Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

“OPTIMASI : VARIASI KHUSUS DARI ANALISIS


EKUILIBRIUM”

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Dr. Ahmad Zaki, S.Si., M.Si.
Asmaun Azis, S.Pd., M.Pd.

ANNISA NURUL ARRAFII 210101501013


AHMIDA NURALIYAH 210101502009
ST. MUNAWWARAH 210101502011
NURUL RAMADHANI 210101502017

KELAS A1
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. Atas berkat rahmat dan hidayah
Nya penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Optimasi: Variasi Khusus dari
Analisis Ekuilbrium” untuk memenuhi tugas mata kuliah Matematika Ekonomi

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ahmad Zaki, S.Si., M.Si dan
Bapak Asmaun Azis, S.Pd, M.Pd selaku dosen dalam mata kuliah Matematika Ekonomi.
Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam
penyelesaian makalah ini.

Penulis memohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam makalah yang
disajikan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki beberapa kekurangan.
Namun diharapkan kedepannya agar makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak
terutama para pembaca. Atas perhatiannya, sekian dan terima kasih.

Makassar, 09 September 2023

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 2
A. Nilai Optimal dan Nilai Ekstrim ...................................................................................... 2
B. Maksimum dan Minimum Relatif : Uji Turunan Pertama .............................................. 3
C. Derivatif Kedua dan Derivatif Tingkat Tinggi ................................................................. 6
D. Uji Derivatif Kedua ......................................................................................................... 8
E. Deret Taylor dan Maclaurin .......................................................................................... 13
F. Uji Turunan-N untuk Ekstrem Relatif suatu Fungsi dari Satu Variabel........................ 19
BAB III PENUTUP................................................................................................................... 23
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 23
B. Saran ............................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Optimasi adalah cabang matematika yang berkaitan dengan mencari nilai
ekstrem (maksimum atau minimum) dari suatu fungsi dengan memanipulasi variabel
dalam domain fungsi tersebut. Secara umum, optimasi digunakan untuk
mengoptimalkan (mencari nilai maksimum atau minimum) fungsi matematika dalam
berbagai bidang, seperti ekonomi, teknik, ilmu komputer, dan lain-lain.
Dalam konteks analisis ekuilibrium, optimasi sering digunakan untuk
memodelkan perilaku individu atau perusahaan dalam sebuah pasar, dimana tujuannya
adalah adalah mencari strategi yang paling menguntungkan secara ekonomi. Dalam hal
ini, fungsi yang akan dioptimalkan adalah fungsi keuntungan (profit) dari suatu entitas
dalam pasar.

Pada dasarnya, optimasi dalam analisis ekuilibrium mengacu pada mencari titik
ekuilibrium, dimana keuntungan maksimum dapat dicapai oleh semua entitas dalam
pasar. Ini dilakukan dengan memanipulasi keuntungan, seperti harga produk, tingkat
produksi, biaya produksi, dan lain-lain. Dalam praktiknya, optimasi dalam analisis
ekuilibrium sering dilakukan dengan menggunakan metode matematika seperti
program linear, teori permainan, atau optimasi non-linier. Penerapan optimasi dalam
analisis ekuilibrium sangat penting untuk memahami perilaku pasar, strategi bisnis, dan
kebijakan ekonomi yang paling efektif dan efisien.

Dalam makalah ini akan dijelaskan bebagai variasi khusus dari analisis
ekuilibrium yaitu nilai optimal dan nilai ekstrem, maksimum dan minimum relatif : uji
derivatif pertama, derivatif kedua dan derivatif tingkat tinggi, uji derivatif kedua, deret
taylor dan maclaurin, dan uji turunan-n untuk ekstrem relatif suatu fungsi dari satu
variabel.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana nilai optimal dan nilai ekstrim?
2. Bagaimana maksimum dan minimum relatif : uji derivatif pertama?
3. Bagaimana derivatif kedua dan derivatif tingkat tinggi?
4. Bagaimana uji derivatif kedua?
5. Bagaimana deret taylor dan maclaurin?
6. Bagaimana uji turunan-n untuk ekstrem relatif suatu fungsi dari satu variabel?

C. Tujuan
1. Mengetahui nilai optimal dan nilai ekstrim.
2. Mengetahui maksimum dan minimum relatif : uji turunan pertama.
3. Mengetahui turunan kedua dan turunan tingkat tinggi.
4. Mengetahui uji turunan kedua.
5. Mengetahui deret taylor dan maclaurin.
6. Mengetahui uji turunan-n untuk ekstrem relatif suatu fungsi dari satu variabel.
1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Nilai Optimal dan Nilai Ekstrim

Ilmu ekonomi fokus pada pengambilan keputusan dimana kita dihadapkan


dengan beberapa alternatif untuk mencapai tujuan tertentu, seperti produksi pada
tingkat output tertentu dalam suatu proyek ekonomi. Kita perlu mengevaluasi setiap
alternatif berdasarkan kriteria tertentu dan memilih alternatif terbaik yang dapat
memaksimalkan manfaat dari sumber daya yang terbatas. Dalam hal ini, persoalan
optimasi sangat penting untuk mencari cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam ilmu ekonomi, kriteria utama untuk memilih alternatif ekonomi adalah
memaksimalkan atau meminimalkan sesuatu, seperti laba, utilitas, biaya, atau
pertumbuhan ekonomi. Namun, dari sudut pandang matematika murni, istilah
"maksimum" dan "minimum" tidak selalu berhubungan dengan optimalitas, sehingga
istilah umum yang digunakan dalam persoalan optimisasi adalah "ekstremum". Dalam
memformulasikan persoalan optimisasi, langkah awal adalah menentukan fungsi tujuan
yang menggambarkan variabel tak-bebas sebagai objek maksimisasi atau minimisasi
dan variabel bebas sebagai objek yang dapat diambil atau dipilih oleh unit ekonomi.
Variabel bebas ini dapat disebut sebagai "variabel pilihan". Dalam proses optimisasi,
tujuannya adalah untuk memperoleh himpunan nilai variabel pilihan yang akan
menghasilkan ekstrem yang diinginkan dari fungsi tujuan.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan ingin memaksimumkan laba 𝜋, yaitu
memaksimumkan perbedaan antara pendapatan total 𝑅 dan biaya total 𝐶. Karena, dalam
kerangka kerja dari suatu keadaan teknologi tertentu dan permintaan pasar tertentu
untuk produk perusahaan tersebut, 𝑅 dan 𝐶 adalah dua fungsi dari tingkat output 𝑄.
yang berarti bahwa 𝜋 juga dapat dinyatakan sebagai fungsi 𝑄:

𝜋(𝑄) = 𝑅(𝑄) − 𝐶(𝑄)


Persamaan ini merupakan fungsi tujuan yang relevan, dengan 𝜋 sebagai objek
maksimisasi dan 𝑄 sebagai (satu-satunya) variabel pilihan. Dengan demikian, persoalan
optimisasi adalah pemilihan 𝑄 yang akan memaksimumkan 𝜋. Perhatikan bahwa
tingkat optimal dari 𝜋 menurut definisi adalah tingkat maksimalnya, tingkat optimal
dari variabel pilihan 𝑄 itu sendiri tidak diperlukan menjadi maksimum atau minimum.

Untuk menuangkan persoalan ini ke dalam bentuk yang lebih umum untuk
pembahasan lebih lanjut (meskipun masih dibatasi pada fungsi tujuan dari hanya satu
variabel), mari kita tinjau fungsi umum: 𝑦 = 𝑓(𝑥)
dan kita coba mengembangkan suatu prosedur untuk mencari tingkat 𝑥 yang akan
memaksimumkan atau meminimumkan nilai 𝑦. Dalam pembahasan ini akan
diasumsikan bahwa fungsi 𝑓 terdiferensiasi secara kontinu.

2
B. Maksimum dan Minimum Relatif : Uji Turunan Pertama

Karena fungsi tujuan 𝑦 = 𝑓(𝑥) dinyatakan dalam bentuk umum, tidak ada
pembatasan apakah fungsinya linear atau nonlinear atau apakah fungsinya monoton
atau mengandung bagian-bagian yang menaik atau menurun. Di antara banyak
kemungkinan jenis fungsi yang sesuai dengan bentuk fungsi tujuan yang dibahas
dalam Bagian A kita telah memilih 3 kasus khusus yang digambarkan dalam gambar
9.1.

Gambar 9.1

Sesederhana mungkin, grafik pada gambar 9.1 seharusnya memberikan kita


informasi yang berharga dalam melihat tentang masalah dalam menemukan nilai
maksimum atau minimum dari fungsi 𝑦 = 𝑓(𝑥).
1) Ekstrem Relatif vs Absolut
Jika fungsi tujuan merupakan fungsi yang konstan, seperti pada gambar 9.1a.
maka semua nilai dari variabel pilihan 𝑥 akan menghasilkan nilai 𝑦 yang sama, dan
tinggi dari setiap titik pada grafik fungsi tersebut (seperti 𝐴 atau 𝐵 atau 𝐶) dapat
dipandang sebagai maksimum, atau mungkin juga mininmum atau tidak kedua-
duanya. Dalam kasus ini, tidak ada pengaruh yang signilīkan dalam memilih nilai
𝑥 untuk memaksimumkan atau memininmumkan nilai 𝑦.
Dalam gambar 9.1b. fungsi ini naik sempurna, dan tidak ada maksimum
terhingga jika domainnya adalah himpunan bilangan riil yang nonnegatif. Namun,
kita dapat menganggap titik akhir D di sebelah kiri (yang berpotongan dengan y)
sebagai representasi minimum: kenyataannya, dalam kasus ini titik tersebut
merupakan minimum absolut (atau minimum global) dalam rentang fungsi ini.
Di sisi lain. titik E dın F dalam Gambar 9.1c. merupakan contoh dari ekstrem
relatif (atau ekstrem lokal), dalam arti setiap titik menggambarkan ekstrem hanya
di daerah yang berdekatan dengan titik itu saja. Tentu saja, kenyataan bahwa titik
F merupakan minimum relatif tidak menjamin bahwa titik tersebut juga merupakan
minimum global dari fungsi meskipun dalam kasus ini mungkin bisa terjadi.
Demikian juga, titik maksimunm relatif seperti E mungkin merupakan maksimum
global, mungkin juga tidak. Perhatikan juga buhwa suatu fungsi dapat mempunyai
beberapa ekstrem relatif yang sebagian mungkin maksimum dan sebagian lainnya
minimum.
Dalam memecahkan sebagian besar masalah ekonomi, perhatian utama kita
adalah pada nilai ekstrem dan bukan pada nilai titik-akhir (end-point) karena untuk
3
sebagian besar masalah tersebut domain fungsi tujuan dibatasi pada himpunan
bilangan riil nonnegatilf, sedangkan titik akhir (yang terletak di sebelah kiri)
menggambarkan nilai nol dari variabel pilihan yang biasa tidak penting dalam
praktek. Sebenarnya, jenis fungsi yang paling sering dijumpai dalam analisis
ekononi adalah yang terlihat dalam Gambar 9.1c, atau beberapa bentuk lain
(Varian) yang hanya terdiri dari satu belokan dalam kurva. Oleh karena itu, kita
akan meneruskan pembahasan teutama untuk mencari ekstrem relatif, seperti titik
E dan F. Akan tetapi, ini tidak berarti akan menutup pengetahuan kita tentang
maksimum absolut jika kita menginginkannya, karena maksimum absolut pasti
merupakan maksimm relatif atau salah satu titik akhir fungsi. Jadi bila kita
nengetahui semua maksimun relatif, maka kita hanya perlu memilih yang terbesar
dan membandingkannya dengan titik akhir guna menentukan maksimum absolut.
Minimun absolut dari fungsi dapat ditentukan dengan cara yang sama.

2) Uji Derivatif Pertama

Gambar 9.2
Jika diketahui fungsi 𝑦 = 𝑓(𝑥), maka derivatif pertama (derivatif orde-pertama)
𝑓′(𝑥) memegang peranan yang besar dalam mencari nilai ekstremnya. Hal ini
disebabkan oleh fakta bila ekstrem relatif dari fungsi berada 𝑥 = 𝑥0, maka 𝑓′(𝑥0)
tidak ada atau 𝑓′(𝑥0) = 0. Kemungkinan yang pertama ditunjukkan pada grafik
9.2a dimana baik titik A maupun B menggambarkan nilai ekstrem relatif dari y,
tetapi belum ada derivatif yang didefinisikan pada titik-titik tajam ini. Akan tetapi,
karena fungsi 𝑦 = 𝑓(𝑥) kontinu dan mempunyai derivatif yang kontinu, sebenarnya
titik-titik tajam tersebut telah dikesampingkan. Untuk fungsi halus, nilai-nilai
ekstrem relatif dapat terjadi hanya bila derivatif pertama nilainya nol. Hal ini
ditunjukkan oleh titik C dan D dalam gambar 9.2b dimana keduanya
menggambarkan nilai-nilai ekstrem dan keduanya dicirikan dengan kemiringan
(slope) nol 𝑓′(𝑥1) = 0 dan 𝑓′(𝑥2) = 0. Jika kemiringannya tidak nol, maka fungsi
halus tersebut tidak memiliki minimum relatif (di dasar lembah) dan maksimum
relatif (di puncak bukit). Sehingga dapat disimpulkan bahwa 𝑓′(𝑥) = 0 sebagai
syarat perlu untuk ektrem relatif. Namun perlu ditambahkan bahwa kemiringan nol
meskipun merupakan syarat perlu, tetapi tidak mencukupi untuk menetapkan
ekstrem relatif. Akan tetapi dengan menambahkan kondisi tertentu untuk syarat
kemiringan nol maka dapat diperoleh suatu uji penentu untuk ekstrem relatif.

4
Jika derivatif pertama dari suatu fungsi 𝑓(𝑥) pada 𝑥 = 𝑥 adalah 𝑓′(𝑥 ) = 0,
maka nilai fungsi pada 𝑥 , 𝑓′(𝑥 ) akan merupakan:
a. Maksimum relatif jika derivatif 𝑓′(𝑥) berubah tanda dari positif menjadi
negatif dari sebelah kiri titik 𝑥 ke sebelah kanannya.
b. Minimum relatif jika 𝑓′(𝑥) berubah tanda dari negatif ke positif dari sebelah
kiri 𝑥 ke sebelah kanannya.
c. Tidak maksimum relatif maupun minimum relatif jika 𝑓′(𝑥) mempunyai tanda
yang sama, baik disebelah kiri maupun di sebelah kanan titik 𝑥 .
Nilai 𝑥 disebut sebagai nilai kritis dari x bila 𝑓′(𝑥 ) = 0, dan 𝑓(𝑥 ) disebut
nilai stasioner dari y (atau dari fungsi f). Dengan demikian, titik dengan koordinat
𝑥 dan 𝑓(𝑥 ) dapat disebut sebagai titik stasioner. Kemudian, secara grafis,
kemungkinan pertama yang tercantum dalam uji akan menetapkan titik stasioner
sebagai puncak bukit, seperti titik D dalam Gambar 9.2b, sedangkan kemungkinan
kedua akan menetapkan titik stasioner sebagai dasar lembah, seperti titik nol dalam
diagram yang sama, Namun, perhatikan bahwa karena adanya kemungkinan ketiga
yang akan di bicarakan, kita tidak dapat menganggap syarat 𝑓′(𝑥) = 0 sebagai
syarat perlu, sehingga bila 𝑓′(𝑥) = 0 terpenuhi, maka perubahan tanda derivatif
untuk sementara dapat berperan sebagai syarat cukup bagi maksimum atau
minimum relatif, tergantung pada arah perubahan tandanya.

Sekarang mari kita jelaskan kemungkinan ketiga. Pada Gambar 9.3a, fungsi f
ditunjukkan untuk mencapai kemiringan nol di titik J (bila x = j). Meskipun 𝑓′′(
adalah nol yang menjadikan f(j) nilai stasioner, turunannya tidak mengubah
tandanya dari satu sisi x = j ke sisi lainnya; oleh karena itu, menurut uji turunan
pertama, titik J tidak memberikan nilai maksimum maupun minimum, sebagaimana
ditegaskan oleh grafik fungsi. Sebaliknya, itu mencontohkan apa yang dikenal
sebagai titik belok.

5
Ciri khas titik belok adalah bahwa, pada titik itu, fungsi turunan (berlawanan
dengan fungsi primitif) mencapai nilai ekstrem. Karena nilai ekstrem ini dapat
berupa maksimum atau minimum, kami memiliki dua jenis titik belok. Pada
Gambar 9.3a’, di mana kita telah memplot turunan f'(x), kita melihat bahwa nilainya
adalah nol ketika x = j (lihat titik J') tetapi positif pada kedua sisi titik J'; ini
membuat J' titik minimum dari fungsi turunan f'(x).
Jenis titik belok lainnya digambarkan pada Gambar 9.3b, di mana kemiringan
fungsi g(x) meningkat hingga titik k tercapai dan menurun setelahnya. Akibatnya,
grafik fungsi turunan g'(x) akan mengasumsikan bentuk yang ditunjukkan pada
Gambar 9.3b', di mana titik K' memberikan nilai maksimum fungsi turunan g'(x).
Ringkasnya: Suatu ekstrem relatif harus merupakan nilai stasioner, tetapi nilai
stasioner mungkin merupakan ekstrem relatif atau titik belok. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan maksimum atau minimum relatif dari fungsi tertentu, maka
langkah pertamanya adalah menentukan nilai stasioner dari fungsi tersebut dimana
syarat 𝑓′(𝑥) = 0 terpenuhi dan kemudian menggunakan uji derivatif pertama untuk
menentukan apakah setiap nilai stasioner tersebut merupakan maksimum relatif,
minimum relatif, atau bukan kedua-duanya.

CONTOH

Tentukan ekstrem relatif dari fungsi


𝑦 𝑓 (𝑥 𝑥 − 𝑥 𝑥

Pertama, kita cari fungsi derivatif yaitu


𝑓 (𝑥 𝑥 − 𝑥

Untuk memperoleh nilai kritis, yaitu nilai-nilai 𝑥 yang memenuhi syarat 𝑓 (𝑥 ,


kita tetapkan fungsi derivatif kuadrat sama dengan nol dan menghasilkan
persamaan kuadrat
𝑥 − 𝑥
Dengan memfaktorkan polinom tersebut atau dengan menggunakan rumus kuadrat,
kita dapatkan sepasang akar (solusi) sebagai berikut:
𝑥 [𝑑 𝑓 ( 𝑑 𝑓( ]
𝑥 [𝑑 𝑓 ( 𝑑 𝑓( ]

Karena 𝑓 ( 𝑓 ( , kedua nilai 𝑥 tersebut adalah nilai kritis yang kita cari.

Dan gambar grafiknya seperti berikut.

6
C. Derivatif Kedua dan Derivatif Tingkat Tinggi
a. Derivatif dari suatu derivatif

Karena derivatif pertama 𝑓′(𝑥) adalah suatu fungsi dari x, maka 𝑓′(𝑥) dapat
diturunkan (didiferensiasikan) terhadap x, asalkan merupakan fungsi yang kontinu
dan halus. Hasil diferensiasi ini yang kemudian dikenal sebagai derivatif kedua dari
fungsi f yang biasa disimbolkan dengan 𝑓′′(𝑥) atau untuk semua nilai x dalam

domain tersebut bisa ditentukan, maka 𝑓(𝑥) disebut sebagai dapat didiferensiasikan
dua kali; selanjutnya jika 𝑓′′(𝑥) kontinu maka fungsi 𝑓(𝑥) disebut sebagai dapat
didiferensiasikan dua kali dengan kontinu. Seperti halnya notasi 𝑓 ∈ 𝐶(1) 𝑡 𝑢 𝑓 ∈
𝐶′ sering digunakan untuk menunjukkan bahwa fungsi f dapat
didiferensiasikan secara kontinu, notasi serupa 𝑓 ∈
𝐶(2) 𝑡 𝑢 𝑓 ∈ 𝐶′′ dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa f dapat
didiferensiasikan dua kali secara kontinu. Sebagai fungsi dari x, derivatif kedua
kembali dapat didiferensiasikan terhadap x untuk mendapatkan derivatif ketiga, dan
seterusnya sampai tak berhingga asalkan syarat-syarat diferensiabilitas terpenuhi.
Derivatif-derivatif orde yang lebih tinggi ini dilambangkan dengan cara yang sama
seperti derivatif kedua yaitu 𝑓 (𝑥 𝑓 ( (𝑥 𝑓 ( (𝑥 atau , , ..., .

Hampir semua fungsi khusus yang akan kita kerjakan memiliki turunan-
turunan kontinu hingga urutan apa pun yang kita inginkan; yaitu, mereka terus
menerus terdiferensiasi beberapa kali. Kapanpun suatu fungsi umum digunakan,
seperti f(x), kita selalu mengasumsikan bahwa turunan-turunan itu sampai ke
sembarang orde yang kita butuhkan.

7
b. Interpretasi Derivatif Kedua

Fungsi derivatif 𝑓′(𝑥) mengukur tingkat perubahan fungsi f. Begitu juga


fungsi derivatif kedua 𝑓′′(𝑥) adalah ukuran tingkat perubahan derivatif pertama
𝑓′(𝑥) atau dengan kata lain derivatif kedua mengukur tingkat perubahan dari
tingkat perubahan fungsi f semula. Dengan kata lain, dengan peningkatan yang
kecil sekali (infinitesimal) pada variabel bebas x dari titik 𝑥 = 𝑥0, 𝑓′(𝑥0) > 0 berarti
nilai fungsi cenderung untuk naik dan 𝑓′(𝑥0) < 0 berarti nilai fungsi cenderung
untuk turun. Sedangkan dalam hal derivatif kedua 𝑓′′(𝑥) > 0 artinya kemiringan
kurva cenderung untuk naik dan 𝑓′′(𝑥) < 0 artinya kemiringan kurva cenderung
untuk turun.

Jadi, derivatif pertama yang positif dan derivatif kedua yang positif pada
𝑥 = 𝑥0 memiliki arti kemiringan kurva pada titik tersebut positif dan menaik-nilai
fungsinya menaik dengan tingkat yang semakin bertambah. Derivatif pertama yang
positif dan derivatif kedua yang negatif artinya kemiringan kurvanya adalah positif
dan menurun-nilai fungsinya menaik dengan tingkat yang semakin menurun. Bila
derivatif pertama negatif dan derivatif kedua positif maka kemiringan kurvanya
negatif dan menaik, tetapi ini tidak berarti bahwa kemiringan telah berubah. Dengan
kata lain, kemiringan yang negatif cenderung menjadi kurang curam, bila x
bertambah. Akhirnya, bila derivatif pertama yang negatif dan derivatif kedua juga
negatif maka kemiringan kurva akan negatif dan menurun. Hal ini mengacu pada
kemiringan negatif yang cenderung lebih curam bila x bertambah.
Jika derivatif kedua 𝑓′′(𝑥) negatif untuk semua nilai x maka fungsi
primitifnya 𝑓(𝑥) pasti merupakan fungsi cekung sempurna. Demikian juga, 𝑓(𝑥)
pasti cembung sempurna jika 𝑓′′(𝑥) positif untuk semua nilai x. Namun hal ini tak
berlaku bagi kebalikan pernyataan tersebut yang menyatakan jika 𝑓(𝑥) cekung
sempurna maka 𝑓′′(𝑥) negatif untuk semua nilai x. Hal ini disebabkan dalam kasus
tertentu derivtif kedua mungkin bernilai nol pada titik stasioner pada kurva tersebut.
Bentuk umum fungsi kuadrat yaitu:
𝑦 = 𝑥2 + 𝑏𝑥 + 𝑐, ≠ 0
Untuk menentukan apakah fungsi kuadrat tertentu akan mempunyai grafik
yang cembung sempurna (bentuk U) atau grafik yang cekung sempurna (bentuk U
terbalik), maka perhatikan derivatif kedua dari fungsi kuadrat tersebut yaitu
= 2 , derivatif ini akan selalu memiliki tanda aljabar yang sama dengan koefisien
a.
8
Perhatikan bahwa jika derivatif kedua yang positif menghasilkan kurva cembung
sempurna maka dapat disimpulkan bahwa koefisien a yang positif pada fungsi
kuadrat tersebut memberikan grafik berbentuk U. Sebaliknya koefisien a yang
negatif pada fungsi kuadrat tersebut memberikan grafik berbentuk U terbalik
(cekung sempurna).

D. Uji Derivatif Kedua


Uji derivatif kedua untuk ekstrem relatif
Jika nilai derivatif pertama dari fungsi f di 𝑥 = 𝑥0 adalah 𝑓′(𝑥0) = 0 maka nilai
fungsi di 𝑥0, 𝑓(𝑥0) akan:
a. Maksimum relatif jika nilai derivatif kedua di 𝑥0 adalah 𝑓′′(𝑥0) < 0
b. Minimum relatif jika nilai derivatif kedua di 𝑥0 adalah 𝑓′′(𝑥0) > 0
Uji derivatif kedua umumnya lebih mudah digunakan dibanding uji derivatif
pertama karena tidak perlu lagi memeriksa tanda derivatif yang berada di sebelah kiri
dan kanan 𝑥0. Salah satu kelemahan dari penggunaan uji derivatif kedua adalah jika
ditemukan kasus 𝑓′′(𝑥0) = 0. Bila kasus ini terjadi, maka selesaikan dengan
menggunakan uji derivatif pertama atau uji derivatif yang lebih tinggi. Akan tetapi,
untuk sebagian besar persoalan ekonomi, uji derivatif kedua biasanya mencukupi untuk
menentukan suatu maksimum atau minimum relatif (Journal et al., 2016).
Dengan menetapkan 𝑔′(𝑥) = 0 dan memecahkan persamaan kuadrat yang
dihasilkan 3𝑥2 − 6𝑥 = 0 diperoleh nilai kritis 𝑥1 = 2 𝑑𝑎𝑛 𝑥2 = 0 yang
menghasilkan dua nilai stasioner yaitu:
𝑔(2) = −2 (𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑔′′( = 6 > 0)
𝑔(0) = 2 (𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑔′′(0) = −6 < 0)

1. Syarat Perlu Vs Syarat Cukup


Syarat kemiringan nol 𝑓′(𝑥) = 0 merupakan syarat perlu dalam uji derivatif
kedua karena syarat ini didasarkan pada uji derivatif pertama. Bila diperoleh syarat
orde pertama terpenuhi di 𝑥 = 𝑥0, tanda negatif (positif) dari 𝑓′′(𝑥0) adalah cukup
untuk menentukan nilai stasioner yang dicari sebagai suatu maksimum (minimum)
relatif. Syarat cukup ini yang didasarkan pada derivatif orde kedua, sering disebut
syarat orde kedua. Syarat orde pertama, perlu tetapi tidak cukup untuk maksimum
dan minimum relatif. Sebaliknya, syarat orde kedua bahwa 𝑓′′(𝑥) negatif (positif)
di titik 𝑥0 cukup untuk maksimum (minimum) relatif, tetapi tidak perlu. Suatu
maksimum (minimum) dapat terjadi tidak hanya bila 𝑓′′(𝑥0) negatif (positif), tetapi
juga jika 𝑓′′(𝑥0) = 0. Konsekuensinya syarat perlu orde kedua agar nilai stasioner
𝑓(𝑥0) menjadi maksimum relatif diperlukan bahwa 𝑓′′(𝑥0) ≤ 0 dan agar nilai
stasioner 𝑓(𝑥0) menjadi minimum relatif diperlukan bahwa 𝑓′′(𝑥0) ≥ 0.
2. Syarat-Syarat untuk Maksimisasi Laba
Hal pertama yang perlu diketahui adalah agar laba maksimum, yaitu
perusahaan harus menyamakan biaya marjinal dan pendapatan marjinal. Diketahui
fungsi pendapatan total 𝑅 = 𝑅(𝑄) dan fungsi biaya total 𝐶 = 𝐶(𝑄), keduanya

9
merupakan fungsi dari variabel tunggal Q. Selanjutnya, fungsi laba dapat
diformulasikan dalam bentuk Q:
𝜋 𝜋(𝑄 𝑅 (𝑄 − 𝑐(𝑄
Untuk memperoleh tingkat keluaran (output) yang memaksimumkan laba,
maka persamaan tersebut harus memenuhi syarat perlu orde pertama untuk suatu
maksimum: . Kemudian diferensiasikan persamaan tersebut terhadap Q
dan menetapkan derivatif yang dihasilkan sama dengan nol. Hasilnya adalah
𝑑𝜋
𝜋 (𝑄 𝑅 (𝑄 − 𝐶 (𝑄 𝑅 (𝑄 𝐶′(𝑄
𝑑𝑄

Jadi, output optimum 𝑄 harus memenuhi persamaan 𝑅′(𝑄 ) = 𝐶′(𝑄 ) atau


𝑀𝑅 = 𝑀𝐶. Syarat ini merupakan syarat orde pertama untuk maksimisasi laba.
Akan tetapi, syarat orde pertama bisa menimbulkan minimum dan bukan
maksimum. Oleh karena itu, syarat orde kedua perlu dicek. Derivatif kedua dapat
diperoleh dengan mendiferensiasikan derivatif pertama terhadap Q, sehingga:
𝜋(Q) = R(𝑄) − 𝐶(Q) ≤ 0 atau R(𝑄) ≤ 𝐶"(𝑄)
R(𝑄) ≤ 𝐶"(𝑄) merupakan syarat perlu orde kedua untuk maksimisasi. Jika
pertidaksamaan tersebut tidak dipenuhi, maka 𝑄* tidak mungkin
memamksimumkan laba; dalam kenyataannya ini meminimumkan laba. Secara
ekonomi, hal ini berarti bahwa bila tingkat perubahan MR lebih kecil daripada
tingkat perubahan MC pada output dimana 𝑀𝑅 = 𝑀𝐶, maka output tersebut akan
memaksimumkan laba.
Dalam pendekatan total, analisa optimisasi dapat diartikan sebagai proses
penentuan tingkat output yang memaksimumkan laba total perusahaan. Tingkat
output yang memaksimumkan laba disebut titik optimum perusahaan. Seperti telah
diketahui, laba total (n) adalah selisih antara pendapatan total (R(Q)) đan biaya total
(C(Q)) yang dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai:
π = R(Q) – C(Q)
Dengan demikian, laba akan maksimum bila selisih positif antara R(Q)
dengan C(Q) terbesar. Dalam Grafik 3.2 kondisi ini terjadi pada tingkat output Q*.
Bila selisih antara R(Q) dengan C(Q) negatif terbesar, perusahaan mengalami
kerugian maksimum. Tingkat output Q* pada Grafik 3.2 menunjukkan kondisi
kerugian maksimum ini. Sedangkan bila selisih sama dengan nol (laba sebesar nol)
atau ketika R(Q) = C(Q), perusahaan berada pada kondisi yang disebut titik pulang
pokok atau titik impas (break even point, BEP). Kondisi ini dicapai pada tingkat
output Q1 dan Q2 dalam Grafik 3.2.

10
Menurut konsep ekonomi, laba maksimum perusahaan dengan pendekatan
rata-rata dan marjinal terjadi pada saat pendapatan marginal (MR) sama dengan
biaya marginal (MC).
𝜋 : MR = MC
Kondisi ini merupakan syarat utama tercapainya laba maksimum. Namun
diperlukan syarat tambahan supaya laba maksimum yang dicapai dan bukan
kerugian maksimum karena ketika MR = MC pada saat itu dapat tercapai laba
maksimum atau kerugian maksimum. Sebagai syarat tambahan adalah bahwa pada
saat itu MC harus memotong MR dari bawah. Dengan demikian, laba maksimum
tercapai pada tingkat output Q* pada Grafik 3.3. karena pada titik tersebut MC
memotong MR dari bawah. Sedangkan tingkat output Q’ yang juga menunjukkan
kondisi MR = MC menunjukkan kerugian maksimum karena pada saat itu MC
memotong MR dari atas.
Menurut pendekatan ini, selama MR lebih besar dari MC (MR > MC), akan
menguntungkan bagi perusahaan untuk menambah output dan penjualan. Dalam
kondisi ini pendapatan total masih bertambah lebih besar daripada tambahan biaya
total ketika output ditambah. Dengan demikian, laba juga tetap akan meningkat.
Hal ini merupakan konsep terpenting dari pendekatan marjinal, yaitu selama
keuntungan marjinal (marginal benefit) suatu kegiatan melebihi biaya marjinal
(marginal cost), akan menguntungkan bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan
aktivitas tersebut.

11
12
3. Koefisien Fungsi Biaya Total Pangat Tiga
Fungsi pangkat tiga biasa digunakan untuk menggambarkan fungsi biaya
total. Fungsi pangkat tiga mungkin dapat menghasilkan segmen yang miring ke
bawah dalam grafiknya, sedangkan fungsi biaya total, secara ekonomi akan miring
ke atas di mana saja (output yang lebih besar selalu memerlukan biaya total yang
lebih tinggi), sehingga jika ingin menggunakan fungsi pangkat tiga seperti:
𝐶 = 𝐶(𝑄) = 𝑄3 + 𝑏𝑄2 + 𝑐𝑄 + 𝑑
maka perlu untuk membuat batasan-batasan parameter yang sesuai sehingga
mencegah kurva C agar tidak pernah melekuk ke bawah dengan cara fungsi MC
harus selalu positif dan hal ini dapat dijamin hanya jika minimum absolut dari
fungsi MC berubah menjadi positif. Dengan mendiferensiasikan 𝐶 = 𝐶(𝑄) =
𝑄3 + 𝑏𝑄2 + 𝑐𝑄 + 𝑑 terhadap Q maka diperoleh fungsi MC:
𝑀𝐶 = 𝐶′(𝑄) = 3 𝑄2 + 2𝑏𝑄 + 𝑐
yang berbentuk parabola. Agar kurva MC tetap positif dimana saja, maka parabola
perlu berbentuk U. Oleh karena itu, koefisien 𝑄2 dalam 𝐶′(𝑄) harus positif dengan
cara menentukan batasan untuk > 0. Tetapi batasan ini tidak berarti cukup,
karena nilai minimum dari kurva MC berbentuk U misalkan disebut MC min (suatu
minimum relatif yang juga merupakan minimum absolut) bisa tetap ada di bawah
sumbu horizontal. Jadi berikutnya harus diperoleh MC min dan memastikan batasan
parameter yang akan membuatnya positif. Minimum MC akan terjadi jika:
𝑀𝐶 = 6 𝑄 + 2𝑏 = 0
−2𝑏 −𝑏
tingkat output yang memenuhi syarat orde pertama adalah 𝑄 = = .
6 3
2
Ini memaksimumkan MC karena derivatif kedua 𝑑 𝑀𝐶 = 6 dijamin positif
𝑑𝑄2
mengingat batasan > 0. Lebih lanjut, karena hukum hasil yang berkurang
diasumsikan berlaku pada tingkat output positif, 𝑄 pasti positif. Akibatnya harus
ditetapkan batasan 𝑏 < 0. Sekarang subsititusi output 𝑄 yang meminimumkan MC
ke persamaan 𝑀𝐶 𝐶 (𝑄 𝑄 𝑏𝑄 sehingga diperoleh:

−𝑏 −𝑏 𝑐−𝑏
𝑀𝐶 ( ) 𝑏( ) 𝑐

Jadi untuk menjamin MCmin positif, maka harus ditetapkan batasan 𝑏2 < 3 𝑐
(secara tidak langsung 𝑐 > 0). Peranan variabel d dalam fungsi tersebut adalah
untuk menentukan perpotongan vertikal dari kurva C saja, tanpa memperdulikan
kemiringannya. Karena secara ekonomi, d adalah biaya tetap bagi perusahaan dan
batasan yang sesuai adalah 𝑑 > 0. Sehingga batasannya menjadi:
, 𝑐, 𝑑 > 0, 𝑏 < 0, 𝑏2 < 3 𝑐

13
4. Kurva Pendapatan Marjinal Miring ke Atas
Dengan fungsi pendapatan 𝐴 = 𝑓(𝑄), fungsi pendapatan marginal dapat
dinyatakan sebagai:
𝑀𝑅 = 𝑓(𝑄) + 𝑄𝑓′(𝑄)
Jadi kemiringan kurva MR dapat ditentukan dari derivatif :

𝑑
𝑀𝑅 𝑓 (𝑄 𝑓 (𝑄 𝑄𝑓( 𝑓 (𝑄 𝑄𝑓 (𝑄
𝑑𝑄

selama kurva AR miring ke bawah, suku 2𝑓′(𝑄) dijamin negatif. Tetapi suku
𝑄𝑓"(𝑄) dapat negatif, nol atau positif tergantung pada tanda derivatif kedua fungsi
AR, artinya tergantung pada apakah kurva AR cekung sempurna, linear, atau cembung
sempurna. Jika kurva AR cembung sempurna baik secara keseluruhan atau sepanjang
segmen tertentu, akan ada kemungkinan bahwa suku (positif) 𝑄𝑓"(𝑄) bisa
mempunyai nilai yang lebih besar daripada suku (negatif) 2𝑓′(𝑄), sehingga
menyebabkan kurva MR seluruhnya atau sebagian miring ke atas.

E. Deret Taylor dan Maclaurin

Sekarang tiba waktuya untuk mengembangkan uji bagi ekstrem relatif yang dapat
digunakan meskipun ketika derivatif kedua ternyata mempunyai nilai nol di titik
stasioner. Akan tetapi, sebelum kita dapat mengerjakannya, pertama-tama perlu kita
bahas apa yaang disebut “ekspansi” dari fungsi y = f(x) ke dalam apa yang kita ketahui
sebagai deret Maclaurin (Maclaurin Series) (ekspansi sekita titik x = 0) dan deret taylor
(ekspansi sekitar titik x = x0).
Untuk mengekspansi (expand) fungsi y = f(x) sekira titik x0, dalam konteks
sekarang ini, berarti mentransformasikan fungsi tersebut menjadi bentuk polinom,
dimana koefisien-koefisien berbagai suku dinyatakan dalam bentuk nilai derivatif f’(x0),
f”(x0)¸ dan lain-lain. semuanya dihitung di titik ekspansi x0. Dalam deret Maclaurin, ini
akan dihitung di x = 0; jadi kita peroleh f’(0), f”(0), dan seterusnya, dalam koefisien-
koefisien tersebut. Hasil ekspansi merupakan suatu deret pangkat (power series) karena,
sebagai suatu polinom, terdiri dari jumlah fungsi-fungsi pangkat (sum of power
functions).
1. Deret Maclaurin dari Fungsi Polinom
Mula-mula mari kita pertimbangkan ekspansi fungsi polinom dengan derajat n.
𝑓(𝑥) = 0+ 1𝑥 + 2𝑥2 + 3𝑥3 + 4𝑥4 + ⋯ + 𝑥 ... (9.6)
Menjadi polinom derajat n yang ekuivalen di mana koefisien-koefisien ( 0, 1,
dan seterusnya) dinyatakan dalam bentuk nilai derivatif 𝑓′(0), 𝑓′′(0), dan seterusnya.
Karena melibatkan transformasi dan suatu polinom ke polinom yang lainnya yang
mempunyai derajat yang sama, hal ini mungkin terlihat sebagai suatu latihan yang sia-
sia dan tak bertujuan, tetapi sebenarnya ini akan memberi banyak pemahaman
mengenai ide ekspansi secara keseluruhan.
Karena deret pangkat sesudah ekspansi akan melibatkan derivatif dari fungsi 𝑓
dengan berbagai orde, mari kita cari terlebih dahulu. Dengan mendiferensiasikan (9.6)

14
secara berurutan, kita akan mendapatkan derivatif-derivatif sebagai berikut :
𝑓′(𝑥) = 1 + 2 2𝑥 + 3 3𝑥2 + 4 4𝑥3 + ⋯ + 𝑥 −1
𝑓′′(𝑥) = 2 2 + 3(2) 3𝑥 + 4(3) 4𝑥2 + ⋯ + ( − 1) 𝑥 −2
𝑓′′′(𝑥) = 3(2) 3 + 4(3)(2) 4𝑥 + ⋯ + ( − 1)( − 2) 𝑥 −3
𝑓′′′′(𝑥) = 4(3)(2) 4 + 5(4)(3)(2) 5𝑥 + ⋯ + ( − 1)( − 2)( − 3) 𝑥 −4

.
.
.

𝑓( )(𝑥) = ( − 1)( − 2)( − 3) (3)(2)(1)

Perhatikan bahwa setiap diferensiasi berturut-turut mengurangi banyaknya suku


dengan satu suku konstanta tambahan di depan dihilangkan sampai, pada derivatif yang
ke-n, yang tinggal hanya sebuah suku konstan (suku hasil kali). Derivatif-derivatif ini
dapat dihitung pada berbagai nilai 𝑥; di sini kita akan menghitungnya pada 𝑥 = 0,
dengan hasil bahwa semua suku yang mengandung 𝑥 akan hilang. Kemudian kita
tinggal memperoleh nilai-nilai derivatif:
𝑓′(0) = 1 𝑓′′(0) = 2 2 𝑓′′′( = 3(2) 3 𝑓(4)(0) = 4(3)(2) 4
𝑓( )(0) = ( − 1)( − 2)( − 3) (3)(2)(1) ... (9.7)
Jika sekarang kita pakai lambang n! (dibaca: “n faktorial”), yang didefinisikan sebagai
! = ( − 1)( − 2)( − 3) (3)(2)(1) (n = bilangan bulat positif)
Sehingga misalnya 2! = 2 x 1 dan 3! = 3 x 2 x 1 = 6, dan seterusnya (dengan 0!
Ditentukan sama dengan 1), maka hasil dari (9.7) dapat ditulis kembali sebagai

( ( (

( (

Dengan mensubtitusikan ke dalam (9.6) dan menggunakan kenyataan bahwa


𝑓(0) = 0, kita sekarang dapat menyatakan fungsi 𝑓(𝑥) sebagai sebuah polinom baru
dengan derajat yang sama di mana koefisisen-koefisien dinyatakan dalam bentuk
derivatif yang dihitung pada 𝑥 = 0
( ( ( ( (
𝑓( 𝑥 𝑥 𝑥 ⋯ 𝑥 (Rumus Maclauri)

(9.8)
Polinom baru ini, yang disebut deret Maclaurin dari fungsi polinom 𝑓(𝑥)
menggambarkan ekspansi fungsi 𝑓(𝑥) sekitar nol (𝑥 = 0 ). Perhatikan bahwa titik
ekspansi hanya (di sini, 0) merupakan nilai x yang akan digunakan untuk menghitung
f(x) dan semua derivatifnya.

2. Deret Taylor dari Fungsi Polinom


Secara lebih umum, fungsi polinom dalam (9.6) dapat diekspansi sekitar titik 𝑥0, tidak
perlu nol. Secara sederhana, kita akan menjeleaskannya dengan menggunakan fungsi
kuadrat tertentu dalam (9.9) dan hasilnya akan dibahas kemudian.
15
Untuk tujuan ekspansi di sekitar titik 𝑥0 tertentu, pertama-tama kita bisa
menginterpretasikan nilai 𝑥 yang diketahui sebagai deviasi dari 𝑥0. Lebih khusus lagi,
kita akan memisalkan 𝑥 = 𝑥0 + 𝛿, dimana 𝛿 menggambarkan deviasi dari nilai 𝑥0. Pada
interpretas ini, fungsi (9.9) dan derivatifnya sekrang akan menjadi
𝑓(𝑥) = 2 + 4(𝑥0 + 𝛿) + 3(𝑥0 + 𝛿)2
𝑓′(𝑥) = 4 + 6(𝑥0 + 𝛿) ...(9.10)
𝑓′′(𝑥) = 6
Kita tahu bahwa ekspansi (𝑥 + 𝛿) = 𝑥 adalah suatu variabel dalam fungsi tersebut,
tetapi karena 𝑥0 dalam konteks sekarang adalah angka (pilihan) yang tetap, maka hanya
𝛿 yang secara tepat dapat dianggap sebagai suatu variabel dalam (9.10). Akibatnya, 𝑓(𝑥)
adalah fungsi 𝛿 , katakan 𝑔(𝛿) :
𝑔(𝛿) = 2 + 4(𝑥0 + 𝛿) + 3(𝑥0 + 𝛿)2 [ 𝑓(𝑥)]
Dengan derivatif-derivatif
𝑔′(𝛿) = 4 + 6(𝑥0 + 𝛿) [ 𝑓′(𝑥)]
𝑔′′(𝛿) = 6 [ 𝑓′′(𝑥)]
Kita telah mengetahui bagaimana mengekspansi 𝑔(𝛿) di sekitar nol (𝛿 = 0). Menurut
(9.8), ekspansi seperti ini akan menghasilkan deret Maclaurin sebagai berikut:
( ( (
𝑔 (𝛿 𝛿 𝛿 ...(9.11)
Tetapi karena kita telah menentukan 𝑥 = (𝑥0 + 𝛿), kenyataan bahwa 𝛿 = 0
mengimplikasikan 𝑥 = 𝑥0; jadi, berdasarkan identitas 𝑔(𝛿) 𝑓(𝑥), untuk kasus 𝛿 =
0 kita dapat menulis:
𝑔(0) = 𝑓(𝑥0) 𝑔′(0) = 𝑓′(𝑥0) 𝑔′′(0) = 𝑓′′(𝑥0)
Bila ini disubtutitusikan kedalam (9.11), kita akan mendapatkan hasil untuk
menggambarkan ekspansi (perluasan) 𝑓(𝑥) di sekitar titik 𝑥0, karena koefisien-koefisien
sekarang melibatkan derivatif 𝑓′(𝑥0), 𝑓′′(𝑥), dan seterusnya, maka semua dihitung di
𝑥 = 𝑥0 :

𝑓(𝑥 𝑓′ (𝑥 𝑓′′(𝑥
𝑓 (𝑥 [ 𝑔 (𝛿 ] (𝑥 − 𝑥 (𝑥 − 𝑥 ...(9.12)

Anda bisa membandingkan hasil ini polinom Taylor dari 𝑓(𝑥) dengan polinom
Maclaurin dari 𝑔(𝛿) dalam (9.11).
Karena untuk fungsi khusus, yaitu (9.9), kita mempunyai
𝑓(𝑥0) = 2 + 4𝑥0 + 3𝑥02 𝑓′(𝑥0) = 4 + 6𝑥0 𝑓′′(𝑥0) = 6
Maka polinom Talylor dalam (9.12) akan menjadi
6
𝑓(𝑥) = 2 + 4𝑥0 + 3𝑥0 2 + (4 + 6𝑥0 )(𝑥 − 𝑥0 ) + (𝑥 − 𝑥 )
2
2
Ini membuktikan bahwa polinom Taylor tepat menggambarkan fungsi yang diketahui.
Rumus ekspansi dalam (9.12) dapat digeneralisasikan agar dapat digunakan untuk
polinom derajat n dari (9.6). Rumus yang digeneralisasikan adalah

( ( ( (
𝑓(𝑥 (𝑥 − 𝑥 (𝑥 − 𝑥 ⋯ (𝑥 − 𝑥 [rumus
Taylor] ... (9.13)
Perbedaannya dengan rumus Maclaurin dari (9.8) hanya dalam penggantian nol oleh
16
𝑥0 sebagai titik ekspansi, dan dalam pergantian 𝑥 dengan ekspresi (𝑥 − 𝑥0). Apa yang
dikatakan (9.13) adalah bahwa, jika diketahui polinom derajat ke- 𝑓(𝑥), bila kita
misalkann 𝑥 = 7 pada suku disebelah kanan (9.13), kita pilih sebarang nilai 𝑥0 ,
kemudian kita hitung dan kita tambahkan suku-suku tersebut, kita akan berhenti tepat
dengan hasil f(7), nilai f(x) di x = 7.

3. Ekspansi Sembarang Fungsi


Sampai kini, kita telah memperlihatkan bilamana fungsi polinom derajat n dapat
dinyatakan dalam bentuk polinom derjat lainnya yang ekuivalen. Ketika ini dilakukan,
ternyata juga mungkin untuk menyatakan sembarang fungsi Φ(𝑥) yang tidak harus
merupakan suatu polinom dalam bentuk polinom yang serupa dengan (9.13) asalkan
Φ(𝑥) mempunyai derivatif kontinu terhingga sampai orde yang dikehendaki di titik
ekspansi 𝑥0.
Menurut proposisi matematis yang dikenal sebagai dalil Taylor (Taylor’s theorem),
jika diketahui sembarang fungsi Φ(𝑥), bila kita tahu nilai fungsi di 𝑥 = 𝑥0 [ yaitu Φ(𝑥0)]
dan nilai derivatif-derivatifnya 𝑥0 (yaitu Φ′(𝑥0), Φ′′(𝑥0), dan seterusnya), maka fungsi
ini dapat diekspansi di sekitar titik 𝑥0 sebagai berikut (n = bilangan bulat positif tetap
yang dipilih secara sembarang):
(𝑥 ⌊ (𝑥 − 𝑥 (𝑥 − 𝑥 ⋯ (𝑥 − 𝑥 ⌋ 𝑅 𝑅
[Rumus Taylor dengan sisa] (9.14)
Di mana menunjukkan polinom derajat n (dalam kurung) [bentuk (n=1)] suku
pertama di sebelah kanan] dan 𝑅 melambangkan sisa. Adanya 𝑅 membedakan (9.14)
dari rumus Taylor (9.13), dan karena alasan ini (9.14) disebut rumus Taylor dengan sisa
(Taylor’s formula with reminder). Bentuk polinom , dan besarnya sisa 𝑅 ; akan
bergantung pada nilai n yang kita pilih. Semakin besar n, semakin banyak suku yang ada
pada ; oleh karena itu; secar umum 𝑅 mempunyai nilai yang berlainan untuk setiap n
yang berbeda. Kenyataan ini menerangkan kebutuhan akan indeks n pada kedua lambang
itu . Untuk membantu mengingatnya, kita dapat mengidentifikasi n sebagai orde derivatif
tertinggi dalam . (Dalam kasus khusus n =0 , tidak ada derivatif sama sekali yang akan
terdapat dalam ).
Adanya 𝑅 dalam (9.14) adalah karena kenyataan bahwa kita di sini sedang
berhadapan dengan sembarang fungsi Φ yang tidak selalu dapat ditransformasikan
dengan tepat menjadi, tetapi hanya dapat diaproksimasikan oleh, bentuk polinom yang
terlihat dalam (9.13). Oleh karena itu, suku sisa dimasukkan sebagai suplemen pada
bagian , untuk menunjukkan perbedaan antara Φ(𝑥) dan polinom . Jadi ,
merupakan perkiraan (aproksimasi) polinom untuk Φ(𝑥), dengan suku 𝑅 sebagai
ukuran kesalahan aproksimasi. Bila kita pilih n = 1, misalnya kita peroleh
Φ(𝑥) = [Φ(𝑥0) + Φ′(𝑥0)(𝑥 − 𝑥0)] + 𝑅1 = 1 + 𝑅1
Di mana 1 terdiri dari n+1=2 suku, merupakan aproksimasi linear untuk Φ(𝑥). Bila kita
pilin n= 2, suku pangkat dua akan timbul, sehingga
𝑥
(𝑥 [ (𝑥 ′(𝑥 (𝑥 − 𝑥 (𝑥 − 𝑥 ] 𝑅 𝑅

17
di mana 2 , yang terdiri dari n +1=3 suku, merupakan aproksimasi kuadrat untuk Φ(𝑥).
Dan seterusnya. Kenyataan bahwa kita dapat membuat aproksimasi polinom untuk
sembarang fungsi (asalkan fungsi tersebut memiliki derivatif kontinu terhingga)
merupakan hal yang sangat penting. Fungsi polinom bahkan yang berderajat tinggi relatif
mudah dikerjakan, dan jika fungsi tersebut dapat berfungsi sebagai aproksimasi yang
baik untuk beberapa fungsi yang sulit, banyak keuntungan yang akan kita dapatkan,
seperti yang diilustrasikanpada dua contoh berikutnya.
Harus kita sebutkan bahwa fungsi sembarang Φ(𝑥) secara jelas kan memuat polinom
derajat n dari (9.6) sebagai suatu kasus khusus. Untuk kasus yang belakangan ini, bila
ekspansi adalah ke dalam polinom derajat ke-n lainnya, hasil dari (9.13) akan tepat sama,
dengan kata lain, kita menggunakan hasil dalam (9.14), dengan 𝑅 0. Akan tetapi, bila
polinom derajat 𝑓(𝑥) akan diekspansi ke dalam polinom berderajat lebih rendah, maka
polinom berderajat lebih rendah ini hanya dapat dianggap aproksimasi untuk f(x) dan
dengan demikian akan ada sisa dalam kasus ini; hasil dalam (9.14) dapat dipakai dengan
sisa bukan nol. Jadi rumus Taylor dalam bentuk (9.14) benar-benar umum.

Dalam Gambar 9.8, 𝜙(𝑥) digambarkan sebagai suatu parabola, dan akproksimasi
linearnya merupakan garis lurus yang menyinggung kurva 𝜙(𝑥) di titik (1,8). Adanya
titik singgung di x=1 bukan merupakan kejadian yang kebetulan; ini memberikan kesan
bahwa bila fungsi sebarang 𝜙(𝑥) diaproksimasikan dengan polinom, ini akan
memberikan nilai eksak 𝜙(𝑥) di (dan hanya di) titik ekspansi, dengan kesalahan
aproksimasi (𝑅1 = 0) sebesar nol. Di tempat lain, 𝑅1 adalah benar-benar bukan nol dan,
dalam kenyataannya, menunjukkan kesalahan aproksimasi yang lebih besar, kalau kita
mencoba mengaproksimasi 𝜙(𝑥) untuk nilai x yang makin menjauh dari titik ekspansi
x0. Jadi, ketika kita berupaya mengakproksimasi fungsi 𝜙(𝑥) dengan polinom, dan jika
kita sangat ingin memperoleh akproksimasi yang akurat di daerah sekitar (neighborhood)
nilai spesisfik x, katakan x0, maka kita harus memilih x0 sebagai titik ekspansi.

Konstruksi Gambar 9.8 mengingatkan kita dengan Gambar 8.1. Kedua gambar itu
berkaitan dengan “akproksimasi”. Tetapi ada perbedaan dalam lingkup aproksimasi.
Pada Gambar 8.1, kita mencoba mengaproksimasi ∆𝑦 dengan diferensial 𝑑𝑦 dengan
bantuan garis singgung yang dibuat di x0, yaitu nilai awal x. Di sisi lain, dalam Gambar
9.8, kita mencoba mengaproksimasi keseluruhan kurva dengan garis lurus tertentu, yaitu
dengan mengakproksimasi tinggi kurva pada sebarang nilai x, katakanlah x1, dengan
menghubungkan tinggi garis lurus di x1 . Perhatikan bahwa, dalam kedua kasus,
18
kesalahan aproksimasi bervariasi dengan nilai x. Dalam Gambar 8.1, kesalahan tersebut
(perbedaan atau selisih antara dy dan ∆𝑦) semakin mengecil jika ∆𝑥 juga semakin
mengecil, atau jika x mendekati x0, dimana garis singgung dibuat. Dalam Gambar 9.8,
kesalahan (perbedaan vertikal antara garis lurus dan kurva) semakin mengecil jika x
mendekati x0, yaitu titik ekspansi yang dipilih.

4. Bentuk Lagrange dari Sisa


Sekarang kita harus memberi komentar lebih lanjut tentang suku sisa. Sesuai dengan
bentuk Lagrange dari sisa (Langrange form of the remainder), kita dapat menyatakan
𝑅 sebagai :

(
𝑅 (𝑥 − 𝑥 ( (9.15)
(

dimana p adalah sejumlah angka antara x (titik dimana kita ingin menghitung fungsi
sebarang 𝜙) dan 𝑥0 (titik dimana kita mengekspansi fungsi 𝜙). Perhatikan bahwa
pernyataan ini sangat mirip dengan suku yang secara logis akan mengikuti suku terakhir
dalam (9.14), kecuali bahwa derivatif yang terlihat disini akan dihitung di titik p bukan
x0. Sayangnya, karena titik p tidak spesifik, rumus ini tidak dapat digunakan untuk

menghitung 𝑅 ; namun demikian, rumus ini mempunyai signifikansi analitis yang


besar. Oleh karena itu, mari menggambarkan artinya secara grafis, meskipun kita hanya
dapat membuatnya dalam kasus yang sangat sederhana n = 0.
Bila n = 0 , tidak ada derivatifnya yang akan terjadi dalam bagian polinom 0;
karenanya (9.14) berkurang menjadi :
𝜙(𝑥) = 0 + 𝑅0 = 𝜙(𝑥0) + 𝜙′(𝑝)(𝑥 − 𝑥0)
atau
𝜙(𝑥) − 𝜙(𝑥0) = 𝜙′(𝑝)(𝑥 − 𝑥0)
Hasil ini, yang merupakan versi sederhana dari dalil nilai rata-rata, menyatakan
bahwa selisih (perbedaan) antara nilai fungsi 𝜙 di 𝑥0 dan di nilai x lainnya dapat
dinyatakan sebagai hasil kali selisih (𝑥 − 𝑥0) dan derivatif 𝜙′ yang dihitung di p (dengan
p adalah titik antara x dan 𝑥0). Mari kita simak Gambar 9.9, dimana fungsi
𝜙(𝑥)ditunjukkan sebagai kurva kontinu dengan nilai derivatif yang didefinisikan di
semua titik. Misalkan 𝑥0 merupakan titik ekspansi yang dipilih, dan x adalah sembarang
titik pada aksis (sumbu) horisontal. Jika kita mencoba mengakproksimasi 𝜙(𝑥), atau
jarak xB, dengan 𝜙(𝑥0), atau jarak 𝑥0A, ini akan melibatkan suatu kesalahan yang sama
dengan 𝜙(𝑥) − 𝜙(𝑥0), atau jarak CB. Apa yang dikatakan dalil nilai rata-rata adalah
bahwa kesalahan CB – yang merupakan nilai suku sisa 𝑅0 dalam ekspansi – dapat
dinyatakan sebagai 𝜙′(𝑝)(𝑥 − 𝑥0), di mana p adalah titik antara x dan 𝑥0.
Jadi suku sisanya akan menjadi:
𝑅 𝐶𝐵 𝐴𝐶 ( 𝑒 𝑟 𝑔 𝐴𝐵). 𝐴𝐶
=( 𝑒 𝑟 𝑔 𝑔 𝑟 𝑠 𝑠 𝑔𝑔𝑢 𝑔 𝑑 𝐷). 𝐴𝐶
=( 𝑒 𝑟 𝑔 𝑢𝑟𝑣 𝑑 𝑥 = 𝑝). 𝐴𝐶
19
= 𝜙′(𝑝)(𝑥 − 𝑥0)
Di mana titik p ada diantara x dan 𝑥0 seperti yang dikehendak. Ini menunjukkan dasar
pemikiran untuk bentuk Lagrange dari sisa untuk kasus n = 0. Kita akan selalu
menyatakan 𝑅0 sebagai 𝜙′(𝑝)(𝑥 − 𝑥0) karena, meskipun p tidak dapat digunakan untuk
suatu nilai spesifik, kita dapat memastikan bahwa titik tersebut ada.
Persamaan (9.15) memberikan cara untuk menyatakan suku sisa 𝑅 ,, tetapi tidak
mengurangi 𝑅 sebagai sumber perbedaan antara 𝜙 (𝑥 ) dan polinom , Akan tetapi, jika
ini terjadi ketika kita menaikkan n (sehingga meningkatkan derajat polinom) secar tak
terbatas, kita dapatkan bahwa
𝑅 → 0 bila → ∞ sehingga → 𝜙(𝑥) bila → ∞
maka deret Taylor tersbut akan konvergen ke 𝜙(𝑥) di titik ekspansi, dan deret Taylor
tersebut dapat ditulis sebagai deret tak terhingga konvergen (convergen infinty series)
sebagai berikut:

( ( (
(𝑥 (𝑥 − 𝑥 (𝑥 − 𝑥 ⋯ (

Perhatikan bahwa suku 𝑅 tidak lagi diperlihatkan; suku itu telah dihilangkan
yang menunjukkan bahwa polinom mengandung sejumlah suku selanjutnya yang tak
terhingga yang terstruktur matematisnya mengikuti pola yang diperlihatkan oleh suku-
suku sebelumnya. Dalam kasus ini, akan dimungkinkan unntuk membuat menjadi
aproksimasi untuk 𝜙(𝑥) seakurat yang kita inginkan dengan memilih nilai yang cukup
besar untuk n, yaitu dengan memasukkan cukup banyak suku dalam polinom .

F. Uji Turunan-N untuk Ekstrem Relatif suatu Fungsi dari Satu Variabel
Ekspansi dari suatu fungsi ke dalam deret Taylor (atau Maclaurin) berguna sebagai
sarana aproksimasi dalam keadaan 𝑅 → bila → ∞, tetapi perhatian kita sekarang
adalah menggunakannya dalam mengembangkan pengujian umum untuk nilai ekstrem
relatif.

1. Ekpansi Taylor dan Ekstrem Relatif


Sebagai langkah pertama untuk tugas ini, mari kita definisikan kembali arti ekstrem
relatif sebagai berikut:

Fungsi f(x) akan mencapai nilai maksimum (minimum) relatif di𝑥0 bila 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥0)
adalah negatif (positif) untuk nilai x yang ada disekitar (immediate neighborhood) 𝑥0,
baik disebelah kiri maupun sebelah kanannya

Ini dapat diperjelas dengan mengacu pada Gambar 9.10, di mana 𝑥1 adalah nilai
x di sebelah kiri 𝑥0, dan 𝑥2 adalah nilai x di sebelah kanan 𝑥0. Dalam Gambar 9.10 a,
𝑓(𝑥0) adalah maksimum relatif; jadi 𝑓(𝑥0) melebihi baik 𝑓(𝑥1) maupun 𝑓(𝑥2).
Singkatnya
𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥0) adalah negatif untuk sembarang x di sekitar 𝑥0. Sebaliknya pada Gambar
9.10b, 𝑓(𝑥0) adalah minimum relatif sehingga 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥0) > 0.

20
Dengan mengasumsikan bahwa f(x) mempunyai derivatif-derivatif kontinu terhingga
sampai orde yang dikehendaki di titik 𝑥 = 𝑥0, fungsi f(x) tidak perlu polinom dapat
diekspansi di sekitar titik 𝑥0 sebagai deret Taylor. Berdasarkan (9.14) (sesudah
mengubah 𝜙 menjadi f) dan menggunakan bentuk Langrange dari sisa, kita dapat menulis

𝑓 (𝑥 − 𝑓 (𝑥
( (
𝑓 (𝑥 𝑓 ( (𝑥
𝑓 (𝑥 − 𝑥 ⋯ (𝑥 − 𝑥
𝑓( (𝑝
(𝑥 − 𝑥 (
(

Jika kita dapat menentukan tanda dari ekspresi 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥0) untuk nilai x tepat
di sebelah kiri atau kanan 𝑥0, kita dapat dengan mudah menyimpulkan apakah 𝑓(𝑥0)
adalah suatu ekstrem?, dan bila “ya”, apakah a merupakan suatu maksimum atau
minimum. Untuk hal ini kita perlu memeriksa jumlah di sebelah kanan (9.17). Jadi, ada
(n+1) suku dalam jumlah ini n suku dari , Ditambah suku sisa yang berada dalam
derajat (n+1) jadi banyaknya suku sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan pasti
(indefinite), akan tergantung pada nilai n yang kita pilih. Akan tetapi, dengan memilih n
secara tepat, kita selalu dapat memastikan bahwa hanya akan ada satu suku di sebelah
kanan. Ini secara drastis menyederhanakan tugas menilai tanda 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥0) dan
menentukan apakah
𝑓(𝑥0) adalah suatu ekstrem, dan bila ya, jenis yang mana.

2. Beberapa Kasus Khusus


a. Kasus 1
𝑓′(𝑥0) ≠

Jika derivatif pertama di 𝑥0 bukan nol, misalkan kita pilih n = 0, sehingga suku sisa
akan berada dalam derajat pertama. Jadi hanya akan ada n + 1 = 1 suku di sebelah
kanan, yang berarti bahwa hanya suku sisa 𝑅0 yang ada disana. Jadi kita peroleh
𝑓 (𝑝
𝑓 (𝑥 − 𝑓( 𝑥 (𝑥 − 𝑥 𝑓′(𝑝 (𝑥 − 𝑥

di mana p adalah suatu angka antara 𝑥0 dan nilai x di sekitar 𝑥0 . Perhatikan bahwa
p harus benar-benar sangat dekat dengan 𝑥0.
Apakah tanda ekspansi (pernyataan) yang ada di sebelah kanan? Karean kontinuita
derivatif, 𝑓′(𝑝) akan mempunyai tanda yang sama seperti 𝑓′(𝑥0) karena, seperti
dijelaskan sebelumnya, p sangat dekat dengan 𝑥0. Dalam kasus ini, 𝑓′(𝑝) pasti bukan
nol; dalam kenyataannya, haruslah merupakan angka yang positif atau negatif. Tetapi
bagaimana dengan (𝑥 − 𝑥0)? Bila kita bergerak dari kiri 𝑥0 ke kanan x bergeser dari
besaran 𝑥1 < 𝑥0 ke besaran 𝑥2 > 𝑥0 (lihat Gambar 9.10). Akibatnya, ekspresi (𝑥 − 𝑥0)
akan berubah dari negatif ke positif, dan 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥0) = 𝑓′(𝑝)(𝑥 − 𝑥0) juga berubah
tandanya dari sebelah kiri 𝑥0 ke sebelah kanan. Tetapi ini menyalahi definisi kita yang
baru mengenai ekstrem relatif; dengan demikian, tidak akan ada ekstrem relatif di
21
𝑓(𝑥0) bila
𝑓′(𝑥0) ≠ 0 -a hal ini telah kita ketahui.
b. Kasus 2
𝒇′(𝑥0) = 0 ; 𝒇′′(𝑥0) ≠ 0
Dalam kasus ini, kita pilih n = 1, sehingga sisa akan ada dalam derajat
kedua. Pada awalnya akan ada n + 1 = 2 suku di sebelah kanan. Tetapi salah satu
suku akan hilang karena 𝑓′(𝑥0) = 0, dan sekali lagi kita akan mempunyai hanya
satu suku untuk dinilai :

𝑓 (𝑝
𝑓 (𝑥 − 𝑓 (𝑥 𝑓 (𝑥 (𝑥 − 𝑥 (𝑥 − 𝑥

𝑓 (𝑝 (𝑥 − 𝑥 [ 𝑟𝑒 𝑓′(𝑥 ]

Seperti sebelumnya, 𝑓′′(𝑝) akan mempunyai tanda yang sama seperti


𝑓′′(𝑥0), yaitu tanda tertentu dan tidak berubah; sedangkan bagian (𝑥 − 𝑥0)2, karena
suatu kuadrat, akan tetap positif. Jadi ekspresi 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥0) akan mempunyai
tanda yanng sama seperti 𝑓′′(𝑥0) dan Sesuai dengan definisi ekstrem relatif
sebelumnya, akan menentukan
Suatu maksimum relatif dari 𝑓(𝑥) bila 𝑓′′(𝑥0) < 0
Suatu minimum relatif dari 𝑓(𝑥) bila 𝑓′′(𝑥0) > 0 [dengan f’(x0) = 0]
Anda akan mengetahui bahwa hal ini merupakan uji derivatif kedua yang
diperkenalkan sebelumnya.

c. Kasus 3
𝑓′(𝑥0) = 𝑓′′(𝑥0) = 0, tetapi 𝑓′′′(𝑥0) ≠ 0
Disini kita berhadapan dengan situasi dimana uji derivatif kedua tidak
berlaku, karena 𝑓′′(𝑥0) sekarang sama dengan nol. Tetapi dengan bantua deret
Taylor, hasilnya dapat dipecahkan tanpa kesulitan
Misalkan kita misalkan n = 2; jadi tiga suku pada mulanya akan ada di
sebelah kanan. Tetapi dia di antaranya akan hilang karena 𝑓′(𝑥0) = 𝑓′′(𝑥0) = 0,
sehingga kita sekali hanya mempunyai satu suku untuk dinilai:

𝑓 (𝑥 − 𝑓 (𝑥 𝑓 (𝑥 (𝑥 − 𝑥 𝑓 (𝑥 (𝑥 − 𝑥 𝑓 (𝑝 (𝑥 − 𝑥

( (
𝑓 (𝑝 (𝑥 − 𝑥 [ 𝑟𝑒 𝑓 𝑓 ]

Seperti sebelumnya, tanda 𝑓′′′(𝑝) identik dengan tanda 𝑓′′′(𝑥0) karena


adanya kontinuitas derivatif dan karena p sangat dekat dengan 𝑥0. Tetapi (𝑥
− 𝑥0)3 mempunyai tanda yang berubah-ubah. Secara khusus, karena (𝑥 − 𝑥
negatif di sebelah kiri 𝑥0, maka (𝑥 − 𝑥0)3 juga negatif; bila di sebelah kanan
𝑥0, (𝑥 − 𝑥0)3 akan positif. Jadi ada perubahan tanda 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥0) bila
kita melewati 𝑥0, yang menyalahi definisi ekstrem relatif. Akan tetapi, kita tahu
bahwa 𝑥0 adalah nilai kritis [𝑓′(𝑥0) = 1], dan dengan demikian harus

22
merupakan titik belok (inflection point) sepanjang hal ini tidak menghasilkan
ekstrem relatif.

d. Kasus 4
𝑓′(𝑥0) = 𝑓′′(𝑥0) = ⋯ = 𝑓(𝑁−1)(𝑥0) = 0, tetapi 𝑓(𝑁)(𝑥0) ≠ 0
Ini merupakan kasus yang sangat umum, dan oleh karena itu kita dapat
memperoleh hasil umum darinya. Perhatikan bahwa di sini semua nilai derivatif
adalah nol sampai kita tiba pada derivatif ke-N.
Sesuai dengan tiga kasus sebelumnya, deret Taylor untuk Kasus 4 akan
berkurang menjadi

𝑓 (𝑥 − 𝑓(𝑥 𝑓 ( (𝑝 (𝑥 − 𝑥
𝑁

Sekali lagi, 𝑓(𝑁)(𝑝) mempunyai tanda yang sama seperti 𝑓(𝑁)(𝑥0), yang
tidak berubah. Di lain pihak, tanda (𝑥 − 𝑥0)𝑁 akan berubah bila N ganjil
(seperti Kasus 1 dan 3) dan akan tetap (positif) bila N genap (seperti Kasus 2).
Bila N ganjil, maka 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥0) akan berubah tandanya begitu kita lewati titik
𝑥0 , sehingga menyalahi definisi ekstrem relatif (yang berarti bahwa 𝑥0 harus
merupakan titik belok kurva). Tetapi bila N adalah genap, 𝑓(𝑥) − 𝑓(𝑥0) tidak
akan berubah tandanya dari sebelah kiri 𝑥0 ke sebelah kanannya, dan ini akan
memberikan nilai stasioner f(𝑥0) sebagai suatu maksimum atau minimum
relatif, tergantung pada apakah 𝑓(𝑁)(𝑥0) adalah negatif atau positif.

3. Uji derivatif ke-n


Jika derivatif pertama dari fungsi 𝑓(𝑥) di 𝑥0 adalah 𝑓′(𝑥0) = 0 dan jika
nilai derivatif bukan nol pertama di 𝑥0 yang dijumpai pada derivatif yang
berurutan adalah nilai derivatif ke-N, 𝑓(𝑁)(𝑥0) ≠ 0, maka nilai stasioner 𝑓(𝑥0)
akan menjadi
a. Maksimum relatif bila N bilangan genap dan 𝑓(𝑁)(𝑥0) < 0.
b. Minimum relatif bila N bilangan genap tetapi 𝑓(𝑁)(𝑥0) > 0.
c. Titik belok bila N ganjil.
Jadi jelas dari pernyataan di atas bahwa uji derivatif ke-N dapat bekerja
jika dan hanya jika fungsi 𝑓(𝑥), cepat atau lambat, dapat menghasilkan nilai
derivatif bukan nol di nilai kritis 𝑥0. Meskipun ada fungsi-fungsi dalam
pengecualian gagal memenuhi syarat ini, sebagian besar fungsi-fungsi yang
akan kita jumpai sesungguhnya akan menghasilkan 𝑓(𝑁)(𝑥0) yang bukan nol
dalam diferensiasi-diferensiasi yang berurutan. Jadi uji ini akan dapat berfungsi
pada banyak situasi.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Optimasi adalah cabang matematika yang berkaitan dengan mencari nilai


ekstrem (maksimum atau minimum) dari suatu fungsi dengan memanipulasi variabel
dalam domain fungsi tersebut. Secara umum, optimasi digunakan untuk
mengoptimalkan (mencari nilai maksimum atau minimum) fungsi matematika dalam
berbagai bidang, seperti ekonomi, teknik, ilmu komputer, dan lain-lain. Dalam konteks
analisis ekuilibrium, optimasi sering digunakan untuk memodelkan perilaku individu
atau perusahaan dalam sebuah pasar, dimana tujuannya adalah adalah mencari strategi
yang paling menguntungkan secara ekonomi. Dalam hal ini, fungsi yang akan
dioptimalkan adalah fungsi keuntungan (profit) dari suatu entitas dalam pasar. Ada
bebagai variasi khusus dari analisis ekuilibrium yaitu nilai optimal dan nilai ekstrem,
maksimum dan minimum relatif : uji derivatif pertama, derivatif kedua dan derivatif
tingkat tinggi, uji derivatif kedua, deret taylor dan maclaurin, dan uji turunan-n untuk
ekstrem relatif suatu fungsi dari satu variabel.

B. Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun, agar kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi untuk
kedepannya. Apabila ada kesalahan mohon dapat mema’afkan dan memakluminya,
Karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah, khilaf, dan lupa.

24
DAFTAR PUSTAKA

Journal, I., Education, M., Rio, T., & Valley, G. (2016). Generalized local test for local
extrema in single- variable functions. January 2014.
https://doi.org/10.1080/0020739X.2013.790515

Alpha C, Kevin. (2005). Fundamental Mrthods Of Matematical Ekonomics. The McGraw-


Hill Companies. ISBN 0-07-010910-9

Maksimum, K. (2001). APLIKASI TURUNAN (DERIVATIF) DALAM PERMASALAHAN


ANALISIS KEUNTUNGAN MAKSIMUM Oleh: Beni Asyhar. 1–14.

Maria. (2018). Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Berdasar Teori Ekoomi.


Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.

Muhammad Nur. (2013). Matematika Terapan untuk Ekonomi. Bandung: CV Pustaka Se

25
26

Anda mungkin juga menyukai