Milik Negara/ Daerah/ Perusahaan
19/20 104 07 Penyimpangan terhadap peraturan perundang -undangan bidang tertentu lainnya seperti kehutanan, pertambangan, perpajakan, dll.
ADMINISTRASI 21/22 104 08 Koreksi perhitungan susbsidi/ kewajiban pelayanan umum
23/24 104 09 Pembentukan cadangan piutang, perhitungan penyusutan atau amortisasi tidak sesuai ketentuan
25/26 104 10 Penyetoran Penerimaan Negara/ Daerah melebihi batas waktu yang ditentukan
27/28 104 11 Pertanggungjawaban/ penyetoran uang persediaan melebihi batas waktu yang ditentukan
29/30 104 12 Sisa kas dibendahara pengeluaran akhir Tahun Anggaran belum/ tidak disetor ke kas negara/daerah
31/32 104 13 Pengeluaran investasi pemerintah tidak didukung bukti yang sah
33/34 104 14 Kepemilikan aset tidak/belum didukung bukti yang sah
35/36 104 15 Pengalihan anggaran antar MAK tidak sah
37/38 104 99 Lain-lain

KELOMPOK TEMUAN KOLOM KODERING KLASIFIKASI TEMUAN


5/6 201 01 Pencatatan tidak/ belum dilakukan atau tidak akurat
7/8 201 02 Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan
9/10 201 03 Entitas terlambat me-nyampai-kan laporan
11/12 201 04 Sistem Informasi Akuntansi dan Pelaporan tidak memadai
13/14 201 05 Sistem Informasi Akuntasi dan Pelaporan belum didukung SDM yang memadai
15/16 201 99 Lain-lain
18/19 202 01 Perencanaan kegiatan tidak memadai
20/21 202 02 Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan serta penggunaan penerimaan negara/daerah/perusahaan dan hibah tidak sesuai dengan ketentuan
22/23 202 03 Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja
KELEMAHAN SPI 24/25 202 04 Pelaksana-an belanja di luar mekanisme APBN/ APBD
26/27 202 05 Penetapan/ pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat hilangnya potensi penerimaan/ pendapatan
28/29 202 06 Penetapan/ pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum dilakukan berakibat peningkatan biaya/belanja
30/31 202 99 Lain-lain
33/34 203 01 Entitas tidak memiliki SOP formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan
35/36 203 02 SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati
37/38 203 03 Entitas tidak memiliki Satuan Pengawas Intern
39/40 203 04 Satuan Pengawas Intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal
41/42 203 05 Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai
43/44 203 99 Lain-lain
KELOMPOK TEMUAN KOLOM KODERING KLASIFIKASI TEMUAN
5/6 301 01 Pengadaan barang/ jasa melebihi kebutuhan
7/8 301 02 Penetapan kualitas dan kuantitas barang/jasa yang digunakan tidak sesuai standar
KETIDAKEKONOMISAN
9/10 301 03 Pemborosan keuangan negara/ daerah/ perusahaan atau kemahalan harga
11/12 301 99 Lain-lain
14/15 302 01 Penggunaan kuantitas input untuk satu satuan output lebih besar/tinggi dari yang seharusnya
KETIDAKEFISIENAN 16/17 302 02 Penggunaan kualitas input untuk satu satuan output lebih tinggi dari yang seharusnya
18/19 302 99 Lain-lain
21/22 303 01 Penggunaan anggaran tidak tepat sasaran/ tidak sesuai peruntukan
23/24 303 02 Pemanfaatan barang/jasa dilakukan tidak sesuai dengan rencana yang ditetapkan
25/26 303 03 Barang yang dibeli belum/ tidak dapat dimanfaatkan
27/28 303 04 Pemanfaatan barang/ jasa dilakukan tidak berdampak terhadap pencapaian tujuan organisasi
KETIDAKEFEKTIFAN 29/30 303 05 Pelaksanaan kegiatan terlambat/ terhambat sehingga mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi
31/32 303 06 Pelayanan kepada masyarakat tidak optimal
33/34 303 07 Fungsi atau tugas instansi yang diperiksa tidak diselenggarakan dengan baik, termasuk target penerimaan tidak tercapai
35/36 303 08 Penggunaan biaya promosi/ pemasaran tidak efektif
37/38 303 99 Lain-lain
PROFIL PENULIS EDISI PERTAMA

Eko Yulianto S.E., M.Sc., Ak., CA., CFE.


Penulis adalah pemeriksa di Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia (BPK RI) yang memiliki pengalaman lebih
dari 20 tahun melakukan pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu pada
berbagai entitas pemerintah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Doktor Akuntansi di


Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah
Mada (UGM) pada 2017. Sebelumnya,
penulis meraih Master of Science bidang Manajemen, Teknologi Informasi, dan
Perubahan Organisasi dari Lancaster University, Inggris, pada 2002. Pendidikan sarjana
akuntansinya diselesaikan pada 1999di FEB UGM setelah lulus dari Program Diploma
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) pada 1995.

Di samping mengenyam pendidikan formal, penulis telah memperoleh sertifikat


sebagai Certified Accountant (CA) dari Ikatan Akuntan Indonesia dan Certified Fraud
Examiner (CFE) dari Association of Certified Fraud Examiner (ACFE), Amerika Serikat.
Pengalaman profesional penulis juga diperkaya dengan keikutsertaannya dalam
berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh BPK RI maupun institusi lain dari dalam
dan luar negeri, seperti Government Accountability Office (Washington DC, Amerika
Serikat), UNESCO-IHE (Delft, Belanda), Jabatan Audit Negara (Putrajaya, Malaysia),
Kantor Akuntan Publik Ernst & Young (Jakarta). Di samping menekuni profesi auditor,
penulis juga aktif menulis buku dan menjadi instruktur pada berbagai pelatihan dengan
topik seputar audit dan pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh BPK RI,
lembaga pelatihan, dan perguruan tinggi.

Di samping menyusun modul untuk Badan Diklat BPK, penulis juga telah menerbitkan
dua buku tentang teknik audit berbantuan komputer, yaitu Menggunakan Microsoft
Excel sebagai Software Audit dan Menggunakan Microsoft Access sebagai Software
Audit. Kedua buku tersebut terbit 2018.

Penulis dapat dihubungi melalui email ekojulian@gmail.com.


Muhamad Ridwan Septiaji, S.S., M.A., M.H., C.H., C.Ht., L.CCC.

Penulis lahir di Yogyakarta pada tanggal 25 September 1986 ini


berkecimpung di dunia pelatihan yang fokus pada ranah
pemeriksaan dan penulisan. Menimba ilmu S-1 di Universitas
Negeri Yogyakarta, lalu melanjutkan studi linguistik di
Universitas Gadjah Mada dan Hukum Pidana di Universitas Islam
Djakarta. Sertifikasi lisensi yang dimiliki dari dalam dan luar
negeri adalah sertifikasi pengadaan barang/jasa, fungsional pemeriksa BPK, Neuro-
linguistic Programming, Hypnotherapist, Corporate Coach, Effective Softskill and
Communication for Leader. Pengalaman mengajar selain di BPKadalah Irjen Kemenkeu,
SPI PLN, BPPK Kemenkes, Pusdiklat BPS, Pusdiklat Kominfo BPPSDM Kemen ESDM,
Inspektorat Kota Kediri, Inspektorat Sinjai, Inspektorat Kab. Luwu Utara, Inspektorat
Kota Bandung.

Muhammad Satya Pradana, S.S., L.CCC

Lahir di Yogyakarta, 1 Mei 1985 Widyaiswara kelahiran


Yogyakarta fokus pada kebahasaan dan soft skill. Pernah menjadi
wartawan hingga editor, penulis masih sering terlibat dalam
berbagai proyek multimedia di luar kegiatan belajar- mengajar.
Antusias pada berbagai diskusi terkait soft skill, kebahasaan,
buku, musik, sastra, permainan, dan sepakbola. Penulis bisa
diajak ngobrol di dunia

maya melalui aplikasi telegram @muhammadsatya atau surel: satya_pradana@yahoo.co.id


PROFIL PENULIS EDISI REVISI

Mochamad Rudi Wahyudi, S.E., M.Ak., CCC

Pria yang akrab disapa Coach (Koh) Rudi saat ini berkedudukan sebagai
Widyaiswara Madya. Coach Rudi lahir di Sukabumi pada Tanggal 27 Juni 1976.
Rudi menempuh pendidikan dari SD hingga SLTA di Kota Sukabumi. Setelah
lulus dari dari SMA Negeri 1 Sukabumi pada Tahun 1995, pendidikan yang
ditempuh selanjutnya berturut-turut adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (1998), FE
Universitas Brawijaya Malang Jurusan Akuntansi (2001), MAKSI Universitas Indonesia Konsentrasi
Manajemen Keuangan Publik (2004).
Adapun pendidikan profesi yang pernah ditempuh antara lain adalah Certified Corporate Coach,
Approved Coach Specific Training Hours (ACSTH) 66 hours dari International Coach Federation
(ICF).

Rika Susanthi, SE., Ak., MSc., CA., CFE


Penulis adalah pejabat pengawas di Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI) yang pada saat ini ditugaskan pada Direktorat Evaluasi dan
Pelaporan Pemeriksaan. Selain memiliki pengalaman di bidang pelaporan
pemeriksaan, penulis juga memiliki pemahaman mengenai sektor publik dan
pengalaman dalam bidang pemeriksaan keuangan negara.
Penulis meraih Master of Science bidang Public Economic Management and Finance dari
University of Birmingham, Inggris dan sarjana akuntansi dari Universitas Padjadjaran. Di samping
pendidikan formal, penulis juga memperoleh sertifikat Chartered Accountant (CA) dari Ikatan
Akuntan Indonesia dan Certified Fraud Examiner (CFE) dari Association of Certified Fraud Examiner
(ACFE), Amerika Serikat.
Penulis dapat dihubungi melalui email: rika.susanthi@bpk.go.id.
Zulfikri S.E., M.P.A.
Penulis yang fokus pengembangan skill dan kemampuan dalam bidang
pemeriksaan kinerja di BPK ini, telah menyelesaikan pendidikan Master of
Public Administration dari University of Birmingham pada tahun 2017.
Sebelumnya, penulis telah memperoleh gelar sarjana akuntansi dari Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia pada tahun 2010 dan menyelesaikan
pendidikan Diploma III Akuntansi Pemerintahan dari Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara pada tahun 2007.
Penulis, lahir di Hamparan Perak pada tahun 1986, memiliki pengalaman sebagai pemeriksa di BPK
sejak 2010. Selama berkarir sebagai pemeriksa, penulis sudah melakukan pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu terkait pengelolaan dana APBN
pada pemerintah pusat maupun dana APBD pada pemerintah daerah.
Selain sebagai pemeriksa, penulis juga pernah menjadi pengajar di Pusdiklat BPK RI dan Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara. Pengalaman terkait pengelolaan sumber daya manusia, pengembangan
sistem remunerasi dan merit system di BPK diperoleh selama bertugas di Biro Sumber Daya
Manusia BPK.
Penulis dapat dihubungi melalui email dbase.zulfikri@gmail.com.

Anda mungkin juga menyukai