Makalah Pancasila Kel 1
Makalah Pancasila Kel 1
Dosen Pengampu :
Jalan Raya Pemda No.100 Parakan Kembang RT.002/RW.013, Pasir Jambu, Sukaraja
Kabupaten Bogor - Provinsi Jawa Barat
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dengan rahmat serta karunia-Nya,
Makalah ini dapat kami kerjakan dan selesaikan dengan baik sebagai tugas Pancasila yaitu
Makalah “Nilai Ketuhanan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Pancasila kami yaitu Bapak Ns.
M Iqbal Angga Kusuma, M.Kep. yang telah memberikan tugas dan juga membimbing
sehingga tugas ini dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Makalah
Pancasila ini mungkin saja masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik serta saran agar kedepannya kami dapat lebih baik lagi dalam
pembuatan Makalah Pancasila selanjutnya.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf jika terdapat kesalahan
dalam penulisan atau penjelasan dari Makalah Pancasila “Nilai Ketuhanan Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu” kami yang masih kurang baik, jelas, dan juga lengkap. Harapan kami
semoga Makalah ini dapat diterima oleh Bapak sebagai proses pembelajaran kami
selanjutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila merupakan landasan ideologis dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai premis pertama
dalam pancasila meniscayakan segala nilai-nilai kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara haruslah bernilaikan Ketuhanan.
Sila pertama dari Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mempunya arti
kebebasan beragama sesuai keyakinan masing-masing.Dalam penetapan Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa mengalami proses yang alot dan diperdebatan dengan
serius. Hal ini karena latar belakangi oleh keragaman agama warga negara Indonesia.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa pertama kali diusulkan oleh. Ir. Sukarno dalam
pembukaan sidang BPUPKI dengan kalimat “Ketuhanan” saja yang di tempatkan
pada urutan kelima, urutan yang paling bawah dengan alasan sila ketuhanan tersebut
dapat menjadi landasan sila-sila lainnya. Karena tidak ada kesepatan dengan sila
tersebut akhirnya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
( BPUPKI ) membentuk panitian
kecil atau panitia Sembilan yang beranggotakan
1.Ir. Soekarno ( ketua ),
2.Drs.Muhammad Hatta (perwakilan kebangsaan)
3.Mr. A.A. Maramis (perwakilan kebangsaan)
4.KH. Wachid Hasyim (perwakilan islam),
5.Abdul Kahar Muzakkir (perwakilan islam),
6.Abikusno Tjokrosojoso (perwakilan islam),
7.H. Agus Salim (perwakilan islam),
8.Mr. Ahmad Subardjo (perwakilan islam), dan
9. Mr. Muhammad Yamin (perwakilan kebangsaan).
Pada tanggal 22 Juni 1945 panitia kecil/sembilan berhasil merumuskan
Dasar Negara yang dikenal denga nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.
Kuatnya dimensi ketuhanan di dalam pemikiran the foundings fathers dalam
mendirikan negara berketuhanan tercermin dan ditegaskan setelah disepakatinya
rumusan dasar negara “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Pembukaan UUD 1945.
Ketuhanan Yang Maha Esa disepakati untuk ditempatkan sebagai sila pertama
Pancasila. Sebagai sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan nafas
sekaligus roh bagi keseluruhan sila-sila Pancasila. Menurut Jimly Asshiddiqie, sila
pertama dan utama tersebut menerangi keempat sila lainnya.
Hanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang bukan merupakan hasil kebudayaan
manusia. Sila itu, merupakan sesuatu yang abadi, yang kekal, tidak berubah-ubah,
tidak dapat dipengaruhi oleh manusia, dan tidak pula dapat ditundukkan pada
kemauan dan keinginan manusia. Oleh karena itu, sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dijadikan landasan yang paling kokoh bagi Negara Republik Indonesia.
Ketuhanan yang Maha Esa pada dasarnya memuat pengakuan ekplisit akan eksistensi
Tuhan sebagai Sang Pencipta. Nilai ketuhanan dalam Pancasila menunjukkan bahwa
eksistensi negara, bangsa, dan manusia Indonesia berelasi dengan Tuhan yang
diyakini sebagai sumber segala kebaikan. Ia merupakan fundamen moral dan
berdimensi religius yang menentukan pola dasar bagi seluruh kehidupan negara.
Dalam Pancasila, nilai ketuhanan dibaca dan dimaknai secara hierarkis. Nilai
ketuhanan merupakan nilai tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak.
Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baik
apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaidah dan hukum Tuhan.
B. Rumusan Masalah
C. Manfaat
a) Bagi Pembaca
Dapat mengetahui Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu sehingga
dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan penuh rasa
tanggung jawab dan bermoral.
b) Bagi Penulis
Dapat mengetahui cara memecahkan berbagai masalah dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan dan
mengembangkan ilmu berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
Oleh karena itu terjadi dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam
hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang
Maha Esa ini hendaknya diwujudkan dan dihidup suburkan kerukunan hidup
beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau
menurut tuntunan agama masing- masing, agar terwujud ketentraman dan kesejukan
di dalam kehidupan beragama. Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan 3
model kerukunan hidup yang meliputi:
Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa. Di
dalam memahami sila I yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka
agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama
masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya,
misalnya bagi yang beragama Islam senantiasa berpegang teguh pada kitab suci Al-
Qur'an dan Sunnah Rasul, bagi yang beragama Kristen (Katolik maupun Protestan)
berpegang teguh pada kitab sucinya yang disebut Injil, bagi yang beragama Budha
berpegang teguh pada kitab suci Tripitaka, bagi yang beragama Hindu pada kitab
sucinya yang disebut Wedha. Sila ke I, Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi
sumber utama nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai dan mendasari
serta membimbing perwujudan dan Sila II sampai dengan Sila V.
Pengamalan Sila kesatu yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa dalam lingkungan
masyarakat sekitar meliputi berbagai bidang, terutama kalau ditinjau menurut Agama
yang menjadi mayoritas lingkungan masyarakat yaitu menurut ajaran agama Islam,
antara lain:
B. Ilmu pengetahuan
Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu- ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari
sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau
mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti
memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-
masalah sosial, dan sebagainya. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan
pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan
ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu
banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1.) Objektif
Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang
sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya
dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya.
Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara
tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif, bukan subjektif
berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2.) Metodis
Adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan
terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada
cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa
Yunani "Metodos" yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3.) Sistematis
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu
harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga
membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan
mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan
yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat
ilmu yang ketiga.
4.) Universal
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum
(tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180°. Karenanya
universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial
menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan
ilmu- ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk
mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan
tertentu pula.
Istilah "model", "hipotesis", "teori", dan "hukum" mengandung arti yang berbeda
dalam keilmuan dari pemahaman umum. Para ilmuwan menggunakan istilah model
untuk menjelaskan sesuatu, secara khusus yang bisa digunakan untuk membuat
dugaan yang bisa diuji dengan melakukan percobaan/eksperimen atau pengamatan.
Suatu hipotesis adalah dugaan-dugaan yang belum didukung atau dibuktikan oleh
percobaan, dan hukum fisika atau hukum alam adalah generalisasi ilmiah berdasarkan
pengamatan empiris.
E. Nilai Ketuhanan sebagai Dasar Nilai dalam Strategi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi
Karena pengembangan ilmu dan teknologi hasilnya selalu bermuara pada kehidupan
manusia maka perlu mempertimbangan strategi atau cara-cara, taktik yang tepat, baik
dan benar agar pengembangan ilmu dan teknologi memberi manfaat mensejahterakan
dan memartabatkan manusia.
Dalam mempertimbangkan sebuah strategi secara imperatif kita meletakkan nilai
ketuhanan sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia. Pengertian dasar nilai menggambarkan nilai ketuhanan suatu sumber
orientasi dan arah pengembangan ilmu. Dalam konteks nilai ketuhanan sebagai dasar
nilai mengandung dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis. Dimensi ontologis
berarti ilmu pengetahuan sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yang tidak
mengenal titik henti, atau "an unfinished journey".
Ilmu tampil dalam fenomenanya sebagai masyarakat, proses dan produk. Dimensi
epistemologis, nilai-nilai Pancasila dijadikan pisau analisis/metode berfikir dan tolok
ukur kebenaran. Dimensi aksiologis, mengandung nilai-nilai imperatif dalam
mengembangkan ilmu adalah sila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan. Untuk itu
ilmuwan dituntut memahami Pancasila secara utuh, mendasar, dan kritis, maka
diperlukan suatu situasi kondusif baik struktural maupun kultural.